Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “PROGRAM PMTCT
PADA IBU POSITIF HIV”. Shalawat berserta salamtak lupa kita ucapkan untuk Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan
seperti yang kita rasakan saat sekarang ini.
Dalam penyusunannya, penyusun memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena
itu penyusun mengucapkan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak
lainnya yang bekerja sama menyelesaikan menyelesaikan makalah ini dari sanalah semua
kesuksesan ini berawal.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi dari makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi.

Pekanbaru, 10 Mei 2019

Siti Mawaddati Mazirah

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................1

DAFTAR ISI..................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................................................3

1.2 Tujuan Penulisan...................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi PMTCT...................................................................................................................4

2.2 Tujuan PMTCT.....................................................................................................................4

2.3 Pencegahan PMTCT.............................................................................................................4

2.4 Sasaran PMTCT..................................................................................................................10

2.5 Bentuk Intervensi PMTCT..................................................................................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu modul transmisi penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah dari
ibu positif HIV kepada anak, baik selama kehamilan, persalinan, maupun selama menyusui.
Berdasarkan laporan perkembangan HIV-AIDS di Indonesia, Triwulan III Tahun 2014, jumlah
kasus AIDS tertinggi adalah pada ibu rumah tangga yaitu sebesar 6.539 kasus, dan lebih dari
90% kasus anak HIV, mendapatkan infeksi dengan cara penularan dari ibu ke anak (mother-to-
child transmission/MTCT).
Untuk itu diperlukan suatu upaya pencegahan penularan HIV dan AIDS pada ibu dan
anak, yang disebutpula dengan PPIA atau PMTCT. Upaya mencegah penularan HIV dari ibu
kebayi yang dikandungnya atau dikenal dengan PMTCT (prevention of mother to child
transmission) merupakan strategi yang efektif dan mencakup spektum yang luas, tidak hanya
kepada ibu rumah tangga, namun juga kepada perempuan pekerja seks, perempuan narkoba
suntik, buruh migran dan lain sebagainya dengan memperhatikan HAM dan layanan yang
sensitive gender. Program PMTCT dimulai dari pencegahan penularan HIV/AIDS untuk
kelompok usia produktif tinggi hingga pemberian dukungan psikologis serta social pada ibu dan
bayi engidap HIV/AIDS. Program pencegahan penularan HIV dari ibu kebayi mempunyai 2
tujuan, yaitu untuk mencegah penularan HIV dari ibu kebayi, karena 90% penularan infeksi HIV
pada bayi disebabkan dari ibu dan hanya sekitar 10% yang terjadi karena proses tranfusi, dan
mengurangi dampak epidemik HIV terhadap ibu dan bayi. Dampak akhir dari epidemic HIV
berupa berkurangnya kemampuan produksi serta peningkatan beban biaya hidup yang harus
ditanggung karena morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (modul pelatihan PMTCT, 2008)
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui konsep dan program PMTCT pada ibu positif HIV
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian dari PMTCT
b. Agar mahasiswa mengetahui Tujuan dari PMTCT
c. Agar mahasiswa mengetahui Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi PMTCT
PMTCT (prevention of mother to child transmission) merupakan bagian dari
upaya pengendalian HIV/AIDS dan infeksi menular seksual (IMS) serta program kesehatan
ibu dan anak (KIA). Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu keanak dilaksanakan melalui
kegiatan komprehensif yang meliputi 4 pilar (prong) yaitu pencegahan penularan HIV pada
usia reproduksi (15-45) tahun, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada
perempuan HIV positif, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil kebayi yang
dikandungnya, serta dukungan psikologis, social, dan perawatan kesehatan selanjutnya
kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya.

2.2 Tujuan PMTCT


a) Mencegah penularan HIV dari ibu keanak dan menurunnya jumlah kasus baru HIV pada
anak serendah mungkin
b) Mengurangi dampak epidemic HIV terhadap ibu dan anak dan menurunnya angka
kematian ibu dan anak serendah mungkin
c) Meningkatnya kualitas hidup ibu hamil dan anak dengan HIV

2.3 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak

Kegiatan pencegahan dan penanganan HIV secara komprehensif dan berkesinambungan


dalam empat komponen (prong) sebagai berikut.

a. Prong 1: pencegahan penularan HIV pada remaja usia reproduksi.


b. Prong 2: pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif.
c. Prong 3: pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV positif kepada janin /
bayi yang dikandungnya.
d. Prong 4: Dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif
beserta anak dan keluarganya.
A. Prong 1 (Pencegahan Penularan HIV pada Remaja Usia Produksi)

4
Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada
anak adalah dengan mencegah penularan HIV pada remaja/perempuan usia reproduksi
15-49 tahun (pencegahan primer). Pencegahan primer ini mempunyai tujuan yaitu baik
sebelum terjadinya perilaku hubungan seksual beresiko atau bila terjadi prilaku seksual
beresiko maka penularan masih bisa dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil agar
tidak tertular oleh pasangan nya yang terinfeksi HIV.
Untuk menghindari perilaku seksual beresiko upaya pencegahan penularan HIV
menggunakan strategi “ABCD”
A. (Abstinence) : absen seks/ tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah
B. (Be Faithful) : bersikap saling setia kepada satu pasangan seks
C. (Condom) : cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan
kondom
D. (Drug no) : dilarang menggunakan narkoba

Kegiatan pada pencegahan primer adalah:

1. Menyebarluaskan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS dan


kesehatan produksi baik individu maupun kelompok
2. Mobilisasi masyarakat : petugas kesehatan memberi informasi kepada masyarakat
serta akses layanan kesehatan, menjelaskan cara pengurangan resiko penularan HIV
dan IMS melibatkan semua pihak dalam masyarakat.
3. Layanan tes HIV : layanan ini diintegrasi dengan pelayanan KIA secara komprehensif
dan berkesinambungan meliputi:
a. Semua ibu hamil ditawarkan konseling dan tes HIV
b. Semua ibu hamil mendapat informasi tentang HIV/AIDS secara komprehensif
c. Pelaksanaan konseling dan tes sesuai standar yang ada
d. Tes HIV ditawarkan juga bagi pasangannya
e. Konseling paska-tes bagi perempuan atau ibu yang HIV negative berfokus pada
informasi dan bimbingan agar HIV tetap negative selama hamil, menyusui dan
seterusnya
f. Harus ada petugas yang mampu memberikan konseling dan tes
g. Konseling berpasangan

5
h. Prinsip counsellling, confidentiality, informed consent (3c)
i. Tes HIV terintegrasi dengan IMS, kesehatan reproduksi, pemberian gizi,
tambahan dan KB
4. Dukungan untuk perempuan HIV negative
a. Ibu hamil yang hasil tesnya negative perlu didukung agar statusnya tetap negative
b. Anjurkan agar pasangannya juga dilakukan tes HIV
c. Pelayanan KIA yang bersahabat untuk pria
d. Memberikan konseling berpasangan
e. Dialog terbuka tentang perilaku seksual yang aman dan dampak HIV pada ibu
hamil
f. Informasi pasangan tentang pentingnya kondom dalam pencegahan penularan
HIV

B. Prong 2 (Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada Ibu HIV Positif)
Perempuan dengan HIV berpotensi menularkan virus kepada bayi yang
dikandungnya jika hamil.Karena itu, ODHA perempuan disarankan untuk mendapatkan
akses layanan yang menyediakan informasi dan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif
untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Konseling yang berkualitas,
penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta penggunaan kondom secara
konsisten akan membantu perempuan dengan HIV agar melakukan hubungan seksual
yang aman, serta menghindari terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan.
1. Penggunaan kondom konsisten pada pasangan dengan ibu HIV positif
Perempuan dengan HIV yang tidak ingin hamil dapat menggunakan kontrasepsi
yang sesuai dengan kondisinya dan disertai penggunaan kondom untuk mencegah
penularan HIV dan IMS.
Perempuan dengan HIVyang memutuskan untuk tidak mempunyai anak lagi
disarankan untuk menggunakan kontrasepsi mantap dan tetap menggunakan kondom.
2. Perencanaan kehamilan
Beberapa kegiatan untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu
dengan HIV antara lain:
a) Mengadakan KIE tentang HIV/AIDS dan perilaku seks aman

6
b) Menjalankan konseling dan tes HIV untuk pasangan’
c) Melakukan upaya pencegahan dan pengobatan IMS
d) Melakukan promosi penggunaan kondom
e) Memberikan konseling pada perempuan dengan HIV untuk ikut KB dengan
menggunakan metode kontrasepsi dan cara yng tepat
f) Memberikan konseling dan memfasilitasi perempuan dengan HIV yang ingin
direncanakan

Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.

1. Meningkatkan akses ODHA ke layanan KB yang menyediakan informasi dan


sarana pelayanan kontrasepsi yang aman dan efektif.
2. Memberikan konseling dan pelayanan KB berkualitas tentang perencanaan
kehamilan dan pemilihan metode kontrasepsi yang sesuai, kehidupan seksual
yang aman dan penanganan efek samping KB.
3. Menyediakan alat dan obat kontrasepsi yang sesuai untuk perempuan dengan
HIV.
4. Memberikan dukungan psikologis, sosial, medis dan keperawatan.

C. Prong 3 (pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV positif kebayi yang
dikandungnya)
Kegiatan prong 3 mempunyai tujuan untuk mengidentifikasi perempuan yang
terinfeksi HIV, mengurangi resiko penularan HIV dari ibu keanak dalam periode
kehamilan, persalinan dan paska persalinan. Pelayanan komprehensif kesehatan ibu dan
anak meliputi layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV, diagnosis HIV,
pemberian terapi antiretroviral, persalinan yang aman, tatalaksana pemberian makanan
bagi bayi dan anak, menunda dan mengatur kehamilan, pemberian profilaksis ARV
dankotrimoksazol pada anak, pemberian diagnostic HIV pada anak.
Pada ibu hamil dengan HIV yang tidak mendapatkan upaya pencegahan penularan
kepada janin atau bayinya, maka risiko penularan berkisar antara 20-50%. Bila dilakukan
upaya pencegahan, maka risiko penularan dapat diturunkan menjadi kurang dari 2%.
Dengan pengobatan ARV yang teratur dan perawatan yang baik, ibu hamil dengan HIV

7
dapat melahirkan anak yang terbebas dari HIV melalui persalinan pervaginam dan
menyusui bayinya.
Pencegahan penularan HIV ibu hamil yang terinfeksi HIV ke janin/bayi yang
dikandungnya mencakup langkah-langkah sebagai berikut.
1. Layanan antenatal terpadu termasuk tes HIV dan sifilis.
2. Menegakkan diagnosis HIV dan/atau sifilis.
3. Pemberian terapi antiretroviral (untuk HIV) dan Benzatin Penisilin (untuk sifilis)
bagi ibu.
4. Konseling persalianan dan KB pasca persalianan.
5. Konseling menyusui dan pemberian makanan bagi bayi dan anak, serta KB.
6. Konseling pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak.
7. Persalinan yang aman dan pelayanan KB pasca persalinan.
8. Pemberian profilaksis ARV pada bayi.
9. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan keperawatan bagi ibu selama hamil,
bersalin dan bayinya.

Semua kegiatan di atas akan efektif jika dijalankan secara berkesinambungan.


Kombinasi kegiatan tersebut merupakan strategi yang paling efektif untuk
mengidentifikasi perempuan yang terinfeksi HIV serta mengurangi risiko penularan
dari ibu ke anak pada masa kehamilan, persalinan dan pasca kelahiran.

D. Prong 4 (Dukungan Psikologis, Sosial, dan Perawatan Kepada Ibu yang Terinfeksi
HIV dan Bayi serta Keluarganya.
Upaya pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu keanak tidak berhenti setelah
ibu melahirkan. Ibu akan hidup dengan HIV ditubuhnya. Ia membutuhkan dukungan
psikologis, sosial dan perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan
menghadapi masalah stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Faktor
kerahasiaan status HIV ibu sangat penting dijaga. Dukungan juga harus diberikan kepada
anak dan keluarganya. Beberapa hal yang mungkin dibutuhkan oleh ibu dengan HIV
antara lain pengobatan ARV jangka panjang dan pengobatan gejala penyakitnya,
pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4 dan viral

8
load), konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan, informasi dan
edukasi pemberian makanan bayi, pencegahan dan pengobatan IO untuk diri sendiri dan
bayinya, penyuluhan kepada anggota kelurga tentang cara penularan HIV/AIDS dan
pencegahannya, layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat, kunjungan ke home
visit, dukungan teman-taman sesame HIV, terlebih sesame ibu dengan HIV, adanya
pendamping saat sedang dirawat, dukungan dari pasangan, peningkatan ekonomi
keluarga, serta perawatan dan pendidikan bagi anak.

1. Dukungan Psikososial

Pemberian dukungan psikologis dan sosial kepada ibu dengan HIV dan
keluarganya cukup penting, mengingat ibu dengan HIV maupun ODHA lainnya
menghadapi masalah psikososial, seperti stigma dan diskriminasi, depresi, pengucilan
dari lingkungan sosial dan keluarga, masalah dalam pekerjaan, ekonomi dan pengasuhan
anak. Dukungan psikososial dapat diberikan oleh pasangan dan keluarga, kelompok
dukungan sebaya, kader kesehatan, tokoh agama dan masyarakat, tenaga kesehatan dan
Pemerintah.
Bentuk dukungan psikososial dapat berupa empat macam, yaitu:
a) Dukungan emosional, berupa empati dan kasih sayang;
b) Dukungan penghargaan, berupa sikap dan dukungan positif;
c) Dukungan instrumental, berupa dukungan untuk ekonomi keluarga;
d) Dukungan informasi, berupa semua informasi terkait HIV-AIDS dan seluruh
layanan pendukung, termasuk informasi tentang kontak petugas
kesehatan/LSM/kelompok dukungan sebaya.

2. Dukungan Medis dan Perawatan

Tujuan dari dukungan ini untuk menjaga ibu dan bayi tetap sehat dengan
peningkatkan pola hidup sehat, kepatuhan pengobatan, pencegahan infeksi oportunistik
dan pengamatan status kesehatan.
Dukungan bagi ibu meliputi:
a) pemeriksaan dan pemantauan kondisi kesehatan;
b) pengobatan dan pemantauan terapi ARV;

9
c) pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik;
d) konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan;
e) konseling dan dukungan asupan gizi;
f) layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat;
g) kunjungan rumah.

Dukungan bagi bayi/anak meliputi:


a) Pemberian kotrimoksazol profilaksis;
b) Pemberian ARV pada bayi dengan HIV;
c) Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi/anak;
d) Pemeliharaan kesehatan dan pemantauan tumbuh kembang anak;
e) Pemberian imunisasi.

Penyuluhan yang diberikan kepada anggota keluarga meliputi:


a) Cara penularan HIV dan pencegahannya;
b) Penggerakan dukungan masyarakat bagi keluarga.

2.4 Sasaran Program PMTCT


sasaran program PMTCT, antara lain:
a) Peningkatan Kemampuan Manajemen Pengelola Program PMTCT
b) Peningkatan akses informasi mengenai PMTCT
c) Peningkatan akses intervensi PMTCT pada ibu hamil, bersalin dan nifas
d) Peningkatan akses pelayanan Dukungan Perawatan dan Pengobatan ( Care, Su
pport dan Treatment ) bagi ibu dan bayi
2.5 Bentuk-Bentuk Intervensi PMTCT
Intervensi untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dengan intervensi yang
baik maka risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 25 ± 45% bisa ditekan menjadi
kurang dari 2%. Menurut estimasi Depkes, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif
yang melahirkan di Indonesia. Berarti, jika tidak ada intervensi diperkirakan akan lahir
sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif setiap tahunnya di Indonesia.
Intervensi tersebut meliputi 4 konsep dasar:

10
A. Mengurangi Jumlah Ibu Hamil Dengan Hiv Positif
Secara bermakna penularan infeksi virus ke neonatus dan bayi terjadi trans
plasenta dan Intra partum. Terdapat perbedaan variasi risiko penularan dari ibu ke bayi
selama Kehamilan dan Laktasi, tergantung sifat infeksi terhadap ibu : Infeksi primer
( HSV/ Herpes Simpleks Virus, HIV1), Infeksi Sekunder/ Reaktivasi (HSV, CMV/ Cyto
Megalo Virus), atau Infeksi Kronis (Hepatitis B, HIV1, HTLV-I).
Mengingat adanya kemungkinan transmisi vertikal dan adanya kerentanan tubuh
selama proses kehamilan, maka pada dasarnya perempuan dengan HIV positif tidak
dianjurkan untuk hamil. Dengan alasan hak asasi manusia, perempuan Odha dapat
memberikan keputusan untuk hamil setelah melalui proses konseling, pengobatan dan
pemantauan. Pertimbangan untuk mengijinkan Odha hamil antara lain: apabila daya tahan
tubuh cukup baik (CD4 di atas 500), kadar virus ( viral load ) minimal/ tidak terdeteksi
(kurang dari 1.000 kopi/ml), dan menggunakan ARV secara teratur.

B. Menurunkan Viral Load/ Kadar Virus Serendah-Rendahnya


Obat antiretroviral (ARV) yang ada sampai saat ini baru berfungsi untuk
menghambat multiplikasi virus, belum menghilangkan secara total keberadaan virus
dalam tubuh Odha. Walaupun demikian, ARV merupakan pilihan utama dalam upaya
pengendalian penyakit guna menurunkan kadar virus.

C. Meminimalkan Paparan Janin Dan Bayi Terhadap Cairan Tubuh Ibu


Persalinan dengan seksio sesarea berencana sebelum saat persalinan tiba
merupakan pilihan pada Odha. Pada saat persalinan pervaginam, bayi terpapar darah dan
lendir ibu di jalan lahir. Bayi mungkin juga terinfeksi karena menelan darah atau lendir
jalan lahir tersebut (secara tidak sengaja pada saat resusitasi). Beberapa hasil penelitian
menyimpulkan bahwa seksio sesarea akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke
bayi sebesar 50-66% . Apabila seksio sesarea tidak bisa dilaksanakan, maka dianjurkan
untuk tidak melakukan tindakan invasif yang memungkinkan perlukaan pada bayi
(pemakaian elektrode pada kepala janin, ekstraksi forseps, ekstraksi vakum) dan
perlukaan pada ibu (episiotomi). Telah dicatat adanya penularan melalui ASI pada infeksi
CMV, HIV1 dan HTLV-I.

11
Sedangkan untuk virus lain, jarang dijumpai transmisi melalui ASI. HIV
teridentifikasi ada dalam kolustrum dan ASI, menyebabkan infeksi kronis yang serius
pada bayi dan anak . Oleh karenanya ibu hamil HIV positif perlu mendapat konseling
sehubungan dengan keputusannya untuk menggunakan susu formula ataupun ASI
eksklusif. Untuk mengurangi risiko penularan, ibu HIV positif bisa memberikan susu
formula kepada bayinya. Pemberian susu formula harus memenuhi 5 persyaratan AFASS
dari WHO ( Acceptable= mudah diterima, Feasible= mudah dilakukan, Affordable=
harga terjangkau, Sustainable= berkelanjutan, Safe= aman penggunaannya). Pada daerah
tertentu dimana pemberian susu formula tidak memenuhi persyaratan AFASS maka ibu
HIV positif dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif hingga maksimal 3 bulan, atau
lebih pendek jika susu formula memenuhi persyaratan AFASS sebelum 3 bulan tersebut.
Setelah usai pemberian ASI eksklusif, bayi hanya diberikan susu formula dan
menghentikan pemberian ASI. Sangat tidak dianjurkan pemberian makanan
campuran (mixed feeding), yaitu ASI bersamaan dengan susu formula/ PASI lainnya.
Mukosa usus bayi pasca pemberian susu formula/ PASI akan mengalami proses
inflamasi. Apabila pada mukosa yang inflamasi tersebut diberikan ASI yang mengandung
HIV maka akan memberikan kesempatan untuk transmisi melalui mukosa usus. Risiko
penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jika terdapat permasalahan pada
payudara (mastitis, abses, lecet/luka puting susu). Oleh karenanya diperlukan konseling
kepada ibu tentang cara menyusui yang baik.

D. Mengoptimalkan Kesehatan Ibu Dengan Hiv Positif


Melalui pemeriksaan ANC secara teratur dilakukan pemantauan kehamilan dan
keadaan janin. Roboransia diberikan untuk suplemen peningkatan kebutuhan
mikronutrien. Pola hidup sehat antara lain: cukup nutrisi, cukup istirahat, cukup olahraga,
tidak merokok, tidak minum alkohol juga perlu diterapkan. Penggunaan kondom tetap
diwajibkan untuk menghindari kemungkinan superinfeksi bila pasangan juga Odha, atau
mencegah penularan bila pasangan bukan Odha.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PMTCT yaitu Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu keanak dilaksanakan melalui
kegiatan komprehensif yang meliputi 4 pilar (prog) yaitu pencegahan penularan HIV pada
usia reproduksi (15-45) tahun, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada
perempuan HIV positif, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil kebayi yang
dikandungnya, serta dukungan psikologis, social, dan perawatan kesehatan selanjutnya
kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya. Tujuan PMTCT:
a) Mencegah penularan HIV dari ibu keanak dan menurunnya jumlah kasus baru HIV pada
anak serendah mungkin
b) Mengurangi dampak epidemic HIV terhadap ibu dan anak dan menurunnya angka
kematian ibu dan anak serendah mungkin
c) Meningkatnya kualitas hidup ibu hamil dan anak dengan HIV

13
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Kemal N. Siregar, MPH, phD. 2015. Buku Ajar HIV dan AIDS Untuk Mahasiswa
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Pekanbaru : UNRI PRESS

Rencana aksi nasional pencegahan penularan HIV dari ibu keanak (PPIA) Indonesia 2013-
2017. Jakarta: kemenkes, 2013

Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Reproduksi.

http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai