DI SUSUN OLEH :
Siti Mawaddati M : 17031001
Rika Abdila : 17031004
Mayang Laorisda : 17031008
Lusi Nopita Sari : 17031010
Yola Aprida : 17031013
Rika Amelia : 17031032
Rilanda Andrean H : 17031040
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
“KEPERAWATAN KOMUNITAS II” ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca.Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
KELOMPOK 4
DAFTAR ISI
2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya terjadi pada
minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahaw megenali lingkungan sekitar dapat
mengurangi kecelakaan. Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada lansia dan
dapat digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.obat yang memengaruhi sistem
kardiovaskular dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya jatuh, biasanya akibat
kemungkina hipotensi atau karena mengakibatkan perubahan status ,emtal. Laksatif juga
berpengaruh terhadap insida jatuh.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung menggunakan alat bantu
gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat kaki empat dan walker. Pasien yang
menggunakan alat banu lebih mungkin jatuh dibandingkan dengan pasien yang tidak
menggunakan alat bantu.Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi,
yang merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.
2. Diagnosa
Diagnosa umum sering muncul pada kasus keamanan fisik menurut NANDA adalah :
a. Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury). Seorang klien dikatakan
mengalami masalah keperawatan resiko tinggi terjadinya cidera bila kondisi lingkungan
dan adaptasi atau pertahanan seseorang beresiko menimbulkan cedera.
b. Resiko terjadinya keracunan : adanya resiko terjadinya akibat terpapar,atau tertelannya
obat atau zat berbahaya dalam dosis yang dapat menyebabkan keracunan.
c. Resiko tinggi terjadinya sufokasi : adanya resiko kecelakaan yang menyebabkan tidak
adekuatnya udara untuk proses bernafas.
d. Resiko terjadinya trauma : adanya resiko yang menyebabkan cedera pada jaringan
(misalnya luka, luka bakar, atau fraktur)
e. Resiko alergi lateks : respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.
f. Resiko respon alergi lateks : kondisi beresiko terhadap respon alergi terhadap produk
yang terbuat dari lateks.
g. Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan) : klien beresiko
terhadap kerusakan system tubuh akibat inaktifitas system musculoskeletal yang
direncanakan atau tidak dapat dihindari.
3. Perencanaan
Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek yaitu :
pendidikan kesehatan tentang tindakan pencegahan dan memodifikasi lingkungan agar lebih
aman.
a. Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkianan cedera
b. Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu
c. Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
4. Intervesi
a. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien
b. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
c. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat tidur,dll)
d. Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
e. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan yang
baik,memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahaya ditempat yang
aman)
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pelaksanaan glukoma dan gangguan penglihatannya,
serta pekerja social untuk pemantauan secara berkala.
5. Implementasi
a. Meningkatkan keamanan sepanjang hayat manusia
b. Mempertahankan kondisi aman dari api dan kebakaran
c. Mencegah terjadinya jatuh pada klien
d. Melakukan tindakan pengamanan pada klien kejang
e. Memberikan pertolongan bila tejadi keracunan
6. Evaluasi
Melalui data yang dikumpulkan selama pemberian asuhan keperawatan perawat dapat
menilai apakah tujuan asuhan telah terjadi. Jika belum maka perawat perlu melakukan
eksplorasi penyebabnya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Di pantiwerda “X” yang terletak di pedesaan, jauh dari jalan raya.Terdapat lansia (usia
>60 tahun) berjumlah 50 orang yang terdiri dari 15 laki-laki dan 35 nama perempuan. Saat
dilakukan pengkajian 30 dari 50 responden atau lansia mengalami kelemahan pada
ekstremitas bawah. Keadaan lingkungan pantai tersebut memiliki penerangan ruangan yang
cukup. Lantai rumah datar, tidak licin, dan bersih. Kamar mandi rapi tidak ada pegangan
saat di kamar mandi. Banyak lansia yang mengatakan takut dan sangat berhati-hati berada di
kamar mandi. WC yang digunakan adalah wc jongkok. Para lansia hidup rukun dan
sosialisasi antar teman sangat terjalin dengan baik, tidak ada permusuhan, jika ada lansia
yang berantem langsung diselesaikan bersama. Para lansia perempuan sering membuat
kerajinan tangan untuk mengisi waktu luang. Setiap malam diadakan sholat berjamaah dan
makan malam bersama.
3.2 Pengkajian
Pengkajian pada lansia risiko jatuh menggunakan pendekatan community as partner
meliputi : data inti komunitas dan subsistem :
3.1.1 Data inti komunitas, terdiri dari :
1. demografi :
Lansia usia 60 tahun di panti werda X berjumlah 50 orang yang terdiri dari 15 laki-laki dan
35 orang perempuan
2. status perkawinan :
Tidak terkaji
3. Nilai, kepercayaan dan agama :
Seluruh lansia di pantiwerda X beragama islam
3.1.2.3 Ekonomi
Dari hasil wawancara di dapatkan hasil lansia perempuan di panti werda X selalu membuat
kerajinan tangan untuk mengisi waktu luang
3.1.2.6 Komunikasi
Bentuk komunikasi para lansia di panti werda X adalah dengan menggunakan telepon yang
difasilitasi oleh panti tersebut.
3.1.2.7 Pendidikan
Tidak terkaji
3.1.2.8 Rekreasi
Tidak terkaji
3.3Intervensi
N INTERVENSI
O
1. CEGAT (cegah gangguan keseimbangan tubuh)
Skrining keseimbangan tubuh (CDC, 2014; 2012)
Pendidikan kesehatan tentang gangguan keseimbangan (media : video,
modul, leaflet dilakukan setiap bulan.
Latihan cegat dilakukan 2 kali seminggu. Latihan cegat latihan yang di
modifikasi dari LKS lansia dan latihan otago.
Pembentukan posbindu dengan program unggulan cegat sebagai wadah
untuk melakukan pemeriksaan, pengukuran dan pendidikan kesehatan.
BAB IV
PEMBAHASAN
2. Penyebab Jatuh
Penyebab jatuh pada lansia adalah penyakit yang sedang diderita, seperti hipertensi,
stroke, sakit kepala/pusing, nyeri sendi, reumatik dan diabetes. Perubahan-perubahan
akibat proses penuaan seperti penurunan pendengaran, penglihatan, status mental,
lambatnya pergerakan, hidup sendiri, kelemahan otot kaki bawah, gangguan keseimbangan
dan gaya berjalan. Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, benda benda
dilantai (tersandung karpet), tangga tanpa pagar, tempat tidur atau tempat buang air yang
terlalu rendah, lantai yang tidak rata, licin serta alat bantu jalan yang tidak tepat.
Jatuh (falls) merupakan suatu masalah yang sering terjadi pada lansia (Maryam, 2008).
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan bertambahnya
usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun.
Jatuh dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor intrinsic dimana terjadinya gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas
bawah, langkah yang pendek-pendek, kekakuan sendi, kaki tidak dapat menapak dengan
kuat, dan kelambanan dalam bergerak, sedangkan faktor ekstrinsik diantaranya lantai yang
licin dan tidak merata, tersandung oleh benda-benda, kursi roda yang tidak terkunci,
penglihatan kurang, dan penerangan cahaya yang kurang terang cenderung gampang
terpeleset atau tersandung sehingga dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia (Nugroho,
2012). Sedangkan faktor ekstrinsik Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik
cenderung menggunakan alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat kaki
empat dan walker. Pasien yang menggunakan alat bantu lebih mungkin jatuh dibandingkan
dengan pasien yang tidak menggunakan alat bantu. Penggunaan restrain mengakibatkan
kelemahan otot dan konfusi, yang merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.
Sesuai dengan kasus yang di dapatkan kelompok dipanti asuhan Werda “X” yang
terdapat 50 orang lansia yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 35 orang perempuan. Ada
30 orang lansia yang mengalami kelemahan ekstremitas bawah, keadaan lingkungan
dipanti tidak terdapat pegangan dikamar mandi dan wc yang digunakan adalah wc jongkok
yang dapat memicu terjadinya resiko jatuh pada lansia. Karena dalam teori tadi
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan lansia jatuh adalah
berkurangnya pendengaran, penglihatan, status mental, lambatnya pergerakan, hidup
sendiri, kelemahan otot kaki bawah, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan. Faktor
lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, benda benda dilantai (tersandung karpet),
tangga tanpa pagar, tempat tidur atau tempat buang air yang terlalu rendah, lantai yang
tidak rata, licin serta alat bantu jalan yang tidak tepat.
3. Pencegahan Jatuh
Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan, diberikan
latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik, koordinasi keseimbangan serta
mengatasi faktor lingkungan. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman,
misalnya dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang aman
(stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga) serta lantai yang
tidak licin dan penerangan yang cukup. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau
penyakit yang baru. Apabila keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai
kondisi memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi (Darmojo,
2009).
Didalam kasus juga disebutkan pencegahan resiko jatuh bisa dilakukan dengan
Skrining keseimbangan tubuh untuk mendeteksi dini adanya resiko jatuh pada lansia yang
nantinya jika terjadi jatuh pada lansia akan menyebabkan komplikasi seperti perlukaan,
perawatan dirumah sakit, dan disabilitas. Kejadian seperti inilah yang dihindari untuk para
lansia maka dilakukanlah skrining keseimbangan tubuh untuk mengurangi resiko jatuh.
4. Pengkajian keperawatan
Didalam teori pengkajian yang dilakukan mengetahui Usia klien, Riwayat jatuh di
rumah atau RS, Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran, kesulitan berjalan,
menggunakan alat bantu tongkat,kursi roda,dll). Penurunan status mental, mendapatkan
obat tertentu. Pengkajian budaya dengan mengkaji keadaan lantai, peralatan rumah tangga,
kamar mandi, dapur, kamar tidur, pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik, dll
apakah dalam keadaan aman atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Dan pengkajian
keamanan (spesifik pada lansia di rumah) Gangguan keamanan berupa jatuh di rumah pada
lansia memiliki insidensi yang cukup tinggi,banyak diantara lansia tersebut yang akhirnya
cedera berat bahkan meninggal. Bahaya yang menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat
tetapi sulit untuk diperbaiki, oleh karena itu diperlukan pengkajian yang spesifik tentang
keadaan rumah yang terstruktur.
Didalam kasus saat perawat melakukan pengkajian ke panti asuhan werda perawat
juga mengkaji usia klien, mengkaji kelemahan yang dirasakan klien, dan mengkaji keadaan
lingkungan tempat tinggal klien sehingga di dapatkan Keadaan lingkungan pantai tersebut
memiliki penerangan ruangan yang cukup. Lantai rumah datar, tidak licin, dan bersih.
Kamar mandi rapi tidak ada pegangan saat di kamar mandi. Banyak lansia yang
mengatakan takut dan sangat berhati-hati berada di kamar mandi. WC yang digunakan
adalah wc jongkok.
Data-data tersebut dapat digunakan perawat komunitas untuk membuat diagnosa
keperawatan serta membuat intervensi sesuai dengan diagnosa yang di dapatkan.
5.1 Kesimpulan
Lansia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan
adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika
kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Pada fase inilah dapat terjadi berbagai masalah
kesehatan salah satunya jatuh dan resiko jatuh. Peran perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada lansia dengan resiko jatuh bisa dilakukan intervensi CEGAT (cegah
gangguan keseimbangan tubuh).
5.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah jauh dari kata sempurna, maka dari itu bagi
pembaca yang mempunyai kritik dan saran yang bersifat membangun kesempurnaan
makalah ini sangat penulis harapkan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Maryam, R. S. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Orimo, H. et al. 2006. Reviewing the Definition of Elderly. Geriatric Gerontol Int, Volume 6, pp.
149-158