Anda di halaman 1dari 18

KELAS MATRIKULASI

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

“KONSEP KEHILANGAN ”

Oleh : Kelompok 1

1. KOMANG PANDE DEWI AYUNI (P07120216001)


2. PUTU INDAH PRAPTIKA SUCI (P07120216002)
3. KADEK DWI DHARMA PRADNYANI (P07120216003)
4. EKA WAHYU RIFANI MEILIA DEWI (P07120216004)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai konsep
kehilangan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai konsep kehilangan. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang.

Denpasar, 5 Juli 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................3
PENDAHULUAN..........................................................................................................3
A. Latar Belakang....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................4
BAB II............................................................................................................................5
PEMBAHASAN............................................................................................................5
1. Pengertian kehilangan ........................................................................................5
2. Sifat – sifat kehilangan .......................................................................................5
3. Tipe – tipe kehilangan ........................................................................................6
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi respon kehilangan ....................................7
5. Katagori kehilangan .........................................................................................10
6. Proses kehilangan .............................................................................................12
BAB III.........................................................................................................................15
PENUTUP....................................................................................................................15
A. Kesimpulan.......................................................................................................15
B. Saran..................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian
yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti
sesuatu yang kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan
karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi/ego dari diri yang bersangkutan
atau disekitarnya. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang
perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri
tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi
yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat
berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah
mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi,
mental dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering
terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi
dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi
perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga,
parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat
berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan
pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat
mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry,
2005).

3
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari kehilangan ?
2. Bagaimana sifat – sifat kehilangan ?
3. Bagaimana tipe – tipe kehilangan ?
4. Bagimana faktor – faktor yang mempengaruhi respon kehilangan ?
5. Bagaimana katagori kehilangan ?
6. Bagaimana proses kehilangan ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuh mengetahui pengertian dari kehilangan.
2. Untuh mengetahui sifat – sifat kehilangan.
3. Untuh mengetahui tipe – tipe kehilangan.
4. Untuh mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi respon kehilangan.
5. Untuh mengetahui katagori kehilangan.
6. Untuh mengetahui proses kehilangan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEHILANGAN
Kehilangan merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak
kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa
tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian
atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu


kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.

Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna


kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima
bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan.
Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis.
Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu
yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan
social.

5
B. SIFAT – SIFAT KEHILANGAN
1. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)

Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada


pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri,
pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.

2. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)

Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang


ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian
menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6
bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap
ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan
mempunyai peningkatan perasaan marah dan bermusuhan. 

Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna


kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima
bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan.
Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis.
Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu
yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan
social.

C. TIPE – TIPE KEHILANGAN


1. Actual Loss

Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan
individu yang mengalami kehilangan.

2. Perceived Loss ( Psikologis ) 

Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau
dinyatakan secara jelas.

6
3. Anticipatory Loss 

Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan


perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung.
Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.

Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda


mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang
dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap individunberespon terhadap kehilangan
secara berbeda.kematian seorang anggota keluargamungkin menyebabkan distress
lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup
sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar
dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual
dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya
pindah rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan
,seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise. 

D. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON


KEHILANGAN
Ada beberapa factor yang mempengaruhi setiap individu dalam merespon
kehilangan. Karakteristik personal termasuk usia, jenis kelamin, setatus social
ekonomi yang hilang, karakteristik kehilangan, keyakinan cultural, dan spiritual,
system pendukung, dan potensi pencapaian tujuan mempengaruhi respon terhadap
kehilangan.

1. Usia.
Usia memainkan peran dalam pengenalan dan reaksi individu yerhadap
kehilanga. Respon anak beragam sesuai dengan usia, pengalaman kehilangan
sebelumnya, hubungan dengan yang meninggal, kepribadian, persepsi tentang
kehilangan, makna tertentu dari kehilangan yang mereka miliki dan yang terpenting

7
respon kelarga mereka terhadap kehilangan. Meskipun anak-anak mungkin tidak
memahami konsep kematian karena usia mereka, mereka tetap mengembangkan
persepsi tentang apa makna kehilangan bagi mereka. Anak-anak mungkin merasa
bersalah karena tetap hidup, tetap sehat, atau mempunyai permintaan untuk kematian
orang yang mereka cintai (Wheeler 7 pike,1993). 
Dewasa muda menghubungkan kehilangan signifikasinya terhadap status, peran,
dan gaya hidup. Kehilangan pekerjaan, perceraiandan kerusakan fisik menyebabkan
duka cita lebih mendalam dan mengancam keberhasilan. Konsep dewasa muda
tentang kematian sebagian besar merupakan produk dari keyakinan keagamaan dan
cultural. Kematian seorang dewasa muda terutama sekali dipandang sebagai hal yang
tragis oleh masyarakatkarena kematian tersebut adalah kehilangan kehidupan
seseorang yang disadari sbg suatu potensi.
Kehilangan seseorang yang mempunyai hubungan dekat menyebabkan ancaman
bermakna terhadap gaya hidup. Setiap kehilangan pekerjaaan atau kemampuan untuk
melakukan pekerjaan menyebabkan duka cita yang sangat besar bagi orag dewasa. 
Lansia mengalami kepenumpukan kedukaan akibat dari banyak perubahan. Lansia
sering takut tentang kejadian sekitar kematian melebihi kematian itu sendiri. Mereka
mungkin merasa kesepian, isolasi, kehilangan peran social, penyakit yang
berkepanjangan dan kehilangan determinasi diri dan jati diri sebagai sesuatu yang
lebih buruk dari kematian(Rando, 1986, Kastenbaum, 1991).

2. Jenis Kelamin
Peran jenis kelamin. Reaksi kehilangn dipengaruhi oleh harapan social tentang
peran pria dan wanita. Dalam banyak budaya di Amerika Serikat dan
Kanada,umunya lebiah sulit bagi pria disbanding dengan wanita untuk
mengespresikan dukacita secara terbuka. Pria dan wanita melekatkan makna berbeda
terhadap bagian tubuh, fungsi, hubungan interpersonal, dan benda.

8
3. Pendidikan dan Status Sosial Ekonomi

Pendidikan dan status sosioal ekonomi. Kehilanhgan adalah universal, dialami


oleh setiap orang apapun status ekonominya.Umunyan, kekurangan sumber financial,
pendidikan atau keteramoilan pekerjaan memperbesar tuntutan kepada pihak yang
mengalmi dukacita. 

4. Sifat hubungan

Pepatah mengatakan bahwa kehilangan orang tua berarti kehilanga masa lalu,
kehilangan pasangan berati kehilangan masa kini dan kehilangan anak berarti
kehilangan masa depan. Litelatur mendukung keyakinan bahwa kehilangan akan
menciptakan respon kehilangn yang paling dalam (Saunders, 1992). Reaksi terhadap
kehilangan di pengaruhi oleh kualitas hubungan. Makna hubungan pada hubungan
duka akan mempengaruhi respon dukacita, apakah kehilangan tersebut akibat
kematian, perpisahan atu bercerai. Hubungan yang ditandai dengan ambivalen yang
ekstrem lebih sulit untuk diselesaikan dibandingkan hubungan yang normal. 

Salah satu peristiwa yang paling memyulitkan dalam hidup adalah kehilangan
pasangan. Kehilangan pasangan dapat menyebabkan pasangannya menjadi kurang
terampil dalam menghadapi tangung jawab keseluruhan. Kehilangna pasangan juga
menimbulkan kesulitan bagi pasangan yang ditinggalkan untuk membina hubungan
baru atau untuk mempertahankan hubungan yang sebelumnya sudah terbina bersama.

5. Sistem pendukung social 

Vasibilitas kehilangan, seperti kehilangan rumah akibat bencana alam, sering


memunculkan dukungan dari sumber yang tidak diperkirakan. Vasibilitas kehlangan,
seperti deformitas wajah, dapat menyebabkan kehilangan dukungan dari teman atau
keluarga sehinga menambah proses kehilangan tersebut. Seperti seorang anggota
keluarga yang dipenjara atau kematian pasangan gay-nya, sering mengalami kurang
dukungan dari teman atau keluarganya. Kurangnya dukungan biasanya menyebabkan
kesulitan dalm keberhasilan resolusi berduka (Rando, 1991).

Ketepatan waktu dalam pemberian dukungan sangat penting. Dukungan harus


tersedia ketika klien yang berduka melalui proses berkabung. Berbagai pengalaman
dengan individu yang pernah berkabung dan pendukung bermanfaat sebagai
dukungan yang dibutuhkan. Namun, bahkan ketika hal ini di berikan, umunya klien
yang berduka belum dapat memanfaatkan kesempatan tersebut.

6. Keyakinan spiritual dan budaya

9
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural yang mempengaruhi
reaksi terhadap kehilangan, dukacita, dan kematian. Latar belakang budaya dan
dinamika keluarga mempengaruhi pengekspresian berduka. Seseorang mungkin akan
menemukan dukungan, ketenangan dan makna dalam kehilangan melalui keyakinan-
keyakinan spiritual. Bagi sebagian klien kehilangan menimbulkan pertanyaan
tentang makna hidup, nilai pribadi, dan keyakinan. Secara khas hal ini di tunjukan
dengan respon”mengapa saya?” Konflik internal mengenai keyakinan keagamaan
dapat juga terjadi.

E. KATEGORI KEHILANGAN
1. Kehilangan objek eksternal.

Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi


usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang
dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.

2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal

Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma periode tertentu atau kepindahan
secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit.
Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi
melalui situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah
perawatan, atau situasi situasional, contohnya mengalami cidera atau penyakit dan
kehilangan rumah akibat bencana alam.

3. Kehilangan orang terdekat

Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung,


guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi
orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang
menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi
akibat perpisahan atau kematian.

10
4. Kehilangan aspek diri

Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau
psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata, rambut,
gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo kehilangan control
kandung kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis
termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya diri atau cinta.Kehilangan aspek diri
ini dapat terjadi akibat penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau
situasi.Kehilangan seperti ini dapat menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut
tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami
perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.

5. Kehilangan hidup

Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang


tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit
yang mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika
diketahui ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis
diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatanya
,yang sering melibatkan serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat
pemulihan atau fase terminal Klien yang mencapai fase terminal ketika kematian
bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien
dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah
Seseorsng dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan
dari orang lain, dan dukungan adekuat.

F. PROSES KEHILANGAN
Proses kehilangan terdiri dari berbagai macam proses, diantaranya:

11
1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir
positif – kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan –
mampu beradaptasi dan merasa nyaman.
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir
negatif – tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri
( tidak diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir
negatif– tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri
individu –berperilaku konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa
kenyamanan.
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir
negatif–tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri
individu – berperilaku destruktif – perasaan bersalah – ketidakberdayaan.
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah
pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon)
dan kompensasi yang positif (konstruktif). 
 Fase kehilangan menurut Engel:
1. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri,
duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa
pingsan, diare, keringat berlebih.
2. Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan
mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah,
frustasi dan depresi.
3. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan
depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke
berkembangnya keasadaran.

 Sedangkan, menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan:


1. Denial ( Mengingkari )

12
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak,
saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”. Bagi individu atau
keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi
tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual,
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit
sampai beberapa tahun.
2. Anger ( Marah )
Sadar kenyataan kehilangan Proyeksi pada org sekitar tertentu, diri sendiri dan
obyek Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan
kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar,
menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Respon
fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal. 
3. Bergaining ( Tawar Menawar )
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif,
maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda
maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga
maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak
saya”.
4. Depression ( Bersedih yang mendalam) 
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak
mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak

13
berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah
tidur, letih, dorongan libido menurun. 
5. Acceptance (menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu
telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang
lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada objek
yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya
betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau
“apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh”.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase
damai atau fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada
salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan
lagi maka akan sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah dapat lepas
pd obyek yg hilang beralih ke obyek baru “apa yang dapat saya lakukan”.

 Fase berduka menurut Rando:


1. Penghindaran
Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan 
2. Konfrontasi
Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang
melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar
hidup dengan kehidupan mereka.

BAB III

14
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung
akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa
terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan
semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada). Dukacita adalah proses
mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan
(Rando, 1991). Dukacita merupakan respon individu atau reaksi emosi dari
kehilangan dan terjadi karena kehilangan seperti : kehilangan hak, kehilangan hak
hidup, menuju kematian. Berkabung adalah keadaan berduka yang ditunjukkan
selama individu melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan keadaan kesehatan
secara ekstrim. Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan
mencakup berupaya untuk melewati dukacita.

Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda


mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang
dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap individunberespon terhadap kehilangan
secara berbeda. Kematian seorang anggota keluargamungkin menyebabkan distress
lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup
sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar
dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun.
Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang
anak yang teman bermainya pindah rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata
dan dapat di salahartikan ,seperti kehilangan kepercayaan. Seseorang dapat tumbuh
dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan
dukungan yang adekuat. 

15
B. SARAN
Dari makalah ini kami memberikan saran antara lain: 1. Seseorang harus dapat
menerima suatu kehilangan terhadap seseorang atau suatu benda dan selalu berduka
jika mendapat rejeki. 2. Suatu kehilangan atau berduka harus di syukuri oleh
seseorang, khususnya perawat apabila pasien mendapat musibah atau meninggal
dunia

DAFTAR PUSTAKA

16
Patricia A. Potter. 2005. Fundamental of Nursing: Concept, Proses, and
Practice. Jakarta: EGC.

Rando TA. 1986. Loss and Anticipatory Grief. Lexington: Lexiton Mass

http://teguh subianto. blog spot. com/2009/05 teori-kehilangan. Html

Budi Anna (1994).Proses Keperawatan.Jakarta:EGC, Doengoes,Mary,Marlyn


(1995).Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan.Edisi
2.Jakarta:EGC Husain,M. (1993).Pendidikan Keperawatan dan Hubunganya
dengan Pengembangan IPTEK.Bandung:Akper DEPKES RI Share this article :
MAKALAH KEHILANGAN DAN BERDUKA (2006).

Budi, Anna keliiat. 2009.  Model praktikum keperawatan profesional jiwa. Jakarta:


EGC

Iyus ,Yosep. 2007. Keperawatan jiwa. Bandung. Refika Aditan

Carpenitto, Lynda Juall, dkk. 2013. Buku saku Diagnosis Keperawatan Edisi


13. Jakarta : EGC

Dalami, Ermawati, dkk. 2009. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info
Media

Fitria, Nita, dkk. 2013. Buku Laporan Pendahuluan Tentang Masalah


Psikososial. Jakarta : Salemba Medika.
Stuart, Gail & Sundeen, Sandra. 2005. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai