Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Sediaan Infus

2.1.1 Pengertian Infus


- Infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat
mungkin dibuat isotonus terhadap darah, disuntikkan langsung kedalam vena dalam
volume relatif banyak (midian, 1979).
- Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 10 ml yang diberikan melalui
intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok ( Ibnu Gholib Gandjar,
2006)
- Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah, bertanda volume lebih dari 100 ml. (FI ed IV, hal 10)
- Infus adalah larutan steril yang bebas pirogen, tidak boleh mengandung bakterisida, jernih,
dan isotonis.(Ilmu Resep, hal 197)

2.1.2 Persyaratan Infus Intravena


1. Jika bentuk emulsi, dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih
dari 5um
2. Tidak boleh mengandng bakteri sida dan zat dapar
3. Harus jernih dan bebas partikel
4. Bentuk emulsi jika dikocok harus tetap homogen dan tidak menunjukan pemisahan (ilmu
resep 2006)

2.1.3 Tujuan Infus Intravena ( ilmu resep,2006)


1. Mengganti cairan tubuh dan mengimbangi jumlah elektrolit dalam tubuh, misalnya Sol.
Glukosa isotonis, Sol. Physiologica Ringeri, Sol. Ringeri lactat (RL) , Sol. NaCl 0,9%
b/v.
2. Dalam bentuk larutan koloid dapat dipakai mengganti darah manusia, misalnya larutan
koloid PVP 3,5% (Polivinilpirolidon/Povidon)\
3. Dapat diberikan dengan maksud untuk penambahan kalori, misalnya Aminovel-600,
1000 (Produksi Otsuka, tiap liter mengandung asam amino 5%, sorbitol 10%, viamin dan
elektrolit) , Aminofusin-600, 850, 1000 (Produksi Primer, tiap infus intravena, dan
elektrolit).
4. Sebagai obat, diberikan dalam jumlah besar dan terus-menerus jika tidak dapat
disuntikkan secara biasa, misalnya obat antikanker, antibiotik, anastesik, hormon yang
larut dalam air, vitamin.

2.1.4 Kegunanaan Cairan Infus Intravena (Ansel, 448)


a. Terapi pemeliharaan
Terapi ini diberikan pada penderita yang tidak menerima asupan nutrisi atau cairan lewat
mulut untuk masa yang agak lama (3-6 hari)
b. Terapi pengganti
Pada keadaan pasien mengalami kehilangan banyak air dan elektrolit. Misalnya pada
pasien yang sedang mengalami diare berat
c. Kebutuhan elektrolit
Terapi ini digunakan untuk menggantikan kebutuhan elektrolit yang hilang. Kebutuhan
kalium setiap harinya adalah kurang lebih 100 mEq dan kehilangan kalium setiap harinya
kurang lebih 40 mEq, sehingga di sini dibutuhkan terapi pengganti dengan kandungan 40
mEQq.
d. Kebutuhan kaloriterapi
Terapi ini digunakan untuk penderita yang memerlukan cairan parenteral diberi dektrosa
5% untuk memperkecil kekurangan kalori yang biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami terapi penggantian atau pemeliharaan. Penggunaan dextrosa juga mengurangi
ketosa dan kerusakan protein.
e. Hiperalimentasi parental
Terapi ini merupakan infus yang mengandung sejumlah besar nutrisi dasar yang cukup
untuk sintesis jaringan aktif dan pertumbuhan. Digunakan pada pemberian larutan protein
jangka panjang lewat intravena yang mengandung dextrosa kadar tinggi (kurang lebih
20%), elektrolit, vitamin, dan pada beberapa keadaan mengandung insulin.

2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Infus Intravena


Keuntungan Sediaan Infus
1. Obat memiliki mula kerja yang cepat
2. Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstilanis dapat dihindarkan
3. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma
4. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan

Kerugiaan Sediaan Infus


1. Rasa nyeri saat disuntikkan
2. Memberikan efek fisikologis pada pendirta yang takut suntik
3. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktek
dokter oleh perawat yang kompeten
4. Lebih mahal dari bentuk sediaan nonsteril dikarenakan ketatnya persyaratan yang
harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel). ( hasanuddin ,
2017)

2.1.6 Penggolongan Infus Intravena ( formulasi steril,73 )


1. Infus Elektrolit
A. Cairan Fisiologis Tubuh Manusia

Tubuh manusia mengandung 60% air terdiri atas cairan intraseluler (didalam sel) 40%
yang mengandung ion-ion K+, Mg ++ , sulfat, fosfat, protein, serta senyawa organic
asam fosfat seperti ATP, heksosa monofosfat, dan lain-lain. Air pun mengandung cairan
ekstraselular (di luar sel) 20% yang kurang lebih mengandung 3 liter air dan terbagi atas
cairan interstisial (diantara kapiler dan sel) 15% dan plasma darah 5% dalam sistem
peredaran darah serta mengandung beberapa ion seperti Na+, klorida, dan bikarbonat.
Fungsi Larutan Elekrolit
Secara klinis, larutan digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan
jumlah normal elektrolit dalam darah, ada 2 jenis kondisi plasma darah yang
menyimpang, yaitu :
1. Asidosis : Kondisi plasma darah terlampau asam akibat adanya ion klorida dalam
jumlah berlebih.
2. Alkalosis : Kondisi plasma darah yang terlampau basa akibat adanya ion klorida dalam
jumlah berlebih.
Sistem dapar darah adalah keseimbangan asam basa mengikuti sistem dapar, yaitu :
- Hidrogen karbonat – Karbonat
- Hidrogen fosfat – dihidrogen fosfat
- Serum – protein.

Penyebab berkurangnya elektrolit plasma adalah kecelakaan, kebakaran, operasi, atau


perubahan patologis organ, gastroenteritis, demam tinggi, atau penyakit lain yang
memnyebabkan output dan input tidak seimbang.

B. Infus Karbohidrat

Infus karbohidrat adalah sediaan infuse berisi larutan glukosa atau dekstrosa yang cocok
untuk donor kalori. kita menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan glikogen otot
kerangka, hipoglikemia, dan lain-lain.
Kegunaan: 5% isotonis, 20% untuk diuretika, dan 30-50% terapi oedema di otak.
Contoh:
Larutan Manitol 15-20% digunakan untuk menguji fungsi ginjal.
Larutan Kombinasi Elektrolit dan Karbohidrat
Contohnya:
Infus KA-EN 4 B (Otsuka)
Formulanya sebagai berikut:
Na+ 30 mEq
K+ 8 mEq
Cl- 2
Laktat 10 mEq
Glukosa 37.5 g
Aqua p.i. 1000 m

