Anda di halaman 1dari 24

Clinical Science Session

Anemia Defisiensi Besi (ADB)

Oleh:
Adis Novilia 1940312004
Irfan Hasbullah Putra 1940312006
Mhd. Yudha Baharsyah M. 1940312059

Preseptor:
dr. Rudy Afriant Sp.PD-KHOM, FINASIM

RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata΄ala,
karena berkat rahmat-nya kami dapat menyelesaikan referat dengan judul Anemia
defisiensi besi. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam periode 28 September-28Oktober 2020. Selain itu,
besar harapan penulis dengan adanya referat ini mampu menambah pengetahuan
para pembaca mengenai Anemia defisiensi besi mulai dari definisi hingga
prognosisnya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dr. Rudy Afriant Sp.PD-KHOM, FINASIM, selaku preseptor pada Kepaniteraan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUP Dr. M. Djamil Padang, yang telah
memberikan masukan yang berguna dalam proses penyusunan referat ini. Tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang juga turut
membantu dalam upaya penyelesaian referat ini.
Penulis juga menyadari referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi para
pembaca terkait Anemia defisiensi besi.

Padang, 06 Oktober 2020

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anemia adalah masalah kesehatan global yang memengaruhi baik negara
maju ataupun negeri berkembang pada setiap tingkat usia dengan konsekuensi
masalah kesehatan serta masalah sosial dan ekonomi.1 Penyebab paling umum
dari anemia di seluruh dunia adalah kekurangan zat besi. Sekitar 25% orang di
seluruh dunia menderita anemia. Defisiensi zat besi, sebagai penyebab paling
umum, bertanggung jawab atas 50% dari semua anemia.2
Anemia defisiensi besi adalah salah satu diagnosis paling umum di seluruh
dunia, mempengaruhi populasi baik anak-anak dan dewasa dengan berbagai
etiologi yang bervariasi.3 Sebuah penelitian oleh basis data nasional primary care
nasional untuk Italia, Belgia, Jerman, dan Spanyol menentukan bahwa angka
kejadian tahunan anemia defisiensi besi berkisar antara 7,2 hingga 13,96 per 1.000
orang-tahun.4 Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering
dijumpai di negara-negara tropik karena sangat berkaitan dengan taraf sosial
ekonomi.5
Penyebab defisiensi besi bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, dan
status sosial ekonomi.2 Defisiensi zat besi dapat terjadi karena asupan zat besi
yang tidak mencukupi, penurunan penyerapan, atau kehilangan darah.2 Prinsip-
prinsip utama dalam penatalaksanaan anemia defisiensi besi meliputi penyelidikan
dan eliminasi penyebab defisiensi besi, penggantian defisiensi, peningkatan nutrisi
dan pendidikan pasien dan keluarga.6

1.2. Batasan Masalah


Makalah ini membahas mengenai pendekatan diagnostik anemia
khususnya anemia defisiensi besi termasuk definisi, epidemiologi, klasifikasi,
hematopoetik, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, prognosis dan
komplikasi Anemia Defisiensi Besi.

1
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca
mengenai pendekatan diagnostik anemia khususnya anemia defisiensi
besitermasuk definisi, epidemiologi, klasifikasi, hematopoetik, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, prognosis dan komplikasi Anemia Defisiensi
Besi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
dengan hemoglobin kurang dari 11 gr/dL, serum feritin rendah karena simpanan
zat besi tubuh yang tidak mencukupi. Ini bukan penyakit, tetapi pertanda kelainan
mendasar yang menyebabkan kekurangan zat besi. Anemia defisiensi besi
biasanya disebabkan oleh asupan zat besi yang tidak memadai, kehilangan darah,
peningkatan kebutuhan zat besi, dan / atau penurunan penyerapan.7
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron
store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
ADB ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang
menunjukkan cadangan besi kosong.8

2.2. Epidemiologi
Sekitar 25% orang di seluruh dunia mengalami anemia. Kekurangan zat
besi, penyebab paling umum, bertanggung jawab atas 50% dari semua anemia.
Angka defisiensi besi lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan
Amerika Serikat, dimana prevalensi anemia defisiensi besi pada pria di bawah 50
tahun adalah 1%. Pada wanita usia subur di Amerika Serikat, angka tersebut 10%
karena kehilangan menstruasi, sedangkan 9% anak usia 12 hingga 36 bulan
kekurangan zat besi, dan sepertiga dari anak-anak ini mengalami anemia.
Sementara tingkat anemia defisiensi besi rendah di Amerika Serikat, keluarga
berpenghasilan rendah sangat berisiko.2,9Belum ada data yang pasti mengenai
prevalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo dkk memperkirakan ADB pada laki-
laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada pensiunan pegawai
negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan
defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka
prevalensi ADB sebesar 27%.8

3
Di Amerika Utara dan Eropa, kekurangan zat besi paling sering terjadi
pada wanita usia subur dan sebagai manifestasi perdarahan. Kekurangan zat besi
yang hanya disebabkan oleh makanan jarang terjadi pada orang dewasa di negara-
negara di mana daging merupakan bagian penting dari makanannya. Bergantung
pada kriteria yang digunakan untuk diagnosis defisiensi besi, sekitar 4-8% wanita
premenopause mengalami defisiensi zat besi. Pada pria dan wanita
pascamenopause, kekurangan zat besi jarang terjadi tanpa adanya perdarahan.
Sebuah studi tentang database perawatan primer nasional untuk Italia, Belgia,
Jerman, dan Spanyol menentukan bahwa tingkat kejadian tahunan anemia
defisiensi besi berkisar antara 7,2 hingga 13,96 per 1.000 orang per tahun. Angka
yang lebih tinggi ditemukan pada wanita, orang lebih muda dan lebih tua, pasien
dengan penyakit gastrointestinal, wanita hamil dan wanita dengan riwayat
menometrorrhagia, dan pengguna aspirin dan / atau antasida.Di negara-negara di
mana sedikit daging dalam makanan, anemia defisiensi besi 6-8 kali lebih umum
daripada di Amerika Utara dan Eropa. Hal ini terjadi meskipun pola makan yang
mengandung jumlah total zat besi yang setara; alasannya adalah zat besi heme
diserap lebih baik dari makanan daripada zat besi nonheme. Dalam penelitian
terhadap anak-anak dan remaja dari Sudan dan Nepal, anemia defisiensi besi
ditemukan pada dua pertiga subjek penelitian.Di wilayah geografis tertentu,
parasit usus, terutama cacing tambang, memperburuk defisiensi zat besi karena
kehilangan darah dari saluran gastrointestinal. Anemia lebih parah di antara anak-
anak dan wanita pramenopause di lingkungan ini.4,10

2.3. Klasifikasi
Klasifikasi dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka
defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan:8
1. Deplesi besi (Iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan
besi untuk eritropoesis belum terganggu
2. Eritropoesis defisiensi besi (Iron deficient erythropoiesis) : cadangan besi
kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul
anemia secara laboratorik
3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.

4
2.4. Etiologi
Penyebab anemia defisiensi besi bervariasi berdasarkan usia, jenis
kelamin, dan status sosial ekonomi.11 Kekurangan zat besi dapat terjadi akibat
asupan zat besi yang tidak mencukupi, penurunan penyerapan, atau kehilangan
darah.8,11 Pada negara berkembang kualitas besi (bioavailabilitas) yang tidak baik
menjadi penyebab utama anemia defisiensi besi. Selain itu, infestasi parasit juga
merupakan penyebab utama anemia defisiensi besi pada negara berkembang.
Namun pada negara maju disebabkan oleh penurunan penyerapan zat besi dan
kehilangan darah.12
Tabel 2.1. Penyebab Defisiensi Besi 8,13
Meningkatnya kebutuhan besi Pertumbuhan cepat pada masa anak-anak
dan remaja
Kehamilan
Terapi eritropoietin
Meningkatnya kehilangan besi Perdarahan akut
Perdarahan kronik;
 Saluran cerna (tukak peptik,
pemakaian salisilat atau OAINS,
kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid dan infeksi
cacing tambang)
 Saluran genitalia perempuan
(menorrhagia atau metroshagia)
 Saluran kemih : hematuria
 Saluran nafas : Hemoptoe
Donasi darah
Flebotomi
Menurunnya absorbsi besi Diet inadekuat
Malabsorpsi (sprue, Crohn’s disease)
Malabsorption from surgary (post
gastrectomy)
Inflamasi akut atau kronik

Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang sering dijumpai adalah
akibat perdarahan menahun. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki
adalah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi
cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering
karena meno-metrorhagia.8Pada neonatus, menyusui melindungi dari kekurangan
zat besi karena ketersediaan zat besi yang lebih tinggi dalam ASI dibandingkan

5
dengan susu sapi. Anemia defisiensi besi adalah bentuk paling umum dari anemia
pada anak-anak yang mendapat susu sapi.11

2.5. Patofisiologi
2.5.1 Metabolisme Besi
Komposisi besi dalam jaringan tubuh berupa :8
a. Senyawabesi fungsional
Besi fungsional yaitu besi yang membentuksenyawa yang berfungsi
dalam tubuh berupa hemoglobin, mioglobin dan enzim-enzim.
b. Besicadangan
Besi cadangan yaitu senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan
besiberkurang yang berupa feritin dan hemosiderin.
c. Besitransport
Besi transport yaitu besi yang berikatan denganprotein tertentu dalam
fungsinya untuk mengangkut besidari satu kompartemen ke kompartemen
lainnya yang berbentuk transferin.

Besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuklogam bebas {free
iron), tetapi selalu berikatan denganprotein tertentu. Besi bebas akan merusak
jaringan, karenamempunyai sifat seperti radikal bebas. Dalam keadaannormal
seorang laki dewasa mempunyai kandungan besi50 mg/kgBB, sedangkan
perempuan dewasa adalah 35mg/kgBB.8
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal darimakanan. Untuk
memasukkan besi dari usus ke dalamtubuh diperlukan proses penyerapan/absorpsi
besi. Penyerapan besi paling banyak terjadi pada bagian proksimal duodenum
disebabkan oleh pH asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang
diperlukan dalam penyerapan besi pada epitel usus. Proses absorpsi besi dibagi
menjadi 3 fase yaitu :8,14
a. Fase Luminal
Besidalam makanan diolah dalam lambungkemudian siap diserap di
duodenum. Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk yaitu :
1. Besi heme

6
Terdapat dalam daging dan ikan, tingkat penyerapannya tinggi,
tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai
bioavailabilitas tinggi.
2. Besi non-heme
Berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat penyerapannya
rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu dan penghambat sehingga
bioavailabilitasnya rendah. Bahan pemacu penyerapan besi adalah
"meat factors" dan vitamin C, sedangkanyang tergolong sebagai bahan
penghambat ialah tanat,fitat dan serat.
Di dalam lambung, karena pengaruh asamlambung, besi
dilepaskan dari ikatannya dengan senyawalain. Kemudian terjadi
reduksi besi dari bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang siap untuk
diserap.
b. Fase Mukosal
Proses penyerapan dalam mukosa ususyang merupakan suatu proses
aktif.Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosaduodenum dan
jejunum proksimal. Penyerapan terjadisecara aktif melalui proses yang
sangat kompleks danterkendali (carefully regulated). Besi
dipertahankandalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung.
Sel absorptif terletak pada puncak vili usus (apical celt).Pada brush
border dari sel absorptif, besi feri dikonversimenjadi besi fero oleh enzim
ferireduktase, mungkindimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-
like(DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi olehdivalent metal
transporter (DMT 1, disebut juga sebagaiNramp 2).Setelah besi masuk
dalam sitoplasma, sebagiandisimpan dalam bentuk feritin, sebagian
diloloskan melaluibasolateral transporter (ferroportin disebut juga
sebagaiIREG 1) ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadireduksi dari
feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antaralain oleh hephaestin, yang
identik dengan seruloplasminpada metabolisme tembaga), kemudian besi
(feri) diikatoleh apotransferin dalam kapiler usus.
Besi heme diserap melalui proses berbeda yangmekanismenya belum
diketahui denganjelas. Besi hemedioksidasi menjadi hemin, yang

7
kemudian diabsorbsisecara utuh, diperkirakan melalui suatu reseptor
Absorbsibesi heme jauh lebih efisien dibandingkan dengan besinon-heme.
Besar kecilnya besi yang ditahan dalamenterosit atau diloloskan ke
basolateral diatur oleh "setpoint" yang sudah diatur saat enterosit berada
pada dasarkripta Lieberkuhn, kemudian pada waktu pematanganbermigrasi
ke arah puncak vili sehingga siap sebagai selabsorptif.
Dikenal adanya mucosal block, suatu fenomena dimana setelah
beberapa hari sesorang mendapat bolus besidalam diet, maka enterosit
resisten terhadap absorbsi besiberikutnya.Hambatan ini mungkin timbul
karena akumulasibesi dalam enterosit sehingga menyebabkan set-
pointdiatur seolah-olah kebutuhan besi sudah berlebihan.

Gambar 1. Penyerapan besi di mukosa usus


c. Fase Korporeal
Meliputi proses transportasi besi dalamsirkulasi, utilisasi besi oleh
sel-sel yang memerlukan, danpenyimpanan besi (storage) oleh tubuh.Besi
yang diserap oleh enterosit (epitel usus), kemudianmelewati bagian basal
epitel usus, memasuki kapilerusus, lalu diikat oleh apotransferin menjadi
transferindalam darah. Transferin akan melepaskan besi pada
selretikuloendotelial melalui proses pinositosis.
Satu molekultransferin dapat mengikat maksimal dua molekul
besi.Besi yang terikat pada transferin (Fe2+-Tf) akan diikat oleh reseptor
transferin (transferrin receptors = Tfr) yangterdapat pada permukaan sel,
terutama sel normoblas.Kompleks Fe2+-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu
cekunganyang dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated pit). Cekunganini
mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom.Suatu pompa proton

8
menurunkan pH dalam endosom,menyebabkan perubahan konformasional
dalam proteinsehingga melepaskan ikatan besi dengan transferin.Besi
dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasmadengan bantuan DMTl,
sedangkan ikatan apotransferindan reseptor transferin mengalami siklus
kembali kepermukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.

Terdapat 3 mekanisme regulasi penyerapan besi dalamusus:


1. Regulator dietetic
Penyerapan besi dipengaruhi oleh jumlah dan jenis besi dalam
makanan. Diet dengan biovailabilitastinggi yaitu besi heme, besi dari
sumber hewani, sertaadanya faktor pemacuakan meningkatkan
penyerapanbesi. Sedangkan besi dengan bioavaibilitas rendah (besinon-
heme, besi yang berasal dari sumber nabati danbanyak mengandung
inhibitor) akan menyebabkanpenyerapan besi yang rendah. Pada dietary
regulator inijuga dikenal adanya mucosal block, seperti yang
telahdiuraikan sebelumnya.
2. Regulator simpanan
Penyerapan besi diatur melaluibesarnya cadangan besi dalam tubuh.
Penyerapan besirendah jika cadangan besi tinggi, sebaliknya
apabilacadangan besi rendah maka penyerapan besi akanditingkatkan.
Bagaimana mekanisme regulasi ini bekerjabelum diketahui dengan pasti.
Diperkirakan melalui cryptcelprogramming sehubungan dengan respons
saturasitransferin plasma dengan besi.
3. Regulator eritropoletlk
Besar penyerapan besiberhubungan dengan kecepatan
eritropoisis.Erythropoietic regulator mempunyai kemampuanregulasi
absorpsi besi lebih tinggi dibandingkan denganstores regulator.
Mekanisme erythropoietic regulator inibelum diketahui dengan pasti.

Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yangtertutup yang


diatur oleh banyaknya besi yang diserapusus, sedangkan kehilangan besi
fisiologik bersifat tetap.Besi yang diserap usus setiap hari berkisar antara 1-2mg,

9
ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melaluieksfoliasi epitel. Besi dari
usus dalam bentuk transferinakan bergabung dengan besi yang dimobilisasi
darimakrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untukdapat memenuhi
kebutuhan eritropoiesis sebanyak24 mg per hari. Eritrosit yang terbentuk secara
efektifdan akan beredar melalui sirkulasi memerlukan besi 17mg, sedangkan besi
sebesar 7 mg akan dikembalikanke makrofag karena terjadinya eritropoiesis
inefektif (peningkatan eritropoiesis tetapi disertai penghancuranprekursor eritrosit
dalam sumsum tulang) Besi yang terdapat pada eritrosityang beredar, setelah
mengalami proses penuaan jugaakan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang
sebesar17 mg. Dengan demikian dapat dilihat suatu lingkarantertutup (closed
circuit) yang sangat efisien, seperti yangdilukiskan pada gambar berikut ini.

Gambar 2. Skema siklus pertukaran besi di dalam tubuh


2.5.2 Anemia Defisiensi Besi
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besisehingga cadangan besi
makin menurun. Jika cadanganbesi menurun, keadaan ini disebut iron depleted
stateatau negative iron balance. Keadaan ini ditandai olehpenurunan kadar feritin
serum, peningkatan absorbsbesi dalam usus, serta pengecatan besi dalam
sumsumtulang negatif.8
Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi
kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum

10
terjadi, keadaan ini disebut sebagai : iron deficient erythropoiesis. Pada fase
inikelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatankadar free protophorphyrin
atau zinc protophorphyrindalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan
totaliron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhirini parameter yang
sangat spesifik ialah peningkatanreseptor transferin dalam serum.8
Apabila jumlah besimenurun terus maka eritropoesis semakin
terganggusehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnyatimbul anemia
hipokromik mikrositer, disebut sebagai irondeficiency anemia. Pada saat ini juga
terjadi kekuranganbesi pada epitel serta pada beberapa enzim yang
dapatmenimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faringserta berbagai gejala
lainnya.8

2.6. Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Gejala klinis bervariasi tergantung berat dan lamanya anemia.13 Gejala
anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu, gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.8
a. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai
pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,mata berkunang-kunang, serta
telinga mendenging.Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar
hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak
terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar
hemoglobinnya terjadi lebih cepat. Hal ini disebabkan oleh
mekanismekompensasi tubuh yang dapat berjalan dengan baik.Anemia bersifat
simtomatik jika hemoglobin telah turundi bawah 7 g/dl.8
b. Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidakdijumpai pada
anemia jenis lain adalah :8
 Koilonychias :kuku sendok (spoon nail)kuku menjadirapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekungsehingga mirip seperti sendok.

11
 Atrofipapil lidah, permukaan lidah menjadi licin danmengkilap karena
papil lidah menghilang.

 Stomatitis angularis (cheilosis):adanya peradanganpada sudut mulut


sehingga tampak sebagai bercakberwarna pucat keputihan

 Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitelhipofaring


 Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
 Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidaklazim, seperti: tanah liat,
es, lem, dan lain-lain.
 Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindromPaterson Kelly adalah
kumpulan gejala yang terdiri darianemia hipokromik mikrositer, atrofi
papil lidah, dandisfagia.

12
c. Gejala Penyakit Dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejalapenyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensibesi tersebut.Sebagai contoh, pada anemia
akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotismembengkak, dan
kulit telapak tangan berwarnakuning seperti jerami. Pada anemia karena
perdarahankronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguankebiasaan buang
besar atau gejala lain tergantung darilokasi kanker tersebut.8
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak lemah dan pucat (anemis) terutama pada konjungtiva dan
jaringan dibawah kuku, disertai takikardia, adanya glositis (lidah berawarna merah
dan licin). Stomatitis, angular cheilitis, koilonychia. Perdarahan maupun adanya
eksudat pada retina dapat ditemukan pada anemia berat. Splenomegali
mengindikasikan adanya penyebab defisiensi besi lainnya.13
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang13
a. Darah tepi lengkap : Hemoglobin menurun, leukosit normal/menurun,
trombosit meningkat/menurun
b. Indeks Eritrosit : MCV dan MCH menurun, MCHC menurun pada kasus
yang berat dan berlangsung lama
c. Hapusan darah tepi : Morfologi eritrosit mikrositik hipokrom, anisotosis
(adanya ring cell, sel pensil, sel target), poikilositosis.
d. Retikulosit : normal atau menurun
e. Besi serum : Menurun (< 50 ug/dl)
f. TIBC : Meningkat (> 350 ug/dl)
g. Saturasi transferin : Menurun (<15%)
h. Feritin serum : bervariasi
i. Transferin : meningkat
j. Protoporfirin : meningkat (>30 mg/dl)
k. Pengecatan besi sumsum tulang : sideroblas negatif
l. Pemeriksaan tambahan untuk mencari penyebab : feses, tes darah samar,
endoskopi jika terdapat indikasi.
2.6.4 Pendekatan Diagnosis

13
Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertamaadalah menentukan
adanya anemia dengan mengukurkadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point
anemiatergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHOatau kriteria klinik.
Tahap kedua adalah memastikanadanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga
adalahmenentukan penyebab defisiensi besi yang terjadi.
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosisanemia defisiensi besi (tahap
satu dan tahap dua) dapatdipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi
(modifikasidari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darahtepi, atau MCV <80 fl
dan MCHC <31% dengan salah satudari a, b, c, atau d.
 Dua dari tiga parameter di bawah ini:
 Besi serum <50 mg/dl
 TIBC >350 mg/dl
 Saturasi transferin: <15%, atau
 Feritin serum <20 mg/l, atau
 Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan
cadangan besi (butir-butirhemosiderin) negatif, atau
 Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari(atau preparat besi lain
yang setara) selama 4 minggudisertai kenaikan kadar hemoglobin lebih
dari 2 g/dl.

14
2.7. Diagnosis Banding
Penyebab alternatif paling sering dari anemia mikrositer adalah
thalassemia α atau β dan hemoglobinopati, yaitu hemolobin E dan C. Cara
membedakannya dapat dilihat pada tabel 2.2.8

Tabel 2.2 Perbandingan Nilai Laboratorium


Anemia Anemia Anemia
Talasemia α
Pemeriksaan defisiensi penyakit sideroblastik
atau β
besi kronis
Derajat anemia Ringan- Ringan Ringan Ringan-berat
berat
MCV Turun Turun Turun/N Turun/N
MCH Turun Turun Turun/N Turun/N
Besi serum Turun <30 Normal/naik Turun <50 Normal/naik
TIBC Naik >360 Normal/turun Turun <300 Normal/turun
Saturasi Turun <15% Naik >20% Turun/N Naik >20%
transferin 10-20%
Besi sumsum Negatif Positif kuat Positif Positif dengan
tulang ring sideroblast
Protoporfirin Naik Normal Naik Normal
eritrosit
Feritin serum Turun <20 Naik >50 Normal 20- Naik >50
200
Elektroforesis Normal Hb A2 Normal Normal
Hb meningkat

2.8. Tatalaksana
Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus segera
dimulai untuk mencegah berlanjutnya keadaan ini.Terapi terhadap anemia
defisiensi besi dapat berupa :
1. Terapi kausal : terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya;
pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan
menoragia. Terapi kausal harus dilakukan kalau tidak maka anemia
akan kambuh kembali.11

15
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam
tubuh (iron replacemen theraphy).
a. Pemberian preparat besi secara oral, pengobatan ini tergolong murah
dan mudah dibandingkan dengan cara lain. Preparat yang tersedia :
ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis anjuran 3x200mg. Setiap
200 mg sulfas fenosus mengandung 66 mg besi elemental.
Pemberian sulfas fenosus 3x200mg mengakibatkan absorpsi besi
50mg/hari dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat
yang lainnya adalah ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus
lactate, dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal,
tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas
fenosus.8
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi
efek samping lebih sering terjadi dibanding dengan pemberian setelah
makan.Efek samping utama besi per oral adalah gangguan
gastrointestinal (15-20% kasus).Keluhan utama pasien bisanya adalah
mual, muntah, serta konstipasi.Keluhan ini dapat mengurangi tingkat
kepatuhan pasien dalam berobat. Untuk mengurangi efek samping
besi diberikan saat makan atau dengan dosis 3x100mg.8
Pengobatan diberikan dalam 3-6 bulan, ada juga yang
menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar haemoglobin normal
untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan dapat
diberikan 100-200mg.8
b. Terapi besi parenteral. Terapi ini sangat efektif tetapi efek
samping lebih berbahaya, dan lebih mahal. Indikasi: intoleransi
terhadap pemberian oral, kepatuhan terhadap berobat rendah,
gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika
diberikan besi, penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada
gastrektomi, keadaan dimana kehilangan darah yang banyak
sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral,
kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada
kehamilan trisemester tiga atau sebelum operasi, defisiensi besi

16
fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal
ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.8
Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg
besi/ml) iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru
adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman.
Besi parental dapat diberikan secara intrauskular dalam atau
intravena. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi
anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut dan sinkop. Terapi besi parental bertujuan untuk
mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500
sampai 1000 mg.8
3. Terapi lain
a. Diet: sebaiknya diberikan makanan begizi dengan tinggi protein
terutama yang berasal dari protein hewani.
b. Vitamin C: vitamin C diberikan 3x100 mg/hari untuk meningkatkan
absorpsi besi
c. Transfusi darah: Anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi
darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia defisiensi besi
adalah :
 Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.
 Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan gejala
pusing yang sangat menyolok.
 Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat
seperti pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian
furosemid intravena.8

2.9. Pencegahan
Mengingat tingginya pprevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat
maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan
tersebut dapat berupa:

17
1. Pendidikan kesehatan:
a. Kesehatan lingkungan, misalnya pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja, dan pemakaian alas kaki sehingga dapat
mencegah penyakit cacing tambang.
b. Penyuluhan gizi untung mendorong konsumsi makanan yang
membantu penyerapan besi
2. Pemberantasan cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling
sering diumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang
dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan antihelmintik dan
perbaikan sanitasi.
3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk
yang rentan, seperti ibu hamil dana anak balita. Profilaksis di Indonesia
diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai tablet besi dan
folat.
4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada
bahan makanan. Di negara barat dilakukan dengan mencampurkan tepung
untuk roti atau susu bubuk denga besi.8

2.10. Komplikasi
Kekurangan zat besi di dalam otot jantung menyebabkan terjadinya
gangguan kontraktilitas otot jantung. Kemudian anak yang menderita ADB lebih
mudah terserang infeksi karena defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan
fungsi neutrofil dan berkurangnya sel limfosit T yang penting untuk pertahanan
tubuh terhadap infeksi.15
Pada keadaan ADB yang disertai dengan gangguan / kelainan organ yang
berfungsi dalam mekanisme kompensasi terhadap anemia yaitu jantung (penyakit
arteria koronaria atau penyakit jantung hipertensif) dan atau paru (gangguan
ventilasi dan difusi gas antara alveoli dan kapiler paru).15
Sedangkan kekurangan besi dengan atau tanpa anemia yang berlangsung
pada anak usia 0-2 tahun dapat mengganggu tumbuh kembang anak, antara lain
menimbulkan defek pada mekanisme pertahanan tubuh dan gangguan pada

18
perkembangan otak yang berdampak negatif terhadap kualitas sumber daya
manusia pada masa mendatang.15

2.11. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi baik bila penyebab anemianya hanya
defisiensi besi saja dan segera dilakukan penatalaksanaan yang adekuat. Gejala
anemia dan menifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat
besi.
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita dinyatakan
memberikan respon baik bila: Retikulosit naik pada minggu pertama,
menjadi normal setelah hari 10-14 diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari.
Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. Jika respon terhadap terapi
tidak baik, maka perlu dipikirkan:
 Dosis besi kurang
 Masih ada pendarahan cukup banyak
 Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum
 Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan menahun
 Diagnosis anemia defisiensi salah
Jika dijumpai keadaan diatas maka perlu dilakukan evaluasi kembali dan
pengambilan tindakan yang tepat.6

19
BAB III
KESIMPULAN
Anemia defisiensi besi (ADB) diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
dengan hemoglobin kurang dari 11 gr/dL, serum feritin rendah karena simpanan
zat besi tubuh yang tidak mencukupi. Penyebab perdarahan paling sering pada
laki-laki adalah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena
infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi
paling sering karena meno-metrorhagia
Gejala umum anemia defisiensi besi disebut dengan sindroma anemia
berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging. Gejala khas pada anemia defisiensi besi adalah kuku sendok, atrofi
papil lidah, disfagi, atrofi mukosa gaster sehingga terjadi akhloridia, stomatitis
agularis, dan PICA.
Terapi anemia defisiensi besi yang pertama adalah tatalaksana penyebab
utama anemia. Pemberian tablet besi oral lebih disukai karena murah dan mudah
dilakukan. Prognosis anemia defisiensi besi baik bila penyebab anemianya hanya
defisiensi besi saja dan segera dilakukan penatalaksanaan yang adekuat.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. McLean E, Cogswell M, Egli I, et al. Worldwide prevalence of anaemia,


WHO Vitamin and Mineral Nutrition Information System, 1993-2005. Public
Health Nutr. 2009;12:444-54.

2. Wawer AA, Jennings A, Fairweather-Tait SJ. Iron status in the elderly: A


review of recent evidence. Mech. Ageing Dev. 2018 Oct;175:55-73.

3. Massey, A. C. (1992). Microcytic anemia: Differential Diagnosis and


Management of Iron Deficiency Anemia. Medical Clinics of North America,
76(3), 549–566. doi:10.1016/s0025-7125(16)30339-x.

4. Levi M, Rosselli M, Simonetti M, Brignoli O, Cancian M, Masotti A, et al.


Epidemiology of iron deficiency anaemia in four European countries: a
population-based study in primary care. Eur J Haematol. 2016 May 7.

5. Sudoyo,A.W. Setiyohadi,B.Alwi, I.Simadibrata, M.Setiati, S. eds. Buku ajar


ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. (Sudoyo, et. Al., 2006).

6. Özdemir N. Iron deficiency anemia from diagnosis to treatment in children.


Turk Pediatri Ars. 2015;50(1):11‐ 19. Published 2015 Mar 1.
doi:10.5152/tpa.2015.2337.

7. Saskatchewan Registered Nurses Association. Iron Deficiency Anemia: Adult


& Pediatric. RN(AAP) Clinical Decision Tools. Canada. 2019.

8. Bakta IM, Suega K, Dhamayuda TG. Anemia Defisiensi Besi. In: Aru W.
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 6. Jakarta. Interna
Publishing. 2017.p.2589-98.

9. Eichner ER. Anemia in Athletes, News on Iron Therapy, and Community Care
During Marathons. Curr Sports Med Rep. 2018 Jan;17(1):2-3

10. Eltayeb MS, Elsaeed AE, Mohamedani AA, Assayed AA. Prevalence of
anaemia among Quranic school (Khalawi) students (Heiran)in Wad El
Magboul village, rural Rufaa, Gezira State, Central Sudan: a cross sectional
study. Pan Afr Med J. 2016 Jul 15. 24:244.

11. Warner MJ, Kamran MT. Anemia, Iron Deficiency. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing;2020.

12. Wimbley TDJ, Graham DY. Diagnosis and management of iron


deficiencyanemia in the 21st century.Ther Adv Gastroenterol.2011;4(3):177-
184.

21
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Praktik
Klinis Hematologi Onkologi.2016:455-60.

14. Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

15. Abdulsalam, M., & Daniel, A. Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan


Anemia Defisiensi Besi. Sari Pediatri, 2002; 4(2), 2–5.

22

Anda mungkin juga menyukai