Anda di halaman 1dari 185

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH PENERAPAN QUALITY CIRCLE


OLEH PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER TERHADAP
KEMAMPUAN SUPERVISI KLINIK
DI RUMAH SAKIT PGI CIKINI JAKARTA

TESIS

CATHARINA DWIANA WIJAYANTI


NPM 1006748476

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER
DEPOK
JULI 2012

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH PENERAPAN QUALITY CIRCLE OLEH


PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER TERHADAP
KEMAMPUAN SUPERVISI KLINIK DI RUMAH SAKIT PGI
CIKINI JAKARTA

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Magister


Ilmu Keperawatan Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan

Oleh
Catharina Dwiana Wijayanti
1006748476

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PASCASARJANA
KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN
KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2012

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kasihNya

sehingga saya dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “Pengaruh penerapan

quality circle oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan supervisi

klinik di rumah sakit PGI Cikini Jakarta”. Penulisan tesis ini dilakukan dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ilmu

Keperawatan Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan pada

program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa, saya mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai

pihak, untuk itu saya menyampaikan terima kasih khususnya kepada yang

terhormat:

(1) Dewi Irawaty, MA. PhD. selaku Dekan Fakultas Ilmu keperawatan

Universitas Indonesia.

(2) Astuti Yuni Nursasi, SKp, MN. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

(3) Hanny Handiyani, SKp. M.Kep. selaku pembimbing I yang dengan sabar,

pengertian dan tulus memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

(4) Kuntarti, M.Biomed. selaku pembimbing II yang dengan sabar, pengertian dan

tulus memberikan arahan serta kesediaannya untuk membimbing.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


(5) Asnet Leo Bunga, SKP. M.Kes. selaku Ketua STIK Sint Carolus beserta

jajaran yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melanjutkan

studi Program Pascasarjana di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia.

(6) Teman-temanku di STIK Sint. Carolus yang selalu mendukung, memberikan

waktu dan semangat kepada penulis.

(7) Teman-temanku seperjuangan angkatan 2010 Manajemen yang telah

memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

(8) Suami dan dua gadisku tercinta terima kasih atas cinta, dukungan, semangat,

kesempatan dan doa yang selalu menyertai selama proses studi dan

penyusunan tesis.

(9) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya penulis

berharap semoga tesis ini nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat

keperawatan. Penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik membangun

guna perbaikan dan penyempurnaan tesis ini.

Depok, Juli 2012

Penulis

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


ABSTRAK

Catharina Dwiana Wijayanti

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA

Pengaruh Penerapan Quality circle oleh Perawat Clinical Care Manager


Terhadap Kemampuan Supervisi Klinik di Rumah Sakit PGI Cikini.

Pelaksanaan supervisi klinik yang adekuat meningkatkan pelayanan keperawatan


optimal, identik dengan proses penyelesaian masalah. Desain penelitian quasi
eksperimen pre-post with control group. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
pengaruh penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager terhadap
kemampuan melakukan supervisi klinik. Sampel penelitian diperoleh secara
purposive sampling terdiri dari 105 perawat pelaksana dan 14 perawat clinical
care manager. Instrumen penelitian berjumlah 42 pernyataan yang dikembangkan
dari Manchester Clinical Supervision Scale. Penerapan quality circle berpengaruh
secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan supervisi klinik pada aspek
pengembangan profesional, aspek peningkatan keterampilan klinik, aspek alokasi
waktu untuk refleksi, dan aspek kualitas hubungan interpersonal supervisor-
supervisee (p=0,000, p=0,004, p=0,007, p=0,017; α=0,05). Pelaksanaan quality
circle secara konsisten berpeluang meningkatkan kemampuan supervisi klinik dan
kualitas pelayanan keperawatan. Keberlangsungan quality circle memerlukan
dukungan dari institusi pelayanan keperawatan dan perlunya standar pelaksanaan
supervisi klinik sesuai kompetensi dan tingkat usia perawat pelaksana.

Kata kunci: Pelayanan keperawatan, penyelesaian masalah, quality circle,


supervisi klinik.
Daftar pustaka 67 (1986-2012)

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


ABSTRACT

Catharina Dwiana Wijayanti

Effect of Implementation Quality Circle by Clinical Care Manager Nurse to The


Ability of Clinical Supervision at PGI Cikini Hospital.

Implementation of adequate clinical supervision will enhancing the nurse services,


is identical to the problem solving process. The research design was quasi
experimental pre-post with control group, the aim of this study was to identify the
effect of quality circle implementation by clinical care manager nurse to enhance
the ability of clinical supervision. Samples obtained by purposive sampling
consist of 105 nurses and 14 clinical care manager nurses. Instrument amounted
42 statements were developed from Manchester Clinical Supervision Scale. The
application of quality circle increased significantly the ability of clinical
supervision on professional development aspect, clinical skill improvement
aspect, time allocation for reflection aspect, and interpersonal relationship quality
aspect (p=0,000, p=0,004, p=0,007, p=0,017, α=0,05). Consistent implementation
of quality circle potentially increasing the ability of clinical supervision and the
quality of nursing services. Sustainability of clinical supervision requires the
support of nursing care institution and standards procedure of clinical supervision
is needed appropriate to the level of competency and age of the nurse.

Keyword: Problem solving, nursing services, quality circle, clinical supervision.


Bibliography 67 (1986 – 2012)

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i
PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………………. ii
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………… iii
PERNYATAAN PENGESAHAN……………………………………….. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………… v
KATA PENGANTAR……………………………………………………. vi
ABSTRAK………………………………………………………………… viii
ABSTRAC………………………………………………………………… ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL………………………………………………………… xii
DAFTAR SKEMA……………………………………………………….. xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xiv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xv

1. PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
1.1 Latar belakang……………………………………………………. 1
1.2 Perumusan Masalah……………………………………………… 6
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………… 8
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………. 8

2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….. 10
2.1 Supervsi Klinik…………………………………………………… 10
2.2 Quality Circle……………………………………………………. 21
2.3 Perawat Clinical Care Manager…………………………………. 28

3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI


OPERASIONAL…………………………………………………….. 32
3.1 Kerangka Konsep………………………………………………… 32
3.2 Hipotesa…………………………………………………………... 35
3.3 Definisi Operasional……………………………………………… 37

4 METODE PENELITIAN……………………………………………. 41
4.1 Rancangan Penelitian…………………………………………….. 41
4.2 Populasi dan Sampel……………………………………………... 43
4.3 Tempat Penelitian………………………………………………… 46
4.4 Waktu Penelitian…………………………………………………. 47
4.4 Etika Penelitian………………………………………………….. 47
4.5 Alat Pengumpulan Data…………………………………………. 48
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas……………………………………. 50
4.7 Prosedur Pengumpulan Data……………………………………. 51

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


4.8 Pengolahan dan Analisa Data…………………………………… 54

5 HASIL PENELITIAN……………………………………………… 58
5.1 Gambaran proses pelatihan quality circle………………………. 59
5.2 Analisis Univariat : Karakteristik responden……………………. 59
5.3 Analisis Bivariat…………………………………………………. 65

6 PEMBAHASAN……………………………………………………. 78
6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil…………………………………… 78
6.2 Keterbatasan Penelitian………………………………………….. 94
6.3 Implikasi Hasil Penelitian……………………………………….. 95

7 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………. 99


7.1 Kesimpulan……………………………………………………… 99
7.2 Saran……………………………………………………………. 100

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 102

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DAFTAR TABEL

Tabel 3.3 Definisi operasional variabel penelitian…………………………… 37


Tabel 4.2 Populasi dan jumlah sampel penelitian…………………………….. 46
Tabel 4.3 Kisi-kisi instrumen penelitian……………………………………… 50
Tabel 4.4 Uji statistik…………………………………………………………. 57
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden perawat pelaksana
menurut kelompok………………………………………………….. 60
Tabel 5.2 Karakteristik responden perawat CCM menurut kelompok………... 61
Tabel 5.3 Distribusi kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum
penerapan quality circle berdasarkan persepsi perawat CCM……… 62
Tabel 5.4 Distribusi kemampuan perawat CCM melakukan supervisi klinik
berdasarkan persepsi perawat pelaksana sebelum penerapan quality
circle menurut kelompok…………………………………………… 64
Tabel 5.5 Analisis kesetaraan karakteristik responden dan aspek kemampuan
supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada kelompok
intervensi dan kelompok non-intervensi…………………………… 66
Tabel 5.6 Hasil analisis perbedaan kemampuan supervisi klinik sebelum dan
sesudah penerapan quality circle pada kelompok intervensi……… 68
Tabel 5.7 Hasil analisis perbedaan kemampuan supervisi klinik pada
kelompok non-intervensi…………………………………………… 70
Tabel 5.8 Hasil analisis perbedaan kemampuan supervisi klinik setelah
penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan non-
intervensi……………………………………………………………. 72
Tabel 5.9 Hasil analisis perbedaan proporsi sebelum dan setelah penerapan
quality circle pada kelompok intervensi dan non-intervensi……….. 74
Tabel 5.10 Analisis hubungan karakteristik responden terhadap seluruh aspek
supervisi klinik pada kelompok intervensi dan non-intevensi……… 76

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka teori………………………………………………30

Skema 3.1 Kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional……….34

Skema 4.1 Bentuk rancangan penelitian………………………………..42

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden


Lampiran 2 Kuesioner Persepsi Perawat Pelaksanan terhadap Pelaksanaan
Supervisi Klinik.
Lampiran 3 Jadwal pelaksanaan Penelitian Tahun 2012
Lampiran 4 Prosedur Pelaksanaan Quality Circle
Lampiran 5 Lembar Observasi Penerapan Metode Quality Circle
Lampiran 6 Diagram Alir Proses Pelatihan Quality Circle
Lampiran 7 Uraian Kegiatan Pelatihan Quality Circle
Lampiran 8 Modul Pelaksanaan Quality Circle

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur organisasi quality circle………………………….. 24


Gambar 2.2 Proses tahapan pelaksanaan quality circle………………… 27

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan standar yang ditetapkan


untuk menjamin hak dan keselamatan pasien. UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009
pasal 13 menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit,
standar operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien. Pelaksanaan standar pelayanan keperawatan
yang optimal akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit.

Mutu pelayanan keperawatan akan optimal apabila perawat diberi kesempatan


mengembangkan profesionalisme dan merefleksikan praktik keperawatan yang
sudah dilaksanakan sebagai upaya evaluasi untuk perbaikan. Butterworth, et al
(2008) menyatakan bahwa tenaga kerja yang mendapatkan dukungan dan diberi
waktu untuk refleksi dan berkembang, akan memberikan kontribusi secara
signifikan terhadap kesejahteraan dan keselamatan pasien. Profesionalisme
perawat dilihat dari kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional
yang harus dikuasai oleh setiap individu perawat.

Perkembangan profesionalisme dan personal perawat menjadi salah satu dari


beberapa indikator efektivitas pelaksanaan supervisi klinik. Supervisi klinik
berfungsi mengevaluasi dan meningkatkan kemampuan klinik staf keperawatan
(Turner & Hill, 2011). Peningkatan kemampuan personal dan profesional perawat
mendukung peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan keperawatan.

Efektivitas dan efisiensi kerja staf keperawatan menjamin pelaksanaan pelayanan


keperawatan yang bermutu. Efektivitas dan efisiensi kerja erat hubungannya

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta meminimalkan
kesalahan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli, 2010). Peningkatan pengetahuan
dan keterampilan staf serta berkurangnya kesalahan yang dilakukan menjadi
tujuan pelaksanaan supervisi klinik.

Pelaksanaan supervisi klinik merupakan upaya memonitor, mengevaluasi, dan


mengkomunikasikan pola pemberian pelayanan keperawatan sesuai standar
pelayanan dan profesionalisme kepada staf keperawatan. Pelayanan keperawatan
sesuai standar dapat ditingkatkan bila perawat supervisor melaksanakan
koordinasi dan integrasi seluruh sumber daya melalui fungsi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan institusi
yang ditetapkan (Huber, 2006). Proses manajemen mengarahkan sumber daya
manusia melalui proses interaktif dan dinamik, dalam mencapai tujuan pelayanan
keperawatan yang ditetapkan.

Tujuan pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai dengan pelaksanaan


seluruh tahapan fungsi manajemen dengan baik. Supervisi klinik yang merupakan
salah satu bagian dari fungsi pengarahan dilaksanakan oleh supervisor klinik
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja staf. Peningkatan
keterampilan, produktivitas kerja dan motivasi staf merupakan salah satu tujuan
dari fungsi pengarahan pada proses manajemen. Fungsi pengarahan merupakan
suatu proses memotivasi, mengarahkan, dan memimpin orang lain melalui proses
kerja untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Huber, 2006). Supervisor klinik
merupakan individu yang berhubungan langsung dengan staf dalam pemberian
pelayanan keperawatan kepada pasien.

Supervisor klinik sebagai individu yang berhubungan langsung dengan staf dalam
permberian pelayanan keperawatan harus memiliki pengetahuan dan pemahaman
terhadap staf. Pengetahuan dan pemahaman terhadap staf diperlukan supervisor
klinik sebagai upaya memotivasi dan memimpin staf dari hari ke hari untuk
mencapai tujuan pelayanan keperawatan yang ditetapkan institusi maupun tujuan
individu staf. Supervisor klinik bekerja di antara manajemen dan staf yang secara

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


langsung memberikan pelayanan kesehatan dan peran tersebut sangat dinamis
(Strasser, 2010). Pelaksanaan peran sebagai supervisor klinik yang optimal akan
meningkatkan efektifitas pelaksanaan supervisi klinik.

Supervisi klinik yang efektif harus mampu menjaga keseimbangan antara


pengawasan, evaluasi terhadap pelayanan, dan dukungan yang diberikan untuk
memotivasi staf dalam pelaksanaan keperawatan. Hasil penelitian Koivu, Hyrkas,
dan Saarinen (2006) menunjukkan bahwa staf keperawatan yang mendapatkan
saran dan dukungan secara efektif dari supervisor klinik mengalami kepuasan
kerja sebanyak 1,8 kali lebih besar dibandingkan yang tidak mendapatkan.

Pencapaian kepuasan kerja staf membuat produktivitas dan efektifitas kerja staf
meningkat. Hasil penelitian Tsui (2005) menunujukkan bahwa supervisi klinik
diidentifikasi menjadi faktor yang paling penting dalam mencapai kepuasan kerja
dan kualitas pelayanan kepada pasien. Perawat supervisor klinik sebagai
pelaksana supervisi klinik harus memiliki pengetahuan tentang jenis pekerjaan
yang akan disupervisi, uraian tugas dan tanggung jawab, dan teknik pelaksanaan
supervisi. Supervisor klinik dalam pelaksanaan perannya membutuhkan
kemampuan kepemimpinan yang efektif dan keinginan yang kuat untuk
meningkatkan keterampilan manajerial, pemahaman terhadap orang lain,
pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.

Peran supervisor klinik dalam model praktik keperawatan profesional (MPKP)


dilakukan oleh perawat clinical care manager (CCM) dengan kemampuan Ners
Spesialis (Sitorus, 2006). Kemampuan Ners Spesialis akan lebih banyak
memikirkan peningkatan mutu asuhan keperawatan dengan melakukan penelitian-
penelitian sehingga tercipta praktik keperawatan berdasarkan pembuktian
(Sitorus, 2006). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan yang berdasarkan
pembuktian merupakan praktik yang terbaik dalam pembuatan keputusan
mengenai pelayanan pasien dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah (Miller & Stoeckel, 2011).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Penguasaan tahapan penyelesaian masalah berdasarkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mutlak diperlukan oleh perawat CCM sebagai supervisor
klinik. Teknik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian
masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Keterampilan pemecahan masalah oleh perawat
CCM diperlukan untuk pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah yang
terjadi dalam pemberian pelayanan keperawatan pada situasi rutin atau sistematik.
Masalah merupakan situasi saat individu tidak memiliki kesiapan respons
menghadapinya (Gillies, 1994).

Penyelesaian masalah merupakan suatu keterampilan yang dapat dipelajari.


Penyelesaian masalah yang efektif berasal dari kombinasi antara ide dan
keterampilan (Gillies, 1994). Penguasaan keterampilan penyelesaian masalah
diperdalam dengan mempraktikkan, memiliki kemauan, dan pemahaman
(Strasser, 2010). Penguasaan keterampilan penyelesaian masalah secara efektif
akan membantu perawat CCM untuk membuat keputusan dalam upaya
peningkatan efektivitas pelaksanaan supervisi klinik dan memberikan pengaruh
bagi perawat pelaksana untuk menggunakan kemampuan yang sama. Sebagian
besar staf belajar dan terbentuk berdasarkan pengalaman dengan mengobservasi
superior (Strasser, 2010).

Pelaksanaan metode quality circle dapat menjadi alternatif bagi kelompok


perawat CCM dalam penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi klinik. Metode
quality circle merupakan suatu metode penyelesaian masalah di lingkungan kerja
secara berkelompok. Anggota kelompok bekerja dalam area yang sama dan tidak
dalam keterpaksaan bertemu secara berkala serta memiliki tujuan
mengidentifikasi, mengkaji, dan menyelesaikan masalah di area kerja (Rowland &
Rowland, 1997). Anggota kelompok quality circle akan berkontribusi dalam
penyelesaian masalah dan secara tidak langsung hal ini akan meningkatkan
kemampuan individu untuk menguasai tahapan penyelesaian masalah dan
peningkatan kualitas kerja.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Pelaksanaan metode quality circle melalui tahapan penyelesaian masalah
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mutu pelayanan
keperawatan. Keterlibatan anggota kelompok dalam pemberian ide dan
pelaksanaan strategi penyelesaian masalah secara tidak langsung akan
meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Mbovane (2007) bahwa pelaksanaan quality circle dapat meningkatkan
kemampuan staf dalam penyelesaian masalah dalam praktik keperawatan,
sehingga meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien, membangun kerjasama
tim, serta mempertahankan standar pelayanan keperawatan. Hasil penelitian Lee,
Yang, & Chen (2000) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada
kelompok yang menjalani quality circle dibandingkan pada kelompok kontrol
dalam hal kepuasan kerja (p=0,001).

Data praktik residensi manajemen keperawatan pada bulan November 2011 di


Rumah Sakit PGI Cikini didapatkan bahwa supervisi klinik direncanakan dan
dilaksanakan oleh kepala ruang dan perawat CCM. Struktur ketenagaan ruang
keperawatan di RS PGI CIkini posisi perawat CCM berada di bawah kepala ruang
dengan garis komando langsung untuk bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan pasien. Peran perawat CCM masih dilaksanakan oleh perawat
dengan tingkat pendidikan DIII keperawatan. Sebanyak 45% perawat CCM
memiliki pengalaman menjadi perawat CCM kurang dari 3 bulan.

Hasil kuesioner pelaksanaan supervisi didapatkan data, 72% perawat kepala ruang
dan perawat CCM menyatakan bahwa pelaksanaan supervisi tidak teratur. Hasil
wawancara dengan 11 perawat CCM RS PGI Cikini pada bulan November 2011
menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam pelaksanaan supervisi
klinik staf keperawatan yang memiliki pengalaman kerja bervariasi. Data sumber
daya manusia keperawatan dari bidang keperawatan RS PGI Cikini februari 2012
sebanyak 8,7% perawat memiliki pengalaman kerja 0-5 tahun, 16 % memiliki
pengalaman kerja 5-15 tahun, sedangkan 75% memiliki pengalaman kerja diatas
15 tahun. Sasaran pelaksanaan supervisi klinik oleh perawat CCM lebih
diutamakan pada monitoring pemberian asuhan keperawatan pada staf baru yang

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


memiliki pengalaman kerja kurang dari 1 tahun, memberikan penilaian kinerja
staf baru, dan mengevaluasi kelengkapan dokumentasi keperawatan.

Data tentang persepsi perawat ketua tim terhadap pelaksanaan supervisi klinik
oleh perawat CCM yang didapatkan saat praktik residensi menunjukkan hasil
seperti tersebut dibawah ini: (1) aspek kualitas hubungan, sebanyak 50% perawat
ketua tim menyatakan bahwa perawat CCM kurang memberikan pujian atas
keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan sebanyak 57,7 % perawat ketua tim
menyatakan perawat CCM kurang memberikan motivasi dalam melaksanakan
tugas. (2) Aspek alokasi waktu, sebanyak 53,8% perawat ketua tim menyatakan
perawat CCM melibatkan perawat primer dalam perencanaan kegiatan dan
sebanyak 38,5 % perawat ketua tim menyatakan perawat CCM terlibat dalam
pembagian tugas perawat asosiate bersama dengan perawat primer. (3) Aspek
pengembangan profesional, sebanyak 34,6% perawat ketua tim menyatakan
bahwa CCM tidak pernah melaksanakan presentasi isu-isu keperawatan terbaru
dan merancang pertemuan ilmiah kepada perawat primer. (4) Aspek peningkatan
keterampilan, sebanyak 50% perawat ketua tim menyatakan bahwa perawat CCM
selalu memberikan bimbingan kepada perawat primer (Wijayanti, 2011).

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Perawat memberikan pelayanan keperawatan sesuai standar pelayanan yang
ditetapkan untuk menjamin hak dan keselamatan pasien. Pelaksanaan pelayanan
keperawatan yang bermutu didukung oleh pelaksanaan supervisi klinik yang
optimal. Supervisi klinik merupakan upaya pengawasan, evaluasi, dan
pengembangan kemampuan personal dan profesional staf keperawatan dalam
pelaksanaan pelayanan keperawatan. Ketidakmampuan supervisor klinik dalam
melaksanakan peran karena kurangnya pengetahuan tentang teknik supervisi,
uraian tugas tanggung jawab, dan kurangnya pengalaman sebagai supervisor,
menyebabkan kesulitan pelaksanaan supervisi klinik terhadap perawat pelaksana
yang memiliki lama kerja, usia, dan tingkat pendidikan bervariasi. Supervisi
klinik cenderung diberikan hanya kepada perawat baru dan frekuensi pelaksanaan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


tidak teratur. Pelaksanaan supervisi klinik yang tidak adekuat berakibat pada
penurunan efektivitas dan efisiensi kerja perawat pelaksana serta membahayakan
keselamatan pasien. Teknik supervisi identik dengan teknik penyelesaian masalah.
Keterampilan pemecahan masalah oleh perawat CCM diperlukan untuk
pengambilan keputusan dalam mengatasi masalah yang terjadi dalam pemberian
pelayanan keperawatan pada situasi rutin atau situasi sistematik.

Penerapan quality circle merupakan salah satu cara penyelesaian masalah dalam
kelompok perawat CCM. Anggota kelompok akan berkontribusi dalam
memberikan saran dan solusi penyelesaian masalah untuk di terapkan dalam
mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan supervisi klinik. Keikutsertaan dalam
kelompok quality circle meningkatkan keterampilan perawat CCM untuk
menyelesaikan masalah pelayanan keperawatan dan kemampuan melakukan
supervisi klinik. Penelitian tentang penerapan quality circle dalam bidang
kesehatan didapatkan hasil bahwa quality circle secara signifikan mampu
menyelesaikan masalah dalam praktik keperawatan, meningkatkan produktivitas
dan motivasi staf, meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien, membangun
kerjasama tim, serta mempertahankan standar pelayanan keperawatan. Akan tetapi
publikasi penelitian tentang penerapan quality circle oleh perawat supervisor
klinik memiliki pengaruh terhadap kemampuan supervisi klinik belum ditemukan.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh penerapan quality circle
oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan melakukan supervisi
klinik.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh penerapan quality circle
oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan melakukan supervisi
klinik di rumah sakit PGI Cikini Jakarta.

1.3.2 Tujuan Khusus

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi:
1.3.2.1 Gambaran karakteristik usia, jenis kelamin, jenjang pendidikan, dan
lama kerja perawat pelaksana sebagai responden.
1.3.2.2 Perbedaan kemampuan supervisi klinik sebelum dan sesudah penerapan
quality circle oleh perawat clinical care manager pada kelompok
intervensi.
1.3.2.3 Perbedaan kemampuan supervisi klinik sebelum dan sesudah pada
kelompok non-intervensi tanpa penerapan quality circle.
1.3.2.4 Perbedaan kemampuan supervisi klinik sesudah penerapan quality
circle pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi.
1.3.2.5 Hubungan usia, jenjang pendidikan, jenis kelamin, dan lama kerja
perawat pelaksana terhadap aspek pengembangan profesional,
peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi. dan
hubungan antara supervisor-supervisee.

1.4 Manfaat Penelitian


Kontribusi hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1.4.1 Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian pengaruh quality circle terhadap kemampuan supervisi
klinik ini dapat memberikan masukan positif dan informasi bagi rumah
sakit sebagai salah satu cara dalam meningkatkan keterampilan perawat
clinical care manager untuk menyelesaikan masalah supervisi klinik yang
berkaitan dalam pemberian pelayanan keperawatan pada situasi rutin
seperti asuhan keperawatan, ketenagaan atau situasi sistematik seperti
kolaborasi dengan dokter ataupun departeman lainnya.

1.4.2 Manfaat Keilmuan


Hasil penelitian mengenai penerapan quality circle ini dapat berkontribusi
terhadap perkembangan khasanah kepustakaan khususnya bidang
keperawatan. Metode quality circle yang merupakan upaya penyelesaian
masalah secara berkelompok di lingkungan kerja, dapat diterapkan di

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


bidang keperawatan untuk mengatasi masalah pelaksanaan supervisi klinik
dalam upaya meningkatkan keterampilan klinik dan pengembangan
profesionlisme perawat pelaksana serta menjamin pememenuhan hak dan
keselamatan pasien.

1.4.3 Manfaat Metodologi


Hasil penelitian pengaruh quality circle ini dapat memperkaya khasanah
penelitian keperawatan terutama penggunaan metode dan desain penelitian
quasi eksperimen ataupun dikembangkan desain penelitian yang lainnya.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Supervisi Klinik


2.1.1 Pengertian Supervisi klinik
Supervisi secara umum merupakan aktivitas mengawasi, memonitor,
mengevaluasi, dan mentoring dalam upaya meningkatkan keterampilan,
mengembangkan potensi, dan pengetahuan staf. Gillies (1994) menyatakan bahwa
supervisi merupakan upaya mengawasi pelaksanaan kerja, mengevaluasi,
menyetujui serta mengkoreksi apabila ada kesalahan dalam pelaksanaan kerja staf.
Swansburg (1999) mendefinisikan supervisi sebagai segala usaha untuk mengetahui
dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas, yang dalam
pelaksanaannya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu menghargai potensi
tiap individu, mengembangkan potensi tiap individu, dan menerima tiap perbedaan.

2.1.2 Manfaat dan Tujuan Supervisi.


Pelaksanaan supervisi yang optimal akan bermanfaat dalam peningkatan
efektivitas dan efisiensi kerja. Peningkatan efektivitas dan efisisensi kerja
menjamin pelaksanaan kegiatan optimal sehingga menghindari kesalahan karena
dilaksanakan dengan benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Peningkatan efektivitas kerja erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan staf, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang
harmonis antara atasan dan bawahan (Suarli & Bahtiar, 2010). Peningkatan
efisiensi kerja erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang
dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya optimal (Suarli & Bahtiar,
2010).

Pelaksanaan tugas dan pekerjaan staf dengan hasil yang baik merupakan salah
satu tujuan dalam pelaksanaan supervisi klinik. Bush (2005) menyatakan supervisi
klinik mencegah kegagalan sistem pelayanan kesehatan. Supervisi klinik menjadi
metode terbaik dalam mengarahkan pelayanan kesehatan optimal (Drisscoll, 2000
dalam Bush 2005). Pelaksanaan supervisi klinik yang optimal mencegah

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


terjadinya kejadian yang tidak diinginkan pada pasien, memelihara pelaksanaan
kerja sesuai standar, dan meningkatkan keselamatan, serta meningkatkan
perkembangan staf (Bush, 2005).

2.1.3 Peran Supervisor


2.1.3.1 Supervisor Sebagai Coach
Supervisi merupakan bentuk pembekalan kepada staf sehingga selanjutnya staf
dapat melaksanakan tugas pekerjaannya dengan baik. Supervisor bisa berperan
sebagai pelatih bagi staf apabila bimbingan secara individu diperlukan untuk
mengembangkan profesionalisme (Copeland, 2005). Teknik coaching efektif
untuk mendukung dan mengkoreksi penampilan kerja sehari-hari dengan
memberikan bimbingan kepada staf untuk meningkatkan kompetensi, komitmen,
dan kepercayaan diri serta membantu staf membuat pilihan dan menghubungkan
antara kondisi saat ini dengan masa depan (Marquis, 2012). Supervisor sebagai
coach memberi bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga dengan
bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik (Suarli & Bahtiar,
2010).

2.1.3.2 Supervisor Sebagai Mentor


Peningkatan keterampilan klinik perawat untuk mendukung pelaksanaan
pelayanan keperawatan yang optimal diperlukan upaya mentoring dari supervisor
klinik kepada perawat yang menjadi sasaran supervisi. Supervisi klinik
merupakan proses interpersonal saat praktisi yang lebih terampil membantu yang
kurang terampil atau kurang pengalaman untuk mencapai kemampuan profesional
sesuai dengan peran (Bond and Holland, 2010 dalam Turner & Hill, 2011).
Mentoring merupakan pengarahan untuk membangun staf yang kurang
berpengalaman dalam keterampilan praktik klinik melalui pemberian dukungan
dan bimbingan dari supervisor yang lebih berpengalaman (Skinner et al, 2005).

2.1.3.3 Supervisor Memberi Alokasi Waktu Untuk Refleksi

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Proses refleksi oleh staf perawat selama pelaksanaan supervisi klinik merupakan
upaya mengidentifikasi dan menemukan kebutuhan untuk mengembangkan
profesionalisme. Tujuan pelaksanaan supervisi klinik adalah untuk memperbaiki
praktik keperawatan yang berfokus pada kebutuhan interaksi perawat-pasien
(Ooijen 2000 dalam Brunero & Parbury 2005). Supervisi klinik merupakan suatu
proses dukungan profesional dan pembelajaran saat perawat dibantu untuk
meningkatkan kemampuan praktik melalui diskusi secara berkala dengan sejawat
yang memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih (Fowler, 1996).

2.1.3.4 Meningkatkan Kualitas Hubungan Supervisor-Supervisee


Supervisi klinik merupakan suatu bentuk kolaborasi antara staf yang kurang
berpengalaman dengan supervisor yang lebih berpengalaman sebagai upaya
meningkatkan kualitas hubungan antara supervisor dengan staf. Meluangkan
waktu dan memberikan kesempatan dalam konteks hubungan profesional dengan
praktisi yang lebih berpengalaman sehingga mendapatkan kesempatan untuk
merefleksikan pelaksanaan praktik sebelumnya sebagai upaya untuk
meningkatkan dan membangun lingkup praktik di masa datang (Open University,
1998 dalam Turner & Hill, 2011).

2.1.4 Teknik Supervisi.


Pemberian pelayanan keperawatan yang berkualitas membutuhkan kontrol dari
supervisor klinik agar sesuai dengan standar pelayanan keperawatan yang
ditetapkan. Pelaksanaan supervisi memfasilitasi staf untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengikuti perkembangan dan
perubahan. Supervisi akan membantu organisasi untuk menyesuaikan dengan
perubahan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan staf (Suarli &
Bahtiar, 2010).

Penerapan teknik supervisi yang tepat dalam pelaksanaan supervisi akan


membantu mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan. Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan
penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Teknik supervisi yang digunakan
oleh supervisor untuk mengumpulkan data dalam penetapan masalah, penyebab

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


masalah, penetapan sasaran supervisi, dan pelaksanaan jalan keluar akan
berkontribusi terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Teknik supervisi yang
dapat diterapkan antara lain adalah:

2.1.4.1 Pengamatan Langsung


Teknik pengamatan langsung dilaksanakan untuk melihat hasil pekerjaan staf
apakah sudah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Pengamatan
langsung sering menimbulkan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang,
atau kesan mengganggu kelancaran pekerjaan. Gillies (1994) menyatakan
pengamatan langsung bisa dilaksanakan dengan cara bekerja bersama dengan staf
yang di supervisi selama satu atau dua hari dan mengobservasi cara staf merawat
pasien. Pengamatan langsung dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan
menunjukkan kekuasaan atau otoritas (Suarli & Bahtiar, 2010).

Supervisor klinik dapat meningkatkan efektivitas saran dan koreksi hasil kerja staf
dengan cara yang edukatif dan suportif. Dukungan untuk perbaikan diperlukan
untuk meningkatkan rasa percaya diri staf dan mencegah resistensi terhadap
perubahan. Koreksi dan instruksi diberikan secara individual untuk menjaga
kepercayaan pasien dan mencegah staf merasa direndahkan (Gillies, 1994)

2.1.4.2 Sasaran pengamatan


Sasaran pengamatan ditentukan dengan jelas untuk melihat pengembangan
profesionalisme sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sasaran pengamatan
hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (Suarli &
bahtiar 2010). Pengamatan dengan cara mengecek aktivitas tertentu secara regular
dapat dilakukan untuk memelihara standar pelaksanaan prosedur (Gillies, 1994).

2.1.4.3 Obyektivitas pengamatan.


Obyektivitas pengamatan dilaksanakan dengan menerapkan standar evaluasi
untuk menilai penampilan kerja staf. Pengamatan langsung yang tidak

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


terstandardisasi dapat mengganggu obyektivitas (Suarli & bahtiar, 2010).
Supervisi bertujuan untuk mengawasi, mengevaluasi, dan memperbaiki kinerja
staf. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menilai kualitas proses kerja dan
hasil (Gillies, 1994).

2.1.4.4 Kerja Sama


Supervisor dan staf yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian
masalah. Berbagi pengetahuan memungkinkan supervisor untuk bekerja
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh staf yang disupervisi (Copeland,
2005). Kejelasan terhadap sasaran dari supervisi memerlukan hubungan
kerjasama yang saling percaya sehingga memungkinkan proses penyelesaian
masalah dengan kedekatan dan diskusi.

2.1.5 Efektivitas Supervisi Klinik


Supervisi klinik merupakan suatu mekanisme suportif bagi perawat dalam
pelaksanaan praktik profesional. Efektivitas supervisi klinik menjadi tolak ukur
keberhasilan pelaksanaan supervisi klinik. Mengacu pada Manchester Clinical
Supervision Scale (2011) kualitas dan efektivitas supervisi yang diberikan
supervisor klinik ditentukan berdasarkan opini supervisee tentang dampak
supervisi klinik pada area:

2.1.5.1 Perkembangan profesionalisme


Perkembangan profesionalisme merupakan peningkatan kemampuan perawat
pelaksana dalam otonomi untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya,
peningkatan pengetahuan, kemampuan aktualisasi diri dan peningkatan rasa
percaya diri saat menjalankan tugas. Otonomi merupakan kebebasan orang untuk
bertindak (Swansburg, 1993). Supervisor klinik mendukung upaya peningkatan
profesionalisme perawat untuk meningkatkan kontrol terhadap kemampuan untuk
ingin bekerja keras, berpenampilan kerja optimal, belajar keterampilan baru, dan
terlibat dalam pengambilan keputusan tentang kerja mereka (Swansburg, 1993)

2.1.5.2 Peningkatan keterampilan klinik

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Peningkatan keterampilan klinik meliputi peningkatan kemampuan perawat
pelaksana untuk melaksanakan prosedur keperawatan sesuai standard dan
kemampuan melaksanakan prosedur keamanan kerja. Supervisor klinik
bertanggungjawab untuk memastikan bahwa staf perawat mendapatkan
kesempatan pembelajaran untuk pengembangan keterampilan klinik melalui sesi
pelatihan di ruangan, memfasilitasi kesempatan untuk hadir dalam seminar atau
workshop keperawatan, memberikan informasi tentang isu keperawatan yang
baru, dukungan, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan (Kozier, 2005). Teknik coaching dan mentoring dapat dilakukan untuk
membantu meningkatkan keterampilan klinik staf keperawatan dengan
menyediakan waktu, dukungan, bimbingan, dan membantu dalam melakukan
tugas (Kozier, 2005).

2.1.5.3 Waktu untuk refleksi


Waktu untuk refleksi merupakan pengaturan alokasi waktu bagi supervisor dan
supervisee untuk membahas kasus atau masalah keperawatan dan isu keperawatan
terkini yang sudah terjadwalkan frekuensi dan durasinya. Proses refleksi
diperlukan dalam pelaksanaan supervisi klinik sebagai upaya untuk
mengidentifikasi pengembangan profesional yang dibutuhkan oleh staf perawat
(Brunero & Parbury, 2004). Refleksi merupakan suatu proses kognitif untuk
memikirkan kembali pengalaman klinik yang telah dilakukan sebagai upaya untuk
memahami lebih dalam pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki dan
mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan (Brunero & Parbury, 2004) . Proses
refleksi bertujuan untuk mengembangkan profesionalisme dalam praktik
keperawatan berdasarkan evidenced based.

2.1.5.4 Kualitas hubungan dari supervisee dengan supervisor


Kualitas hubungan dari supervisee dengan supervisor merupakan kemampuan
supervisor dan supervisee menjalin hubungan interpersonal dalam pekerjaan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan, serta

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


hubungan saling percaya dalam mengatasi masalah yang muncul di lingkungan
pekerjaan. Supervisor dan staf yang disupervisi memerlukan hubungan kerjasama
yang saling percaya sehingga memungkinkan proses penyelesaian masalah
dengan kedekatan dan diskusi. Berbagi pengetahuan memungkinkan supervisor
untuk bekerja menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh staf yang disupervisi
(Copeland, 2005).

Karakteristik efektivitas supervisi klinik merupakan suatu tipe dari aktivitas-


aktivitas penampilan perawat clinical care manager untuk membimbing,
mengawasi dan menilai efektivitas penampilan kerja oleh tim perawat dalam
pelaksanaan pelayanan keperawatan.

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Supervisi Klinik


Kegagalan pelaksanaan supervisi klinik akan menyebabkan penurunan efektivitas
dan efisiensi kerja perawat pelaksanaan. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
supervisi klinik yang efektif berdasarkan WHO (1993), Robbins (2001), Bush
(2005), Marquis (2009), Marriner & Tomey (2009) adalah sebagai berikut:

2.1.6.1 Faktor kejelasan uraian tugas dan tanggung jawab


Uraian tugas dan tanggung jawab merupakan ringkasan tugas pokok yang harus
diselesaikan disertai keterangan secara detail tentang tingkat pendidikan dan
pengalaman kerja yang sesuai. Uraian tugas dan tanggung jawab harus selalu
diperbarui, akurat dan realistik sesuai dengan sumber daya manusia yang tersedia.
Menurut Marinner & Tomey (2009) uraian tugas dan tanggung jawab merupakan
spesifikasi pekerjaan, tugas yang harus diselesaikan, dan tanggung jawab yang di
emban oleh seseorang yang menduduki jabatan tersebut.

Kejelasan tentang uraian tugas dan tanggung jawab berguna untuk proses
rekruitmen, penempatan, transfer keputusan, menjadi arahan dan bahan evaluasi
personil. Kejelasan uraian tugas sangat penting untuk pendelegasian secara efektif
(Marriner & Tomey, 2009). Kurang jelasnya uraian tugas dan tanggung jawab
dapat menyebabkan kecemasan, sikap negatif, konflik, ketidakpuasan kerja,

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


penurunan produktivitas kerja, frustasi dan tumpang tindih pekerjaan (Marriner &
Tomey, 2009).

2.1.6.2 Faktor koordinasi


Struktur formal organisasi menggambarkan posisi, hubungan, tugas dan tanggung
jawab antar individu dan jabatannya (Marriner & Tomey, 2009) . Koordinasi
dalam struktur organisasi formal membantu memaksimalkan efisiensi struktur
birokrasi sehingga seluruh staf mengetahui kepada siapa harus bertanggungjawab
dan melaporkan serta penting untuk pendelegasian tugas secara efektif.

2.1.6.3 Faktor penggunaan waktu yang efektif


Manajemen waktu berfungsi untuk melihat produktivitas kerja yang dilaksanakan
sehari-hari dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
Manajemen waktu merupakan kontrol terhadap penggunaan waktu untuk
mencapai produktivitas kerja maksimum (Marriner & Tomey, 2009). Penggunaan
waktu yang efektif merupakan suatu upaya untuk mencegah pembuatan
perencanaan kerja yang kurang baik, kegagalan menentukan tujuan yang akan
dicapai, kegagalan membuat rencana pelaksanaan untuk mencapai tujuan,
ketidakmampuan untuk mengatakan tidak terhadap hal yang tidak terjadwalkan,
ketidakmampuan menyelesaikan tugas, dan kurangnya waktu untuk meningkatkan
keterampilan diri.

2.1.6.4 Faktor kurangnya edukasi mengenai teknik supervisi


Perawat supervisor sebagai pelaksana supervisi klinik harus memiliki
pengetahuan tentang jenis pekerjaan yang akan disupervisi dan teknik
pelaksanaan supervisi. Supervisor klinik bekerja di antara manajemen dan staf
yang secara langsung memberikan pelayanan kesehatan dan peran tersebut sangat
dinamis (Strasser, 2010). Ketidaksiapan peran perawat supervisor menyebabkan
ketidakmampuan mengkomunikasikan perubahan ke manajemen dan kebijakan ke
staf keperawatan.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian
masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Pendekatan penyelesaian masalah yang
digunakan supervisor dalam pelaksanaan supervisi meliputi (1) Mengumpulkan
data dalam penetapan masalah, (2) Menganalisis penyebab masalah, (3)
Menetapkan solusi penyelesaian masalah dan menetapkan sasaran supervisi, (4)
Membuat perencanaan program, (5) Pelaksanaan program, (6) Evaluasi
pelaksanaan program (Marquis, 2012). Perawat supervisor perlu mendapatkan
kesempatan pelatihan dalam mendukung kemampuan pelaksanaan supervisi.
Pelaksanaan teknik supervisi yang optimal dengan akan berkontribusi terhadap
kualitas pelayanan keperawatan.

2.1.6.5 Faktor keterampilan interpersonal


Keterampilan interpersonal merupakan kemampuan yang diperlukan oleh
supervisor untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan berhasil. Robbins
(2001) mengidentifikasaikan tiga keterampilan manajemen yang mutlak
diperlukan yaitu: (1) Keterampilan teknis meliputi kemampuan menerapkan
pengetahuan khusus atau keahlian spesialisasi. (2) Keterampilan manusiawi
merupakan kemampuan bekerja sama, memahami, dan memotivasi orang lain,
baik perseorangan maupun kelompok. (3) Keterampilan konseptual merupakan
kemampuan mental untuk menganalisis dan mendiagnosis situasi yang rumit
sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan letak masalah,
identifikasi alternatif solusi, evaluasi alternatif dan memilih alternatif yang paling
baik.

2.1.6.6 Faktor komunikasi


Komunikasi merupakan aktivitas memberi dan menerima informasi secara verbal
maupun nonverbal melalui bahasa tubuh, tulisan, dll (Marriner & Tomey, 2009).
Faktor komunikasi merupakan suatu hal yang vital untuk mendefinisikan secara
jelas tentang supervisi klinik dan bagaimana cara kerjanya. Peningkatan
pemahaman akan mencegah kebingungan. Prinsip supervisi klinik perlu
dikomunikasikan secara jelas kepada staf dengan bahasa yang dimengerti yang

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


menekankan pada manfaat yang akan dirasakan oleh pasien dan staf begitu juga
dengan organisasi.
.
2.1.6.7 Faktor individu supervisee
Intensitas pelaksanaan supervisi disesuaikan dengan situasi, kebutuhan staf, dan
keterampilan kepemimpinan dari manajer (Gillies, 1994). Pelaksanaan supervisi
berkembang sesuai dengan perubahan pengetahuan, tingkat pendidikan dan karir
staf (Gillies, 1996). Manusia secara umum akan mengalami perkembangan dan
berubah kebutuhannya untuk menghadapi tantangan, dukungan dan pengarahan.
Oleh karena itu supervsisor perlu mengenal lebih dekat individu supervisee untuk
dapat mengenali kebutuhan supervisi yang dibutuhkan. Kebutuhan supervisi
dapat dipengaruhi oleh:
a. Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan suatu bentuk rangkaian aktivitas yang membangun
kapasitas profesional perawat, termasuk pembelajaran, pengetahuan dan
keterampilan, serta membantuk kesadaran diri (Munson, 2002). Tingkat
pendidikan D3 Keperawatan merupakan program pendidikan vokasi yang
menekankan pada kompetensi keterampilan (Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No.232/U/2000). Tingkat pendidikan S1 Keperawatan Ners akan
lebih banyak memikirkan peningkatan mutu asuhan keperawatan dengan
melakukan penelitian-penelitian sehingga tercipta praktik keperawatan
berdasarkan pembuktian (Sitorus, 2006).

b. Usia
Rentang usia yang berbeda menyebabkan tingkat kebutuhan dan jenis
motivasi yang diperlukan staf berbeda-beda. Erickson (1950) menggolongkan
usia menurut tingkat perkembangan psikososialnya yaitu: (1) Dewasa muda
(18-25 tahun) hal positif yang ditemukan pada tingkat usia ini adalah
kedekatan dengan orang lain, memiliki komitmen untuk bekerja dan menjalin
relasi dengan orang lain. Hal negatif pada tingkat usia ini adalah menghindari
komitmen terhadap karier, pekerjaan dan hubungan interpersonal. (2) Dewasa
(25-65 tahun) hal positif yang ditemukan pada tingkat usia ini adalah
memiliki kreativitas, produktivitas dan perhatian pada orang lain, namun hal

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


negatif yang ditemukan adalah kurang perhatian dan komitmen, terlalu
percaya pada kemampuan diri sendiri.

c. Lama kerja
Lama kerja merupakan proses bagi perawat untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugasnya
secara profesional, efektif, dan efisien. Lama kerja staf keperawatan
menentukan jenis supervisi yang diperlukan disesuaikan dengan tingkat
kompetensi yang dimiliki dan kebutuhannya (Gillies, 1994).

Departemen Kesehatan RI (2006) menggolongkan jenjang karir perawat


dengan persyaratan tingkat pendidikan, pengalaman kerja klinik sesuai area
kekhususan serta persyaratan kompetensi yang telah ditentukan, meliputi: (1)
Novice, telah memiliki pengalaman kerja < 2 tahun. Kompetensi yang
dimiliki masih terikat dengan data-data obyektif, belum bisa mengantisipasi
situasi secara luas, menentukan kondisi pasien sesuai buku atau prosedur
yang ditetapkan. (2) Advance Beginner, telah memiliki pengalaman kerja 3 -
5 tahun. Kompetensi yang dimiliki cukup mengetahui situasi riil, dapat
mencatat aspek situasi klinik. Masih minta bantuan pada kasus kompleks,
belum bisa menentukan intervensi yang essensial. (3) Competent, telah
memiliki pengalaman kerja 5 - 9 tahun. Kompetensi yang dimiliki adalah
dapat menganalisa masalah klien, dapat mengelola situasi komplek, dapat
memutuskan, menilai kondisi pasien serta dapat memprediksi situasi klien
dan menentukan apa yang penting dalam tujuan jangka panjang. Sudah
mempunyai feeling, minta bantuan sedikit dan selektif. (4) Proficient,
Pengalaman kerja > 9 tahun dengan kompetensi yang dimiliki adalah dapat
mengetahui dan menentukan situasi secara luas, dapat menentukan
penanganan dan bisa merencanakan asuhan klien selanjutnya, bekerja efisien
dan dapat mengidentifikasi masalah, melakukan keputusan dengan luas dan
cepat serta dapat menangani situasi.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


d. Jenis Kelamin
Jenis kelamin membedakan cara berpikir dan bertindak seseorang. Hasil
penelitian (Falbo, 1972 dalam Mainiero, 1986) menyatakan bahwa
perempuan lebih feminim secara individual cenderung menggunakan strategi
unilateral dan tidak langsung seperti manipulasi emosional, lebih penolong,
dan cepat iba, sedangkan laki-laki lebih maskulin secara individual cenderung
menggunakan pendekatan langsung dan bilateral.

2.2 Quality Circle

2.2.1 Pengertian Quality Circle


Quality circle merupakan suatu mekanisme penyelesaian masalah di area kerja
dalam kelompok yang anggotanya saling berinteraksi secara sukarela melalui
tahapan penyelesaian masalah. Rowland & Rowland (1997) menyatakan bahwa
quality circle merupakan metode penyelesaian masalah di area kerja yang
dilaksanakan dalam kelompok yang bekerja pada area sama dan tidak dalam
keterpaksaan bertemu secara berkala untuk mengidentifikasi, menganalisis dan
menyelesaikan masalah di area kerja. Mekanisme dalam quality circle bersifat
formal, institutional, produktif dan partisipatif dalam penyelesaian masalah di
antara staf yang saling berinteraksi (Crocker, Sik Liung Chiu, Charney, 1984).

Penyelesaian masalah dalam kelompok quality circle merupakan suatu proses


kerjasama yang terus menerus dari staf untuk mendukung mekanisme adaptasi
institusi terhadap lingkungan dan peluang yang terjadi. Tappen (1995)
menyatakan quality circle terbentuk oleh staf yang memiliki tugas yang sama atau
siapapun yang bertanggungjawab untuk mencapai tujuan yang sama pada pasien,
sehingga dapat bekerjasama menyelesaikan masalah dengan saling
menguntungkan.

Quality circle merupakan proses partisipasi dari staf pekerja untuk


mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan masalah serta meningkatkan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


kualitas dan produktivitas di area kerja. Proses menjadi organisasi yang lebih baik
dengan cara mengubah proses berpikir dan menyelesaikan masalah tidak hanya
dilakukan pada level top manajer, tetapi di setiap level dalam organisasi
(Allender, 1992). Manajer di setiap level melaksanakan fungsi pengarahan,
pengawasan, dan koordinasi staf, tetapi dengan menggunakan metode yang
berbeda (Gillies, 1994). Perubahan dinamis terjadi di setiap tingkatan dalam
organisasi, manajer dan staf di setiap level melakukan proses berpikir, kontrol dan
bertindak (Allender, 1992). Hal ini akan meningkatkan kemampuan staf untuk
membuat keputusan dalam upaya meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja
(Allender, 1992).

2.2.2 Tujuan Metode Quality Circle


Peningkatan kualitas standar pelayanan pasien menjadi sasaran yang akan dicapai
institusi dan merupakan tanggung jawab bersama seluruh staf. Tujuan utama
pelaksanaan quality circle meliputi: meningkatkan pelayanan pasien di rumah
sakit, meningkatkan produktivitas, meningkatkan motivasi dan moral dari pekerja,
mendukung penggunaan kreativitas staf, membantu staf menuju jenjang karir
manajerial, membantu staf betumbuh secara personal dan profesional. (Rowland
& Rowland, 1997). Mbovanne (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
Pelaksanaan quality circle dapat meningkatkan kemampuan staf dalam
menyelesaikan masalah dalam praktik keperawatan, sehingga meningkatkan
kualitas standar pelayanan pasien, membangun kerjasama tim, serta
mempertahankan standar pelayanan keperawatan.

Keterlibatan staf dalam pelaksanaan quality circle memperkaya kehidupan kerja


staf. Staf yang terlibat dalam proses pelaksanaan quality circle memperlihatkan
tanggungjawabnya dengan cara memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan
(Tappen, 1995). Tujuan yang ditetapkan manajemen dan staf dalam pelaksanaan
quality circle berbeda. Tujuan manajemen dan staf saling mengisi tetapi tidak
selalu identik dalam menjamin keberhasilan pelaksanaan quality circle (Tappen,
1995).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.2.3 Struktur Organisasi Program Quality Circle
Struktur organisasi program quality circle tidak dinyatakan berdiri sendiri tetapi
terintegrasi pada struktur organisasi yang ada dalam institusi. Rowland &
Rowland (1997) menyatakan bahwa struktur organisasi quality circle terintegrasi
dengan institusi, tetapi memiliki struktur organisasi independen. Struktur
organisasi quality circle meliputi:

2.2.3.1 Steering Comitttee


Steering Commitee berfungsi sebagai penggerak langsung pelaksanaan program
quality circle (Rowland & Rowland). Anggota steering commitee terdiri dari
perwakilan dari institusi dan perwakilan dari departemen lain yang berkaitan.
Tanggung jawab yang dimiliki steering commitee menurut Allender (1992) dan
Rowland & Rowland (1997) antara lain yaitu: membuat tujuan yang akan dicapai,
membuat keputusan akhir yang diperlukan, membuat prioritas pelaksanaan
program dan sumber pendukung, mendukung aktivitas kelompok, dan
mengevaluasi pelaksanaan dan efektivitas program.

2.2.3.2 Fasilitator
Fasilitator secara langsung bertanggungjawab untuk membimbing dan
mengkoordinasi aktivitas kelompok. Fasilitator memiliki pengetahuan manajerial,
teknik penyelesaian masalah, dan membawa spirit kepemimpinan dalam proses
pelaksanaan quality circle (Allender, 1992). Fasilitator menurut Rowland &
Rowland (1997) secara spesifik memiliki peran melatih kelompok teknik
pemecahan masalah, pengumpulan data, analisis statistik dan teknik penyajian
data serta presentasi manajemen dan berperan sebagai sumber pada proses kerja
kelompok. Fasilitator memiliki peran menjadi perantara antara kelompok quality
circle dengan pihak manajemen (Allender, 1992).

2.2.3.3 Pemimpin Kelompok


Pemimpin kelompok berperan mengatur pelaksanaan pertemuan kelompok quality
circle. Pemimpin kelompok tidak memiliki kekuasaan atas anggota kelompok

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


yang lain tetapi berperan sebagai moderator diskusi yang memfasilitasi proses
penyelesaian masalah (Crocker, Sik Liung Chiu, Charney, 1984).

2.2.3.4 Anggota Kelompok


Anggota kelompok merupakan pondasi proses pelaksanaan quality circle yang
mengembangkan kreativitas dan inovasi. Allender (1992) menyatakan bahwa
anggota kelompok harus dapat bekerja dengan anggota lain dengan menggunakan
teknik penyelesaian masalah sehingga kehadirannya dalam pertemuan membantu
dan berkontribusi terhadap pelaksanaan proses. Anggota kelompok terdiri dari staf
yang berada di area kerja yang sama atau departemen yang secara sukarela
berpartisipasi dalam circle (Rowland & Rowland, 1997).

Gambar 2.1
Struktur Organisasi Quality Circle

2.2.4 Tahapan Pelaksanaan Quality Circle


Tahapan pelaksanaan quality circle harus dipahami oleh seluruh anggota untuk
menjamin keberhasilan pelaksanaan program. Tahapan pelaksanaan quality circle
menjadi panduan bagi anggota dalam proses pelaksanaan quality circle. Tahapan
pelaksanaan quality circle yaitu:

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.2.4.1 Identifikasi Masalah
Anggota kelompok mengidentifikasi masalah di area kerjanya yang akan
diselesaikan. Identifikasi masalah merupakan hal yang sangat diperlukan untuk
memahami permasalahan yang terjadi sehingga dapat dipilih solusi penyelesaian
masalah yang tepat (Gillies, 1994). Keputusan pemilihan solusi penyelesaian
masalah yang tepat melibatkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh
problem solver. Informasi yang dimiliki oleh problem solver didapatkan dengan
dengan cara mengidentifikasi masalah (Marquis, 2012).

2.2.4.2 Seleksi Masalah


Anggota kelompok quality circle menyeleksi masalah yang akan diselesaikan
dengan cara membuat prioritas penyelesaian masalah (Rowland & Rowland,
1997)

2.2.4.3 Analisis Masalah


Analisis masalah dilaksanakan untuk mengklasifikasi dan menganalisis masalah
mendasar yang terjadi dengan menggunakan teknik dasar penyelesaian masalah
antara lain seperti brain storming dan cause and effect analisis (Goikward &
Goikward, 2000).

2.2.4.4 Menghasilkan Alternatif Solusi


Membuat solusi yang memungkinkan untuk diterapkan dalam penyelesaian
masalah dibutuhkan kreativitas. Penggunaan solusi lama dalam menyelesaiakan
masalah yang baru belum tentu sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini.
Dukungan untuk tidak menggunakan solusi lama dalam penyelesaian masalah
yang baru sangat diperlukan (Gillies, 1994). Merupakan suatu hal yang alamiah
apabila individu melakukan pengulangan terhadap sesuatu yang telah bekerja
dengan baik di waktu lalu, tetapi keberhasilan solusi yang sebelumnya belum
tentu berhasil diterapkan di masa depan (Walsh, 1996 dalam Tappen, Weiss, &
Whitehead, 2004). Jumlah alternatif solusi yang semakin banyak akan semakin
besar kemungkinan pembuatan keputusan akhir yang dibuat (Marquis, 2012).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.2.4.5 Pemilihan Solusi yang Sesuai
Solusi terbaik dipilih berdasarkan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan.
Kombinasi dari beberapa saran merupakan solusi yang terbaik. Semakin besar
jumlah orang yang bekerja untuk menyelesaikan masalah maka akan semakin
banyak alternatif solusi yang dibuat (Marquis, 2012).

2.2.4.6 Persiapan Rencana Program


Anggota kelompok quality circle menyiapkan rencana program pelaksanaan dari
solusi yang dipilih antara lain seperti: tempat pelaksanaan, waktu, dan tanggal
(Goikward & Goikward, 2000).

2.2.4.7 Persetujuan dari Manajemen


Kelompok quality circle mempresentasikan hasil analisis masalah dan rencana
pelaksanaan program untuk menyelesaikan masalah kepada manajemen.
Manajemen mempelajari kembali hasil presentasi dari kelompok dan memutuskan
apa yang akan diimplementasikan maupun yang tidak diimplementasikan
berdasarkan hasil rekomendasi dari kelompok (Rowland & Rowland, 1997).

2.2.4.8 Implementasi
Implementasi pelaksanaan program berdasarkan pilihan solusi terbaik merupakan
media untuk menguji apakah pilihan solusi tersebut bekerja seperti yang
diharapkan. Pelaksanaan solusi secepatnya diperlukan untuk mencegah
menurunnya motivasi dalam menghadapi konsekuensi atas pilihan yang dipilih
(Marquis, 2012).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Gambar 2.2
Proses Tahapan Pelaksanaan Quality Circle

Sumber: Gaikwad & Gaikwad, 2000

Sumber: Gaikwad & Gaikwad, 2000

2.2.5 Penelitian Terkait Quality Circle


Li-Chuan Lee, Ke-Ping Yang, Tai-Ying Chen (2000) mengadakan penelitian
terhadap 53 responden yang terbagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok
kontrol untuk mengeksplorasi dampak quality circle terhadap kepuasan kerja,
absenteeism dan turnover pada perawat di rumah sakit Taiwannesse. Hasil
penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna P value 0,001 pada
kelompok perawat yang menjalani quality circle dibandingkan pada kelompok
kontrol dalam hal kepuasan kerja. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal
absenteeism pada kelompok kontrol terjadi 3 kali lebih banyak insiden absen
dibandingkan dengan kelompok yang menjalani quality circle. Kejadian turnover
40% signifikan lebih tinggi pada kelompok kontrol dibandingkan dengan unit
yang menjalani quality circle.

Ionidis, et al (2008) melakukan penelitian tentang pelaksanaan quality circle pada


dokter dalam manajemen pasien osteoporosis dalam hal faktor resiko dan
pelaksanaan pemeriksaan test bone mineral sesuai dengan panduan. Jumlah
responden sebanyak 340 yang dibagi dalam 34 kelompok quality circle. Hasil
yang didapatkan setelah pelaksanaan quality circle selama 1 tahun yaitu
munculnya kesadaran dokter untuk mengkaji lebih mendalam adanya faktor
resiko pada pasien osteoporosis yang ditangani. Peningkatan faktor resiko

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


terjadinya fraktur vertebra pada pasien sebanyak 1,4% dari sebelumnya, faktor
resiko fraktur hip meningkat 6,3% dari sebelumnya, dan test bone mineral density
meningkat 0,5% pada pasien yang beresiko terkena osteoporosis.

Mbovane, (2007) melakukan penenlitian kualitatif untuk mengeksplorasi dan


menggambarkan persepsi perawat professional dalam implementasi program
quality circle di public hospital The Eastern Cape Province. Partisipan dalam
penelitian ini berjumlah 8 perawat dengan menggunakan pertanyaan inti
bagaiman anda melihat pelaksanaan program quality circle di rumah sakit anda?
Hasil yang didapatkan meliputi 4 tema yaitu: (1) memberdayakan staf dalam
menyelesaikan masalah dalam praktik keperawatan, sehingga meningkatkan
kualitas standar pelayanan pasien. (2) Terbentuknya Team building dalam disiplin
keperawatan yang meliputi peningkatan hubungan interpersonal, peningkatan
hubungan intradepartemen, peningkatan hubungan interdepartemen. (3)
Mempertahankan standar pelayanan keperawatan, (4) Tantangan dalam
momentum program quality circle.

2.3 Perawat Clinical Care Manager


Perawat clinical care manager (CCM) dalam model praktik keperawatan
profesional (MPKP) merupakan pelaksana supervisor klinik bagi staf keperawatan
yang meliputi perawat primer dan perawat associate. Peran supervisor klinik
dalam MPKP tingkat I dilakukan oleh perawat CCM dengan kemampuan Ners
Spesialis (Sitorus, 2006). Kemampuan Ners Spesialis akan lebih banyak
memikirkan peningkatan mutu asuhan keperawatan dengan melakukan penelitian-
penelitian sehingga tercipta praktik keperawatan berdasarkan pembuktian
(Sitorus, 2006). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan yang berdasarkan
pembuktian merupakan praktik yang terbaik dalam pembuatan keputusan
mengenai pelayanan pasien dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah (Miller & Stoeckel, 2011).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.3.1 Tugas dan Tanggung Jawab Perawat Clinical Care Manager
Perawat CCM dalam model asuhan keperawatan MPKP memiliki beberapa
tanggung jawab (Sitorus, 2006) antara lain:
1. Membimbing PP pada implementasi MPKP.
2. Mengobservasi dan memberi masukan kepada PP terkait dengan bimbingan
yang diberikan PP kepada PA.
3. Memberi masukan pada diskusi kasus yang dilakukan PP dan PA
4. Mempresentasikan isu-isu baru terkait dengan asuhan keperawatan.
5. Mengidentifikasi fakta dan temuan yang memerlukan pembuktian.
6. Mengidentifikasi masalah penelitian, merancang usulan dan melakukan
penelitian.
7. Menerapkan hasil-hasil penelitian dalam asuhan keperawatan.
8. Bekerja sama dengan kepala ruangan dalam hal: melakukan evaluasi tentang
mutu asuhan keperawatan, mengoordinasi, mengarahkan dan mengevaluasi
mahasiswa praktik, serta membahas dan mengevaluasi tentang implementasi
MPKP.
9. Mengevaluasi pendidikan kesehatan yang dilakukan PP dan memberi masukan
untuk penelitian.
10. Merancang pertemuan ilmiah untuk membahas hasil evaluasi/penelitian
tentang asuhan keperawatan.
11. Mengevaluasi implementasi MPKP dengan menggunakan instrument evaluasi
implementasi MPKP oleh CCM.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.4 Kerangka Teori
Kerangka teori pada penelitian ini dapat terlihat pada skema 2.1 dibawah ini:

Skema: 2.1. Kerangka Teori Penelitian

Faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan Pelaksanaan supervisi klinik
supervisi klinik : (1) kejelasan
uraian tugas dan tanggung
jawab, (2) Koordinasi, (3)
Penggunaan waktu yang
efektif, (4) kurangnya edukasi
Hambatan
teknik supervisi, (5)
keterampilan interpersonal, (6)
Komunikasi, (7) individu
Supervisee

(WHO, (1993); Bush, (2005); Metode penyelesaian masalah


Marquis (2011); Marriner & (Allender,1992)

Tugas dan tanggung jawab


supervisor:
• Coach Quality circle
• Mentor (Rowland & Rowland,
• Menyiapkan alokasi waktu 1997)
untuk refleksi
• Meningkatkan hubungan
interpersonal supervisor- Peningkatan kemampuan
supervisee supervisi klinik dan keterampilan
penyelesaian masalah
Sumber: Gillies (1994),
(MCSS, (2011); Allender (1992))

Perawat pelaksana mengalami peningkatan: Peningkatan kualitas


• Perkembangan profesionalisme pelayanan keperawatan
• keterampilan klinik memberi jaminan
• Alokasi waktu untuk refleksi Keselamatan dan hak
• Kualitas hubungan antar supervisor pasien
dengan supervisee (UU RI No 44, 2009)
(MCSS, 2011)

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Kerangka teori menggambarkan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
supervisi klinik serta tugas dan tanggung jawab perawat supervisor klinik
yang meliputi sebagai coach, mentor, mengalokasikan waktu untuk refleksi
dan meningkatkan kualitas hubungan interpersonal supervisor-supervisee.
Peran tersebut dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan pelayanan
keperawatan oleh perawat pelaksana sesuai standar. Supervisor klinik dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mengungkapkan adanya
hambatan untuk melaksanakan supervisi klinik yang optimal antara lain
kurang jelasnya uraian tugas dan tanggung jawab, kurangnya kemampuan
penyelesaian masalah dan kurangnya pengetahuan teknik supervisi.

Dukungan kelompok dalam pelaksanaan metode quality circle merupakan


upaya untuk mengatasi permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan
supervisi klinik. Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan kemampuan
penyelesaian masalah sehingga pelaksanaan supervisi klinik optimal.
Efektivitas pelaksanaan supervisi klinik akan bermanfaat pada aspek
perkembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, adanya
waktu untuk refleksi, peningkatan kualitas hubungan antara supervisor dengan
supervisee. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinik staf akan
berdampak pada kualitas pelayanan keperawatan sesuai standar. Penerapanan
pelayanan keperawatan sesuai standar akan menjamin keselamatan dan hak
pasien.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL PENELITIAN

Kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan definisi operasional


penelitian diuraikan dalam bab ini. Kerangka konsep penelitian diperlukan
sebagai landasan berpikir untuk melakukan suatu penelitian yang dikembangkan
dari tinjauan teori yang telah dibahas. Hipotesis penelitian untuk menetapkan
hipotesis nol atau alternatif, sedangkan definisi operasional adalah untuk
memperjelas maksud dan tujuan suatu penelitian yang dilakukan.

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka kerja penelitian dibuat untuk menggambarkan pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat, yang dipengaruhi oleh beberapa variabel confounding.
Berdasarkan konsep-konsep yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka, dapat
digambarkan bahwa penerapan pelayanan keperawatan sesuai standar diperlukan
untuk menjamin hak dan keselamatan pasien.