C. Infus Berdasarkan Fungsi Plasma Expander atau Penambah Darah


Larutan Plasma expander adalah suatu sediaam larutan steril yang digunakan untuk
menggantikan plasma darah yang hilang akibat pendarahan, luka bakar, operasi, dan lain-
lain.
1. Whole Blood
Whole blood atau darah lengkap manusia adalah darah yang telah diambil dari donor
manusia, yang dipilih dengan pencegahan pendahuluan aseptic yang ketat. Darah
ditambahkan ion sitrat atau heparin sebagai antikoagulan.
2. Human Albumin
Human Albumin adalah sediaan steril albumin serum yang didapat dengan melakukan
fraksinasi darah dari donor manusia sehat.Tidak kurang dari 96% protein harus
albumin.Setiap 100 ml mengandung 25 g albumin serum yang sebanding atau
ekuivcalen keosmotikannya dengan 500 ml plasma manusia normal atau 5 g sebanding
denagn 100 ml plasma manusia normal.
3. Plasma Protein
Plasma mengandung 5 g protein per 100 ml, 83-90% adalh albumin, lalu sisanya alfa
dan beta globulin.Plasma protein adalah larutan steril protein yang terpilih dari
plasma darah donor manusia dewasa.
4. Larutan gelatin
Larutan gelatin merupakan hasil hidrolisis kolagen, yakni suatu senyawa polipeptida.
Larutan sangat cocok untuk plasma ekspander karena strukturnya terdiri atas protein,
sehingga dengan protein plasma dapat memberikan efek osmotic yang sama. Sebagai
cairan pengganti darah, kita menggunakan larutan gelatin 5% yang diisotoniskan
dengan natrium klorida dan dapat disterilkan pada suhu 121-124oC dalam autoklaf.
Contohnya : infuse Haemaccel.

5. Larutan dekstran
Larutan dekstran adalah suatu senyawa polisakarida dengan satuan glukosa sebagai
komponen monomer, yang terikat secara glikosidik pada posisi alfa 1,6. Bentuk
molekulnya berupa benang panjang bergelombang. Dekstran terbentuk didalam media
yang mengandung sakarosa di bawah pengaruh enzim dekstran-sakarase yang
diproduksi berbagai spesies leuconostoc.
Contoh : infuse Otsutra -70 (Otsuka).
6. Larutan Protein (Asam Amino)
Larutan protein diinfuskan ke dalam tubuh jika tubuh mengalami kekurangan protein.
umumnya, larutan terdiri atas 8 asam amino penting, yaitu : L-Isoleusin, L-Leusin,L-
Metionin, L-Fenilalanin, L-Triptofan, L-Trionin, L-Lisine dan L-Valin. Kedelapan
asam amino penting dan harus selalu ada dalam jumlah dan perbandinagn yang
tertemtu di dalam infuse. Hilangnya satu komponen menyebabkan efek yang
diharapkan tidak tercapai, malah akan terjadi gangguan dalam pertukaran protein
tubuh. Kemudian, jumlah yang berlebih pun tidak ada gunanya.
Contohnya : Infus Aminofusin L (primer).

D. Berdasarkan Volume
1. Larutan Irigasi
Larutan irigasi adalah sediaan larutan steril dalam jumlah besar (3 liter). larutan tidak
disuntikkan ke dalam vena, tetapi digunakan di luar system peredaran dan umumnya
menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan, sehingga
memungkinkan pengisian larutan denagn cepat. kita menggunakn larutan untuk
merendam atau mencuci luka-luka sayatan bedah atau jaringan tubuh dan dapat pula
mengurangi perdarahan. kikta biasa menggunakannya dalam kegiatan laparatomy,
Arthroscopy, Hysterectomy, dan Turs (urologi).
Persyaratan larutan irigasi sebagai berikut :
a. Isotonik.
b. Steril.
c. Tidak diabsorbsi.
d. Bukan larutan elektrolit.
e. Tidak mengalami metabolisme.
f. Cepat dieksresi.
g. Mempunyai tekanan osmotic diuretic.
Contohnya :
Larutan Glycine 1.5% dalam 3 liter
Larutan asam asetat 0.25% dalam 1-3 liter

2. Larutan Dialisis Peritoneal


Larutan dialisis peritoneal merupakan suatu sediaan larutan steril dalam jumlah besar
(2liter). Larutan tidak disuntikan kedalam vena, tetapi dibiarkan mengalir ke dalam
ruangan peritoneal dan umumnya menggunakan tutup plastic yang dipatahkan,
sehingga memungkinkan larutan dengan cepat turun ke bawah. penggunaan cairan
demikian bertujuan menghilangkan senyawa-senyawa toksik yang secara
normaldikeluarkan atau dieksresikan ginjal.

Persyaratan larutan dialysis peritoneal adalah :


a. Hipertonis.
b. Steril.
c. Dapat menarik toksin dalam ruang peritoneal.
Contohnya : Larutan Dianeal 1.5% dan 2. 5%. 2 liter

2.1.7 Rute Pemberian Infus Intravena


Cara Pemberian Infus (RPS18th:1574)
a. Injeksi intravena langsung
Volume kecil (1-50 ml) dan obat disuntikkan ke dalam vena dalam waktu singkat.

b. Metode penggantian volume

Alat kontrol volume ditunjukan untuk infus berselang larutan obat dan jumlah tepat
pengontrolan laju aliran, alat atau metode ini meliputi alat kalibrasi, plastik tempat
penampungan cairan langsung dibawah wadah intravena yang sebelumnya dipasang atau
lebih yang dilekatkan pada penyediaan cairan yang bebas. Pada kasus lain obat yang
diberikan pertama disusun kembali bila obat merupakan padatan steril dan disuntikkan ke
dalam tempat suntikan dari unit pengontrol volume lalu dilarutkan dalam 50-150 ml
dengan cairan pertama atau cairan yang terpisah. Pemberian seluruh cairan yang
mengandung obat 30-60 menit dan menghasilkan konsentrasi puncak pada darah diikuti
oleh penurunan bila dosis dihentikan.Prosedur untuk pemberian infus intravena berselang
dengan suatu alat pengintrol volume sebagai berikut :

- Menggunakan teknik aseptik, alat penusuk volume kontrol dimasukkan ke dalam cairan
intravena utama pada wadah cairan yang terpisah
- Udara dihilangkan dari pipa alat pengontrol volume dengan membuka klem sampai
cairan mengalir.
- Klem dibuka di atas tempat kalibrasi dan chamber kalibrasi diisi dengan 25-50 ml cairan
dari wadah utama cairan yang terpisah.
- Klem diatas chamber ditutup
- Klem diatas chamber dibuka untuk mencukupkan larutan hingga volume yang diinginkan
(50-150 ml) lalu ditutup
- Aliran dimulai jika klem bawah unit volume kontrol dibuka

c. Metode Piggyback

Metode ini menunjukkan berselang intravena dari larutan kedua, campuran obat ini
melalui tempat penusukan vena dan sistem intravena yang telah dibuat sebelumnya.
Dengan cara ini obat akan masuk pada vena mulai dari bagian atas cairan intravena yang
pertama. Teknik piggyback tidak hanya mengurangi keperluan untuk penusukan vena
yang lain, tapi juga menghasilkan pengenceran obat dan konsentrasi puncak dari darah
dalam waktu yang singkat biasanya 30-60 menit. Pengenceran obat membantu
mengurangi iritasi dan konsentrasi serum yang tinggi sebelumnya merupakan
pertimbangan penting dalam infeksi serius yang memerlukan terapi obat yang tepat.
Keuntungan ini lebih mempopulerkan metode piggyback dari terapi intravena terutama
untuk penggunaan berselang antibiotik. Dalam penggunaan teknik piggyback unit kedua
yaitu menghilangkan udara dan jarumnya disuntikkan masuk ke dalam tempat suntik dari
obat primer atau ke dalam tempat suntikan pada akhir dari aliran primer.Infus piggyback
lalu dijalankan. Jika telah lengkap, cairan infus pertama dapat dijalankan.
2.1.8 Macam-macam Infus dipasaran
1. ASERING
Indikasi : Dehidrasi (syok hipovolemik & asidosis) pada keadaan : gastroenteritis akut,
demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Produk : PT. Otsuka Indonesia
2. OTSU – NS
Indikasi :
- Untuk resusitasi
- Kehilangan Na > Cl, misal diare
- Sindrom yg berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)
Produk : PT. Otsuka Indonesia
3. OTSU – RL
Indikasi :
- Suplai ion bikarbonat
- Resusitasi
- Asidosis metabolik
Produk : PT. Otsuka Indonesia
4. MARTOS – 10
Indikasi :
- Suplai air & karbohidrat dengan cara parenteral pada penderita diabetik
- Kondisi kritis lain yg membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, stres berat, infeksi
berat & defisiensi protein
- Dosis : 0,3 gr/kg BB/jam
- Mengandung 400 Kcal/L
Produk : PT. Otsuka Indonesia
5. KA-EN 1B
Indikasi :
- Sebagai larutan awal apabila status elektrolit pasien belum diketahui, misalnya
ditemukan pada kasus emergensi (dehidrasi lantaran asupan oral tidak memadai,
demam)
- Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian dengan cara IV. Kecepatan
sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) & 50-100 ml/jam pada anak-anak
- < 24 jam pasca operasi
- Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
Produk : PT. Otsuka Indonesia
6. AMIPAREN
Indikasi :
- Luka bakar
- Stres metabolik berat
- Infeksi berat
- Kwasiokor
- Pasca operasi
- Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
- Total Parenteral Nutrition
Pabrik : PT. Otsuka Indonesia

7. AMINOVEL
Indikasi :
- Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
- Penderita GI yg dipuasakan
- Kebutuhan metabolik yg meningkat (misal luka bakar, trauma & pasca operasi)
- Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
- Stres metabolik sedang/ringan
Pabrik : PT. Otsuka Indonesia
8. PAN-AMIN G
Indikasi :
- Suplai asam amino pada hiponatremia & stres metabolik ringan
- Nitrisi dini pasca operasi
- Tifoid
Pabrik : PT. Otsuka Indonesia
2.2 Preformulasi dan Formulasi

2.2.1 PreFormulasi

A. Definisi Prefomulasi ( Teknologi sediaan farmasi , 2009 )


Praformulasi terdiri dari kata pre yang artinya sebelum dan formulasi yang artinya
perumusan atau penyusunan. Praformulasi adalah tahap awal dalam rangkaian proses
pembuatan sediaan farmasi yang berpusat pada karakteristik/sifat-sifat fisika kimia dari
zat aktif dimana dapat mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan suatu bentuk
sediaan farmasi.

Tujuan dari proses praformulasi adalah membuat sediaan yang mantap baik secara fisika
(tidak ada endapan), kimia, mikrobiologi, farmakologi dan sterilitas. (Dhadhang wahyu
kurniawan,2009)

Sifat-sifat fisika kimia zat aktif yang dapat mempengaruhi penampilan obat dan
perkebangan suau bentuk sediaan farmasi. Praformulasi melibatkan berbagai investigasi
suatu bahan obat untuk mendapatkan informasi yang berguna, yang selanjutnya di
manfaatkan untuk membuat formulasi sediaan secara fisikokimia stabil dan secara
biofarmasetika sesuai dengan tujuan dan bentuk sediaan.

Formulasi merupakan tahap awal dalam rangkaian proses pembuatan sediaan farmasi,
memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Praformulasi menggambarkan proses optimasi suatu obat melalui penentuan atau
definisi sifat –sifat fisika dan kimia yang dianggap penting dalam menyusunformulasi
sediaan stabil, efektif, dan aman
2. Data formulasi akan sangat membantu dalam memberikan arah yang lebih sesuai
untuk membuat suatu rencana bentuk sediaan.

B. Data Preformulasi
Data preformulasi dikumpulkan dan dikaji dari berbagai pustaka yang ada. Semakin
lengkap data yang dikumpulkan akan semakin memudahkan dalam formulasi. Dengan
data yang lengkap, formulasi dapat dilakukan lebih cermat, tepat, efektif, dan efisien
dalam rangka memenuhi tujuan pembuatan sediaan farmasi yang secara fisikokimia dan
biofarmasetika. Data minimal yang harus ada dalam preformulasi ( mengacu pada
monografi Farmakope Indonesia Edisi IV ) antara lain :
1. Struktur kimia dan karakteristik
2. Bobot molekul
3. Metode analitik
4. Ruahan ( kompresibilitas, observasi mikroskopik )
5. Informasi terapeutik ( dosis, bentuk sediaan yang dibutuhkan, ketersediaan hayati,
produk kompetior )
6. Bahaya potensial
7. Toksikologi

Sebagai data pelengkap dalam preformulasi antara lain :


1. Kompatibilitas interaksi : obat-eksipien
2. Studi pendahuluan in vivo pada hewan, anntara lain :
 Absorbs obat
 Metabolisme
 Ikatan proten
 Distribusi
 Eliminasi

C. Parameter fisikokimia
Data yang paling utama dan penting dalam preformulasi adalah segala informasi tentang
zat aktif yang berkaitan dengan sifat fisikokimianya. Sehingga sangat perlu untuk
mengetahui parameter fisikokimia yang ada dalam preformulasi, antara lain :

1. Stabilitas kimia
Studi stabilitas preformulasi meliputi bentuk larutan dan keadaan padat pada
beberapa kondisi penangganan : formulasi, penyimpanan, dan pemberian in vivo.
Pengaruh pH terhadap factor stabilitas sangat penting dalam pengembangan
produk,baikuntuk bentuk sediaan oral maupun parentera. Obat sensitive asam yang akan
diberikan secara oral harus dilindungi dari suasana sangat asam seperti asam lambung .
Pemilihan dapat dipertimbangkan secara pertimbangan stabilitas. Cara sterilisasi sediaan
parenteral bergantung pada stabilitas terhadap temperature. Zat dengan stabilitas terbatas
terhadap suhu tinggi harus disterilkan dengan cara lain autoklaf (misalnya
penyaringan,sterilisasi gas, dan lain-lain). Evaluasi terhadap stabilitas kimia penting
sekali dilakukan. Caranya adalah dengan mengembangkan cara penentuan yang spesifik
untuk bahan obat dan hasil uraiannya. Untuk tujuan spesifik dan kuantitatif digunakan
metode HPLC (cara umum di farmakope) .(Dhadhang wahyu kurniawan,2009)

