Anda di halaman 1dari 19

INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS

PENDAHULUA
N

Infeksi Chlamidya trachomatis pada banyak negara merupakan penyebab


utama infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Laporan WHO
tahun 1995 menunjukkan bahwa infeksi oleh C. trachomatis diperkirakan
89 juta orang. Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada angka yang
pasti mengenai infeksi C. trachomatis.1

C. trachomatis merupakan penyebab Uretritis Non Spesifik (UNS) terbanyak

dibanding dengan organisme lain. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa 30 - 60

% dari penderita UNS dapat diisolasi C. trachomatis, selanjutnya 4 - 43 % dari

pria penderita gonore dan 0 - 7 % dari pria dengan uretritis asimtomatik.2

Dalam bidang penyakit menular seksual (PMS) C. trachomatis dapat


merupakan penyebab uretritis, servisitis, endometritis, salpingitis,
perihepatitis, epididimitis, limfogranuloma venerium dan seterusnya.1.3
Angka transmisi seksual C. trachomatis sering melebihi 20 % pada wanita

muda. Hutapea NO (1992) melaporkan penularan terhadap mitra seksual 38 pria

UNS dengan positif Chlamydia terjadi pada 17 wanita (45 %).3

Diperkirakan 25 - 50 % infeksi C. trachomatis bersifat asimtomatik,


terutama pada wanita (80 %), akan tetapi C. trachomatis mempunyai
peranan penting pada
servisitis mukopurulen dan infeksi radang panggul (PID). Di Amerika 25 - 50
% kasus PID oleh karena C. trachomatis dan meliputi 5 - 8 % wanita muda
yang datang ke beberapa klinik maternitas dan merupakan karier C.
trachomatis.1
Infeksi C. trachomatis sampai saat ini masih merupakan problematik karena
keluhan ringan, kesukaran fasilitas diagnostik, mudah menjadi kronis dan
residif, dan mungkin menyebabkan komplikasi yang serius seperti infertilitas
dan kehamilan ektopik. Selain itu bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
mempunyai resiko untuk menderita konjungtivitis dan atau pneumonia.4.5

Mengingat tingginya angka kejadian infeksi C. trachomatis baik secara


tunggal ataupun bersamaan dengan PMS lain, serta dampak dari
komplikasinya maka perlu diberikan perhatian yang besar dalam hal
diagnosis dan pengobatannya.

BIOLOGI CHLAMYDIA

Dalam hal taksonomi C. trachomatis termasuk dalam ordo chlamydiales,

famili chlamydia ceae, genus chlamydia. Spesiesnya adalah Chlamydia

trachomatis, Chlamydia psittaci, Chalmydia pneumonia dan Chlamydia

pecorum. 6.7.8 Species C. trachomatis mempunyai 515 serovar, dimana

serovar A,B dan C

menyebabkan tarchoma, serovar D sampai K menyebabkan infeksi genital,


serovar L1 sampai L3 menyebabkan limfogranuloma venereum (LGV). 6.7
Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat berkembang biak

didalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau

mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara

benary fision dalam badan intrasitoplasma. C. trachomatis berbeda dari

kebanyakkan bakteri karena berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan

yang unik dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa Badan Inisial. Badan

Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan Inisial. Badan elementer

ukurannya lebih kecil (± 300 nm) terletak ekstraselular dan


Ó 2001 digitized by USU digital library 2
merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih besar (±
1 um) terletak intraselular dan tidak infeksius.6.7

Antigen pada permukaan chlamydia dapat diklasifikasikan sebagai

Lipopolisakharida (LPS) dan Major Outer Membrane Protein (MOMP) yang


merupakan antigen spesifik Chlamydia.8
Heat Shock Protein (HSP) yang terkode secara genetik berhubungan dengan

respon imunopathologik. Namun sampai sekarang belum jelas apakah respon anti bodi
terhadap CHSP 60 memang terlibat dalam imunopatologik chlamydia atau
Mengingat tingginya angka kejadian infeksi C. trachomatis baik secara
tunggal ataupun bersamaan dengan PMS lain, serta dampak dari
komplikasinya maka perlu diberikan perhatian yang besar dalam hal
diagnosis dan pengobatannya.

