Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Penelitian Keperawatan Medik Vol. 2 No.

2 Edition: November 2019 – April 2020

http://ejournal.delihusada.ac.id/index.php/JPKM
Received: 25 Maret 2020 Revised: 05 April 2020 Accepted: 30 April 2020

PENANGANAN NON BEDAH PADA TRAUMA KAPITIS

Tri Makmur1, Fazidah Aguslina Siregar2


1)
Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Sumatera Utara
2)
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara
Email: tri.makmur@fk.uisu.ac.id

Abstract
Capitis trauma is a problem in the field of neurology, as the most common
cause of death in young adults (<45 years) and a major cause of disability.
Of the 2 million emergency patients, 25% are caused by capitis trauma,
which can cause neurological disorders and structural damage to the brain
resulting in decreased consciousness. In developing countries, including
Indonesia, the frequency of capitis trauma tends to increase. Capitis trauma
can occur at any age, most often regarding the productive age group (15-
44 years). The frequency of capitis trauma is higher in males than females
with a ratio of 4: 1. The most common cause is due to accidents by 60%.
Capitis trauma in terms of neurological aspects requires operative therapy
and non-operative therapy. Non-operative treatment can be done by
maintaining the airway / ventilation, maintaining fluid balance, maintaining
temperature, neurological examination and administration of drugs such as
dexamethasone, anti-seizure administration, administration of hypertonic
fluids such as manithol and administration of stress ulcer drugs.
Keywords: non-surgical treatment, trauma, capitis trauma

PENDAHULUAN epidemiologi ditemukan bahwa 20–50%


penderita trauma kapitis tidak mampu
Diantara serangkaian penyakit
bekerja atau sekolah selama 1 tahun
neurologi, trauma kapitis menempati
setelah mengalami trauma kapitis
urutan dengan frekuensi yang tinggi.
(Mariam, 1999).
Trauma kapitis merupakan penyebab
kematian terbanyak pada usia dewasa Pada negara berkembang seperti
muda (< 45 tahun) dan penyebab Indonesia, seiring dengan kemajuan
kecacatan utama. Di Amerika serikat teknologi dan pembangunan, frekuensi
trauma kapitis memberikan kontribusi trauma kapitis cenderung makin
besar terhadap kematian, kesakitan meningkat. Trauma kapitis berperan
dan kehilangan sosioekonomi. Trauma pada hampir sebagian dari seluruh
kapitis merupakan penyebab kematian kematian akibat trauma, mengingat
ketiga. Diantara 2 juta pasien gawat kepala merupakan bagian yang rentan
darurat, 25% diantaranya adalah dan sering terlibat dalam kecelakaan
penderita trauma kapitis yang dirawat (Djoko, 1998). Trauma kapitis adalah
dan hampir 10% kematian diakibatkan suatu trauma mekanik yang secara
trauma dimana sebagian kematian langsung atau tidak langsung mengenai
tersebut disebabkan oleh trauma kapitis kepala dan mengakibatkan gangguan
(Rowland, 2000). Dari suatu studi fungsi neurologis (Sjahrir, 1994).
74
Makmur, Siregar, Penanganan Non Bedah …

Trauma kapitis dapat terjadi pada Tabel 1. Skala Koma Glasgow (SKG)
semua umur, paling sering mengenai
Jenis Pemeriksaan Nilai
kelompok usia produktif (15-44 tahun) Respon buka mata
dan lebih sering pada laki-laki dari pada Spontan 4
perempuan dengan rasio 4:1 (Mariam, Atas perintah 3
1999). Trauma kapitis paling sering Terhadap nyeri 2
dijumpai padakecelakaan lalu lintas Tidak ada reaksi 1
(60%) dan persentase menjadi lebih Respon verbal
tinggi bila tidak ada keharusan Orientasi baik 5
menggunakan pelindung kepala (helm). Bingung-bingung 4
Kata- kata ngawur 3
Selain itu trauma kapitis dapat pula
Kata- kata tidak dimengerti 2
dijumpai pada kecelakaan yang terjadi
Tidak ada reaksi 1
sewaktu berolahraga, jatuh dari pohon
Respon Motorik
kejatuhan kelapa dan lainnya (Ngoerah, Gerak turut perintah 6
1991). Menghindar terhadap nyeri 5
Setiap trauma kapitis dapat Fleksi withdrawl 4
menimbulkan kerusakan struktural Fleksi abnormal 3
Ekstensi terhadap nyeri 2
pada otak dan menimbulkan penurunan
Tidak ada reaksi 1
kesadaran (koma). Selain itu trauma
kapitis dapat menimbulkan amnesia. Berdasarkan skala koma Glasgow
Penyebab timbulnya kesadaran trauma kapitis dibagi atas: mild head
menurun sampai saat ini masih belum injury dengan skor SKG antara 13-15,
jelas. Kerusakan yang terjadi dapat moderate head injury dengan skor SKG
berupa kelainan yang bersifat reversibel 9-13, dan Severe head injury dengan
maupun permanen (Ngoerah, 1991). SKG score < 8. Jika angka SKG < 8 dan
Trauma kapitis melibatkan seluruh koma > 6 jam, maka menunjukkan
struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kerusakan otak yang parah dan
kepala atau tingkat yang paling ringan, prognosa biasanya jelek. Semakin
tulang tengkorak, duramater, vaskuler dalam dan lama komanya juga
otak, sampai jaringan otak sendiri baik menggambarkan/mempunyai korelasi
berupa luka tertutup maupun trauma lebih dalamnya letak kerusakan
tembus (Djoko, 1998). otaknya.

Ada beberapa sentra yang TRAUMA KAPITIS


membagi klasifikasi atas dasar skala Ada beberapa jenis klasifikasi
koma Glasgow. Skala koma Glasgow trauma kapitis, tetapi dengan beberapa
merupakan ukuran kuantitatif dari pertimbangan dari berbagai aspek
derajat kesadaran yang didasarkan maka bagian neurologi menganut
pada membuka mata, respon verbal pembagian, yaitu trauma kapitis yang
dan respon motorik. tidak membutuhkan tindakan operatif
(95%) dan trauma kapitis yang
membutuhkan tindakan operatif (1-
5%). Trauma kapitis yang tidak
membutuhkan tindakan operatif, terdiri
75
Makmur, Siregar, Penanganan Non Bedah …

atas: komosio serebri, kontusio serebri, Fraktur impressi terjadi akibat


impressi fraktur tanpa gejala neurologi adanya kontak bentur pada kepala.
(< 1 cm), fraktur basis kranii, dan Pada fraktur impressi bagian tulang
fraktur kranii tertutup. Sedangkan yang patah menonjol ke dalam rongga
trauma kapitis yang membutuhkan tengkorak, menekan dasar otak yang
tindakan operatif terdiri atas: dapat diperlihatkan pada foto kepala
hematoma intrakranial > 60 cc; pada proyeksi tangensial sebagai garis/
epidural, subdural dan intracranial; daerah yang radiopaque dari tulang
fraktur kranii terbuka (+ laserasio sekitarnya disebabkan bertumpuknya
serebri); impressi fraktur dengan gejala tulang. Tidak jarang pada tempat
neurologis (> 1 cm); dan likuorrhoe depressi dapat ditemukan suatu fraktur
yang tidak berhenti dengan pengobatan berbentuk bintang (stellate fraktur).
konservatif. Fraktur depressi ini dikemudian hari
akan dapat menimbulkan bangkitan
Komosio serebri adalah disfungsi
epilepsi, apalagi bila menekan girus
neuron otak sementara yang
presentralis (Rowland, 2000; Sjahrir,
disebabkan oleh trauma kapitis tanpa
1994; Ngoerah, 1991).
menunjukkan kelainan makroskopis
jaringan otak. Penderita setelah Fraktur basis kranii merupakan
mendapat trauma kapitis dapat akibat benturan langsung pada daerah-
mengalami kesadaran menurun sejenak daerah dasar tulang tengkorak
(± 20 menit) dan siuman kembali tanpa (oksiput, mastoid, supraorbital);
mengalami suatu defisit neurologis transmisi energi yang berasal dari
(Sjahrir, 1994). benturan pada wajah atau mandibula:
atau efek remote dari benturan pada
Kontusio adalah suatu keadaan
kepala. Fraktur basis kranii dapat
dimana akibat trauma kapitis terjadi
terjadi tanpa diikuti kehilangan
lesi perdarahan pada permukaan
kesadaran, kecuali disertai adanya
jaringan otak tanpa terganggunya
komosio ataupun kontusio serebri.
kontinuitas jaringan dan dapat
Biasanya penderita fraktur basis kranii
mengakibatkan gangguan neurologis
masuk rumah sakit dengan kesadaran
menetap. Kontusio serebri dapat terjadi
menurun (koma dalam) yang
akibat lesi bentur dan lesi kontra.
berlangsung sampai beberapa hari dan
Kontusio akibat lesi bentur paling sering
jika penderita siuman akan tampak
terjadi pada daerah frontal dan
amnesia retrogard dan amnesia pasca
temporal, sedangkan kontusio akibat
traumatik yang cukup panjang (Djoko,
lesi kontra paling sering terjadi pada
1998; Sjahrir, 1994; Ngoerah, 1991).
lobus frontalis bagian inferior, lobus
temporalis bagian anterior dan lateral. Faktur kranii tertutup adalah
Pada kontusio Kesadaran penderita fraktur kranii dimana selaput otak
akan menurun (sampai koma dalam) masih utuh. Penderita dengan fraktur
yang berlangsung beberapa jam sampai kranii tertutup bisa tanpa kehilangan
beberapa hari (Djoko, 1998; Sjahrir, kesadaran, atau dengan kehilangan
1994; Ngoerah, 1991). kesadaran yang bersifat sementara
atau bahkan dengan koma. Keparahan
76
Makmur, Siregar, Penanganan Non Bedah …

fraktur kranii tertutup dapat diukur dari Kerusakan Otak Primer


lamanya koma dan amnesia post Kerusakan otak primer terjadi
traumatic (Lee et al., 1992). akibat benturan dan mekanisme
PATOFISIOLOGI accelerasi dan decelerasi. Cedera
benturan merupakan cedera akibat
Abnormalitas anatomi dan fisiologi
benturan kepala oleh suatu benda
dari trauma kapitis dimulai dengan
dengan efek yang dihasilkan berupa
adanya tekanan mekanik pada kranial
lacerasi kulit kepala, fraktur tengkorak,
dan isi intrakranial. Sifat dari komponen
hematoma ekstradural, contusio, dan
intrakranial cairan dan padat, jaringan
lacerasi korteks. Cedera accelerasi/
lunak dan keras berpengaruh terhadap
decelerasi akibat dari daya gerak
tipe trauma kapitis. Pada bagian dalam
inertial angularis menyebabkan
tengkorak, bagian yang penting adalah
regangan dan tegangan kompressi
dasar frontalis, fossa temporalis, os
seperti yang diperlihatkan pada
sphenoid, curvatura fossa posterior,
kecelakaan kenderaan bermotor, jatuh
falx serebri, tentorium, dan falx
dari ketinggian dengan efek yang
cerebelli. Struktur lain yang secara
dihasilkan berupa hematoma subdural,
mekanis bermakna adalah rongga
cedera axon difus perdarahan ptechial
subarachnoid karena mengandung
yang multiple dan ruptur extra dan
cairan cerebrospinal dan bridging vein.
intrakrania (Albin, 1997).
Cairan cerebrospinal mempunyai
peranan besar pada transmisi dan Pada orang yang jatuh tergeletak
atenuasi beban selama interaksi otak terlihat bahwa kepalanya mengalami
dengan permukaan dalam kranial accelerasi ke belakang dan pada saat
(Mariam, 1999). kepala membentur suatu benda yang
keras, maka kepala akan mengalami
Patologi dari kerusakan otak
decelerasi mendadak dengan
akibat trauma kapitis dibagi atas dua
deformitas tulang tengkorak.
tingkatan yaitu kerusakan primer dan
Deformitas tulang tengkorak
kerusakan sekunder. Kerusakan primer
menyebabkan pengurangan volume
terjadi pada saat impact atau trauma
intrakranial dan peninggian tekanan
akibat beban accelerasi dan decelerasi
cerebrospinal. Perubahan volume yang
yang merusak isi intrakranial yang
cepat dapat mengakibatkan tekanan
terjadi karena gerakan yang tidak
negatif yang cukup besar pada tempat
seimbang dari tengkorak dan otak.
tertentu dimana tengkorak tertarik
Kerusakan sekunder melibatkan produk
menjahui permukaan otak sehingga
pembuluh darah dan kelainan darah
beban regangan yang terjadi pada
yang menyebabkan pengurangan dan
permukaan otak di lokasi tersebut akan
perobahan aliran darah serebral
menimbulkan kontusi kontra kup.
sehingga terjadi hypoxia dan ischemia.
Gerakan accelerasi dan decelerasi dapat
Hypoxia dan ischemia menyebabkan
mengakibatkan terbentangnya batang
kelainan kimia cellular sehingga terjadi
otak lebih dari biasanya. Keadaan ini
kematian sel dan akhirnya terjadi
dapat menimbulkan blokade reversibel
necrosis neuron, glia dan sel endothelial
(Albin, 1997).
77
Makmur, Siregar, Penanganan Non Bedah …

pada formationretikularis dibatang otak hipotensi dengan prognosisyang buruk.


(Albin, 1997; Gilroy, 2000). Pemeriksaan neuropathology pada
trauma kapitis mendapatkan incidens
Cedera kepala primer mencakup
ischemia yang tinggi dan penelitian
fraktur tulang, cedera fokal, dancedera
terakhir mengkonfirmasikan perubahan
otak difus. Faktor paling penting pada
aliran darah cerebral terjadi segera
trauma kapitis adalah beban regangan
setelah impact. Pada 30% penderita
yaitu tekanan rotasi yang cepat
trauma kapitis berat ischemia terjadi
terhadap otak segera setelah trauma
0,7-4 jam setelah trauma. Sebaliknya
kapitis. Hal ini dapat terjadi pada
setelah 18 jam pasca trauma terdapat
contusio dimana terdapat satu episode
Penurunan secara bermakna kejadian
disorientasi atau kehilangan kesadaran
ischemia (Albin, 1997).
dengan pemulihan yang cepat. Keadaan
ini merupakan respon regangan pada Adapun factor sistemik yang
akson dari subtansia abu-abu melalui memperbesar kerusaan otak sekunder
subtansia alba ke daerah lain dari adalah: Hypertensi; hypotensi dan
susunan saraf pusat. Hyperglycemia; Hypoxemia dan
hypercapnia; serta Coagulopathy.
Pada cedera akson difus
Interaksi kompleks antara
kerusakan akson merupakan suatu
hemodynamic cerebral dan systemic
subtrat patologis penting dalam
menentukan perfusi cerebral yang pada
peristiwa terjadinya koma traumatika
keadaan fisiologis dalam batas 50-150
yang lama dengan penyebabnya adalah
mmHg, mengatur mekanisme
beban regangan. Cedera akson difus
autotegulasi CBF relatif konstan.
merupakan kerusakan otak primer
Setelah trauma kapitis berkurang
paling berat. Semakin banyak
compliance intraranial, meningkatnya
regangan, kerusakan akson lebih
tekanan intrakranial dan gagalnya
banyak dan durasi koma lebih lama.
mekanisme homeostatic.
Secara makroskopis terlihat lesi focal di
corpus callosum, basal ganglia, cortico Hypotensi dan hypertensi dapat
medullary junction dan batang otak memperburuk trauma kapitis melalui 2
bagian atas. Secara mikroskopis terlihat cara yaitu: a) dengan rusak
adanya axon retraction ball subkortek autoregulasi, hypotensi mengurangi
subtansi abu-abu dan basal ganglia, tekanan perfusi otak dan menyebabkan
proliferasi glia, dan demyelinisasi pada ischemia cerebral. Hypertensi
parenchyma otak (Albin, 1997; Gilroy, menyebabkan edema vasogenic dan
2000). meningkatnya tekanan intracranial, b)
dengan autoregulasi terpelihara,
Kerusakan Otak Sekunder
hypotensi systemic menyebabkan
Cedera kepala berat sering vasodilatasi terkompensasi dan
menunjukkan gangguan sistemik akibat meningkatnya volume darah serebral
hipoksia dan hipotensi yang merupakan sekunder yang menyebabkan
penyebab kerusakan otak sekunder. meningkatnya tekanan intracranial.
Penelitian eksperimental menunjukkan
ada korelasi erat antara hipoksia dan Hubungan hyperglycemia dan
outcome yang jelek telah
78
Makmur, Siregar, Penanganan Non Bedah …

didokumentasikan pada penderita trauma kapitis respon reactivitas CO2


trauma kapitis anak dan dewasa. Hal ini berkurang tidak adanya reactivitas CO2
didasarkan pada adanya timbunan merupakan prognosa buruk dan
glukosa selama ischemia menyebabkan petunjuk paralysis vasomotor
perkembangan lactic asidosis yang sempurna. Untuk alasan tersebut,
berbahaya untuk neuron (Albin, 1997). penderita umumnya tidak respon
Hypoxia jaringan akibat hypoxemia dan terhadap pengobatan dengan barbiturat
respiratory acidosis akibat hypercapnia (Albin, 1997).
menyebabkan vasodilatasi cerebral
Edema traumatika sering dijumpai
dengan meningkatnya CSV dan ICP
pada penderita cedera kepalaedema
(Albin, 1997).
dan swelling menyebabkan peningkatan
Akibat trauma thromboplastin volume otaksehinggamenyebabkan
kapitis jaringan dilepaskan dan terjadi peninggian tekanan intrakranial dan
perdarahan intracerebral dan kerusakan otak sekunderyang pada
disseminated intravascular coagulation akhirnya terjadi herniasiserebral dan
(Albin, 1997). Kerusakan otak sekunder kematian (Albin, 1997).
terjadi akibat trauma langsung dan
DIAGNOSIS
kejadianyang diawali oleh trauma yang
menyebabkan ischemia dan hypoxia. Diagnosa trauma kapitis
Ischemia dan hypoxia menyebabkan ditegakkan berdasarkan: anemnese,
kerusakan otak sekunder yang pemeriksaan klinis, serta radiography
melibatkan aktivasi patologis dari dan imaging. Anamnese bertujuan
proses neurotoxic yang meliputi mendapatkan keterangan tentang
pelepasan amino acids excitotoxic, keadaan kecelakaan dan kondisi klinis
pembentukan superoksida reaktif, pasien termasuk kesadaran pasien
peroksidasi lipid radikal bebas dan sebelum masuk ruang gawat darurat,
influx calcium yang menyebabkan yang diperoleh dari pasien (jika
kerusakan sel cascade. Hasil akhir dari memungkinkan) dan saksi mata. Dari
kerusakan sel cascade adalah edema keterangan tersebut diharapkan
dan kematian neuron yang kekuatan dan lokasi benturan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan ditentukan setepat mungkin (Rowland,
intrakranial dan kerusakan sel akibat 2000).
ischemia dan hypoxia lebih lanjut Pemeriksaan klinis merupakan
(Albin, 1997). pemeriksaan yang paling komprehensif
Akibat trauma kapitis dua dalam evaluasi diagnostik penderita
mekanisme homeostatic terganggu trauma kapitis, dimana dengan
yaitu: autoregulasi dan reactivitas CO2. pemeriksaan serial yang cepat, tepat
Gangguan ini secara signifikan lebih dan noninvasive diharapkan dapat
sering terdapat pada trauma kapitis menunjukkan kemunduran dari proses
yang berat, namun pada penderita penyakit atau gangguan tersebut.
trauma kapitis ringan sampai sedang Dalam pemeriksaan klinis perlu
juga menderita gangguan autoregulasi diperhatikan hal-hal antara lain: Cedera
pada 8 dari 31 pasien. Pada penderita daerah kepala dan leher, yaitu terjadi

79
Makmur, Siregar, Penanganan Non Bedah …

gangguan pada: Laserasi, perdarahan, Pemeriksaan radiography baik


otorre, rinorre, ekhimosis periorbital, digunakan sebagai suatu penunjang
ekhimosis retroorbital; serta Cedera rutin pada kasus trauma kapitis ringan.
daerah spinal, yaitu gangguan yang Dengan proyeksi A-P dan lateral
terjadi pada trauma kepala dan spinal diharapkan dapat memberikan
khususnya daerah servikal dapat terjadi informasi tentang lokasi dan tipe
secara bersamaan (Rowland, 2000; fraktur, dan kadang juga terlihat
Mariam, 1999). pergeseran kelenjar pineal (Mariam,
1999; Djoko, 1998). Angiography
Pemeriksaan penderita trauma
serebral merupakan prosedur invasif
kapitis dengan kesadaran yang baik
untuk memperkirakan diagnosis
mencakup pemeriksaan neurologis
perdarahan intrakranial dan
yang lengkap, sedangkan pada
penanganannya dimana belum tersedia
penderita dengan kesadaran menurun
CT scan otak. Pemeriksaan ini
pemeriksaan yang diutamakan adalah
menunjukkan adanya pergeseran
yang dapat memberikan pedoman
pembuluh darah serebral besar lokasi
dalam penanganan unit gawat darurat,
zone suatu hematom (Mariam, 1999).
yaitu:
CT scan merupakan metode
1. Tingkat kesadaran: dinilai dengan
diagnostik terpilih bagi kasus trauma
skala koma Glasgow yang
kapitis dimana selain prosedur ini
merupakan gradasi sederhana dari
invasive, juga memiliki kehandalan
aurosal dan kapasitas fungsionil
yang tinggi. Pada pemeriksaan ini dapat
korteks serebral berdasarkan respon
ditampilkan dengan jelas lokasi dan
verbal, motorik dan mata penderita.
adanya perdarahan intrakranial, edema
2. Kekuatan fungsi motoric: Masing-
serebri, kontusio jaringan otak,
masing ekstremitas dinilai gradasi
hematoma intraserebral, epidural,
kekuatannya dengan skala: normal
subdural, fraktur serta pergeseran
(5), menurun moderat (4), menurun
struktur tengkorak (Rowland, 2000;
berat (3), tidak dapat melawan
Mariam, 1999; Djoko, 1998).
gravitasi (2), sedikit bergerak (1),
dan tidak ada pergerakan (0). PENANGANAN TRAUMA KAPITIS
3. Ukuran pupil dan responnya
Management trauma kapitis akut
terhadap cahaya: merupakan
merupakan proses yang komprehensif
pemeriksaan awal yang penting
yang dimulai penanganan prehospital
dalam menangani penderita trauma
sampai ke gawat darurat yang
kapitis.
bertujuan untuk mencegah terjadi
4. Gerakan bola mata (refleks okulo
ischemia dan hypoxia akibat trauma
sefalik dan vestibuler): Merupakan
kapitis sehingga mempengaruhi
indeks penting untuk penilaian
outcome. Pada penanganan prehospital
aktivitas fungsional batang otak.
dilakukan evaluasi awal untuk:
Penderita yang sadar penuh dan
mempunyai gerakan bola mata yang 1. Mengetahui riwayat kejadian baik
baik menandakan intaknya system dari pasien dan pengamat untuk
motorik okulerdi batang otak. menentukan mekanisme trauma.

80
Makmur, Siregar, Penanganan Non Bedah …

2. Menentukan vital sign perburukan perlu pemeriksaan


3. Pemeriksaan neurologi meliputi mendalam keadaan pupil dan
derajat kesadaran menggunakan gerakan bola mata.
skala koma Glasgow dan 4. Perbaiki keseimbangan cairan,
mengidentifikasi defisit neurologi elektrolit dan kalori: dilakukan
vokal pemberian cairan isotonic seperti
4. Pengenalan hal yang berhubungan Ringer lactat pada pasien trauma
dengan trauma kapitis dan dilakukan monitoring
5. Pertimbangan akan adanya tekanan vena central untuk
penggunaan obat. memantau penanganan cairan.
Pada penderita trauma kapitis
KESIMPULAN
dibutuhkan kalori sebanyak 50% -
Penanganan di unit gawat darurat 100% lebih tinggi daripada orang
meliputi: normal.
1. Menjaga jalan nafas/ventilasi, 5. Penanganan Temperature:
oksigenasi: perlu diperhatikan Temperatur lebih dari 101 F
tentang frekuensi dan jenis mengeksaserbasi ischemia akibat
pernafasan penderita. Adanya trauma kapitis dan harus ditangani
obstruksi perlu dibebaskan dengan dengan acetaminophen atau cooling
tindakan suction, intubasi, blankets. Penelitian randomize trial
trakheostomi. Jika terjadi edema mendapatkan bahwa penanganan
serebri perlu dilakukan oksigenasi dalam 24 jam pertama dengan
yang cukup atau hyperventilasi. hypothermia, yaitu pada
2. Pemeriksaan darah dan tekanan temperatur antara 32 hingga 340
0

darah: mencakup pengukuran menggunakan vecuronium dan


tekanan darah dan pemeriksaan fentanyl mencegah menggigil yang
laboratorium darah (Hb, Leukosit). mengganggu outcome.
Peningkatan tekanan darah dan 6. Terapi Medikamentosa: Selain
menurunnya denyut nadi memperhatikan hal diatas pada
menandakan adanya suatu penderita trauma kapitis dilakukan
peninggian tekanan intrakranial, terapi medikamentosa dengan
sebaliknya tekanan darah yang memberikan obat-obat, yang lazim
menurun dan cepatnya denyut nadi diberikan adalah:
menandakan adanya syok a. Obat golongan deksamethason
hypovolemik akibat perdarahan dan yang berfungsi untuk
memerlukan tindakan transfusi. memperbaiki membrana sel
3. Pemeriksaan neurologi: langkah yang rusak dengan dosis awal
awal penilaian keadaan otak 10 mg dan dilanjutkan 4 mg
(tingkat kesadaran) ditekankan setiap 4 jam/hari.
terhadap respon mata, motorik dan b. Pengobatan dengan cairan
verbal. Perubahan respon ini hypertonis seperti manitol dan
merupakan implikasi perbaikan/ glyseron untuk mengurangi
perburukan trauma kapitis. Jika oedema. Dosis manitol 20%
pada pemantauan terjadi adalah 1-3 mg/kg BB/hari
81
Makmur, Siregar, Penanganan Non Bedah …

diberikan cepat dalam 30-60 DAFTAR PUSTAKA


menit. Sedangkan glycerol Albin, V.M. (1997). Neuroanasthesia
perinfus diberikan dosis 1 gr/Kg with Neurosurgical and
BB/hari dan dosis tidak melebihi Neuroscience Perspectives. New
5 cc /menit. York: McGraw Hill Companies, p.
c. Pemberian rutin obat anti kejang 1137 -1145
seperti golongan fenitoin, juga Djoko, L. (1998). llmu Bedah Saraf.
masih diperdebatkan. Edisi III. Jakarta: PT Gramedia
d. Barbiturat mempunyai efek Utama.
protektif otak terhadap anoksia Gilroy, J. (2000). Basic Neurologi. Third
daniskhemia. Dosis terapi Edition. New York: Mc Graw Hill
diberikan 3-5 mg/kg BB dan bisa Companies, p. 553- 561.
dinaikkan sampai 30 - 50 mg/kg Lee, S.H., Krishna, & Robert, A. (1992).
BB. Pemberian barbiturateadalah Cranial and Spinal MRI and CT.
terapi pilihan terakhirsesudah Fourth Edition. New York: McGraw
Hill, p. 428- 444.
gagal dalam penggunaan
hiperventilasi artifisiil, cairan Mariam, D.W. (1999). Traumatic Brain
hiperosmolar dan Injury. New York: Thieme.
deksametason. Ngoerah, G. (1991). Dasar-Dasar llmu
e. Pengobatan prophylaksis stress Penyakit Saraf. Surabaya:
ulcer: Pada pasien dengan Airlangga University Presss.
ventilasi mekanik atau Rowland, L.P. (2000). Merrit's
coagulopathy risiko stress ulcer Neurologi. tenth Edition.
meningkat, untuk itu diberi Philadelpia: Lipponcott William &
Wilkins. p 401 - 414.
ranitidine 50 mg/8 jam IV,
famotidine 20 mg /12 jam IV Sjahrir, H. (1994). llmu Penyakit Saraf.
atau sucrafalte 1 gram /6jam Medan: USU Press.
secara oral.

82

Anda mungkin juga menyukai