2. Kelarutan / solubilitas
Kelarutan sangat penting untuk pengembangan larutan yang dapat disuntikkan
baik secara intravena maupun intramuscular. Sediaan dalam bentuk infus harus jernih,
maka bahan-bahan obat/zat yang akan digunakan untuk membuat infus harus larut
sempurna dalam pembawanya.Air merupakan pelarut yang paling umum digunakan
sebagai zat pembawa yang digunakan dalam formulasi infus. Selain itu, untuk
memperoleh kelarutan yang baik, komponen yang akan digunakan harus memiliki
kualitas yang baik. Kontaminasi fisika dan kimia tidak hanya menyebabkan iritasi ke
jaringan tubuh, tetapi jumlah kontaminasi tersebut juga dapat menyebabkan degradasi
produk sebagai hasil dari perubahan kimia, khususnya selama waktu pemanasan bila
digunakan sterilisasi panas. Adapun pelarut bukan air yang dipilih harus dengan hati-hati,
karena pelarut tersebut tidak boleh bersifat iritasi, toksik atau terlalu pekat dan juga tidak
boleh memberi efek merugikan pada bahan formulasi lainnya.Pemilihan pelarut seperti
itu harus melibatkan suatu evaluasi sifat-sifat fisiknya seperti kerapatan, viskositas,
kemampuan bercampur dan kepolaran, kestabilan, aktivitas pelarut dan toksisitas. Contoh
pelarut bukan air yang dapat dikombinasi dengan air adalah dioksilan, dimetil-asetamida,
N-(β-hidroksietil )-laktamida, butilen glikol, polietilen glikol 400 dan 600, propilen
glikol, gliserin, etil alkohol. Pelarut bukan air yang tidak dapat bercampur dengan air
contohnya minyak lemak, etil oleat, isopropil miristat, dan benzilbenzoat. .(Dhadhang
wahyu kurniawan,2009)
3. Kecepatan disolusi
Menentukan kecepatan disolusi intrinsik obat pada rentang pH cairan fisiologis
sangat penting karena dapat di gunakan untuk memprediksi absorbsi dan sifat
fisikokimia. Uji disolusi menggunakan media cair yang dibuat kondisinya sama dengan
pH cairan fisiologis tubuh . .(Dhadhang wahyu kurniawan,2009)

4. Konstanta disosiasi
Kebanyakan obat merupakan asam atau basah lemah dan karakter ionikya
berpengaruh penting pada proses transfer melalui sel membrane. Obat berpenetrasi
melewati barir membrane (membrane biologi umumnya bersifat lipofit) dalam bentuk
molekul tidak terdisosiasi untuk konstanta disosiasi merupakan parameter absorbs obat
yang diperlukan untuk penelitian stabilitas dan solubiltas obat dalam larutan. .(Dhadhang
wahyu kurniawan,2009)

5. Koefisien partisi
Koefisien partisi dalam system minyak/ air seperti oktanol/air dan klorofrom/air
merupskan indikasi lipofilisitas obat. Koefisien partisi digunakan sebagai alat empiric
dalam meneliti sifat biologi dan kecepatan serta jumlah absorbsi obat di saluran
cerna.Data koefisien partisi saja belum cukup untuk meneliti absorbs in vivo. .(Dhadhang
wahyu kurniawan,2009)

6. Kristalinitas
Kristalinitas dan struktur internal Kristal bahan aktif dapat mempengaruhi sifat
fisikokimia dan fisikomekanik,mulai dari sifat aliran sampai stabilitas kimia. Kebiasaan
Kristal adalah mendeskripsikan penampilan luar Kristal (bentuk plat,spatula
jarum,tabular,dan prismatic),sedangkan sturktur internal di deskripsikan dengan susunan
molekuker . .(Dhadhang wahyu kurniawan,2009)

7. Polimorfisme
Polimerfisme adalah kemampuan suatu senyawa mengkristalisasi dalam bentuk
lebih dari suatu jenis kristalin dengan perbedaan kisi internal dapat menyebabkan
perubahan internal dapat menyebabkan perubahan stabilitas kimia, sifat pengolahan, dan
ketersediaan hayati.Masalah yang terkait dengan polimorfisme terkadang dapat diatasi
dengan penambahan eksipien yang memperkambat transformasi, misalnya metilselulosa
untuk novobiosin (antibiotic yang telah di laporkan memiliki perbedaan signifikan efek
terapiotik antara amorv dan kristalin) .(Dhadhang wahyu kurniawan,2009)

8. Higroskopisitas
Banyak bahan-bahan obat , terutama bentuk-bentuk garam yang larut dalam air
memiliki kecenderungan mengabsorbsi kelembaban udara . Absorbsi dan keseimbangan
lembab (uap air) dapat tergantung pada kelembaban udara ,temperature, luas permukaan,
paparan, dan mekanisme pengambilan lemab.Bahan-bahan yang mudah mencair ,
mengabsorbsi air dalam jumlah cukup untuk melarut sempurna seperti yang terjadi pada
senyawa NaCl pada kondisi yang lembab.Zat-zat higroskopis yang lain mengabsorbsi air
karena terjadi pembentukan hidrat atau terdapat tempat absorbs yang khusus.Pada
sebagian besar bahan higroskopis , perubahan level lembab dapat sangat mempengaruhi
parameter fisikokimia yang vital,seperti stabilitas kimia , kemampuan mengalir
(floability), dan kemampuan untuk bercampur (kompatibilitas). .(Dhadhang wahyu
kurniawan,2009)

9. Ukuran partikel
Ukuran pratikel bahan obat mempunyai peranan dalam sediaan farmasi sebab
ukuran partikel mempunyai pengaruh yang besar dalam pembuatan sediaan obat dan juga
terhadap efek fisiologisnya.Untuk sediaan infus harus memiliki ukuran partikel yang
kecil karena sediaan infus pemberiannya langsung kedalam pembuluh darah vena. Jika
terdapat ukuran partikel yang besar dalam infus maka dikhawatirkan akan terjadi
penyumbatan atau gangguan dalam pembuluh darah. .(Dhadhang wahyu
kurniawan,2009)
Hal-hal kritis dalam formulasi
Preformulasi yang lengkap akan memudahkan dalam formulasi sediaan farmasi.Meskipun
demikian, tetap harus di perhatikan hal-hal kritis yang dapat mempengaruhi keberhasilan
formulasi suatu sediaan farmasi, antaralain:
 Hal-hal yang berdampak pada kelarutan
 Hal-hal yang berdampak pada kecepatan disolusi
 Hal-hal yang berdampak pada stablitas kimia dan enjimatik
 Kapabilitas absorbsi .(Dhadhang wahyu kurniawan,2009)

2.2.2 Monografi Bahan


1. NaCl (Natrium klorida)  (FI IV hal. 584)

Pemerian Kristal tidak berbau tidak berwarna atau serbuk kristal putih, tiap 1g setara
dengan 17,1 mmol NaCl.  2,54g NaCl ekivalen dengan 1 g Na. Mempunyai kelarutan
1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian gliserol. Stabil dalam bentuk
larutan.Larutan stabil dapat menyebabkan pengguratan partikel dari tipe gelas.pH :
4,5 –7(DI 2003 hal 1415) 6,7-7,3. 
Konsentrasi/dosisnya lebih dari 0,9%. Injeksi IV 3-5% dalam 100ml selama 1 jam
(DI 2003 hal 1415). Injeksi NaCl mengandung 2,5-4 mEq/ml. Na+ dalam plasma =
135-145 mEq/L. Disterilisasi dalam Autoklaf atau filtrasi.
Khasiat/kegunaannya pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh.Efek samping dari
NaCl yaitu keracunan NaCl disebabkan oleh induksi yang gagal dapat menyebabkan
hipernatremia yang memicu terjadinya trombosit dan hemorrage. Efek samping yang
sering terjadi nausea, mual, diare, kram usus, haus, menurunkan salivasi dan
lakrimasi, berkeringat, demam, hipertensi, takikardi, gagal ginjal, sakit kepala, lemas,
kejang, koma dan kematian.
Kontraindikasi dari NaCl untuk pasien penyakit hati perifer udem atau pulmonali
udem, kelainan fungsi ginjal.
Farmakologi dari NaCl berfungsi untuk mengatur distribusi air, cairan dan
keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh.
2. Aqua Pro Injection (FI IV; 112 dan FI III; 97)
Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan dengan
cara sterilisasi A/C. Pemerian dari API yaitu cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau. Keasaman kebasahan ; amonium; besi; tembaga; kalsium; klorida; nitrat;
sulfat; zat troksida memenuhi syarat yang tertera pada aqua destillata. Dalam wadah
tertutup kedap.Jika dalam wadah tertutup kapas berlemak harus digunakan dalam
waktu 3 hari setelah pembuatan.Disterilisasi Kalor basah (autoklaf).Kegunaannya
pembawa dan melarutkan.
3. Glukosa (FI III;
Glukosa mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidaklebih dari 101,5%
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian dari glukosa yaitu hablur
tidak berwarna, serbuk hablur, tidakberbau, rasa manis.
2.2.3 Perhitungan Isotonis
Isotonis adalah suatu keadaan pada saat tekanan osmosis obat sama dengan tekanan osmosis
tubuh.

1. Metode White-Vincent ( Smith, Blaine Templar, 2016)

Rumus : V = X × E × 111,1

Keterangan :

V = Volume yang harus digunakan untuk melarutkan zat supaya isotonis

W = Berat zat dalam gram

E = Ekivalensi NaCI dari bahan obat

111,1 = Volume dari 1 gram NaCI yang isotonis

2. Metode penurunan titik beku ( Anonim, 2016)

Rumus : B = 0,52 – (bl × c) : b2

Keterangan :
B = Bobot daam gram zat yang ditambahkan dalam 100 mL akhir supaya
didapatkan larutan isotonis

bl = Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% zat berkhasiat

b2 = Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh penambahan 1% zat tambahan

c = kadar zat berkhasiat dalam %b/v

3. Metode Kryoskopi (Anonim, 2016)

Rumus : d = u × k × g (1000 / M × l)

Keterangan :

d = Penurunan titik beku yang disebabkan penambahan zat berkhasiat

u = Jumlah Ion

k = Konstanta kryoskopi (1,86)

g = Gram zat yang terlarut

M = BM zat terlarut

l = Berat larutan

Pengertian Isohidris
• Isohidris adalah suatu keadaan pada saat pH obat sama dengan pH tubuh. (pH 7,4)

• Isohidris adalah kondisi suatu larutan zat yang pH-nya sesuai dengan pH fisiologis tubuh
sekitar 7,4.

Tujuan Isohidris
• Meningkatkan stabilitas obat, misal injeksi vit C dan injeksi luminal.
• Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.

• Dapat pula menghambat pertumbuhan bakteri.

• Meningkatkan aktivitas fisiologis tubuh; garam alkaloid dan vit B1 menghendaki pH 3-4,
adrenalin pH 2-3, dan luminal pH lebih dari 8.

2.3 Tentang Produksi

2.3.1 Definisi sterilisasi


Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen,
nonpatogen, vegetatif, maupun nonvegetatif dari suatu objek atau material.

2.3.2 Metode Sterilisasi


a. Ada beberapa metode umum yang digunakan dalam proses sterilisasi, yaitu:

1. Destruksi mikroorganisme
Mikroorganisme akan rusak bila terkena panas langsung. Cara termudah adalah
menggunakan api dengan cara membakar peralatan atau wadah yang akan dipakai. Cara
lain adalah dengan mengoksidasi alat (biasanya gelas) menggunakan bahan kimia
berupa asam nitrat pekat, asam kromat, atau asam sulfat pekat.

2. Inaktivasi (pembunuhan)
Metode inaktivikasi (pembunuhan) mikroorganisme ini merupakan eliminasi
mikroorganisme tanpa perlu menghancurkan sel secara sempurna. Hal ini dapat
dilakukan dengan :
a. Cara panas kering, basah atau uap
b. Cara radiasi
c. Cara kimia

3. Penghilangan secara fisika


Metode meneeeghilangkan mikroorganisme secara fisika adalah dengan cara
penyaringan ( filtrasi ) karena ada beberapa zat ( partikel ) dari cairan dan gas yang
tidak dapat dilakukan dengan cara diatas.

b. Macam-macam Sterilisasi

1. Sterilisasi panas dengan Tekanan atau Sterilisasi Uap (Autoklaf)


Pada saat melakukan sterilisasi uap, kita sebenarnya memaparkan uap jenuh pada
tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi
pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan mikroganisme secara
ireversibel akibat denaturasi atau koagulasi sel.
Sterilisasi demikian merupakan metode yang paling efektif dan ideal karena:

a. Uap merupakan pembawa (carrier energi termal paling efektif dan semua lapisan
pelindung luar mikroganisme dapat dilunakan, sehingga terjadinya koagulasi.
b. Bersifat notoksik, mudah diperoleh, dan relatif mudah dikontrol.

Suhu jenuh uap air (1000C) pada tekanan 1 atmosfir teryata masih kurang dalam
membunuh kuman yang resisten. Oleh karena itu, kita harus mengupayakan agar suhu
jenuh uap ditingkatkan dengan cara meningkatkan tekanannya. Kemudian, kita dapat
melakukannya dalam wadah tertutup rapat agar dapat tercapai suhu sterilisasi, yaitu
1210C atau lebih. Uap jenuh tidak dapat berkurang suhunya tanpa menurunkan
tekanannya dan sebaliknya. Dengan demikian, apabila salah satu parameter yang lain
pasti diketahui pula. Pada praktinya, saat uap memasuki chamber mesin sterilisasi,
kondisi uap harus dalam keadaan baik.
Sterilisasi demikian bisa digunakan untuk mensterilisasikan:
Sediaan injeksi dan suspensi: 1210C 15 menit
Baju operasi : 1340C 3 menit
Plastik dan karet : disterilkan terpisah dari kontainer

2. Sterilisasi Panas Kering ( Oven )


Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan
diabrsorpsi oleh permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat kebagian dalam
permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Sterilisasi panas kering biasa
digunakan untuk alat-alat atau bahan dengan uap yang tidak dapat berpenetrasi secara
mudah atau untuk peralatan yang terbuat dari kaca. Pada sterilisasi panas kering,
pembunuhan mikroorganisme terjadi melalui mikroorganisme oksidasi sampai terjadinya
koagulasi protein sel. Karna panas dan kering kurang efektif dalam membunuh mikroba
dari autoklaf maka sterilisasi memerlukan temperatur yang lebih tinggi dan waktu yang
lebih panjang. Sterilisasi panas kering biasa ditetapkan pada temperatur minimum 160 oC
dengan waktu 1 jam untuk alat logam dan alat gelas. Sebaliknya, untuk larutan minyak
atau parafin atau sterilisasi ditetapkan pada temperatur minimum 150 oC dengan waktu 1
jam.
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa yang tidak efektif disterilkan
dengan autoklaf. Senyawa demikian meliputi minyak lemak, gliserin, petrolatu, minyak
mineral, parafin, dan berbagai serbuk yang stabil dalam pemanasan seperti ZnO.
Sterilisasi panas kering efektif pula untuk sterilisasi alat-alat gelas dan alat-alat bedah.
Metode pilihannya adalah menggunakan peralatan yang kering (metal) atau wadah yang
kering (porselin) seperti pada pengemasan zat-zat kimia kering (powder) atau larutan
bukan air.

3. Sterilisasi Gas atau Etilen Oksida


Sterilisasi gas merupakan pilihan lain yang digunakan untuk sterilisasi alat yang sensitif
terhadap panas. Etilen oksida merupakan senyawa organik kelompok epoksida dari
golongan eter. Etilen oksida berada dalam fese gas pada suhu diatas 10,75 oC dalam
tekanan 1 atm. Etilen oksida membunuh mikroorganisme melaluimreaksi kimia yang
dikenal sebagai reaksi alkilasi. Umumnya, sterilisasi dengan gas etilen oksida
memerlukan waktu 2 – 16 jam. Ada dugaan bahwa kerja etilen oksida sebagai zat
pensteril adalah menganggu metabolisme sel bakteri.
Kita biasa menggunakan sterilisasi gas dengan etilen oksida untuk mensterilkan berbagai
sediaan enzim tertentu yang tidak tahan panas, antibiotik tertentu, obat-obat lain, serta
alat kedokteran tidak tahan panas seperti alat-alat endoskopi yang terbuat dari kaca atau
kateter.

4. Sterilisasi Radiasi
a. Ultraviolet merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 100-
400 nm dengan efek optimal pada 254 nm. Sumbernya adalah lampu uap merkuri
dengan daya tembus hanya 0,01 – 0,2 mm. Digunakan untuk sterilisasi ruangan pada
penggunaan aseptik.
b. Ion mekanismenya mengikuti teori tumbukan, yaitu sinar langsung menghantam
pusat kehidupan mikroba (kromosom) atau secara tidak langsung dengan sinar
terlebih dulu membentur molekul air dan mengubahnya menjadi bentuk radikalnya
yang menyebabkan terjadinya reaksi sekunder pada bagian molekul DNA mikroba.
c. Gamma bersumber Co60 dan Cs137 dengan aktivitas sebesar 50-500 KiloCuie serta
memiliki daya tembus sangat tinggi. Dosis efektifnya adalah 2,5 Mrad. Digunalan
untuk mensterilkan alat kedokteran serta alat yang terbuat dari logam, karet, serta
bahan sintesis seperti polietilen.
5. Sterilisasi Plasma
Plasma terdiri atas elektron, ion-ion, maupun partikel netral. Halilintar merupakan contoh
plasma terjadi dialam. Plasma buatan terjadi pada suhu tinggi maupum rendah. Plasma
berasal dari beberapa gas seperti argon, nitrogen, dan oksigen yang menunjukkan
aktivitas sporisidal.
Pada plasma yang terbentuk dari hidrogen peroksida, proses pembentukan plasma
mengalami dua fase, yaitu fase difusi hidrogen peroksida dan fase plasma. Pembentukan
plasma dimulai setelah pemvakuman chamber. Uap hidrogen perioksida yang dihasilkan
dari larutan 58% hidrogen perioksida masuk ke dalam chamber melalui mekanisme
difusi. Alat atau bahan yang akan disterilkan kemudian terpaparkan oleh uap hidrogen
peroksida selama 50 menit pada konsentrasi 6 mg/l. Hidrogen peroksida yang pada
dasarnya mempunyai aktivitas mematikan mikroorganisme berfungsi sebagai prekursor
pembentukan radikal bebas pada pembentukan plasma. Fase plasma berlangsung selama
15 menit pada 400 watt. Setelah fase plasma selesai, setiap zat akan bergabung kembali
membentuk senyawa stabil berupa air dan oksigen. Aktivitas mematikan mikroorganisme
hidrogrn peroksida beum diketahui secara pasti, namun proses pembentukan plasma
membentuk zat reaktif seperti radikal bebas radiasi UV.
6. Sterilisasi Filtrasi
Menyaring mikroba ata filtrasi melalui prinsip :
a. Filtrasi ayakan, didasari perbedaan ukurannya dengan pori. Ukuran porinya seragam
sebesar 0,22 µm dengan ketebalan 80-159 µm. Tidak dapat membebaskan pirogen
dan virus (0,02 µm)
b. Filtrasi adsorpsi dalam hal ini filter terbuat dari selulosa, asbes, gelas sinter, keramik
dan kieselguhr serta karbon aktif. Filter dapat membebaskan pirogen dan virus.

2.3.3 Ruangan Strerilisasi


Bangunan yang telah dibangun harus sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan oleh CPOB. Standar tiap-tiap ruangan dibuat sesuai dengan tingkat
penggunaanya dan telah memenuhi persyaratan. Dalam perusaahaan minimalnya
mempunyai tiga kelas ruangan/area, misalnya:
a. Black Area
Black Area merupakan ruangan, dimana pada ruangan ini seluruh produk obat
sudah dalam keadaan tertutup dalam kemasan primer, dan pada daerah ini tidak
memerlukan penanganan khusus baik udara maupun konstruksi bangunan. Contoh area
ini yaitu kantor, loker, gudang bahan baku, gudang obat jadi, gudang bahan pengemas
primer dan sekunder, ruang pencucian botol, ruang administrasi gudang, ruang
pengemasan sekunder, dan laboratorium kimia fisika.
b. Grey Area
Grey Area merupakan area produksi dimana proses produksi berlangsung. Pada
area ini kebebasan telah dikurangi, yaitu barang atau karyawan tidak bebas memasuki
area ini. Dilakukan penanganan khusus terhadap udara, rancang bangun dan konstruksi
ruangan, seperti lantai dan langit-langit tidak boleh bercelah dan tahan terhadap bahan
kimia, dinding harus terbuat dari beton dan dicat dengan cat yang tahan dicuci, serta pintu
dan peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu. Sebelum memasuki grey area,
karyawan harus terlebih dahulu mencuci tangan dan kaki serta menggunakan pakaian
khusus dan bersih. Contoh area ini yaitu ruang penimbangan bahan baku, ruang
pengolahan sirup, ruang pengemasan primer sirup, ruang pengolahan tablet, ruang
pencetakan tablet, ruang pengemasan primer tablet, dan ruang In Process Control (IPC).
c. White Area
White Area merupakan area produksi untuk sediaan steril. Untuk memasuki white
area, karyawan harus mencuci tangan dan kaki serta mengganti pakaian dari grey area
dengan pakaian khusus yang steril. Peralatan yang digunakan harus disterilkan terlebih
dahulu, demikian juga ruangan harus dibersihkan dengan desinfektan. Contoh area ini
yaitu seluruh ruangan pada pembuatan obat steril. Di setiap area yang berbeda dibuat
ruangan antara yang tujuannya untuk mencegah kontaminasi udara. Dalam proses
produksi misalnya penimbangan, pencampuran, pengemasan dilakukan dalam ruangan
yang terpisah. Gudang bahan baku, gudang kemasan, ruangan produksi dan obat jadi
dibuat sedem Dinding
Dinding ruangan terbuat dari tembok yang dilapisi dengan epoksi sehingga
permukaan dinding menjadi licin dan rata, kedap air, mudah dibersihkan, tahan terhadap
detergen, desinfektan, tidak menahan partikel dan tidak menjadi tempat bersarangnya
binatang kecil.
Keadaan ruangan produksi adalah sebagai berikut:
1. Lantai
Lantai ruangan produksi tablet terbuat dari semen yang dilapisi epoksi sehingga
lantai mempunyai permukaan yang rata, mudah dibersihkan, tidak menahan
partikel, tahan terhadap detergen dan desinfektan.
2. Dinding
Dinding ruangan terbuat dari tembok yang dilapisi dengan epoksi sehingga
permukaan dinding menjadi licin dan rata, kedap air, mudah dibersihkan, tahan
terhadap detergen, desinfektan, tidak menahan partikel dan tidak menjadi tempat
bersarangnya binatang kecil.

3. Langit-langit
Langit-langit ruangan terbuat dari beton yang dilapisi epoksi sehingga permukaan
langit-langit menjadi licin dan rata, kedap air, mudah dibersihkan, tahan terhadap
detergen, tidak menahan partikel.
4. Pengaturan udara
Aliran udara yang digunakan dalam ruangan produksi tablet, kapsul dan sirup
telah melalui sistem AHU (Air Handling Unit). Tekanan udara diatur sedemikian
rupa sehingga tekanan udara pada koridor lebih tinggi daripada ruang pengolahan.
Ruangan atau tempat penyimpanan :
a) Ruangan atau tempat penyimpanan hendaklah cukup luas, terang dan
memungkinkan penyimpanan bahan dan produk jadi dalam keadaan kering, bersih
dan teratur.
b) Ruangan atau tempat penyimpanan termasuk karantina produk jadi dapat berupa
ruangan, area atau lemari maupun rak.
c) Hendaklah disediakan tempat penyimpanan terpisah bagi bahan-bahan yang
mudah terbakar dan berbahaya lainnya bila ada.
d) Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia adalah tempat penyimpanan
simplisia termasuk bahan baku lainnya yang telah memenuhi persyaratan yang
ditentukan, dapat berupa ruangan atau tempat tertutup, misalnya lemari.
e) Ruang penggilingan yang banyak menimbulkan debu hendaklah dilengkapi
dengan fasilitas pengendali debu misalnya dust collector.
f) Jendela dan pintu di ruang pengolahan hendaklah dibuat dari bahan yang tahan
lama, permukaannya rata dan mudah dibersihkan.
g) Ruang atau tempat pengeringan hendaklah terlindung dari pencemaran debu,
serangga dan cemaran lain.

Rancangan bangunan dan penataan gedung harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Mencegah resiko tercampurnya obat atau komponen obat yang berbeda
2. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari ruang produksi obat
3. Ruang terpisah untuk membersihkan alat yang dapat dipindah – pindahkan dan ruang
untuk menyimpan bahan pembersih
4. Kamar ganti pakaian berhubungan langsung dengan daerah produksi tetapi letaknya
terpisah
5. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi dan dilengkapi dengan ventilasi yang
baik
6. Lokasi bangunan sebaiknya dapat mencegah pencemaran lingkungan di sekelilingnya
seperti pencemaran udara, tanah dan air maupun terhadap kegiatan disekitarnya.
- Saluran air limbah sebaiknya cukup besar dan mempunyai bak control
serta ventilasi yang baik. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara, pipa – pipa dan
saluran hendaknya di pasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya
pencemaran terhadap produk
- Bangunan harus mendapatkan penerangan yang cukup dan mempunyai ventilasi
dengan fasilitas pengendali udara termasuk pengaturan suhu dan kelembaban untuk
kegiatan dalam bangunan. Di samping itu tersedianya tenaga listrik yang memadai
akan menjamin kelancaran fungsi peralatan produksi dan laboratorium.
- Pintu yang menghubungkan ruangan produksi dan lingkungan luar seperti pintu
bahaya kebakaran sebaiknya selalu ditutup rapat untuk mencegah masuknya cemaran.
Seluruh bangunan termasuk daerah produksi, laboratorium, gedung dan koridor serta
daerah sekeliling gudang hendaknya dirawat agar selalu bersih dan rapi. Daerah
penyimpanan barang harus cukup luas, terang serta tertata rapi untuk memungkinkan
penyimpanan bahan produk dalam keadaan bersih dan teratur.
- Untuk menjamin mutu obat dan kelangsungan produksi, maka penentuan rancang
bangun dan penataan gedung hendaklah dipertimbangkan kesesuaiannya dengan
kegiatan – kegiatan lain. Sehubungan dengan itu, maka daerah produksi di bagi atas
empat kelas, yaitu :
1. Kelas A :
Zona untuk kegiatan yang beresiko tinggi, misalnya zona pengisian, wadah tutup karet,
vial, dan ampul yang terbuka, penyambungan secara aseptic. Umumnya kondisi ini di
capai dengan memasang unit aliran udara laminar ( laminar air flow ) di tempat kerja.
Sistem laminar udara hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar
0,36 – 0,54 m/detik ( nilai acuan ) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka.
Keadaan laminar yang selalu terjaga hendaklah di buktikan dan divalidasi. Aliran udara
searah berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator tertutup dan kotak
bersarung tangan.
2. Kelas B :
Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptic, kelas ini adalah lingkungan latar
belakang untuk zona kelas A
3. Kelas C dan D :
Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat resiko
lebih rendah.

2.3.4 Alat – Alat Produksi Steril


a. Sterilisasi Basah (Autoclaf)

Contoh alat : Petridisk(cawan petri), pinset, scalpel, botol kultur, dan Erlenmeyer.Alat-alat yang
akan disterilkan dimasukkan ke dalam Autoklaf (alat seperti scalpel, pinset, petridisk (cawan
petri) dibungkus terlebih dahulu dengan menggunakan kertas paying atau untuk botol kultur dan
Erlenmeyer bagian mulutnya ditutup dengan menggunakan aluminium foil).
b. Sterilisasi Kering (Oven)
Contoh alat : Petridish (cawan petri), Tabung reaksi, Erlenmeyer, Beaker glassdan gelas
lainnya.
Oven dapat mensterilkan barang-barang dengan memanfaatkan aliran udara panas.Aliran
udara panas tersebut didapatkan secara elektrik.Barang-barang yang di sterilkan oleh
oven antara lain cawan petri, labu Erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi, beaker glass.

c. Mixing Tank.
Alat pencapur cairan yang digunakan untuk sediaan steril dan pada bahan-bahan yang
memperlukan perlakuan khusus. Dengan mixing tank zat yang akan dicamput terlindung
dari kontaminan sebab berada di dalam wada yang tertutup rapat.
d. pH meter.
Bermacam-macam pH meter yang telah diproduksi oleh pabrik-pabrik. Digunakan untuk
mengukur tingkat keasaman dari suatu zat. Biasanya sebelum digunakan dikalibarasi
terlebih dahulu menggunakan larutan buffer.

2.3.5 Evaluasi Sediaan


Evaluasi infus saline NaCl 0,9% dilakukan antara lain :
1. Evalusi Mutu Fisika
A. Uji Organoleptis
Pengujian infus normal saline 0,9 % meliputi bau dan warna sediaan. Selain itu juga
diperiksa kelengkapan etiket, brosur dan penandaan pada kemasan.
Tujuan : Mengetahui penampilan fisik sediaan
Presedur : Diamati secara visual bentuk sediaan, warna sediaan
Ketentuan : Sediaan infus harus jernih dan berbentuk larutan.
B. Penetapan PH
Pengecekan PH larutan dapat dilakukan dengan menggunakan PH meter atau kertas
indikator universal.
PH yang baik adalah kapasitas dapar yang dimilikinya memungkinkan penyimpanan
lama dan darah dapat menyesuaikan diri. Dapat dinyatakan memenuhi syarat uji pH
sediaan infus harus masuk pada rentang pH yakni 7,35-7,45. Jika sediaan cairan infus
pHnya diatas 7 dapat menimbulkan terjadinya nekrosis (rusaknya sel jaringan) dan
hemilisa. Bila pH sediaan dibawah 3, jaringan akan mengalami rasa sakit atau iritasi.
Cara penguji pH:
- Dengan pH meter :
1. Diperiksa elektroda dan jembatan garam.
2. Dikalibrasi pH meter, bila sel ektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji dan
isi sel dengan sedikit larutan uji
3. Dibaca harga Ph
- Kertas indikator :
1. Dituang sedikit sediaan infuse dalam gelas ukur
2. Diambil kertas indicator dan masukkan kertas lakmus dalam infus
3. Ditunggu adanya perubahan, kemudian sesuaikan perubahan warna dengan table
indikator.

C. Uji Kejernihan
Uji kejernihan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang
memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, dan putih,
dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang
dapat dilihat dengan mata (Lachman, 2004).
Tujuan : utuk melihat apakah larutan tersebut jernih dan bebas dari kotoran atau tidak
maka itu perlu dilakukan uji kejernihan secara visual.
Prosedur kerja :
1. Penetapan penggunaan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm, tidak
berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral.
2. Masukan kedalam dua tabung reaksi masing-masing larutan, zat uji dan suspense
padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara seperti tertera
dibawah sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.
3. Bandingkan ke dua isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspense padanan, dengan
latar belakang hitam.
4. Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus kearah bawah
tabung. Difusi cahaya harus sedemikian hingga suspense padanan I dapat langsung
dibedakan dari air dan dari suspense padanan II.

D. Uji Kebocoran
Uji kebocoran dilakukan dengan membalikan botol sediaan infus dengan mulut botol
menghadap kebawah. Diamati ada tidaknya cairan yang keluar menetes dari botol. Pada
pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi tetapi untuk produksi
skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan.
Tujuan : untuk memeriksa keutuhan kemasan agar terjaga sterilisasi dan volume serta
kestabilan sediaan. Jika tidak dilakukan uji kebocoran maka dapat menyebabkan
masuknya mikroorganisme atau kontanminan lain yang berbahaya kedalam ampul atau
isinya dapat bocor keluar dan merusak penampilan kemasan.
Prosedur kerja :
1. Diletakan ampul di dalam zat warna (birumetilen 0,5-1%) dalam ruangan vakum.
2. Ditekanan atmofer berikutnya kemudian menyebabkan zat warna berpenetrasi
kedalam lubang, dapat dilihat setelah bagian luar ampul dicuci untuk membersihkan
zat warnannya. Yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen akan masuk ke
dalam larutan injeksi tersebut.
Untuk yang disterilkan tanpa pemanasan atau cara aseptik, diperiksa dengan
memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Pada wadah yang bocor, isinya akan
keluar. Syarat uji kebocoran yakni tidak adanya zat warna metilen blue yang masuk pada
sediaan infus.
2. Evaluasi Kimia
Penetapan kadar
Pipet sejumlah volume injeksi setara dengan kurang lebih 90 mg natrium klorida,
masukkan kedalam wadah dari porselen dan tambahkan 140 mL air dan 1 mL dikloroflouresein
LP. Campur dan titrasi dengan perak nitran 0,1 NLV hingga perak klorida menggumpal dan
campuran berwarnah merah mudah. 1 mL perak nitrat 0,1 N setara dengan 5,844 mg Na Cl

3. Evaluasi Biologi
A. Uji Sterilisasi
Asas : Larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20°C-25°C
Metode Uji : Teknik penyaringan dengan filter membrane (dibagi menjadi 2 bagian) lalu
diinkubasi.
B. Uji Pirogen
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi risiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pad ape, berian sediaan injeksi. Pengujian meliputi pengukuran
kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji setelah intravena.

Anda mungkin juga menyukai