Anda di halaman 1dari 8

A.

Budaya Dalam Lingkup Kerja Dalam Peningkatan Keselamatan Pasien

Semua organisasi mempunyai budaya kerja masing-masing. Biasanya budaya

kerja dalam organisasi ini bisa langsung dirasakan begitu kita masuk kedalamnya.

Misalnya ketika kita masuk ke salah satu unit di rumah sakit, kita akan bisa segera

menilai apakah petugasnya ramah, siap membantu, pelayanannya cepat, dll. Ini adalah

contoh dari dimensi budaya patient safety yang bisa dirasakan. Seperti model gunung es,

dimensi budaya patient safety yang bisa langsung dirasakan hanyalah sebagian kecil dari

budaya patient safety. Dimensi lainnya yang sulit untuk langsung diidentifikasi antara

lain nilai (values) dan asumsi-asumsi (assumptions).

Budaya Kerja

Schein (1992) mendefinisikan budaya kerja sebagai kebiasaan orang bekerja

dalam suatu kelompok, nilai, filosofi dan aturan-aturan dalam kelompok yang membuat

mereka bisa bekerjasama. Karakteristiknya antara lain:

 Budaya kerja sebagai suatu pola yang dibentuk berdasarkan asumsi-asumsi dasar;

dibentuk oleh kelompok sebagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang

muncul dalam lingkungan kerja dan untuk beradaptasi dengan lingkungan

eksternal

 Mencerminkan tradisi yang dianggap berjalan dengan baik, diajarkan kepada

anggota-anggota baru dalam organisasi, dianggap sebagai cara terbaik untuk

berfikir, berperilaku dan berfikir. Secara singkat budaya kerja adalah bagaimana

kita menyelesaikan pekerjaan ditempat kerja. Budaya kerja berperan penting

dalam keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi pelayanan kesehatan dan juga

dalam konteks patient safety.


BUDAYA PATIENT SAFETY

Pentingnya mengembangkan budaya patient safety juga ditekankan dalam salah

satu laporan Institute of Medicine “To Err Is Human” yang menyebutkan bahwa

organisasi pelayanan kesehatan harus mengembangkan budaya keselamatan sedemikian

sehingga organisasi tersebut berfokus pada peningkatan reliabilitas dan keselamatan

pelayanan pasien”. Hal ini ditekankan lagi oleh Nieva dan Sorra dalam penelitiannya

yang menyebutkan bahwa budaya keselamatan yang buruk merupakan faktor resiko

penting yang bisa mengancam keselamatan pasien.

Vincent (2005) dalam bukunya bahkan menyebutkan bahwa ancaman terhadap

keselamatan pasien tersebut tidak dapat diubah, jika budaya patient safety dalam

organisasi tidak diubah. Budaya patient safety adalah produk dari nilai, sikap,

kompetensi, dan pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style

dan kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program patient safety.

Jika suatu organisasi pelayanan kesehatan tidak mempunyai budaya patient safety maka

kecelakaan bisa terjadi akibat dari kesalahan laten, gangguan psikologis dan physiologis

pada staf, penurunan produktifitas, berkurangnya kepuasan pasien, dan bisa menimbulkan

konflik interpersonal.

Komunikasi dibentuk dari keterbukaan dan saling percaya, Alur informasi dan

prosesing yang baik antara lain : Persepsi yang sama terhadap pentingnya keselamatan,

Disadari bahwa kesalahan tidak bisa sepenuhnya dihindari, Identifikasi ancaman laten

terhadap keselamatan secara proaktif, Pembelajaran organisasi, Memiliki pemimpin yang

komit dan eksekutif yang bertanggung jawab serta Pendekatan untuk tidak menyalahkan

dan tidak memberikan hukuman pada insiden yang dilaporkan.


Tiga strategi penerapan budaya patient safety:

1) Strategy 1

 Lakukan safe practices

 Rancang sistem pekerjaan yang memudahkan orang lain untuk melakukan

tindakan medik secara benar

 Mengurangi ketergantungan pada ingatan

 Membuat protokol dan checklist

 Menyederhanakan tahapan-tahapan

2) Edukasi

 Kenali dampak akibat kelelahan dan kinerja

 Pendidikan dan pelatihan patient safety

 Melatih kerjasama antar tim

 Meminimalkan variasi sumber pedoman klinis yang mungkin membingungkan

3) Akuntabilitas

 Melaporkan kejadian error

 Meminta maaf

 Melakukan remedial care

 Melakukan root cause analysis

 Memperbaiki sistem atau mengatasi masalahnya.

B. Penyebab Terjadinya Adverse Events Terkait Prosedur Invasif

Penyebab adalah orang yang mengakibatkan terjadinya sebuah insiden. Faktor

individu atau petugas sangat berpengaruh terhadap budaya keselamatan pasien seperti,
beban kerja, tingkat stress, tingkat kelelahan, perasaan takut disalahkan, perasaan malu,

dan keterlibatan keluarga/pasien.(Buerhaus, 2011)

Berdasarkan buku pedoman, Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien (2008)

penyebab dari segi petugas dapat dikategorikan sebagai berikut :

 Dokter

 Perawat

 Petugas lainnya (radiologi, laboratorium, fisiotherapist dll)

Faktor Pemicu adalah faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya insiden.

Berdasarkan buku pedoman pelaporan kejadian keselamatan pasien (2008) Dalam

pengisian penyebab langsung atau akar penyebab masalah dapat menggunakan faktor

kontributor yaitu :

 Faktor Eksternal / di luar RS

 Faktor Organisasi dan Manajemen

 Faktor Lingkungan kerja

 Faktor Tirn 31

 Faktor Petugas / Staf Faktor Tugas

 Faktor Pasien

 Faktor komunikasi

Penyebab terjadinya KTD = Adverse event (Reason, 1997):

1. Tidakan yang tidak aman (unsafe act):

 Human error

 Slips : Error sebagai akibat kurang/ teralihnya perhatian atau salah persepsi


 Lapses: error yang terkait dengan kegagalan memori lupa/tidak ingat

 Mistakes : Kesalahan yang terkait dengan proses mental dalam assessment

informasi yang terjadi, kesalahan dalam merencanakan asuhan, kesalahan

dalam menetapkan tujuan, kesalahan dalam mengambil keputusan klinis.

 Violation (pelanggaran) ex : aborsi tanpa indikasi medis

 Sabotase (Sabotase) ex : Mogok kerja.

2. Kondisi laten

 Sistem yang kurang tertata yang menjadi predisposisi terjadinya error.

Ex : SOP tidak jelas, tata ruang yang tidak jelas.

 Sumber daya yang tidak memenuhi persyaratan. (mal praktek)

Ex : Termometer yang hanya punya satu untuk banyak pasien, dokter umum

melakukan Caesar/ appendektomi.

Selain itu penyebab adverse events antara lain :

 Alat kesehatan

- Defect (bawaan pabrik)

- Pemeliharaan yang tidak memadai

- Alat kesehatan dimodifikasi sendiri

- Penyimpanan alat kesehatan yang tidak memadai

- Penggunaan yang tidak sesuai prosedur

- Tidak mengacu SOP alat kesehatan

- Minimnya buku manual atau kurangnya pelatihan

 Sumber daya manusia

- Kurangnya pelatihan kepada tenaga kerja


- Human error

- Kurangnya ketelitian dalam melakukan tindakan invasif

- Kurangnya komunikasi antara sesama tenaga kesehatan yang melakukan

prosedur invasif

C. K3 dalam Keperawatan : Pentingnya Tujuan, Manfaat, Dan Etika

 Tujuan Penerapan K3 Tujuan Utama dalam Penerapan K3 Berdasarkan Undang-

Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Antara Lain :

a. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di

tempat kerja

b. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien

c. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

Tujuan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja :

a) Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan

untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas

nasional.

b) Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja tersebut.

c) Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan efisien

 Manfaat

a) Bagi Rumah Sakit

 Meningkatkan mutu pelayanan,

 Mempertahankan kelangsungan operasional RS,

 Meningkatkan citra rumah sakit


b) Bagi Karyawan Rumah Sakit

 Melindungi karyawan dari PAK (penyakit akibat kerja)

 Mencegah terjadinya KAK (kecelakaan akibat kerja)

c) Bagi Pasien dan Pengunjung:

 Mutu layanan yang baik

 Kepuasaan pasien dan pengunjung

 Etika

Etika Ahli Kesehatan Kerja merupakan seperangkat perilaku anggota profesi

ahli kesehatan kerja dalam hubungannya dengan klien/ pasien, teman sejawat dan

masyarakat pekerja serta merupakan bagian dari keseluruhan proses kesehatan

kerja ditinjau dari segi norma-norma/ nilai-nilai moral. Masalah-masalah

kecelakaan, penyakit akibat kerja, keluhan-keluhan tenaga kerja, kehilangan

waktu bekerja, banyaknya angka absensi, menurunnya angka produktifitas tenaga

kerja, dan sebagainya, memerlukan perhatian penuh pihak profesi Ahli Kesehatan

Kerja, hukum, agama dan masyarakat luas.

Sebagai pemberi pelayanan yang berhubungan dengan bidang kesehatan dan

keselamatan kerja maka mudah dipahami bahwa seseorang ahli kesehatan kerja

memerlukan etika tenaga kesehatan karena harus bekerja sama dengan bidang-

bidang lain yaitu misalnya dokter, ahli higine perusahaan, ergonomi, psikolog,

ahli gizi dan yang paling penting adalah tenaga kerja. Etika tenaga kesehatan

kerja yang didalamnya dikuti adanya kesadaran akan pilihan dari pihak

manajemen, pihak tenaga kerja, dan dari masyarakat sekitar perusahaan. Ada
beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan

pelaksanaan K3 perkantoran, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2 (dua)

hal yaitu indoor dan outdoor, yang kalau diurai seperti dibawah ini :

 Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap

bahaya kebakaran serta kode pelaksanaannya.

 Jaringan elektrik dan komunikasi

 Kualitas udara.

 Kualitas pencahayaan.

 Kebisingan.

 Pemeliharaan.

Anda mungkin juga menyukai