BIOLOGI CHLAMYDIA

Dalam hal taksonomi C. trachomatis termasuk dalam ordo chlamydiales,

famili chlamydia ceae, genus chlamydia. Spesiesnya adalah Chlamydia

trachomatis, Chlamydia psittaci, Chalmydia pneumonia dan Chlamydia

pecorum. 6.7.8 Species C. trachomatis mempunyai 515 serovar, dimana

serovar A,B dan C

menyebabkan tarchoma, serovar D sampai K menyebabkan infeksi genital,


serovar L1 sampai L3 menyebabkan limfogranuloma venereum (LGV). 6.7
Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat berkembang biak

didalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau

mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara

benary fision dalam badan intrasitoplasma. C. trachomatis berbeda dari

kebanyakkan bakteri karena berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan

yang unik dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa Badan Inisial. Badan

Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan Inisial. Badan elementer

ukurannya lebih kecil (± 300 nm) terletak ekstraselular dan


Ó 2001 digitized by USU digital library 2
merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih besar (±
1 um) terletak intraselular dan tidak infeksius.6.7

Antigen pada permukaan chlamydia dapat diklasifikasikan sebagai

Lipopolisakharida (LPS) dan Major Outer Membrane Protein (MOMP) yang


merupakan antigen spesifik Chlamydia.8

Heat Shock Protein (HSP) yang terkode secara genetik berhubungan dengan

respon imunopathologik. Namun sampai sekarang belum jelas apakah respon anti
bodi terhadap CHSP 60 memang terlibat dalam imunopatologik chlamydia atau
semata-mata sebagai petanda infeksi chlamydial yang persinten.

GEJALA KLINIS

Manifestasi klinis infeksi C. trachomatis serovar D-K dalam beberapa hal mirip

dengan infeksi N. gonorrhoeae. Infeksi genital oleh chlamydia lebih lebih sering

pada orang-orang muda aktif seksual. Pada laki-laki, uretritis merupakan

manifestasi klinis yang paling sering, sedangkan pada wanita adalah servisitis,

endometritis dan salfingitis, disamping dapat juga terjadi gejala uretritis.5


Infeksi pada Pria

- Uretritis

Infeksi di uretra merupakan manifestasi primer infeksi chlamydia. Masa


inkubasi untuk uretritis yang disebabkan oleh C. trachomatis bervariasi
dari sekitar 1 - 3 minggu.1.5

Pasien dengan chlamydia uretritis mengeluh adanya duh tubuh yang jernih

dan nyeri pada waktu buang air kecil (dysuria). Infeksi uretra oleh karena

chlamydia ini dapat juga terjadi asimtomatik.1.5.7


Diagnosis uretritis pada pria dapat ditegakkan dengan pemeriksaan pewarnaan
Gram atau biru methylene dari sedian apus uretra. Bila jumlah lekosit PMN
melebihi 5 pada pembesaran 1000 x merupakan indikasi uretritis. Perlu diketahui
bahwa sampai 25

% pria yang menderita gonore, diserta infeksi chlamydia. Bila uretritis karena
chlamydia tidak diobati sempurna, infeksi dapat menjalar ke uretra posterio dan
menyebabkan epididimitis dan mungkin prostatitis.1.5.6.7

- Proktitis

C. trachomatis dapat menyebabkan proktitis terutama pada pria homoseks.


Keluhan penderita ringan dimana dapat ditemukan cairan mukus dari
rektum dan tanda-tanda iritasi, berupa nyeri pada rektum dan perdarahan.
5.7

- Epididimitis

Sering kali disebabkan oleh C. trachomatis, yang dapat diisolasi dari uretra atau

dari aspirasi epididimis. Dari hasil penelitian terakhir mengatakan bahwa C.


trachomatis merupakan penyebab utama epididimitis pada pria kurang dari 35
tahun (sekitar 70 - 90 %).
Secara klinis, chlamydial epididimitis dijumpai berupa nyeri dan
pembengkakan scrotum yang unilateral dan biasanya berhubungan dengan
chlamydial uretritis , walaupun uretritisnya asimptomatik.7

- Prostatitis

Setengah dari pria dengan prostatitis, sebelumnya dimulai dengan gonore atau

uretritis non gonore. Infeksi C. trachomatis pada prostat dan epididimis pada
umumnya merupakan penyebab infertilitas pada pria.5.6

- Sindroma Reiter

Suatu sindroma yang terdiri dari tiga gejala yaitu : artritis, uretritis dan

konjungtivitis, yang dikaitkan dengan infeksi genital oleh C. trachomatis.

Hal ini disokong dengan ditemukannya “Badan Elementer” dari C.

trachomatis pada sendi penderita dengan menggunakan teknik Direct

Immunofluerescence.9
Ó 2001 digitized by USU digital library 3

Infeksi pada Wanita

Sekitar setengah dari wanita dengan infeksi C. trachomatis di daerah genital

ditandai dengan bertambahnya duh tubuh vagina dan atau nyeri pada waktu

buang air kecil, sedangkan yang lainnya tidak ada keluhan yang jelas. Pada

penyelidikan pada wanita usia reproduktif yang datang ke klinik dengan gejala-

gejala infeksi traktus urinarius 10 % ditemukan carier C. trachomatis.5.6


Faktor resiko infeksi C. trachomatis pada wanita adalah : 10

- Usia muda, kurang dari 25 tahun

- Mitra seksual dengan uretritis

- Multi mitra seksual

- Swab endoserviks yang menimbulkan perdarahan

- Adanya sekret endoserviks yang mukopurulen

- Memakai kontra sepsi “non barier” atau tanpa kontrasepsi.


- Servisitis

Chlamydia trachomatis menyerang epitel silindris mukosa serviks. Tidak ada


gejala-gejala yang khas membedakan servisitis karena C. trachomatis dan
servisitis karena organisme lain. Pada pemeriksaan dijumpai duh tubuh yang
mukopurulen dan serviks yang ektopi.5.7.9
Pada penelitian yang menghubungkan servisitis dengan ektopi serviks,

prevalerisi servisitis yang disebabkan C. trachomatis lebih banyak


ditemukan pada penderita yang menunjukkan ektopi serviks dibandingkan
yang tidak ektopi.
Penggunaan kontrasepsi oral dapat menambah resiko infeksi chlamydia
trachomatis pada serviks, oleh karena kontrasepsi oral dapat menyebabkan
ektopi serviks.7
- Endometritis

Servisitis oleh karena infeksi C. trachomatis dapat meluas ke endometrium


sehingga terjadi endometritis. Tanda dari endometritis antara lain
menorrhagia dan
nyeri panggul yang ringan. Pada pemeriksaan laboratorium, chlamydia dapat
ditemukan pada aspirat endometrium. 5.7
- Salfingitis (PID)

Salfingitis terjadi oleh karena penjalaran infeksi secara ascenden sehingga

infeksi sampai ke tuba dan menyebabkan kerusakan pada tuba (terjadi tuba
scarring). Hal ini dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik. 6.10
- Perihepatitis (Fitz - Hugh - Curtis Syndrome)

Infeksi C. trachomatis dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke tuba

dan kemudian parakolikal menuju ke diafragma kanan. Beberapa dari


penyebaran ini menyerang permukaan anterior liver dan peritoneum yang
berdekan sehingga menimbulkan perihepatitis. Parenchym hati tidak diserang
sehingga tes fungsi hati biasanya normal.5
BERBAGAI METODE UNTUK PEMERIKSAAN CHLAMYDIA
TRACHOMATIS

I.Untuk menunjukkan adanya infeksi genital oleh C. trachomatis bahan


pemeriksaan harus diambil uretra atau serviks dengan menggunakan swab
kapas dengan tangkai metal. Pada wanita C. trachomatis lebih sering dapat
diisolasi di serviks dari pada uretra Biakan

Sampai tahun 1980-an diagnosis infeksi C. trachomatis terutama


berdasarkan pada isolasi organisma dalam biakan sel jaringan. 4.11

Ini merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium dan tetap


sebagai metode pilihan untuk spesimen medikolegal dimana sensitifitas
diperkirakan 80-90 %
Ó 2001 digitized by USU digital library 4

dan spesitasnya 100 %. Yang dapat digunakan adalah sel-sel Mc. Coy

yaitu sel-sel yaitu sel-sel fibroblas tikus (L-cells).11.12

Biakan sel dapat juga digunakan mencari bahan inklusi Chlamydia


dengan bantuan grup spesifik fluorescein - labelled antibodi
monoklonal terhadap C. trachomatis. Prosedur ini memb utuhkan
mikroskop fluorescens.2.5

II. Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan dalam gelas objek diwarnai dengan pewarnaan giemsa atau larutan
jodium dan diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pewarnaan Giemsa,
Badan Inklusi (BI) terdapat intra sitoplasma sel epitel akan nampak warna ungu
tua, sedangkan dengan pewarnaan yodium akan terlihat berwarna coklat.

Jika dibanding dengan cara kultur, pemeriksaan mikrosopik


langsung ini sensitifitasnya rendah dan tidak dianjurkan pada
infeksi asimtomatik.13
III. Deteksi Antigen Langsung

Dikenal 2 cara pemeriksaan antigen yaitu :


1. Direct Fluorescent Antibody (DFA)

Cara ini merupakan test non-kultur pertama dimana C. trachomatis dapat


ditemukan secara langsung dengan metode monoklonal antibodi yang dilabel
dengan fluorescein. Dengan teknik ini Chlamydia bebas ekstraseluler yang
disebut badan elementer (BE) dapat ditemukan. Kadang-kadang juga dapat
ditemukan badan inklusi intrasitoplasmik. Cara ini tidak dapat membedakan
antara organisme mati atau hidup, tetapi keuntungannya tidak membutuhkan
biakan sel jaringan dan hasilnya dapat diketahui dalam 30 menit.5.14
2. Enzym Immuno Assay (EIA)

Banyak tes-tes yang tersedia saat ini menggunakan teknik ini. Tidak seperti DFA,

EIA bersifat semiautomatik dan sesuai digunakan untuk memproses spesimen

dalam jumlah besar.9


IV. Serologik

Tes serologik tidak digunakan secara rutin dan luas untuk diagnosi infeksi

traktus genitalis chlamydial kecuali untuk LGV, oleh karena dijumpai prevalensi

antibodi pada populasi seksual aktif yang mempunyai resiko tinggi terhadap

infeksi C. trachomatis, yaitu berkisar 45 - 60 % dari individu yang diperiksa.7.9


Walupun tidak selalu dijumpai pada setiap kasus infeksi genital tanpa

komplikasi, antibodi terhadap C. trachomatis biasanya timbul setelah infeksi dan

dapat menetap selama bertahun-tahun. Respon Ig M dapat dilihat pada infeksi

episode pertama.9

Berbagai teknik serologik diaplikasikan untuk mempelajari infeksi


clamydial antara lain :
1. Complement Fixation (CFT)

CFT menggunakan antigen “group” chlamydia untuk mendeteksi serum


antibodi terhadap semua anggota genus ini.14
Konsekwensinya, deteksi antiboditerhadap antigen lipopolysacharida

chlamydial tidak dapat membedakan antara infeksi C. trachomatis dengan

C. psittaci dan juga tidak cukup sensitif untuk deteksi antibodi terhadap C.

pneumonia.
2. Microimmunofluorescence (MIF)

MIF menggunakan antigen chlamydial purifikasi tertentu yang


ditempatkan diatas slide kaca bereaksi dengan serum penderita. Test ini
sensitif dan spesifik,

dimana pada sebagian besar kasus dapat memberikan informasi mengenai


serotype infeksi C. trachomatis. 11.14
Ó 2001 digitized by USU digital library 5

Selain di serum, antibodi dapat juga ditemukan pada sekresi lokal tubuh lainnya
seperti air mata dan sekresi genital. Antibodi C. trachomatis dapat diklasifikasikan

menurut Ig (Ig M, Ig G dan Ig A) dengan teknik ini.5,11

Respon Ig M merupakan ciri infeksi akut dan terutama digunakan dalam

diagnosis infant chlamydial pneumonia.l5

Hasil serologik chlamydial biasanya diinterprestasikan sebagai berikut :

· Infeksi akut ; titer Ig M > l ; 8 dan/atau peningkatan 4 kali lipat atau lebih, atau

penurunan titer Ig G.

· Infeksi kronik ; titer Ig G tetap tinggi > l : 256. l5

V. Test DNA Chlamydia


1. DNA Hibridisasi (DNA Probe)
Test ini sensitifitasnya kurang dibandingkan metode kultur yaitu 75-80% dan

spesifitas lebih dari 99 %.11

2. Nucleic Acid Amplification.


Teknik amplifikasi nukleat yang terbanyak dipakai yaitu : Polymerase Chain Reaction

(PCR) dan Ligase Chain Reaction (LCR). Test ini memiliki sensitifitas dan

spesifisitas tinggi, dan dapat menggunakan non-invasif spesimen seperti urine untuk

menskrining infeksi asimtomatik pada wanita maupun pria.4

DIAGNOSIS

Diagnosis infksi C. trachomatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik

dan pemeriksaan laboratorium. 7,13

Pemeriksaan laboratorium merupakan dasar dalam menegakkan diagnosis. Pada

pemeriksaan laboratorium, infeksi C. trachomatis pada genital ditegakkan bila dijumpai

suatu tes chlamydial yang positif, serta tidak dijumpai kuman penyebab spesifik. Untuk

laboratorium dengan fasilitas yang terbatas, sebagai pedoman infeksi C. trachomatis

pada pria memberi gejala berupa sekret uretra seropurulen/mukopurulen serta

ditemukan sel PMN > 5 Ipb dan tidak ditemukan diplokok negatif Gram intra/ekstra sel

pada pemeriksaan sediaan apus sekret uretra. Sedangkan pada wanita adanya sekret

serviks sero/mukopurulen dan sel PMN > 30 Ipb serta tidak ditemukan kuman diplokok
Gram negatif intra/ekstraseluler pada sediaan apus atau T. vaginalis.l,9

PENATALAKSANAAN

Penting untuk dijelaskan pada pasien dengan infeksi genital oleh C. trachomatis,

mengenai resiko penularan kepada pasangan seksualnya, Contact tracing (pemeriksaan

dan pengobatan partner seksual) diperlukan untuk keberhasilan pengobatan. 5.7

Untuk pengobatan, Tetrasiklin adalah antibodi pilihan yang sudah digunakan

sejak lama untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh C.trachomatis. Dapat diberikan

dengan dosis 4 x 500 mg/h selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama 14 hari.

Analog dari tetrasiklin seperti doksisiklin dapat diberikan dengan dosis 2 x l00

mg/h selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak dianjurkan dan merupakan drug of

choice karena cara pemakaiannya yang lebih mudah dan dosisnya lebih kecil.l,7

Azithromisin merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan masa

sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal l gram sekali minum. 7,13

Regimen alternatif dapat diberikan :

- Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama

l4 hari.

- Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari

Regimen untuk wanita hamil ;

Ó 2001 digitized by USU digital library 6

- Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari

KESIMPULAN

Chlamydia Trachomatis merupakan penyebab infeksi genital non spesifik yang

terbanyak sekarang ini dibandingkan dengan organisma lain, baik di negara maju

maupun negara berkembang. Diperlukan indentifikasi/diagnosis dini dan pengobatan

yang cepat dan tepat dalam usaha memutus mata rantai penularan dalam masyarakat

dan mencegah sequele jangka panjang.


KEPUSTAKAAN

1. Daili SF. Penatalaksaan Infeksi Chlamydia Trachomatis Genital. Dalam impos

Prakonas PERDOSKI IX PMS Surabaya 1999 : 18 - 21.

2. Hutapea NO, Ramsi RR. Uretritis Non Gonore. Dalam : Penyakit yang ditularkan

Melalui Hubungan Seksual. FK - USU, Medan 1993 : 47 - 9.

3. Hutapea NO, Tarigan J. Infeksi Chlamydia di antara Mitra Seksual. Dalam : Kumpulan

Makalah Ilmiah Konas VII PERDOSKI, Bukit Tinggi 1992 : 171 - 9

4. Hammerschlag MR. New Diagnostic Methods for Chlamydial Infection. In : Medscape

Womens Health 4 (5). 1999.

5. Yudarsono J. Infeksi Chlamydia pada Genitalia. Dalam : Kursus Penyegar Penyakit

Seksual. PADVI, Bali 1987.

6. Harris JRW. Foster SM. Genital Chlamydial Infection ; Clinical Aspects, Diagnosis,

Treatment and Prevention. In : Sexually Transmitted Diseases and AIDS, New York

: Churcill Livingstone 1991 : 219 - 44.

7. Adimora AA. Hamilton H. Holmes KK, Sparking PF. Chlamydia Trachomatis Infection

In the Adult. In : Sexually Transmitted Diseases, 2nd

8. Peeling RW. Brunham RC : Chlamydia as Pathogens : New Species and New Issues.

Medscape Inc. 1999.

9. Stamm WE : Chlamydia Trachomatis Infections in the Adult. In : Holmes KK et al.

Sexually Transmitted Diseases 3 rd ed. Mc Graw Hill l999 : 407-22.

l0. Munday, P. Pelvic Inflammatory Disease in Medicine International Journal, l996. Vol.

l0 (36) : 3,44 - 49.

11. Mardh PA, Jorma P, Puolakkinen M, Diagnosis of Chlamydial Infections In :

Chlamydia. New York : Plenum Publishing Co l989 : 71 - 99.

12. Centre for Disease Control, C. trahomatis Infection. Policy Guidelines for Prevention

and Control. MMWR l985, 34 (Suppl) : 535 - 745.

l3. Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Yudarsono J. Pemeriksaan Bakteriologik dan Serologik

PMS dan Infeksi Non Spesifik. Dalam : Penyakit Menular Seksual. Jakarta : Balai

Penerbit FK-UI l997 : 21 - B.

l4. Morse AS, Moreland AA, Thomas SE, Infection Caused by Chlamydia trachomatis
In ; Atlas of Sexually Transmitted Diseases Philadelpia : JB Lippincott l990.

l5. Spencer RC. Laboratory Diagnosis of STDs. in : Medicine International l996 : l0 (36)

: l - 7.

Anda mungkin juga menyukai