Anda di halaman 1dari 26

GOLONGAN OBAT ANESTETIK

ANESTETIK UMUM
ANESTETIK LOKAL

1
ANESTETIK UMUM

 Sudah merupakan praktik biasa sekarang ini untuk


memberikan beberapa anestetik dengan mekanisme berbeda
agar diperoleh keadaan anestetik operasi dengan risiko efek
toksik yang minimal.
 Anestetik intravena biasa dipakai untuk induksi, dilanjutkan
dengan anestetik inhalasi untuk mempertahankannya, mungkin
ditambah lagi dengan obat-obat lain yang diberikan secara
intravena.
 Obat khusus sering digunakan untuk menghasilkan relaksasi
otot. Obat ini mengganggu respirasi spontan sehingga biasa
dipakai juga ventilasi tekanan positif intermiten secara manual
atau mekanis.

2
 Untuk prosedur tertentu, mungkin diperlukan
hipotensi terkendali. Untuk ini labetolol dan gliseril
trinitrat dapat digunakan.
 Beta-bloker adenosin, amiodaron atau verapamil
mungkin bisa digunakan untuk mengendalikan
aritmia selama anestesi. Esmolol memiliki daya kerja
yang singkat dan cocok untuk penatalaksanaan
aritmia peri dan intraoperasi, termasuk takikardi dan
hipotensi.
 Gliseril trinitrat juga dipakai untuk mengendalikan
hipertensi, khususnya pascaoperasi.

3
PEMBEDAHAN DAN PENGOBATAN JANGKA
PANJANG

 Risiko menghentikan pengobatan jangka panjang sebelum


pembedahan sering lebih besar daripada risiko meneruskan
pengobatan selama pembedahan.
 Hal ini berlaku khusus untuk kortikostreroid, karena pasien
dengan atrofi adrenal dapat mengalami penurunan tekanan
darah secara tajam kecuali bila perlindungan dengan
kortikostreroid diberikan selama periode anestesi dan
pascaoperasi.
 Oleh karena itu anestesiolog harus mengetahui apakah pasien
telah atau sedang dalam pengobatan dengan kortikosteroid.
Obat lain yang tidak boleh dihentikan selama pembedahan
adalah analgesik, antiepilepsi, antiparkinson, bronkodilator,
obat kardiovaskuler, obat glaukoma, dan hormon tiroid dan
antitiroid

4
Obat-obat yang harus dihentikan sebelum
pembedahan diantaranya :

 kontrasepsi oral kombinasi (hentikan 4 minggu


sebelum operasi besar dengan mengganti
kontrasepsi alternatif).
 MAOI (Mono Amin Oksidase Inhibitor) biasanya
harus dihentikan 2 minggu sebelum pebedahan.
 Antidepresan trisiklik tidak perlu dihentikan, tetapi
risiko aritmia dan hipotensi bertambah.
 Lithium harus dihentikan 2 hari sebelum operasi
besar tetapi dosis normal dapat diteruskan untuk
operasi kecil.
 Untuk menghindari gejala withdrawal (putus obat)
5 antidepresan harus dihentikan secara bertahap.
ANESTETIK INTRAVENA

 Anestetik intravena dapat dipakai tunggal untuk menghasilkan


daya bius dalam prosedur operasi yang singkat, tetapi zat ini
umumnya dipakai untuk induksi saja.
 Anestetik intravena hampir seluruhnya menghasilkan efek
dalam waktu satu masa sirkulasi lengan-otak dan dapat
menyebabkan apnea dan hipotensi, karenanya harus selalu
tersedia fasilitas resusitasi yang adekuat.
 Kebutuhan setiap orang berbeda dan dosis yang disarankan
disini hanyalah petunjuk.
 Dosis yang lebih kecil dianjurkan untuk pasien yang sakit berat,
syok, atau dalam keadaan parah. Sedangkan pasien yang lebih
kuat mungkin memerlukan dosis lebih besar.

6
ANESTETIK INTRAVENA TOTAL

 Ini merupakan teknik anestetik yang semua


anestetiknya diberikan secara intravena.
 Respirasi dikendalikan, paru-paru diberi
udara kaya oksigen.
 Pelemas otot digunakan untuk relaksasi otot
dan mencegah gerakan refleks otot.
 Masalah utama yang harus diatasi adalah
penilaian kedalaman anestesi.

7
BARBITURAT
 Natrium tiopenton adalah anestetik yang banyak digunakan,
tetapi zat ini tak memiliki sifat analgetik.
 Induksi biasanya berlangsung lancar dan cepat, tetapi karena
batas keamanannya sempit, dapat timbul gejala overdosis
berupa depresi kardiorespiratori.
 Larutannya bersifat sangat alkali dan karena itu bersifat iritatif
bila penyuntikan keluar dari vena, injeksi arterial sangat
berbahaya.
 Pemulihan kesadaran dari pembiusan dengn tiopenton dosis
menengah terjadi cepat karena obat mengalami redistribusi di
dalam tubuh.
 Walaupun demikian, metabolisme berlangsung lambat dan efek
sedatif bertahan sampai 24 jam. Dosis berulang menimbulkan
efek kumulatif.

8
 Natrium metoksiton kurang iritatif terhadap
jaringan dibandingkan dengan Natrium
tiopenton.
 Pemulihan kesadaran sedikit lebih cepat
dibandingkan dengan tiopenton, tetapi
induksi kurang mulus dan dapat terjadi
sendawa, tremor, gerakan involunter, dan
sakit pada tempat injeksi.

9
Natrium Tiopenton

– Indikasi: induksi anestesia umum, anestesi jangka


waktu singkat
– Dosis: injeksi i.v sebagai larutan 2,5%, pada
pasien dewasa sehat dengan premedikasi,
awalnya 100-150 mg (dikurangi pada pasien
lanjut usia atau sakit berat) selama 10-15 detik
(lebih lama pada pasien lanjut usia atau sakit
berat) dilanjutkan dengan dosis tambahan bila
perlu tergantung respons setelah 30-60 detik,
atau hingga 4 mg/kg, anak untuk induksi 2-7
mg/kg
– Bentuk sediaan:
 Thiopentone Sodium (Harsen) serbuk injeksi
10 500 mg/vial, 1g/vial
ANESTETIK INHALASI

 Anestetik inhalasi bisa berupa gas atau cairan volatil


(mudah menguap).
 Dapat digunakan untuk induksi dan pemeliharaan
anestesi dan mungkin dapat juga digunakan setelah
induksi dengan anestetik intravena.
 Untuk mencegah hipoksia anestetik inhalasi harus
diberikan dengan kadar oksigen yang lebih besar
daripada kadarnya di udara.

11
Halotan

 adalah cairan anestetik volatil.


 Keuntungannya adalah lebih poten, induksi
berlangsung mulus, uapnya tidak mengiritasi, tidak
mengganggu bila terhirup, dan jarang menyebabkan
batuk atau menyebabkan orang menahan nafas.
 Meski memiliki kelebihan ini, halotan sekarang
jarang dipakai hubungannya dengan
hepatotoksisitas yang berat.
 Halotan menghasilkan relaksasi otot yang sedang,
tetapi ini mungkin tidak cukup untuk pembedahan
besar pada abdomen sehingga perlu ditambahkan
pelemas otot spesifik.
12
Enfluran

 adalah anestetik volatil mirip halotan, tetapi kurang


poten, kira-kira dibutuhkan dua kali kadar halotan
untuk induksi dan pemeliharaan anestesi.
 Enfluran adalah depresan kardio-respiratori yang
kuat.
 Respirasi yang dangkal terjadi pada peningkatan
tekanan karbon-dioksida arterial, tetapi aritmia
ventrikuler tidak sering dan mungkin aman untuk
melakukan infiltrasi adrenalin.
 Enfluran menimbulkan perubahan EEG dan harus
dihindarkan penggunaannya pada pasien yang
13 rentan terhadap serangan epilepsi.
Isofluran
 adalah isomer enfluran.
 Kekuatannya berada diantara halotan dan enfluran,
dosis inhalasi yang dimetabolisme pun lebih sedikit
daripada influran.
 Ritme jantung umumnya stabil sewaktu anestesi
dengan isofluran, tetapi deyut jantung bisa
meningkat, terutama pada pasien yang lebih muda.
 Tekanan arterial sistemik bisa turun akibat
penurunan curah jantung yang lebih kecil
dibandingkan dengan halotan.
 Respirasi mengalami depresi.
14  Relaksasi otot terjadi dan kerja otot pelemas otot
diperkuat.
Bentuk sediaan

Halotan:
 Halothane (Hoechst) cairan inh 001%
 Fluothane (Astra Zeneca) cairan inh 10%
Enfluran:
 Alyrane (Astra Zeneca) cairan inh 250 ml
Isofluran:
 Aerrane (Astra Zeneca) cairan inh. 100 ml
 Isoflurane (Dexa Medica) cairan inh 100%

15
ANESTETIK LOKAL

 Anestetik lokal bekerja dengan cara menyebabkan


blokade yang reversibel atas konduksi sepanjang
serat syaraf.
 Obat-obat yang dipakai berbeda dalam hal potensi
toksisitas, lama kerja, stabilitas, kelarutan dalam air,
dan kemampuannya menembus membran mukosa.
 Keragaman sifat ini menentukan kecocokan obat
dalam berbagai cara pemberian, misalnya:
– topikal (permukaan),
– infiltrasi,
– epidural (ekstradural) atau
– blokade spinal.

16
PEMBERIAN

 Dalam memperkirakan dosis yang aman,


penting untuk mempertimbangkan kecepatan
penyerapan dan ekskresi obat serta
potensinya.
 faktor lain yang harus dipertimbangkan: usia,
berat badan, kondisi fisik, dan kondisi klinis
pasien, derajat vaskularitas area yang akan
diberi obat, dan lama pemberian anestetik

17
Anestetik lokal

 tidak bergantung pada sirkulasi untuk


mengangkutnya ke tempat kerja, tetapi ambilannya
oleh sirkulasi umum penting dalam penghentian
kerja obat.
 Setelah tindak anestesi regional, umumnya kadar
maksimum plasma arterial dari anestetik dicapai
dalam 10-25 menit, sehingga pengamatan cermat
atas efek toksik adalah penting selama 30 menit
pertama setelah injeksi.
 Penyuntikan harus sangat hati-hati agar dapat
dihindari penyuntikan secara intravaskuler.

18
Anestetik epidural

 biasa dipakai selama pembedahan


 sering dalam kombinasi dengan anestesi
umum, karena efek perlindungannya dalam
respons terhadap stres pembedahan.
 Anestesi epidural sering dipakai ketika
diperlukan analgesia paskabedah yang baik.

19
TOKSISITAS
 Efek toksik yang dihubungkan dengan anestetik lokal biasanya
dihasilkan oleh kadar plasma yang sangat tinggi, dan efek
sistemiknya,
 berhubungan dengan overdosis akut atau kumulatif, atau
dengan injeksi intravaskuler yang tidak diinginkan.
 Pada awalnya timbul perasaan mabuk dan tak bisa berfikir
yang jelas diikuti dengan sedasi, paraestesia di sekitar mulut,
dan kedutan (witching).
 Konvulsi dapat timbul pada reaksi yang berat.
 Pada injeksi intravena, konvulsi dan kolaps kardiovaskuler
cepat timbul.
 Reaksi hipersensitivitas timbul terutama karena anestetik lokal
tipe ester seperti ametokain, benzokain, kokain, dan prokain.

20
 Toksisitas dapat timbul dengan dosis berulang
akibat akumulasi obat, oleh karena itu harus
diberikan dosis yang makin kecil.
 Efek toksik dapat pula timbul bila injeksi terlalu
cepat.
 Anestetik lokal tidak boleh disuntikkan pada jaringan
yang meradang atau terinfeksi, juga tidak boleh
diberikan pada trauma uretra.
 Dalam keadaan ini obat akan diserap sedemikian
cepat sehingga yang timbul adalah reaksi sistemik
bukan reaksi lokal.

21
Pentingnya penambahan Adrenalin

 Kebanyakan anestetik lokal, kecuali kokain,


menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
 Penambahan vasokonstriksi seperti
adrenalin mengurangi aliran darah setempat,
menurunkan kecepatan absorpsi anestetik
lokal, dan memperpanjang efek lokalnya.
 Penggunaan adrenalin untuk tujuan ini harus
hati-hati, karena bila berlebihan dapat terjadi
nekrosis iskemik.
22
Lignokain

 Lignokain diserap dari membran mukosa dan merupakan


anestesi permukaan yang berguna dalam kadar 2-4%.
 Kecuali untuk anestesi permukaan, kekuatan larutan biasanya
tidak boleh melebihi 1%.
 Lamanya blokade (dengan adrenalin) kira-kira 1,5 jam.
– Indikasi: anestesi lokal, juga pada dental.
– Peringatan: epilepsi, kerusakan hati atau gangguan nafas,
kerusakan konduksi jantung, bradikardi. Kurangi dosis pada
pasien lanjut, peralatan resusitasi harus tersedia.
– Kontraindikasi: hipovolemi, blokade jantung total.
– Efek samping: efek CNS diantaranya adalah bingung, depresi
nafas, dan konvulsi, hipotensi dan bradikardi, hipersensitivitas.

23
Dosis Lignokain

 Anestesi infiltrasi, dengan injeksi, sesuai dengan


bobot pasien dan sifat pembedahan, maksimum 200
mg
 anestesi permukaan, kekuatan yang biasa 2-4%
 penting: dosis yang diijinkan seperti yang tersebut
diatas mungkin tidak tepat untuk beberapa keadaan
 Bentuk sediaan:
– Lidocain (Generik) cairan inj. 1%, 2%, sebuk inj. 4%
– Lidonest (Merck) cairan inj. 2%
– Pehacain P (Phapros) cairan inj. 2%
– Xylocaine (Astra Zeneca) cairan inj. 1%, gel 2%

24
 Lignokain untuk anestesi permukaan:
 Penting: absorpsi yang cepat dan ekstensif dapat
menimbulkan efek samping sistemik
 Peringatan: tidak untuk luka, membran mukosa
(kecuali kondiloma genitalis pada pasien dewasa)
atau dermatitis atopik; hindarkan penggunaan dekat
mata atau di telinga bawah; walau absorbsi sistemik
rendah, hati-hati pada anemia, atau
methaemoglobinemia kongenital maupun dapatan
(acquired); efek samping meliputi pucat sementara,
merah dan udem.
 Kontraindikasi pada anak dibawah 1 tahun.
25
Prokain
 Prokain sekarang jarang digunakan.
 Obat ini sama potennya dengan lignokain tetapi lama kerjanya
lebih pendek.
 Prokain menimbulkan analgesia yang kurang kuat karena
cenderung tersebar ke seluruh jaringan.
 Diserap secara kurang baik dari membran mukosa dan tidak
berguna sebagai anestetik permukaan.
 Metabolitnya yaitu asam para-amino-benzoat mencegah kerja
sulfonamid
 Indikasi: anestesi lokal melalui infiltrasi dan anestesi regional
 Dosis: diatur sesuai dengan situs pembedahan dan respons
pasien
 Bentuk sediaan: procain HCL (Generik) cairan inj. 40 mg/ml

26

Anda mungkin juga menyukai