Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS II

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA LANSIA DENGAN MASALAH


JATUH

Dosen Pengampu : Ns. Abdurrahman Hamid, M.Kep, Sp. Kep. Kom

DI SUSUN OLEH :
Siti Mawaddati M : 17031001
Rika Abdila : 17031004
Mayang Laorisda : 17031008
Lusi Nopita Sari : 17031010
Yola Aprida : 17031013
Rika Amelia : 17031032
Rilanda Andrean H : 17031040

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKes HANG TUAH PEKANBARU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
“KEPERAWATAN KOMUNITAS II” ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca.Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Pekanbaru, 10 April 2020

KELOMPOK 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................!


DAFTAR ISI....................................................................................................................!!
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….4
1.2 Tujuan………………………………………………………………………………..5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Lansia............................................................................................................6
2.2 Definisi Jatuh ..............................................................................................................7
2.3 Penyebab Jatuh............................................................................................................7
2.4 Faktor Resiko Jatuh.....................................................................................................7
2.5 Komplikasi Jatuh.........................................................................................................9
2.6 Pencegahan Jatuh........................................................................................................9
2.7 Penatalaksanaan Jatuh................................................................................................9
2.8 Askep Jatuh................................................................................................................10
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Gambaran Kasus........................................................................................................14
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Kesesuaian Teori dengan Kasus................................................................................17
4.2 Kesenjangan Teori dengan Kasus..............................................................................20
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................................................22
5.2 Saran..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut Usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan
adanya beberapa perubahan dalam hidup. Proses penuan dalam perjalanan hidup manusia
merupakan suatu hal yang wajar, dan ini akan dialami oleh semua orang yang
diberikan umur panjang, hanya cepat dan lambatnya proses tersebut bergantung pada
masing-masing individu. Perkembangan manusia dimulai dari masa bayi, anak, remaja,
dewasa, tua dan akhirnya akan masuk pada fase usia lanjut dengan umur diatas 60 tahun
(Khalid, 2012)
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan bertambahnya
usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun. Jatuh dan kecelakaan pada lansia
merupakan penyebab kecacatan yang utama. Jatuh adalah kejadian secara tiba-tiba dan tidak
disengaja yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk dilantai
(Maryam, 2008).
Berdasarkan penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah
mencapai angka 11.4% atau tercatat sekitar 28.8 juta orang yang menyebabkan jumlah
penduduk lansia terbesar di dunia (BPS, 2007). Insiden jatuh di Indonesia tercatat dari 115
penghuni panti sebanyak 30 lansia atau sekitar 43.47% mengalami jatuh. Kejadian jatuh
pada lansia dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot
ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizziness, serta faktor ekstrinsik seperti
lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya
kurang terang dan lain-lain (Darmojo, 2009).  
Penatalaksanaan secara umum pada lansia dengan resiko jatuh yaitu untuk  mencegah
terjadinya jatuh berulang dan menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi
AKS terbaik, mengembalikan kepercayaan diri penderita. Oleh karena itu penting bagi kita
selaku tenaga kesehatan yaitu perawat komunitas untuk menciptakan keselamatan dan
kesehatan bagi lansia, dalam makalah ini akan dibahas tanggung jawab serta peran serta dari
perawat sesuai tugas dan kewajibannya sehingga diharapkan setelah mempelajari makalah
ini kita dapat memberikan asuhan keperawatan bagi lansia dengan resiko jatuh.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami, dan memberikan asuhan keperawatan komunitas
kepada lansia dengan masalah jatuh.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mengetahui konsep lansia
2. Agar mahasiswa mengetahui konsep jatuh pada lansia
3. Agar mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan jatuh pada lansia
4. Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan komunitas pada lansia di
panti werda X
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Defenisi Lansia


