Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN SISTEM PENGINDRAAN KATARAK

Oleh:

NI PUTU EVI SRIKRISNA YANTI

NIM.P07120320025

KELAS A / PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENGINDRAAN PADA KASUS KATARAK

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian Katarak
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga
akibat dari kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif.
(Mansjoer, 2000 : 62)
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya yang
disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta Ilyas, dkk, 2008)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina atau lensa yang berkabut (opak) yang
normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat
kelahiran (katarak congenital).  (Brunner & Suddarth: 2002)
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin,2009)
Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup
air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga
ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000)
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa rnenjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat
gangguan metabolism normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu
(Iwan,2009).
B. Etiologi Katarak
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan 
2. Congenital atau bisa diturunkan
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh factor lingkungan, seperti merokok atau
bahan beracun lainnya.  
4. Katarak bias disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolic (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).  
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/
gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti
kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).

C. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta
gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. 
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Penglihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih,
sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.

Gejala umum gangguan katarak meliputi: 
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
3. Gejala lainya adalah :
a. Sering berganti kaca mata
b. Penglihatan sering pada salah satu mata

D. Klasifikasi Katarak
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3. Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti
DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan
menimbulkan katarak komplikata.
4. Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal, Katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah
terlihat pada usia di bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah
usia 40 tahun
c. Katarak presenil, Katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis, Katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis
katarak ini merupakan proses degenerative (kemunduran) dan yang paling
sering ditemukan. 
Adapun tahapan katarak senilis adalah :
1) Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata
masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat
periksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak
teratur. Penderita pada stadium  ini  seringkali tidak merasakan keluhan
atau gangguan pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
2) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
3) Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus
berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh pada bagian lensa
sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita katarak pada
saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur, dan
kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari.
4) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah
merembes melalui kapsul lensa dan bias menyebabkan perdangan pada
struktur mata yang lainya.
E. Patofisiologi 
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.  Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. 
Dengan bertambahnya  usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan.Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multiple (zonula) yang memanjang dari badan silier
ke sekitar daerah di luar lensa.  Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina.  Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal disertai influx air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu  enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau
sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang  normal. 
Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang
dalam jangka waktu yang lama.

F. Pathway Katarak
Trauma Degeneratif Penyakit lain
G.

Perubahan serabut Kompresi sentral Jumlah protein


H. meningkat

Densitas

Keruh

Lensa mata

Katarak

Menghambat jalan cahaya

Penurunan ketajaman
penglihatan

Pembedahan Penglihatan berkurang /


buta

Pre Operasi Post Operasi Gangguan persepsi Resiko tinggi cedera


sensori visual fisik

Kecemasan Gangguan rasa


meningkat nyaman (nyeri)
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit system saraf,
penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mungkin karena massa tumor, karotis, glaukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM   
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

J. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung
vitamin C, vitamin B2, vitamin A dan vitamin E. Selain itu, untuk mengurangi
pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik menggunakan
kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari.
2. Penatalaksanaan medis
Ada dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak :
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98%
pembedahan katarak.  Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata
selama pembedahan. Prosedur ini meliputi pengambilan kapsul anterior,
menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap sisa fragmen kortikal lunak
menggunakan irigasi dan alat hisap dengan  meninggalkan kapsula posterior
dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu ada penemuan terbaru pada ekstrasi
ekstrakapsuler, yaitu fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan pengambilan
lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason
frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel
yang kecil yang kemudian di aspires melalui alat yang sama yang juga
memberikan irigasi kontinus.

b. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula
dipisahkan, lensa diangkat dengan cryoprobe yang diletakkan secara
langsung pada kapsula lentis. Ketika cryoprobe diletakkan secara langsung
pada kapsula lentis, kapsul akan melekat pada probe. Lensa kemudian
diangkat secara lembut. Namun,  saat ini pembedahan intrakapsuler sudah
jarang dilakukan.
Pengangkatan lensa memerlukan koreksi optikal karena lensa kristalina
bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus mata.
Koreksi optikal yang dapat dilakukan diantaranya:
1) Kaca Mata Apikal
Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun
pembesaran 25% - 30% menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan
perifer yang menyebabkan kesulitan dalam memahami relasi spasial,
membuat benda-benda Nampak jauh lebih dekat dan mengubah garis
lurus menjadi lengkung. Memerlukan waktu penyesuaian yang lama 
ampai pasien dapat mengkoordinasikan gerakan, memperkirakan jarak,
dan berfungsi aman dengan medan pandang yang terbatas.
2) Lensa Kontak
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apakia. Lensa ini
memberikan rehabilitasi visual yang hamper sempurna bagi mereka yang
mampu menguasai cara memasang, melepaskan, dan merawat lensa
kontak. Namun bagi lansia, perawatan lensa kontak menjadi sulit, karena
kebanyakan lansia mengalami kemunduran ketrampilan, sehingga pasien
memerlukan kunjungan berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa.
3) Implan Lensa Intraokuler ( IOL )
IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke
dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran
normal, karena IOL mampu menghilangkan efek  optikal lensa apakia.
Sekitar 95% IOL di pasang di kamera posterior, sisanya di kamera
anterior. Lensa kamera anterior di pasang pada pasien yang menjalani
ekstrasi intrakapsuler atau yang kapsul posteriornya rupture tanpa
sengaja selama prosedur ekstrakapsuler. 

K. Komplikasi
1. Glaucoma
2. Uveitis
3. Kerusakan endotel kornea
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding
 
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari
secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan
keluarga,  dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:
a. Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak) .
b. Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah
c. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
d. Perubahan daya lihat warna
e. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat
menyilaukan mata
f. Lampu dan matahari sangat mengganggu
g. Sering meminta ganti resep kaca mata
h. Lihat ganda
i. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
j. Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti :
a. DM
b. Hipertensi
c. pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu
resiko katarak.
d. Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
e. ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada
radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
f. Kaji riwayat alergi
4. Riwayat Kesehatan Keluarga 
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan
melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit
lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan
penyinaran miring ( 45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa
dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ).
Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang
bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system
saraf atau penglihatan ke retina ayau jalan optic.
b. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
c. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik /
infeksi
d. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis.
e. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan, kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
b. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat,
keterbatasan kognitif.
c. Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan.
2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasive insisi
jaringan tubuh.
c. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan-kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

1 Nyeri Akut (D. 0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


keperawatan selama ....
Definisi: Observasi
x .... jam diharapkan Nyeri
Pengalaman sensorik atau Berkurang dengan kriteria  Identifikasi lokasi,
emosional yang berkaitan hasil : karakteristik, durasi,
dengan kerusakan jarigan frekuensi, kualitas ,
Tingkat nyeri :
actual atau fungsional, intensitas nyeri
dengan onset mendadak atau  Keluhan nyeri  Identifikasi skala nyeri
lambat dan berintensitas menurun (5)  Identifikasi respons nyeri
ringan hingga berat yang  Meringis menurun non verbal
berlangsung kurang dari 3 (5)  Identifikasi faktor yang
bulan.  Sikap protektif memperberat nyeri dan
menurun (5) memperingan nyeri
 Gelisah menurun  Identifikasi pengetahuan
(5) dan keyakinan tentang
 Kesulitan tidur nyeri
Penyebab:
menurun (5)  Identifikasi pengaruh
 Agen pencedera  Menarik diri budaya terhadap respon
fisiologis (mis. menurun (5) nyeri
Inflamai,iskemia,  Berfokus pada diri  Identifikasi pengaruh
neoplasma sendiri menurun (5) nyeri pada kualitas hidup
 Agen pencedera  Diaforesis menurun  Monitor keberhasilan
kimiawi (mis. Terbakar, (5) terapi komplementer yan
bahan kimia iritan)  Perasan takut sudah diberikan
 Agen pencedera fisik mengalami cedera  Monitor efek samping
(mis. Abses, amputasi, berulang menurun penggunaan analgetik
terbakar, terpotong, (5) Terapeutik
mengangkat berat,  Ketegangan otot
 Berikan teknik
prosedur operasi, menurun (5)
nonfarmakologis untuk
trauma, latihan fisik  Frekuensi nadi
mengurangi rasa nyeri
berlebih) membaik (5)
(mis. TENS, hypnosis,
 Pola napas
akupresur, terapi music,
membaik (5)
Gejala dan Tanda Mayor biofeedback, terapi pijat,
 Tekanan darah
aromaterapi, teknik
Subjektif membaik (5)
imajinasi terbimbing,
 Nafsu makan
 Mengeluh nyeri kompres hangat/dingin,
membaik (5)
Objektif terapi bermain)
 Pola tidur membaik
 Kontrol lingkungan yang
 Tampak meringis (5)
memperberat rasa nyeri
 Bersikap protektif (mis. Kontrol Nyeri
(mis. Suhu ruangan,
Waspada, posisi
 Melaporkan nyeri pencahayaan, kebisingan)
menghindari nyeri)
terkontrol (5)  Fasilitas istirahat dan
 Gelisah
 Kemampuan tidur
 Frekuensi nadi
mengenali onset  Pertimbangkan jenis dan
meningkat
nyeri (5) sumber nyeri dalam
 Sulit tidur
 Kemampuan pemilihan strategi
mengenali meredakan nyeri
Gejala dan Tanda Minor penyebab nyeri (5) Edukasi

Subjektif  Kemampuan
 Jelaskan penyebab,
menggunakan
periode, dan pemicu
-
teknik non-
 Jelaskan strategi
Objektif farmakologis (5)
meredakan nyeri
 Dukungan orang
 Tekanan darah terdekat (5)  Anjurkan memonitor
meningkat  Keluhan nyeri (5) nyeri secara mandiri
 Pola napas berubah  Penggunaan  Anjurkan menggunakan
 Nafsu makan berubah analgesic (5) analgetik secara tepat
 Proses berpikir  Ajarkan teknik
terganggu nonfarmakologis untuk
 Menarik diri mengurangi rasa nyeri
 Berfokus pada diri Kolaborasi
sendiri
 Kolaborasi pemberian
 Diaforesis
analgetik, jika perlu

Kondisi Klinis Terkait


Pemberian Analgesik
 Kondisi pembedahan
Observasi
 Cedera traumatis
 Infeksi  Identifikasi karakteristik
 Sindrom koroner akut nyeri (mis. Pencetus,

 Glaukoma pereda, kualitas, lokasi,


intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi
obat
 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis
analgesic yang disukai
untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi

 Jelaskan efek terapu dan


efek samping obat

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
2 Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
keperawatan selama
Definisi: Observasi
…… x …….jam maka
Kondisi emosi dan  Identifikasi saat tingkat
Tingkat Ansietas
pengalaman subyektif ansietas berubah (mis.
Menurun dengan kriteria
individu terhadap objek yang Kondisi, waktu, stressor)
hasil:
tidak jelas dan spesifik akibat  Identifikasi kemampuan
antisipasi bahaya yang  Verbalisasi mengambil keputusan
memungkinkan individu kebingungan  Monitor tanda-tanda
melakukan tindakan untuk menurun (5) ansietas (verbal dan
menghadapi ancaman  Verbalisasi khawatir nonverbal)
akibat kondisi yang Terapeutik
dihadapi menurun
 Ciptakan suasana
Penyebab: (5)
terapeutik untuk
 Perilaku gelisah
 Krisis situasional menumbuhkan kpercayaan
menurun (5)
 Kebutuhan tidak  Temani pasien untuk
 Perilaku tegang
terpenuhi mengurangi kecemasan,
menurun (5)
 Krisis maturasional jika memungkinkan
 Konsentrasi
 Ancaman terhadap  Pahami situasi yang
membaik (5)
konsep diri membuat ansietas
 Pola tidur membaik
 Ancaman terhadap dengarkan dengan penuh
(5)
kematian perhatian
 Kekhawatiran  Gunakan pendekatan yang
mengalami kegagalan tenang dan meyakinkan
 Disfungsi system  Tempatkan barang pribadi
keluarga yang memberikan
 Hubungan orang tua- kenyamanan
anak tidak memuaskan  Motivasi mengidentifikasi
 Faktor keturunan situasi yang memicu
(temperamen, mudah kecemasan
teragitasi sejak lahir)  Diskusikan perencanaan
 Penyalahgunaan zat realistis tentang peristiwa

 Terpapar bahaya yang akan datang

lingkungan (mis. Toksik, Edukasi

polutan, dan lain-lain)


 Jelaskan prosedur,
 Kurang terpapar
termasuk sensasi yang
informasi
mungkin dialami
 Informasikan secara
faktual mengenai
Gejala dan Tanda Mayor: diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
Subjektif:
 Anjurkan keluarga untuk
 Merasa bingung bersama pasien, jika perlu
 Merasa khawatir dengan  Anjurkan melakukan
akibat dari kondisi yang kegiatan yang tidak
dihadapi kompetitif, sesuai
 Sulit berkonsentrasi kebutuhan
Objektif:  Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Tampak gelisah
 Latih kegiatan pengalihan
 Tampak tegang
untuk mengurangi
 Sulit tidur
ketegangan
 Laruhan penggunaan
Gejala dan Tanda Minor: mekanisme pertahanan diri
yang tepat
Subjektif:
 Latih teknik relaksasi
 Mengeluh pusing Kolaborasi
 Anoreksia
 Kolaborasi pemberian obat
 Palpitasi
antlansietas, jika perlu
 Merasa tidak berdaya
Objektif:
Terapi Relaksasi
 Frekuensi nadi
meningkat Observasi

 Frekuensi napas  Identifikasi penurunan


meningkat tingkat energy,
 Tekanan darah ketidakmampuan
meningkat berkonsentrasi, atau gejala
 Diaphoresis lain yang mengganggu
 Tremor kemampuan kognitif
 Muka tampak pucat  Identifikasi teknik
 Suara bergetar relaksasi yang pernah
 Kontak mata buruk efektif digunakan
 Sering berkemih  Identifikasi kesediaan,
 Berorientasi pada masa kemampuan, dan
lalu penggunaan teknik
sebelumnya
 Periksa ketegangan otot,
Kondisi Klinis Terkait:
frekuensi nadi, tekanan
 Penyakit kronis progresif darah, dan suhu sebelum
(mis. Kaner, penyakit dan sesudah latihan
autoimun)  Monitor respons terhadap
 Penyakit akut terapi relaksasi

 Hospitalisasi Terapeutik

 Rencana operasi
 Ciptakan lingkungan
 Kondisi diagnosis tenang dan tanpa gangguan
penyakit belum jelas dengan pencahayaan dan
 Penyakit neurologis suhu ruang nyaman, jika
 Tahap tumbuh kembang memungkinkan
 Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi

 Jelaskan tujuan, manfaat,


batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan mengambil
posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
 Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
 Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis.
Napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)

3 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi


keperawatan selama …
Definisi : beresiko mengalami Observasi
x...jam diharapkan dapat
peningkatan terserang
mengatasi Resiko Infeksi  Monitor tanda dan gejela
organisme patogenik
dengan kriteria hasil: infeksi local dan sitemik
Faktor Resiko : Terapeutik
Tingkat infeksi
 Penyakit kronis (mis.  Batasi jumlah pengunjung
 Kebersihan tangan
Diabetes militus)  Berikan perawatan kulit
meningkat (5)
 Efek prosedur invasive pada area edema
 Kebersihan badan
 Malnutrisi  Cuci tangan sebelum dan
meningkat (5)
 Peningkatan paparan sesudah kontak dengan
 Nafsu makan
organisme pathogen pasien dan lingkungan
meningkat (5)
lingkungan pasien
 Demam menurun (5)
 Ketidakadekuatan  Pertahankan kondisi
 Kemerahanmenurun
aseptik pada pasien
pertahanan tubuh primer (5) beresiko tinggi
 Gangguan peristaltic  Nyeri menurun (5) Edukasi
 Kerusakan integritas  Bengkak menurun (5)
 Jelaskan tanda dan gejala
kulit  Vesikel menurun (5)
infeksi
 Perubahan sekresi pH  Cairan berbau busuk
 Ajarkan cara mencuci
 Penurunan kerja silialis menurun (5)
tangan dengan benar
 Ketuban pecah lama  Sputum berwarna
 Ajarkan etika batuk
hijau menurun (5)
 Ketuban pecah sebelum  Ajarkan cara memeriksa
 Drainase
waktunya kondisi luka atau luka
purulenmenurun (5)
 Merokok oprasi
 Pluria menurun (5)
 Status cairan tubuh  Anjurkan meningkatkan
 Periode malaise
 Ketidakadekuatan asupan nutrisi
menurun (5)
pertahanan tubuh  Anjurkan meningkatkan
 Periode menggigil
sekunder asupan cairan
menurun (5)
 Penurunan hemoglobin Kolaborasi
 Letargi menurun (5)
 Imununosupresi
 Gangguan kognitif Kolaborasi pemberian
 Leukopenia imunisasi, jika perlu
menurun (5)
 Supresi respon inflamasi  Kadar sel darah putih
 Faksinasi tidak adekuat membaik (5)
Kondisi klinis terkait :  Kultur darah
membaik (5)
 AIDS
 Kultur urine
 Luka bakar
membaik (5)
 Penyakit paru obstruktif
 Kultur sputum
kronis
membaik (5)
 Diabetes militus
 Kultur area luka
 Tindakan infasif
membaik (5)
 Kondisi penggunaan
 Kultur feses membaik
terapi steroid
(5)
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan rencana
tindakan keperawatan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan
tindakan kolaborasi (Hidayat, 2008)

E. Evaluasi Keperawatan
1. Kebutuhan pengetahuan terpenuhi
2. Kecemasan berkurang atau terkontrol
3. Peningkatan aktivitas perawatan diri
4. Infeksi tidak terjadi
5. Nyeri berkurang atau terkontrol

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahas : I Made
Kariasa. Jakarta : EGC

Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI
\
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta: EGC
SDKI 2016.Standar Diagnosis Keperawatan IndonesiaDefinisi dan Indikator
Diagnostik 2016.Tim Pokja SDKI DPP PPNI.

SLKI 2018.Standar Luaran Keperawatan IndonesiaDefinisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan 2018.Tim Pokja SLKI DPP PPNI.

SIKI 2018.Standar Intervensi Keperawatan IndonesiaDefinisi dan Tindakan


Keperawatan 2018.Tim Pokja SIKI DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai