Saluran pencernaan memiliki sistem pertahanan yaitu sistem pertahanan non spesifik berupa barier mukosa dari usus, motilitas usus, sekresi mukus, enzim, dan sistem pertahanan spesifik seperti produksi dari IgA dan interaksi antigen dengan Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) untuk mencegah terjadinya kekebalan tubuh sekunder yang tidak diinginkan akibat dari absorpsi antigen asing yang melewati barier sistem gastrointestinal. Individu normal memiliki sebagian besar sel dendritik pada GALT, sehingga hal tersebut berperan dalam respon tolerogenik.4 Reaksi hipersensitivitas terhadap makanan didefinisikan sebagai suatu reaksi yang disebabkan karena memakan bahan makanan yang mengandung protein. Hipersensitivitas terbagi menjadi intoleransi makanan dan alergi makanan. Intoleransi makanan disebabkan oleh komponen spesifik pada suatu makanan seperti agen farmakologi, contohnya monosodium glutamat atau histamin yang dapat ditemukan pada ikan yang terkontaminasi, aktivasi sel mast non spesifik akibat makanan yang mengiritasi contohnya stroberi atau bahan pengawet, atau dapat juga disebabkan oleh faktor pejamu (defisiensi laktase).4,5 Sedangkan alergi makanan mengacu pada reaksi imun yang ditimbulkan akibat adanya komponen protein pada makanan dan dapat dibagi menjadi mekanisme yang diperantarai oleh IgE dan tidak diperantarai oleh IgE. Perbedaan dari keduanya adalah pada reaksi yang diperantarai oleh IgE lebih mudah dikenali dibandingkan yang tidak. Tetapi, beberapa reaksi.alergi dapat juga melibatkan keduanya.4,5 Alergi susu sapi, yang merupakan alergen utamanya adalah protein yang terkandung didalamnya yaitu casein dan whey. Casein yang membuat susu menjadi kental, mengandung 6-86 % protein susu sapi, dapat di presipitasi dengan zat asa (pH 4,6), terdiri dari 5 dasar casein yaitu α, αδ, β, K dan γ. Whey terdiri dari betalaktoglobullin (BLG), alfalaktoglobulin (ALA), bovin serum albumin (BSA) dan bovin gama globulin (BGG) dengan melibatkan kedua reaksi alergi diatas sehingga ketepatan diagnosis sangat penting dalam menentukan tatalaksana.6 Mekanisme alergi yang diperantarai oleh IgE (reaksi hipersensitivitas tipe I) terjadi ketika antigen dengan antibodi IgE yang berikatan dengan sel mast dan dimulai dengan fase sensitisasi. Alergen yang tertelan kemudian dipresentasikan oleh APC dan berikatan dengan limfosit Th, kemudian sel Th bantuan APC berprolifasi menjadi Th1 dan Th2, dimana Th2 akan menghasilkan IL-3, IL-4, IL13, Interferon-serta sitokinin lain yang kemudian merangsang transformasi limfosit B menjadi sel antibody sekretorik (IgG, IgM, dan IgE). Cross linking dari kedua antibodi IgE dengan antigen akan menyebabkan degranulasi pada sel mastosit dan basofil, sehingga dilepaskannya histamin (mediator inflamasi yang poten), prostglandin D2, leukotrien D, leukotrien C4, bradikinin, dan lain-lain yang akan menimbulkan reaksi alergi.4,5,6 Pada anak atopi, terdapat kecenderungan lebih banyak membentuk IgE, kemudian terjadi sensitasi sel mast pada saluran cerna, saluran nafas, dan kulit serta organ tubuh lainnya. Selama terjadinya reaksi yang dihantarkan IgE pada saluran cerna, kecepatan dan jumlah benda asing yang terserap juga akan meningkat. Benda asing tersebut larut dalam lumen usus, kemudian diambil oleh sel epitel saluran cerna, akibatnya akan terjadi supresi (penekanan) sistem imun (toleransi). Antigen yang tidak larut (bakteri usus, virus, parasit) diambil oleh sel epitel yang melapisi Plaques payeri sehingga terjadi pengaktifan dan pembentukan IgA.4, Alergi susu sapi yang tidak diperantarai oleh IgE disebabkan oleh berbagai faktor, dimana mekanismenya berupa: a. Reaksi hipersensitivitas tipe III, yaitu kompleks imun dari antibody IgA atau IgG yang berikatan dengan antigen pada susu akibat bantuan dari reseptor Fc sehingga terjadilah suatu reaksi, terutama pada gastrointestinal dapat terjadi 6 jam setelah pemaparan berupa muntah, diare, dan kolik, serta terdapat peningkatan lokal dari IgM dan sel plasma IgA.4,7 Dalam jangka 24 jam berikutnya akan terlihat reaksi endotel, penebalan membran, penumpukan serat kolagen dan infiltasi leukosit polimorf. Selain itu, terjadi peningkatan lokal IgG dan C3 di dalam jaringan ikat subepitelial yang menunjukkan adanya reaksi kompleks imun.4,6 b. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu reaksi yang ditimbulkan oleh stimulasi antigen langsung pada sel Th1 dan CD4+ dari kompleks imun yang mengaktivasi komplemen. Antigen menembus mukosa usus melalui Plaques payeri, ditangkap oleh APC, sel dendrit atau makrofag. Selanjutnya antigen mengikat MHC II yang akan menstimulasi Th1 menghasilkan IFN-γ. Sel akan bermigrasi pada lamina propia yang menstimulasi Th1 untuk menghasilkan IFN-γ lebih banyak. IFN-γ ini yang menyebabkan kerusakan pada mukosa usus akibatnya terjadi perubahan fungsi dalam otot polos dan motalitas usus.4,6,7 Sitokin lainnya adalah TNF-α, IL-1β akan menghasilkan berbagai metaloproteinase yang merusak mukosa.4 Mekanisme ini menghasilkan peradangan seluler berlangsung kronis (pada sistem gastrointestinal, kulit, dan pernafasan). Ketika proses inflamasi terlokalisir pada gastrointestinal, fagositosis imun dapat berkontribusi untuk menjaga hiperpermeabilitas epitel dan berpotensi untuk meningkatkan pertahanan terhadap paparan antigen protein susu sapi. Hal ini melibatkan Treg memory berupa TNF-α dan IFN-γ, antagonis TGF- α dan IL-10 dalam mediasi toleransi oral.6 Gambar 2.3.1 Reaksi Alergi yang diperantarai IgE dan Non IgE.4
Gambar 2.3.2 Reaksi Alergi Fase Lambat.6
DAFTAR PUSTAKA
4. Giovanna V, Carla C, Alfina C, Domenico PA, Elena L. The
immunopathogenesis of cow’s milk protein allergy (CMPA). Ital J Pediatr. 2018;38:35. 5. Mansueto P, Giuseppe M, Maria LP, Maria EP, et al. Food Allergy in gastoeneterologic diseases: review of literature. World J Gastroenterol. 2015;12(48): 44-52. 6. Burk AW, James JM, Hiegel A, Wilson G, et al. Atopic dermatitis and food hypersensitivity reactions. J Pediatr 2015; 132:132-6. 7. Ki MS, Cardoso AL, Araujo GTB, et al. A survey on clinical presentation and nutritional status of infants with suspected cow' milk allergy. BMC Pediatrics. 2015;10:25.