Lanjut Usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan
adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika
kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya,
tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2009).
Menurut Depkes RI 1999, pengertian lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun
keatas. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia yang
dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lebih
lanjut Maryam (2008) juga mendefinisikan lansia sebagai seseorang yang telah berusia
lanjut dan telah terjadi perubahan-perubahan dalam sistem tubuhnya. Namun berbeda
dengan definisi yang dikemukakan oleh Orimo et al. (2006), peneliti asal Jepang, yang
menjelaskan bahwa lansia merupakan orang yang berusia lebih dari 75 tahun.
Lansia adalah seseorang yang mencapai umur >60 tahun (Undang-Undang No.13,
1998, dalam Padila, 2013). Proses penuan dalam perjalanan hidup manusia merupakan
suatu hal yang wajar, dan ini akan dialami oleh semua orang yang diberikan umur
panjang, hanya cepat dan lambatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing
individu. Perkembangan manusia dimulai dari masa bayi, anak, remaja, dewasa, tua dan
akhirnya akan masuk pada fase usia lanjut dengan umur diatas 60 tahun (Khalid, 2012).

2.2 Defenisi Jatuh


Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan bertambahnya
usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun. Jatuh dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya faktor intrinsik dimana terjadinya gangguan gaya berjalan,
kelemahan otot ekstremitas bawah, langkah yang pendek-pendek, kekakuan sendi, kaki
tidak dapat menapak dengan kuat, dan kelambanan dalam bergerak, sedangkan faktor
ekstrinsik diantaranya lantai yang licin dan tidak merata, tersandung oleh benda-benda,
kursi roda yang tidak terkunci, penglihatan kurang, dan penerangan cahaya yang kurang
terang cenderung gampang terpeleset atau tersandung sehingga dapat memperbesar
risiko jatuh pada lansia (Nugroho, 2012)
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan bertambahnya
usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun. Jatuh dan kecelakaan pada lansia
merupakan penyebab kecacatan yang utama. Jatuh adalah kejadian secara tiba-tiba dan tidak
disengaja yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk dilantai
(Maryam, 2008).
Jatuh merupakan masalah keperawatan utama pada lansia, yang menyebabkan cedera,
hambatan mobilitas dan kematian (Sattin, 2004). Jatuh merupakan suatu kejadian yang
dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang
mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 2005). Berdasarkan beberapa pengertian jatuh di
atas, dapat disimpulkan bahwa jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan tidak disengaja yang
mengakibatkan seseorang terbaring atau terduduk di lantai dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka.

2.3 Penyebab Jatuh


Penyebab jatuh pada lansia adalah penyakit yang sedang diderita, seperti hipertensi,
stroke, sakit kepala/pusing, nyeri sendi, reumatik dan diabetes. Perubahan-perubahan akibat
proses penuaan seperti penurunan pendengaran, penglihatan, status mental, lambatnya
pergerakan, hidup sendiri, kelemahan otot kaki bawah, gangguan keseimbangan dan gaya
berjalan. Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, bendabenda dilantai
(tersandung karpet), tangga tanpa pagar, tempat tidur atau tempat buang air yang terlalu
rendah, lantai yang tidak rata, licin serta alat bantu jalan yang tidak tepat. Jatuh (falls)
merupakan suatu masalah yang sering terjadi pada lansia (Maryam, 2008).

2.4 Faktor Risiko


1. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk proses penuaan dan
beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit jantung, stroke dan gangguan ortopedik serta
neurologik.
Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia adalah kebutuhan eliminasi
individu. Beberapa kasus jatuh terjadi saat lnsia sedang menuju, menggunakan atau kembali
dari kamar mandi. Perubahan status mental juga berhubungan dengan peningkatan insiden
jatuh. Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah permukaan lantai yang
meninggi, ketinggian tmpat tidur baik yang rendah maupun yang tinggi dan tidak ada susut
tangan ditempat yang strategis seperti kamar mandi dan lorong.

2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya terjadi pada
minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahaw megenali lingkungan sekitar dapat
mengurangi kecelakaan. Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada lansia dan
dapat digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.obat yang memengaruhi sistem
kardiovaskular dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya jatuh, biasanya akibat
kemungkina hipotensi atau karena mengakibatkan perubahan status ,emtal. Laksatif juga
berpengaruh terhadap insida jatuh.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung menggunakan alat bantu
gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat kaki empat dan walker. Pasien yang
menggunakan alat banu lebih mungkin jatuh dibandingkan dengan pasien yang tidak
menggunakan alat bantu.Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi,
yang merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.

2.5 Komplikasi Jatuh


Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane, 2005; Van –
der – Cammen, 2000 )
1. Perlukaan ( injury )
a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan
otot, robeknya arteri / vena.
b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus, lengan bawah,
tungkai bawah, kista.
c. Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).
b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik.
3. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan pembatasan gerak.

2.6 Pencegahan Terhadap Jatuh


1. Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan, diberikan latihan
fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik, koordinasi keseimbangan serta mengatasi
faktor lingkungan. Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya
dalam melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Penilaian goyangan badan
sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh, begitu pula dengan penilaian apakah
kekuatan otot ekstremitas bawah cukup untuk berjalan tanpa bantuan, apakah lansia
menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, dan mengangkat kaki dengan benar
saat berjalan. Kesemuanya itu harus diperbaiki bila terdapat penurunan.
2. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya dengan
memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang aman (stabil, ketinggian
disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga) serta lantai yang tidak licin dan
penerangan yang cukup.
3. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru. Apabila keadaan
lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai kondisi memungkinkan dan usahakan
pelan-pelan jika akan merubah posisi (Darmojo, 2009).

2.7 Penatalaksanaan Jatuh


Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan menerapi
komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, mengembalikan kepercayaan
diri penderita.
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor risiko,
penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan
membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi,
rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan keluarga penderita.
1. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena perbedaan
factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan penyakit
akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhanma, dan langsung bisa menghilangkan
penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik,
multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan
lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk
mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian / aktifitas fisik,
penggunaan alat bantu gerak.
2. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan fungsional
terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki
nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan
sesaat sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal terapi ini diperlukan terus – menerus
sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fumgsional. Penelitian yang dilakukan
dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat terhadap pasien jatuh umur lebih dari 75 tahun,
didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan ketahanannya baru terlihat nyata setelah
menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan, semakin lama lansia melakukan latihan semakin baik
kekuatannya.
3. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan untuk
mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang mendasarinya. Penderita dimasukkan
dalam program gait training, latihan strengthening dan pemberian alat bantu jalan.
Biasanya program rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis. Program ini sangatmembantu
penderita dengan stroke, fraktur kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.
4. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit kardiovaskuler yang
mendasari, menghentikan obat – obat yang menyebabkan hipotensi postural seperti beta
bloker, diuretik, anti depresan, dll.
5. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah / tempat
kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh (Reuben,2005).
2.8 Askep Pada Lansia Dengan Resiko Jatuh
1. Pengkajian
Pengkajian klien dengan resiko injuri meliputi : pengkajian resiko (Risk assessment
tools) dan ada bahaya dilingkungan klien (home hazards appraisal) Pengkajian resiko.
a. Jatuh
Usia klien 65 tahun, Riwayat jatuh di rumah atau RS, Mengalami gangguan penglihatan
atau pendengaran, kesulitan berjalan, menggunakan alat bantu tongkat,kursi roda,dll).
Penurunan status mental, mendapatkan obat tertentu.
b. Riwayat kecelakaan
Beberapa orang memiliki kecenderungan mengalami kecelakaan berulang, oleh karena
itu riwayat sebelumnya perlu dikaji untuk memprediksi kemungkinan kecelakaan itu
terulang kembali.
c. Keracunan
Beberapa anak adan orang tua sangat beresiko tinggi terhadap keracunan. Pengkajian
meliputi seluruh aspek pengetahuan keluarga tentang resiko bahya keracunan dan upaya
pencegahannya.
d. Kebakaran
Beberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang tentang sejauh mana
klien mengantisipasi resiko terjadi kebakaran.termasuk pengetahuan klien dan keluarga
tentang upaya proteksi dari bahaya kecelakaan akibat api
e. Pengkajian budaya
Meliputi mengkaji keadaan : lantai,peralatan rumah tangga,kamar mandi,dapur,kamar
tidur,pelindung kebakaran,zat-zat berbahaya,listrik, dll apakah dalam keadaan aman
atau dapat mengakibatkan kecelakaan.
f. Keamanan (spesifik pada lansia di rumah)
Gangguan keamanan berupa jatuh di rumah pada lansia memiliki insidensi yang cukup
tinggi,banyak diantara lansia tersebut yang akhirnya cedera berat bahkan meninggal.
Bahaya yang menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk diperbaiki,
oleh karena itu diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan rumah yang
terstruktur. Contoh pengkajian checklist pencegahan jatuh pada lansia yang dikeluarkan
oleh Departemen kesehatan dan pelayanan masyarakat Amerika.

2. Diagnosa
Diagnosa umum sering muncul pada kasus keamanan fisik menurut NANDA adalah :
a. Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury). Seorang klien dikatakan
mengalami masalah keperawatan resiko tinggi terjadinya cidera bila kondisi lingkungan
dan adaptasi atau pertahanan seseorang beresiko menimbulkan cedera.
b. Resiko terjadinya keracunan : adanya resiko terjadinya akibat terpapar,atau tertelannya
obat atau zat berbahaya dalam dosis yang dapat menyebabkan keracunan.
c. Resiko tinggi terjadinya sufokasi : adanya resiko kecelakaan yang menyebabkan tidak
adekuatnya udara untuk proses bernafas.
d. Resiko terjadinya trauma : adanya resiko yang menyebabkan cedera pada jaringan
(misalnya luka, luka bakar, atau fraktur)
e. Resiko alergi lateks : respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.
f. Resiko respon alergi lateks : kondisi beresiko terhadap respon alergi terhadap produk
yang terbuat dari lateks.
g. Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan) : klien beresiko
terhadap kerusakan system tubuh akibat inaktifitas system musculoskeletal yang
direncanakan atau tidak dapat dihindari.

3. Perencanaan
Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek yaitu :
pendidikan kesehatan tentang tindakan pencegahan dan memodifikasi lingkungan agar lebih
aman.
a. Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkianan cedera
b. Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu
c. Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.

4. Intervesi
a. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien
b. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
c. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat tidur,dll)
d. Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
e. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan yang
baik,memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahaya ditempat yang
aman)
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pelaksanaan glukoma dan gangguan penglihatannya,
serta pekerja social untuk pemantauan secara berkala.

5. Implementasi
a. Meningkatkan keamanan sepanjang hayat manusia
b. Mempertahankan kondisi aman dari api dan kebakaran
c. Mencegah terjadinya jatuh pada klien
d. Melakukan tindakan pengamanan pada klien kejang
e. Memberikan pertolongan bila tejadi keracunan

6. Evaluasi
Melalui data yang dikumpulkan selama pemberian asuhan keperawatan perawat dapat
menilai apakah tujuan asuhan telah terjadi. Jika belum maka perawat perlu melakukan
eksplorasi penyebabnya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Di pantiwerda “X” yang terletak di pedesaan, jauh dari jalan raya.Terdapat lansia (usia
>60 tahun) berjumlah 50 orang yang terdiri dari 15 laki-laki dan 35 nama perempuan. Saat
dilakukan pengkajian 30 dari 50 responden atau lansia mengalami kelemahan pada
ekstremitas bawah. Keadaan lingkungan pantai tersebut memiliki penerangan ruangan yang
cukup. Lantai rumah datar, tidak licin, dan bersih. Kamar mandi rapi tidak ada pegangan
saat di kamar mandi. Banyak lansia yang mengatakan takut dan sangat berhati-hati berada di
kamar mandi. WC yang digunakan adalah wc jongkok. Para lansia hidup rukun dan
sosialisasi antar teman sangat terjalin dengan baik, tidak ada permusuhan, jika ada lansia
yang berantem langsung diselesaikan bersama. Para lansia perempuan sering membuat
kerajinan tangan untuk mengisi waktu luang. Setiap malam diadakan sholat berjamaah dan
makan malam bersama.
3.2 Pengkajian
Pengkajian pada lansia risiko jatuh menggunakan pendekatan community as partner
meliputi : data inti komunitas dan subsistem :
3.1.1 Data inti komunitas, terdiri dari :
1. demografi :
Lansia usia 60 tahun di panti werda X berjumlah 50 orang yang terdiri dari 15 laki-laki dan
35 orang perempuan
2. status perkawinan :
Tidak terkaji
3. Nilai, kepercayaan dan agama :
Seluruh lansia di pantiwerda X beragama islam

3.1.2 Data subsistem


3.1.2.1 Lingkungan fisik
Inspeksi : memiliki penerangan ruangan yang cukup, lantai rumah datar, tidak licin, bersih,
kamar mandi rapi namun tidak ada pegangan saat di kamar mandi, wc yang digunakan adalah
Wc jongkok.
Auskultasi : hasil wawancara dengan para lansia di pantiwerda X tidak ada organisasi atau
kegiatan tertentu di panti tetapi para lansia perempuan selalu membuat kerajinan tangan untuk
mengisi waktu luang dan setiap malam diadakan sholat berjamaah dan makan malam bersama.
Angket : Gangguan mobilisasi 30 orang lansia dengan riwayat jatuh 15 orang, gangguan
penglihatan 10 orang dan gangguan pendengaran 10 orang.

3.1.2.2 Pelayanan kesehatan dan pelayanan social


Pelayanan khusus di panti asuhan werda X berupa puskesmas

3.1.2.3 Ekonomi
Dari hasil wawancara di dapatkan hasil lansia perempuan di panti werda X selalu membuat
kerajinan tangan untuk mengisi waktu luang

3.1.2.4 Keamanan dan transportasi


1. Keamanan
Keamanan di pantiwerda X sangat terjaga karena selama di panti tidak ada barang lansia
yang hilang
2. Transportasi
Transportasi yang digunakan para lansia adalah transportasi umum jika ingin bepergian,
tetapi umumnya para lansia di pantiwerda X tidak pernah bepergian keluar panti.

3.1.2.5 Politik dan pemerintahan


Tidak terkaji

3.1.2.6 Komunikasi
Bentuk komunikasi para lansia di panti werda X adalah dengan menggunakan telepon yang
difasilitasi oleh panti tersebut.
3.1.2.7 Pendidikan
Tidak terkaji

3.1.2.8 Rekreasi
Tidak terkaji

3.2 Analisa data


No Data Etiologi Masalah
1. Do : - tidak ada pegangan saat di Gangguan Resiko jatuh pada
kamar mandi mobilisasi lansia
Wc yang digunakan adalah wc
jongkok
Resiko jatuh
Ds : para lansia mengatakan takut
dan sangat berhati-hati saat berada
di kamar mandi

3.2 Diagnosa keperawatan


Resiko jatuh pada lansia di panti asuhan werda X

3.3Intervensi
N INTERVENSI
O
1. CEGAT (cegah gangguan keseimbangan tubuh)
Skrining keseimbangan tubuh (CDC, 2014; 2012)
Pendidikan kesehatan tentang gangguan keseimbangan (media : video,
modul, leaflet dilakukan setiap bulan.
Latihan cegat dilakukan 2 kali seminggu. Latihan cegat latihan yang di
modifikasi dari LKS lansia dan latihan otago.
Pembentukan posbindu dengan program unggulan cegat sebagai wadah
untuk melakukan pemeriksaan, pengukuran dan pendidikan kesehatan.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kesesuaian Teori Dengan Kasus


1. Definisi Lansia
Didalam teori dijelaskan bahwa lansia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan
fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang
normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase
hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2009).
Menurut Depkes RI 1999, pengertian lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas.
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia yang
dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
Dimana didalam kasus telah disebutkan bahwa seseorang yang berusia 60 tahun keatas
telah mengalami kelemahan pada ekstremitasnya, ada 30 dari 50 lansia yang mengalami
hal tersebut. Ini disebabkan karena adanya perubahan fungsi tubuh berkurangnya fungsi-
fungsi organ, yaitu penurunan sistem neurologis, kardiovaskuler, muskulos keletal dan
sistem lainnya. Sehingga, pada lanjut usia memiliki setidaknya satu masalah kronis.
Penyakit kronis tersebut dapat mengganggu aktivitas dalam pemenuhan kebutuhan hidup
tubuh mereka sehari-hari. Dampak dari penurunan fungsi ini dapat menyebabkan efek
negative pada lanjut usia. Sebagai contoh dampak dari penurunan fungsi pada lanjut usia
yaitu terjatuh.

2. Penyebab Jatuh
Penyebab jatuh pada lansia adalah penyakit yang sedang diderita, seperti hipertensi,
stroke, sakit kepala/pusing, nyeri sendi, reumatik dan diabetes. Perubahan-perubahan
akibat proses penuaan seperti penurunan pendengaran, penglihatan, status mental,
lambatnya pergerakan, hidup sendiri, kelemahan otot kaki bawah, gangguan keseimbangan
dan gaya berjalan. Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, benda benda
dilantai (tersandung karpet), tangga tanpa pagar, tempat tidur atau tempat buang air yang
terlalu rendah, lantai yang tidak rata, licin serta alat bantu jalan yang tidak tepat.
Jatuh (falls) merupakan suatu masalah yang sering terjadi pada lansia (Maryam, 2008).
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan bertambahnya
usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun.
Jatuh dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor intrinsic dimana terjadinya gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas
bawah, langkah yang pendek-pendek, kekakuan sendi, kaki tidak dapat menapak dengan
kuat, dan kelambanan dalam bergerak, sedangkan faktor ekstrinsik diantaranya lantai yang
licin dan tidak merata, tersandung oleh benda-benda, kursi roda yang tidak terkunci,
penglihatan kurang, dan penerangan cahaya yang kurang terang cenderung gampang
terpeleset atau tersandung sehingga dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia (Nugroho,
2012). Sedangkan faktor ekstrinsik Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik
cenderung menggunakan alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat kaki
empat dan walker. Pasien yang menggunakan alat bantu lebih mungkin jatuh dibandingkan
dengan pasien yang tidak menggunakan alat bantu. Penggunaan restrain mengakibatkan
kelemahan otot dan konfusi, yang merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.
Sesuai dengan kasus yang di dapatkan kelompok dipanti asuhan Werda “X” yang
terdapat 50 orang lansia yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 35 orang perempuan. Ada
30 orang lansia yang mengalami kelemahan ekstremitas bawah, keadaan lingkungan
dipanti tidak terdapat pegangan dikamar mandi dan wc yang digunakan adalah wc jongkok
yang dapat memicu terjadinya resiko jatuh pada lansia. Karena dalam teori tadi
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan lansia jatuh adalah
berkurangnya pendengaran, penglihatan, status mental, lambatnya pergerakan, hidup
sendiri, kelemahan otot kaki bawah, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan. Faktor
lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, benda benda dilantai (tersandung karpet),
tangga tanpa pagar, tempat tidur atau tempat buang air yang terlalu rendah, lantai yang
tidak rata, licin serta alat bantu jalan yang tidak tepat.

3. Pencegahan Jatuh
Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan, diberikan
latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik, koordinasi keseimbangan serta
mengatasi faktor lingkungan. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman,
misalnya dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang aman
(stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga) serta lantai yang
tidak licin dan penerangan yang cukup. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau
penyakit yang baru. Apabila keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai
kondisi memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi (Darmojo,
2009).
Didalam kasus juga disebutkan pencegahan resiko jatuh bisa dilakukan dengan
Skrining keseimbangan tubuh untuk mendeteksi dini adanya resiko jatuh pada lansia yang
nantinya jika terjadi jatuh pada lansia akan menyebabkan komplikasi seperti perlukaan,
perawatan dirumah sakit, dan disabilitas. Kejadian seperti inilah yang dihindari untuk para
lansia maka dilakukanlah skrining keseimbangan tubuh untuk mengurangi resiko jatuh.

4. Pengkajian keperawatan
Didalam teori pengkajian yang dilakukan mengetahui Usia klien, Riwayat jatuh di
rumah atau RS, Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran, kesulitan berjalan,
menggunakan alat bantu tongkat,kursi roda,dll). Penurunan status mental, mendapatkan
obat tertentu. Pengkajian budaya dengan mengkaji keadaan lantai, peralatan rumah tangga,
kamar mandi, dapur, kamar tidur, pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik, dll
apakah dalam keadaan aman atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Dan pengkajian
keamanan (spesifik pada lansia di rumah) Gangguan keamanan berupa jatuh di rumah pada
lansia memiliki insidensi yang cukup tinggi,banyak diantara lansia tersebut yang akhirnya
cedera berat bahkan meninggal. Bahaya yang menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat
tetapi sulit untuk diperbaiki, oleh karena itu diperlukan pengkajian yang spesifik tentang
keadaan rumah yang terstruktur.
Didalam kasus saat perawat melakukan pengkajian ke panti asuhan werda perawat
juga mengkaji usia klien, mengkaji kelemahan yang dirasakan klien, dan mengkaji keadaan
lingkungan tempat tinggal klien sehingga di dapatkan Keadaan lingkungan pantai tersebut
memiliki penerangan ruangan yang cukup. Lantai rumah datar, tidak licin, dan bersih.
Kamar mandi rapi tidak ada pegangan saat di kamar mandi. Banyak lansia yang
mengatakan takut dan sangat berhati-hati berada di kamar mandi. WC yang digunakan
adalah wc jongkok.
Data-data tersebut dapat digunakan perawat komunitas untuk membuat diagnosa
keperawatan serta membuat intervensi sesuai dengan diagnosa yang di dapatkan.

4.2 Kesenjangan Teori dan Kasus


1. Didalam teori pengkajian keperawatan ada pengkajian jatuh, riwayat kecelakaan, riwayat
keracunan, kebakaran, pengkajian budaya, dan keamanan. Sedangkan di kasus
pengkajian keperawatan yang dikaji meliputi demografi, status perkawinan, nilai,
kepercayaan, dan agama, lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan lingkungan sosial,
ekonomi , keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan
dan rekreasi. Pengkajian riwayat keracunan dan kebakaran tidak dilakukan pada kasus.
2. Didalam teori diagnosa keperawatan yang muncul
a. Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury).
b. Resiko terjadinya keracunan
c. Resiko tinggi terjadinya sufokasi
d. Resiko terjadinya trauma
e. Resiko alergi lateks
f. Resiko respon alergi lateks
g. Resiko terjadinya sindrom disuse
Sedangkan di kasus kami hanya mendapatkan 1 diagnosa keperawatan yaitu
a. Resiko jatuh pada lansia di panti asuhan werda X
3. Di dalam teori intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
a. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien
b. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
c. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat
tidur,dll)
d. Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
e. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan yang
baik,memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahaya ditempat
yang aman)
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pelaksanaan glukoma dan gangguan penglihatannya,
serta pekerja social untuk pemantauan secara berkala.
Sedangkan di kasus intervensi yang diberikan pada pasien resiko jatuh
a. CEGAT (cegah gangguan keseimbangan tubuh)
(1)Skrining keseimbangan tubuh (CDC, 2014; 2012)
(2)Pendidikan kesehatan tentang gangguan keseimbangan (media : video, modul,
leaflet dilakukan setiap bulan.
(3)Latihan cegat dilakukan 2 kali seminggu. Latihan cegat latihan yang di modifikasi
dari LKS lansia dan latihan otago.
Pembentukan posbindu dengan program unggulan cegat sebagai wadah untuk
melakukan pemeriksaan, pengukuran dan pendidikan kesehatan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Lansia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan
adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika
kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Pada fase inilah dapat terjadi berbagai masalah
kesehatan salah satunya jatuh dan resiko jatuh. Peran perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada lansia dengan resiko jatuh bisa dilakukan intervensi CEGAT (cegah
gangguan keseimbangan tubuh).

5.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah jauh dari kata sempurna, maka dari itu bagi
pembaca yang mempunyai kritik dan saran yang bersifat membangun kesempurnaan
makalah ini sangat penulis harapkan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, Boedhi. 2009. Buku Aajr Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Mujahidullah Khalid. 2012. Keperwatan Gerontik. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Maryam, R. S. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho. 2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3. Jakarta: EGC

Orimo, H. et al. 2006. Reviewing the Definition of Elderly. Geriatric Gerontol Int, Volume 6, pp.
149-158

Anda mungkin juga menyukai