Supervisi klinik dilaksanakan untuk membimbing, mengawasi dan mengevaluasi


pelaksanaan pelayanan keperawatan oleh staf perawat apakah sudah sesuai
standar yang ditetapkan. Pelaksanaan teknik supervisi yang optimal akan
meningkatkan efektivitas supervisi klinik bagi perawat pelaksana pada aspek
perkembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, adanya waktu
untuk refleksi, dan peningkatan kualitas hubungan antara supervisor dengan
supervisee.

Perawat clinical care manager sebagai pelaksana supervisi pada model praktik
keperawatan profesional diharapkan memiliki kemampuan dan pengetahuan pada
aspek kejelasan uraian tugas dan tanggungjawab, pengetahuan teknik supervisi,
kemampuan penyelesaian masalah, pengetahuan pada area yang disupervisi dan
keterampilan klinik untuk mendukung pelaksanaan supervisi klinik dengan baik.
Pelaksanaan supervisi oleh perawat clinical care manager dalam melaksanakan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


supervisi klinik memiliki hambatan dan harapan. Oleh karena itu dibutuhkan
suatu metode penyelesaian masalah untuk mengatasi hambatan yang ditemui
selama pelaksanaan supervisi klinik dan menjawab harapan yang diinginkan.

Metode quality circle merupakan suatu metode penyelesaian masalah dalam


kelompok. Penyelesaian masalah dalam kelompok perawat clinical care manager
diharapkan dapat memberikan daya dukung dalam upaya meningkatkan
keterampilan penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, peningkatan
motivasi dan produktivitas kerja dalam pelaksanaan supervisi klinik. Kerangka
konsep penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penerapan quality circle:
oleh perawat clinical care manager terhadap kemampuan melakukan supervisi
klinik bagi perawat pelaksana pada aspek perkembangan profesionalisme,
peningkatan keterampilan klinik, adanya waktu untuk refleksi, dan peningkatan
kualitas hubungan antara supervisor dengan supervisee

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Skema 3.1
Kerangka Konsep, Hipotesis dan Definisi Operasional Penelitian

Variabel Independen

Penerapan quality circle sebagai


metode penyelesaian masalah oleh
perawat clinical care manager untuk
meningkatkan kemampuan supervisi
klinik

Variabel Dependen Variabel Dependen

Pre-intervensi Post-intervensi
Kemampuan melakukan Kemampuan melakukan
supervisi klinik pada supervisi klinik pada
aspek aspek
1. Perkembangan 1. Perkembangan
profesionalisme profesionalisme
2. Peningkatan 2. Peningkatan
keterampilan klinik keterampilan klinik
3. Waktu untuk refleksi 3. Waktu untuk refleksi
4. Peningkatan kualitas 4. Peningkatan kualitas
hubungan antara hubungan antara
supervisor dengan supervisor dengan
supervisee

Perawat Pelaksana
• Usia
• Lama kerja
• Jenis kelamin
• Tingkat pendidikan

Variabel Perancu

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Variabel-variabel penelitian berdasarkan kerangka konsep adalah sebagai berikut:

3.1.1 Variabel Bebas (Variabel Independen)


Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan quality circle oleh perawat
clinical care manager sebagai pelaksana supervisi klinik.

3.1.2 Variabel Terikat (Variabel dependen)


Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan melakukan supervisi
klinik bagi perawat pelaksana pada aspek perkembangan profesionalisme,
peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan peningkatan
kualitas hubungan antara perawat CCM dengan perawat pelaksana sebelum dan
sesudah tindakan quality circle.

3.1.3 Variabel Perancu (Variabel confounding)


Variabel perancu dalam penelitian ini adalah lama kerja, usia, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan perawat pelaksana sebagai sasaran supervisi klinik karena
perawat pelaksana memiliki lama kerja, usia, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan berbeda-beda.

3.2 Hipotesis Penelitian


Rumusan hipotesis penelitian berdasarkan rumusan tujuan dan pertanyaan
penelitian pada bagian sebelumnya adalah sebagai berikut:

3.2.1 Hipotesis Mayor


Ada pengaruh penerapan quality circle oleh perawat clinical care manager
terhadap kemampuan melakukan supervisi klinik di rumah sakit PGI Cikini
Jakarta.

3.2.2 Hipotesis Minor


3.2.2.1 Ada perbedaan kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum dan
sesudah penerapan quality circle pada kelompok intervensi.
3.2.2.2 Tidak ada perbedaan kemampuan melakukan supervisi klinik pada
kelompok non-intervensi tanpa penerapan quality circle.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


3.2.2.3 Ada perbedaan kemampuan melakukan supervisi sesudah pelaksanaan
quality circle pada kelompok intervensi dengan kelompok non-intervensi.
3.2.2.5 Ada hubungan lama kerja, usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan
perawat pelaksana dengan seluruh aspek kemampuan supervisi klinik
oleh perawat clinical care manager sesudah intervensi metode quality
circle.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


3.3 Definisi Operasional

Tabel 3.3
Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Variabel Dependen
Kemampuan Kemampuan Kuesioner B, 1. Kemampuan Ordinal
melakukan supervisor sejumlah 42 supervisi
supervisi klinik item klinik baik,
klinik melaksanakan pernyataan apabila
coaching, dengan skoring ≥ 105
mentoring, menggunakan 2. Kemampuan
pengawasan dan skala likert 1- supervisi
evaluasi untuk 4. klinik buruk,
meningkatkan apabila
aspek Nilai skoring skoring < 105
pengembangan tertinggi untuk
profesionalisme, pernyataan
keterampilan positif dan
klinik, alokasi negatif 168
waktu untuk dan skoring
refleksi, dan terendah 42
kualitas
hubungan
supervisor-
supervisee
berdasarkan
persepsi
perawat
pelaksana

Sub Variabel Dependen


Aspek Kemampuan Kuesioner B, 1. Kemampuan Ordinal
pengembangan perawat berjumlah 10 supervisi
profesional supervisor klinik item klinik baik
meningkatkan pernyataan apabila skor ≥
pengetahuan, dengan 26,7
otonomi, menggunakan 2. Kemampuan
aktualisasi diri skala likert 1- supervisi
dan kepercayaan 4. klinik buruk
diri peraat Nilai skoring apabila skor ≤
pelaksana dalam tertinggi untuk 26,7 (mean)
pelaksanaan pernyataan
asuhan positif dan
keperawatan negatif 40 dan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
berdasarkan skoring
persepsi perawat terendah 10
pelaksana
Aspek Kemampuan Kuesioner B, 1. Kemampuan Ordinal
peningkatan supervisor klinik berjumlah 13 supervisi
keterampilan meningkatkan item klinik baik,
klinik kemampuan pernyataan apabila
prosedur dengan skala skoring ≥ 27
keperawatan dan likert 1-4 2. Kemampuan
keamanan kerja supervisi
sesuai standar Nilai skoring klinik buruk
berdasarkan tertinggi untuk apabila
persepsi perawat pernyataan skoring < 27
pelaksana positif dan (median)
negatif 52 dan
skoring
terendah 13

Aspek alokasi Kemampuan Kuesioner B, 1. Kemampuan Ordinal


waktu untuk supervisor klinik berjumlah 10 supervisi
refleksi menggunakan item klinik baik,
waktu yang pernyataan apabila
diperlukan untuk dengan skoring ≥ 20
membahas isu menggunakan 2. Kemampuan
keperawatan skala likert 1- supervisi
terkini, diskusi 4. klinik buruk
kasus, dan apabila
prosedur asuhan Nilai skoring skoring < 20
keperawatan tertinggi untuk (mean)
yang meliputi pernyataan
frekuensi, positif dan
jadwal, dan negatif 40 dan
waktu yang skoring
disusun terendah 10
berdasarkan
persepsi perawat
pelaksana

Aspek kualitas Kemampuan Kuesioner B, 1. Kemampuan Ordinal


hubungan supervisor klinik berjumlah 9 supervisor
supervisor- menjalin item klinik baik,
super hubungan pernyataaan, apabila
Vise interpersonal dengan skoring ≥ 29,2
dan membangun menggunakan 2. Kemampuan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
kepercayaan skala likert 1-4 supervisor
dengan perawat klinik buruk,
pelaksana Nilai skoring apabila
berdasarkan tertinggi untuk skoring < 29,2
persepsi perawat pernyataan
pelaksana positif dan
negatif 36 dan
skoring
terendah 9

Variabel Perancu
Lama Kerja Lama seorang Kuesioner A Kategori lama Ordinal
perawat bekerja kerja berdasarkan
di institusi jenjang karir
rumah sakit perawat (Depkes
RI)
1. Novice (<2
tahun)
2. Advanced
beginner (3-5
tahun)
3. Competent (5-
9 tahun)
4. Proficient (>
9 tahun)

Usia Umur responden Kuesioner A Kategori usia Ordinal


yang dihitung berdasarkan
dalam tahun perkembangan
psikososial
Erickson”s
1. Dewasa muda
(20-25 tahun)
2. Dewasa
(25-65 tahun)

Tingkat Jenjang studi Kuesioner A Kategori Ordinal


pendidikan formal perawat pendidikan
dan telah 1. SPK
dinyatakan lulus 2. D3
yang dibuktikan keperawatan
dengan ijazah 3. S1
tanda lulus keperawatan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur

Jenis Kelamin Seksualitas yang Kuesioner A 1. Laki-laki Nominal


ditunjukkan 2. Perempuan
dengan laki-laki
dan perempuan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


BAB 4
METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini mencakup: rancangan penelitian, populasi dan sampel,


tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data,
prosedur pengumpulan data dan rancangan analisa data.

4.1 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian merupakan wadah menjawab pertanyaan penelitian atau
untuk menguji kesahihan hipotesis. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasi eksperimen pre-post test control
group design. Bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab
akibat dengan cara mengadakan intervensi atau memberikan perlakuan kepada
satu kelompok eksperimen, kemudian hasil (akibat) dari intervensi tersebut
dibandingkan dengan kelompok kontrol dan keduanya diukur sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi (Setiadi, 2007).

Rancangan penelitian ini untuk menguji pengaruh penyelesaian masalah dengan


menggunakan metode quality circle oleh perawat clinical care manager terhadap
kemampuan melakukan supervisi klinik pada perawat pelaksana dengan melihat
pengaruhnya terhadap empat aspek yaitu: perkembangan profesionalisme,
peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan peningkatan
kualitas hubungan antara supervisor dengan supervisee.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Skema 4.1 Bentuk Rancangan Penelitian

Pre-intervensi Post-intervensi

O1 X O2

O3 O4

Keterangan:
O1: Kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle
di kelompok intervensi.
O2: Kemampuan melakukan supervisi klinik sesudah penerapan quality circle
di kelompok intervensi.
O3: Kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum pada kelompok non-
intervensi tanpa penerapan quality circle.
O4: Kemampuan melakukan supervisi klinik sesudah pada kelompok non-
intervensi tanpa penerapan quality circle

O1-O2: Perbedaan kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum dan


sesudah penerapan quality circle pada kelompok intervensi
O3-O4: Perbedaan kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum dan
sesudah tanpa penerapan quality circle pada kelompok non-intervensi.
O2-O4: Perbedaan kemampuan melakukan supervisi klinik sesudah penerapan
metode quality circle pada kelompok intervensi dan kelompok non-
intervensi.
O12-O34: Perbedaan perubahan kemampuan melakukan supervisi klinik pada
kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi.
X: Intervensi metode quality circle

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua perawat clinical care manager dan perawat pelaksana
yang bekerja di 9 ruang perawatan rawat inap Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta
saat dilakukan penelitian yang berjumlah 189 orang.

4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2011). Sampel pada penelitian ini ada dua macam yaitu:
perawat clinical care manager dan perawat pelaksana.

4.2.2.1 Besar Sampel


Besar sampel untuk perawat pelaksana menggunakan rumus uji hipotesis terhadap
dua proporsi (Sastroasmoro, 2011):

(Zα √2PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2) 2


n1 =n2=
(P1 – P2) 2

Keterangan:
n = Besar sampel
P1 = Proporsi efek standar (0,04)
P2 = Proporsi efek yang diteliti (0,02)
Zα = Tingkat kemaknaan uji (1,96)
Zβ = Kekuatan uji (0,84)

(1,96√2x0,12x0,88 + 0,84√0,04x0,06 + 0,02x0,08)2


n1=n2= = 49
2
(0,04-0,02)

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Hasil penelitian Lee, Yang & Chen (2000), didapatkan bahwa kejadian turnover
pada kelompok kontrol (40%) dibandingkan pada kelompok yang menjalani
quality circle (13%). Peneliti menetapkan beda klinis yang di anggap penting
sebesar 0,20 dengan tingkat kemaknaan uji 0,05 (1,96) dan kekuatan uji 80%
(0,84) maka besar sampel kelompok intervensi 49 perawat pelaksana dan
kelompok kontrol 49 perawat pelaksana. Mengantisipasi subyek terpilih terjadi
drop out maka perlu koreksi terhadap besar sampel yang dihitung, dengan
menambah sejumlah subyek agar besar sampel terpenuhi (Sastroasmoro, 2011),
dilakukan dengan rumus:
n
n’ =
1–f

Keterangan:
n’ = Ukuran sampel setelah direvisi
n = Besar sampel yang dihitung
f = Perkiraan proporsi drop out (10%)

49
n’ = = 54
1 – 0,1

Besar sampel setelah di revisi berjumlah 54 perawat pelaksana untuk kelompok


non-intervensi dan 54 perawat pelaksana untuk kelompok intervensi

4.2.2.2 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel perawat pelaksana menggunakan teknik proportional


sampling, yaitu satu teknik yang menunjuk pada ukuran besarnya bagian sampel
dan penggunaannya selalu dikombinasikan dengan teknik-teknik sampling yang
lain yang berhubungan dengan populasi yang tidak homogen (Sugiono, 2011).
Peneliti mengambil wakil-wakil perawat pelaksana dari tiap-tiap ruang perawatan
rawat inap yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang sudah
ditentukan di dalam masing-masing ruang perawatan tersebut (tabel 4.2) dengan
cara dilakukan undian berdasarkan nama perawat. Jumlah sampel ditetapkan 54
orang untuk setiap kelompok, namun di kelompok intervensi ada 3 perawat
pelaksana dan di kelompok non-intervensi ada 2 perawat pelaksana drop out

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


karena sakit, sehingga sampel pada kelompok intervensi 52 responden, sampel
pada kelompok non-intervensi 53 responden, dan total sampel 105 responden.
Sampel untuk pengambilan data sebelum dan setelah pelaksanaan quality circle
adalah perawat pelaksana yang sama, baik pada kelompok intervensi maupun
non-intervensi.

Proporsi jumlah sampel setelah dilakukan perhitungan untuk masing-masing


ruangan (Prasetyo & Jannah, 2010) didapatkan:

Jumlah populasi di ruangan x Jumlah total sampel


Jumlah total populasi di ruang rawat inap

Sampel yang diambil dalam penelitian ini di pilih berdasarkan kriteria inklusi
yang telah ditetapkan sebagai subyek penelitian. Kriteria inklusi adalah
karakteristik umum subyek penelitian pada populasi dan terjangkau yang akan
diteliti (Sastroasmoro, 2011).

Kriteria inklusi untuk perawat pelaksana dalam penelitian ini adalah:


1. Bekerja sebagai perawat pelaksana di ruang perawatan rawat inap.
2. Bukan perawat clinical care manager, ketua tim dan kepala ruang.
3. Bersedia menjadi responden.
4. Lama kerja > 1 tahun.
Kriteria eksklusi untuk perawat pelaksana dalam penelitian ini adalah:
1. Perawat pelaksana tidak sedang cuti/sakit pada saat pelaksanaan penelitian.

Kriteria inklusi untuk perawat clinical care manager adalah:


1. Bekerja sebagai perawat clinical care manager.
2. Bersedia menjadi responden
Kriteria eksklusi untuk perawat CCM dalam penelitian ini adalah:
1. Perawat CCM tidak sedang cuti/sakit pada saat pelaksanaan penelitian.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Tabel 4.2 Populasi dan jumlah sampel penelitian di kelompok intervensi RS PGI
Cikini.

No Ruang Perawatan Populasi Jumlah Sampel


1 C 16 4
2 D 18 5
3 F 25 8
4 Vip A 18 4
5 H 22 6
6 M2 21 6
7 M3 18 5
8 L 20 6
9 K 31 10

Jumlah 189 54

4.3 Tempat Penelitian


Tempat penelitian untuk kelompok intervensi quality circle adalah di Rumah
Sakit PGI Cikini, yaitu rumah sakit swasta tipe B yang berada di Jakarta Pusat.
Penelitian ini dilaksanakan di ruang perawatan rawat inap. Rumah sakit ini dipilih
karena peneliti sebelumnya melaksanakan praktik residensi kepemimpinan dan
manajemen keperawatan pada bulan Oktober – Desember 2011 dan salah satu
intervensi berdasarkan data yang didapatkan selama residensi adalah memberikan
pelatihan tentang supervisi klinik pada perawat clinical care manager. Hasil
evaluasi setelah pelatihan 5 dari 11 perawat clinical care manager masih
mengalami kesulitan dalam pelaksanaan teknik supervisi karena perawat
pelaksana sebagai sasaran supervisi memiliki usia, lama kerja serta tingkat
pendidikan beragam dan 45% perawat CCM memiliki pengalaman menjabat
sebagai perawat clinical care manager kurang dari 1 tahun.

Tempat penelitian untuk kelompok non-intervensi adalah di Pelayanan Kesehatan


St. Carolus Jakarta, yaitu rumah sakit tipe B yang berada di Jakarta Pusat. Tempat
penelitian di ruang rawat inap. Rumah sakit ini dipilih karena menerapkan metode
asuhan keperawatan primary nurse dan memiliki supervisor klinik sebagai
pelaksana supervisi asuhan keperawatan kepada perawat pelaksana.
4.4 Waktu Penelitian

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Pelaksanaan penelitian pada minggu pertama bulan mei sampai dengan minggu ke
dua bulan juni 2012. Adapun jadwal kegiatan yang telah dilakukan dalam
penelitian ini secara rinci ada dalam lampiran 3.

4.5 Etika Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip atau isu-isu
etik, yang meliputi: beneficence, autonomy, justice dan informed consent.

4.5.1 Beneficence
Prinsip Beneficence menyatakan bahwa suatu tindakan yang diberikan merupakan
suatu upaya untuk meningkatkan manfaat atau memberikan kebaikan (Marquis &
Huston, 2006). Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperiment dengan
memberikan intervensi berupa penerapan quality circle oleh perawat clinical care
manager sebagai metode untuk menyelesaikan masalah pelaksanaan supervisi
klinik. Proses penerapan quality circle yaitu dengan memberikan pelatihan kepada
kelompok intervensi sesuai buku panduan pelaksanaan metode quality circle yang
telah dibuat oleh peneliti selama 2 hari yaitu pada tanggal 4-5 mei 2012 dan
proses pendampingan pelaksanaan quality circle selama 4 hari pada tanggal 7-10
mei 2012. Manfaat yang didapat oleh perawat clinical care manager adalah
peningkatan kemampuan penyelesaian masalah dan kemampuan melakukan
supervisi klinik pada aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan
keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi dan peningkatan kualitas
hubungan perawat pelaksana dengan perawat clinical care manager.

4.5.2 Autonomy
Prinsip autonomy merupakan kebebasan untuk memilih atau menerima tanggung
jawab atas pilihan yang diberikan (Marquis & Huston, 2006). Sebelum
pelaksanaan penelitian, perawat clinical care manager dan perawat pelaksana di
rumah sakit PGI Cikini sebagai kelompok intervensi dan PK St. Carolus sebagai
kelompok non-intervensi yang telah memenuhi kriteria inklusi diberikan
penjelasan secara lengkap meliputi tujuan penelitian, prosedur, serta manfaat
penelitian. Setelah diberikan penjelasan responden bebas menentukan pilihan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


untuk berpartisipasi dalam penelitian atau tidak, dan tidak ada unsur paksaan
(Lampiran 1). Seluruh responden bersedia untuk terlibat penelitian. Jumlah
responden di RS PGI Cikini untuk perawat clinical care manager sebanyak 9
orang dan perawat pelaksana sebanyak 52 orang. Jumlah responden di PK Sint.
Carolus sebanyak 5 orang perawat supervisor klinik dan 53 orang perawat
pelaksana.

4.5.3 Justice
Prinsip justice merupakan suatu tindakan memperlakukan seseorang secara adil
dan sama (Marquis & Huston, 2006). Perawat clinical care manager dan perawat
pelaksana sebagai responden dijaga kerahasiaan informasi yang diberikan dengan
cara memberikan kode angka pada lembar kuesioner (lampiran 2) dan informasi
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Semua responden berhak
mendapatkan perlakuan yang adil baik sebelum, selama, dan sesudah
berpartisipasi dalam penelitian. Pada kelompok non-intervensi pelaksanaan
pelatihan quality circle diberikan setelah penelitian berakhir.

4.5.4 Informed Consent


Informed consent merupakan pemberian persetujuan atas tindakan yang akan
dilakukan setelah menerima informasi atas tindakan, manfaat dan resiko yang
akan terjadi (Marquis & Huston, 2006). Persetujuan penelitian dimintakan kepada
perawat clinical care manager dan perawat pelaksana dengan menandatangani
lembar persetujuan (lampiran 1) setelah diberi penjelasan tujuan penelitian,
prosedur dan manfaat penelitian yang akan dilakukan sebelum mengisi lembar
kuesioner.

4.6 Alat Pengumpulan Data


Alat yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
kuesioner yang dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka konsep dan
modifikasi kuesioner dari Manchester Clinical Supervision Scale untuk
mengevaluasi pelaksanaan supervisi klinik yang diberikan oleh perawat clinical
care manager berdasarkan persepsi dari perawat pelaksana setelah pelaksanaan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


intervensi metode quality circle tentang teknik supervisi (Lampiran 2). Modifikasi
kuesioner dari Manchester Clinical supervision scale dilakukan untuk bisa
mengakomodasi perbedaan uraian tugas dan tanggung jawab perawat clinical care
manager. Kuesioner dibagi menjadi 2 bagian yaitu : kuesioner A mencakup data
demografi perawat pelaksana yang meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis
kelamin, dan lama kerja. Kuesioner B mencakup kemampuan melakukan
supervisi oleh perawat clinical care manager berdasarkan persepsi perawat
pelaksana yang meliputi aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan
keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan
supervisor-supervisee. Intervensi metode quality circle pada perawat clinical care
manager merupakan penerapan panduan pelaksanaan metode quality circle yang
dibuat oleh peneliti berdasarkan kerangka konsep.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Tabel 4.3
Kisi –Kisi Instrumen Penelitian

Variabel / Sub- Jumlah butir Nomor butir pernyataan


variabel Sebelum Uji Sesudah uji
validitas validitas

Aspek 1, 2, 3, 4, 5,6, 7, 8, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
10
pengembangan 32, 33, 34, 35 8, 33, 34
professional

Aspek 13 9, 10, 11, 12, 13, 9, 10, 11, 12, 13,


peningkatan 14, 15, 16, 17, 18, 14, 15, 16, 17,
keterampilan 19, 36, 37 18, 19, 36, 37
Aspek alokasi 10 20, 21, 22, 23, 38, 20, 21, 22, 23,
waktu untuk 39, 40, 41, 42, 43 38, 39, 40, 41,
refleksi 42, 43
Aspek hubungan 9 24, 25, 26, 27, 28, 24, 25, 26, 28,
supervisor- 29, 30, 31, 44, 45, 29, 30, 31, 45, 48
supervisee 46, 47, 48

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

4.7.1 Uji Validitas Isi


Uji validitas isi dengan membuat kisi-kisi instrumen yang berisi variabel yang
diteliti, indikator sebagai tolak ukur, dan nomor butir pernyataan yang telah
dijabarkan dari indikator (Sugiono, 2011). Pengujian validitas isi dilakukan untuk
kuesioner persepsi perawat pelaksana dan modul panduan penerapan quality
circle yang telah di susun oleh peneliti. Modul dikonsultasikan kepada expert di
bidang model asuhan keperawatan profesional (MPKP). Kuesioner
dikonsultasikan dengan ahli dan selanjutnya diujicobakan pada 30 perawat
pelaksana di Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta yang tidak menjadi responden
penelitian.

Analisis dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing


instrumen dengan skor totalnya (Hastono, 2007). Keputusan uji yang digunakan
dengan membandingkan nilai r hasil tiap item pernyataan apabila dibawah 0,30,

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tidak valid, sehingga harus
diperbaiki atau dibuang (Sugiyono,2011).

Hasil analisis uji validitas kuesioner dengan membandingkan nilai r hasil tiap item
pernyataan apabila dibawah 0,30 tidak valid, maka dari 48 pernyataan terdapat 18
pernyataan yang tidak valid yang sebagian besar merupakan pernyataan negatif.
Setelah item pernyataan yang tidak valid di ubah menjadi pernyataan positif dan
diuji cobakan kembali kepada 30 orang perawat pelaksana di RS PGI Cikini yang
tidak menjadi responden, didapatkan hasil dari 48 pernyataan terdapat 6
pernyataan yang tidak valid dan item pernyataan yang tidak valid dihilangkan,
sehingga total pernyataan dalam kuesioner menjadi 42.

4.7.2 Uji Reliablitas


Uji reliabilitas dilaksanakan apabila semua pernyataan dari instrumen sudah
dinyatakan valid. Uji reliabilitas dilakukan dengan membandingkan nilai Alpha
Cronbach’s dengan nilai konstanta 0,8. Apabila Alpha Cronbach’s > nilai
konstanta maka instrumen tersebut reliabel, dan sebaliknya bila Alpha
Cronbach’s < nilai konstanta maka instrumen tersebut tidak reliable (Anastasia
& urbina, 1997, dalam Dharma 2011).

Uji reliabilitas pada pernyataan kuesioner didapatkan hasil Alpha Cronbach’s


0,940, maka dapat disimpulkan 42 pernyataan tersebut reliable.

4.8 Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada kelompok intervensi dilakukan dua periode yaitu sebelum
dan sesudah dilakukan penerapan quality circle oleh perawat clinical care
manager. Pengumpulan data pada kelompok non-intervensi dilakukan dua periode
yaitu pre-test dan post-test tanpa dilakukan intervensi quality circle dengan selang
waktu 2 minggu. Pemberian intervensi pada kelompok non-intervensi dilakukan
setelah penelitian berakhir. Langkah-langkah pengumpulan data dapat dijelaskan
sebagai berikut:

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


4.8.1 Persiapan
4.8.1.1 Persiapan Instrumen
Persiapan instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data berupa kuesioner
persepsi perawat pelaksana terhadap kemampuan supervisi klinik oleh perawat
clinical care manager terhadap aspek pengembangan profesionalisme,
peningkatan keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas
hubungan supervisor-supervisee sejumlah 42 pernyataan. Instrumen
dikembangkan dari Manchester Clinical Supervision Scale yang dimodifikasi
untuk bisa mengakomodasi perbedaan uraian tugas dan tanggung jawab perawat
clinical care manager. Instrumen yang telah disusun dikonsultasikan kepada ahli
sebelum dlakukan uji validitas.

4.8.1.2 Persiapan Modul


Modul penerapan quality cicle disusun berdasarkan teori yang disesuaikan dengan
peserta pelatihan dengan menggunakan metode adult learning (lampiran 8).
Modul yang telah disusun dikonsultasikan kepada ahli dalam bidang MPKP
(lampiran 5) sebelum diterapkan dalam pelatihan.

4.8.1.3 Persiapan administrasi


Pada tahap ini peneliti mengurus perijinan tempat penelitian dengan mengajukan
surat permohonan ijin penelitian dari Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, yang ditujukan ke Direktur Rumah Sakit PGI Cikini
Jakarta dan Pelayanan Kesehatan Sint. Carolus Jakarta.

4.8.2. Pemilihan Responden


4.8.2.1 Menentukan responden berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah
ditetapkan.
4.8.2.2 Memberikan penjelasan penelitian kepada responden perawat pelaksana
dan perawat clinical care manager mengenai tujuan dan prosedur
penelitian yang akan dilakukan.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


4.8.2.3Meminta persetujuan sebagai responden penelitian kepada perawat
pelaksana dan perawat clinical care manager dengan menandatangani
lembar persetujuan yang telah disediakan.
4.8.2.4Melakukan kontrak dengan responden perawat clinical care manager
untuk pelaksanaan pelatihan penerapan quality circle sebagai metode
penyelesaian masalah supervisi klinik.

4.8.3 Langkah - Langkah Intervensi


4.8.3.1 Sebelum pengumpulan data, peneliti bersama bidang keperawatan
mengidentifikasi responden perawat clinical care manager yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan untuk mengikuti pelatihan
quality circle. Meminta ijin kepada bidang keperawatan untuk alokasi
waktu pelaksanaan pelatihan penerapan quality circle supervisi klinik.
Bekerjasama sama dengan bidang keperawatan memilih staf yang
kompeten (menguasai ilmu manajemen dan tahapan penyelesaian
masalah) untuk menempati posisi struktur organisasi quality circle, yaitu
sebagai fasilitator adalah wakil kepala bidang bagian ketenagaan, serta
memilih ruang perawatan yang akan menjadi tempat penerapan solusi
penyelesaian masalah teknik supervisi yaitu 9 ruang perawatan rawat inap
yang memiliki perawat clinical care manager.
4.8.3.2 Pada hari pengumpulan data, responden perawat pelaksana yang sesuai
dengan kriteria inklusi dan bersedia untuk menjadi responden mengisi
kuesioner pre-intervensi tentang persepsi perawat pelaksana terhadap
kemampuan supervisi klinik perawat clinical care manager.
4.8.3.3 Melakukan pelatihan penerapan quality circle pada perawat clinical care
manager selama 2 hari (lampiran 6 dan 7).
4.8.3.4 Peneliti mengobservasi penerapan tahapan pelaksanaan quality circle
dalam menyelesaikan masalah tentang supervisi klinik yang dilakukan
oleh perawat clinical care manager (lampiran 5). Setelah mendapatkan
solusi penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi klinik hasil quality
circle, perawat clinical care manager mempresentasikan hasil solusi
kepada bidang keperawatan dan menentukan tanggal pelaksanaan solusi

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


pelaksanaan supervisi klinik di ruang perawatan rawat inap yang telah
dipilih.
4.8.3.5 Perawat clinical care manager melakukan sosialisasi kepada perawat
pelaksana hasil solusi pelaksanaan supervisi klinik yang akan diterapkan
dari kesepakatan kelompok quality circle yang telah disetujui oleh bidang
keperawatan.
4.8.3.6 Perawat clinical care manager menerapkan solusi pelaksanaan supervisi
klinik yang telah disosialisasikan serta menerapkan tahapan penyelesaian
masalah saat melakukan supervisi klinik kepada perawat pelaksana
selama 3 minggu.
4.8.3.7 Setelah 3 minggu penerapan solusi pelaksanaan supervisi oleh perawat
CCM. Peneliti meminta responden perawat pelaksana untuk mengisi
kuesioner post intervensi terhadap kemampuan supervisi klinik perawat
clinical care manager.

4.9 Pengolahan dan Analisis Data

4.9.1 Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

4.9.1.1 Editing
Tahap editing dilakukan dengan cara pengecekan tentang kelengkapan semua
pernyataan dan data demografi perawat pelaksana sudah terisi semua pada
kuesioner pre-intervensi dan post-intervensi pada kelompok intervensi dan
kelompok non-intervensi.

4.9.1.2 Coding
Tahap coding adalah pengkodean data responden perawat pelaksana pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan memberikan nomor urut pada
kolom yang tersedia di kuesioner yang terkumpul sebelum dilakukan intervensi
dan sesudah dilakukan intervensi untuk mempermudah pengolahan data.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


4.9.1.3 Processing
Tahap processing adalah data yang terisi secara lengkap dan telah melewati
proses pengkodean dilakukan pemprosesan data dengan memasukkan data hasil
kuesioner sebelum dan sesudah intervensi perawat pelaksana pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol ke paket program komputer.

4.9.1.4 Cleaning
Proses akhir pengolahan data adalah melakukan pengecekan kembali data yang
sudah di-entry untuk melihat ada tidaknya kesalahan dalam entry data. Hasil
pengecekan data tidak ditemukan data yang hilang. Selanjutnya melakukan
tabulasi data yaitu mengelompokkan data-data kedalam tabel menurut kategorinya

4.9.2 Analisis Data


Rancangan uji statistik yang akan digunakan untuk menganalisi data adalah:

4.9.2.1 Analisis Univariat


Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti, sehingga kumpulan data tersebut dapat
disederhanakan dan diringkas menjadi informasi yang berguna (Hastono, 2007).
Jenis data pada penelitian ini yaitu data kategorik, sehingga data dianalisis dengan
menggunakan rumus proporsi dan penyajian data berupa tabel distribusi frekuensi
dan proporsi dari masing-masing variabel dependen dan variabel confounding:
lama bekerja, usia dan tingkat pendidikan.

4.9.2.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat dilakukan untuk menguji perbedaan yang signifikan antara dua
atau lebih kelompok (Hastono, 2007). Jenis data pada variabel dependen dalam
penelitian ini adalah data kategorik, sehingga untuk menguji perbedaan variabel
dependen pada kelompok berpasangan sebelum dan sesudah intervensi
menggunakan uji McNemar dengan derajat kemaknaan 5% (alpha 0,05) atau
tingkat kepercayaan 95%, selanjutnya untuk kesimpulan dilihat p dari hasil uji
McNemar yang bermakna jika p < 0,05.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Uji perbedaan proporsi perubahan kemampuan melakukan supervisi klinik pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah pelaksanaan metode quality
circle dengan menggunakan uji chi square dengan derajat kemaknaan 5% (alpha
0,05) atau tingkat kepercayaan 95%, selanjutnya untuk kesimpulan dilihat p dari
hasil uji chi square yang bermakna jika p < 0,05.

Pengujian korelasi berdasarkan tingkat penilaian responden terhadap masing-


masing aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi
waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan supervisor dengan supervisee
terhadap lama kerja, usia, dan tingkat pendidikan perawat pelaksana dengan
menggunakan uji korelasi Lambda dengan derajat kemaknaan 5% (alpha 0,05)
atau tingkat kepercayaan 95%, selanjutnya untuk kesimpulan dilihat p dari hasil
uji Lambda memiliki korelasi kuat jika p < 0,05.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Tabel 4.4 Uji Statistik
No Variabel Uji
Statistik
1 Kemampuan melakukan Kemampuan melakukan Uji
supervisi klinik sebelum supervisi klinik sesudah McNemar
penerapan quality circle pada penerapan quality circle
kelompok intervensi pada kelompok intervensi

2 Kemampuan melakukukan Kemampuan melakukan Uji


supervisi klinik sebelum supervisi klinik sesudah McNemar
penerapan quality circle pada pada kelompok kontrol
kelompok kontrol

3 Kemampuan melakukan Kemampuan melakukan Uji Chi


supervisi kinik sesudah supervisi klinik sesudah Square
penerapan metode quality pada kelompok kontrol
circle pada kelompok
intervensi

4 Selisih perubahan proporsi Selisih perubahan proporsi Uji Mann-


kemampuan melakukan kemampuan melakukan Whitney
supervisi klinik sesudah supervisi klinik sesudah
penerapan quality circle pada pada kelompok control
kelompok intervensi

5 Pengaruh lama kerja, usia Kemampuan melakukan Uji


dan tingkat pendidikan supervisi klinik pada aspek Korelasi
perawat pelaksana pengembangan Lambda
profesional, peningkatan
keterampilan, alokasi
waktu untuk refleksi, dan
kualitas hubungan
supervisor-supervisee

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


BAB 5
HASIL PENELITIAN

Penjelasan hasil penelitian meliputi gambaran proses pelatihan quality circle,


gambaran karakteristik responden dari perawat pelaksana, yaitu gambaran umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja baik kelompok intervensi
maupun kelompok non-intervensi dan gambaran hasil kuesioner perawat clinical
care manager pada kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi. Selain itu,
disajikan pula tentang analisis bivariat statistik independent dan dependent dengan
menggunakan uji McNemar dan uji Chi-square.

Peneliti mengambil data responden perawat clinical care manager dan perawat
pelaksana untuk kelompok intervensi dari Rumah Sakit PGI Cikini yang bekerja
di 9 ruang perawatan rawat inap. Pengambilan data responden dilakukan pada
perawat clinical care manager dan perawat pelaksana pada kelompok non-
intervensi dari Pelayanan Kesehatan Sint Carolus (PK Sint. Carolus) yang bekerja
di 3 ruang perawatan rawat inap penyakit dalam dan 1 ruang perawatan anak.
Pengambilan data dimulai dari minggu pertama mei sampai dengan minggu
pertama juni 2012 pada kelompok intervensi dan minggu keempat mei sampai
dengan minggu kedua juni 2012 pada kelompok non-intervensi. Pelaksanaan
pelatihan quality circle, observasi pelaksanaan kegiatan quality circle, dan
distribusi kuesioner dilakukan langsung oleh peneliti.

Seluruh data yang terkumpul telah memenuhi syarat untuk dianalisis. Hasil uji
normalitas pada data numerik didapatkan data tidak normal, kemudian data di
tranformasi serta diuji normalitas tetapi karena data masih tidak normal maka data
dikategorikan. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi yang
didasarkan pada hasil analisis univariat dan bivariat.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


5.1 Gambaran Proses Pelatihan Quality Circle

Pelatihan quality circle dilaksanakan selama 2 hari pada tanggal 4-5 mei 2012
yang diikuti 9 perawat clinical care manager, kepala bidang dan wakil kepala
bidang bagian ketenagaan. Penilaian hasil kegiatan pelatihan quality circle
dilakukan dengan cara menyiapkan 10 item pertanyaan aktif, yang diajukan
sebelum dan sesudah pelatihan quality circle (pre-post test). Keberhasilan dinilai
dengan cara membandingkan respon peserta pelatihan sebelum dan sesudah
pelatihan. Sebanyak 75% peserta mampu menjawab lebih dari 5 pertanyaan
dengan benar. Setelah proses pelatihan quality circle terjadi peningkatan
pengetahuan sebanyak 100% peserta mampu menjawab seluruh pertanyaan
dengan benar. Tujuan pelaksanaan kegiatan pelatihan quality circle adalah untuk
meningkatkan keterampilan perawat clinical care manager dalam menyelesaikan
masalah dan penyegaran topik supervisi klinik sehingga dapat mendukung dalam
menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.

Observasi pelaksanaan quality circle sebanyak 4 kali pada tanggal 7 – 10 mei


2012, sampai dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan 100%. Perawat clinical
care manager di bagi menjadi 2 kelompok dengan anggota sebanyak 4 dan 5
orang tiap kelompok. Adapun prosedur pelaksanaan dan tahapan observasi quality
circle yang telah dilakukan secara rinci pada lampiran 4 dan 5.

5.2 Analisis Univariat


5.2.1 Gambaran karakteristik Responden Perawat Pelaksana

Analisis univariat berikut menggambarkan distribusi dari seluruh variabel


meliputi karakteristik responden perawat pelaksana: usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan lama kerja pada kelompok intervensi dan kelompok non-
intervensi, tampak pada tabel 5.1.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Tabel 5.1 Karakteristik Perawat Pelaksana pada Kelompok Intervensi di RS PGI
Cikini dan Non-intervensi di PK Sint Carolus Mei-Juni 2012 (n=105)

Variabel Kelompok Non-


Kelompok Intervensi
intervensi
N % n %
Pendidikan
SPK 5 9,6 10 18,9
D3 Keperawatan 46 88,5 40 75,5
S1 Keperawatan 1 1,9 3 5,6
Jenis kelamin
Laki-laki 2 3,8 2 3,7
Perempuan 50 96,2 51 96,2

Lama kerja
< 2 thn 8 15,4 2 3,8
3 – 5 thn 26 50 3 5,7
5 – 9 thn 5 9,6 2 3,8
>9 thn 13 25 46 86,8

Usia
18 – 25 24 46,2 5 9,4
25 – 65 tahun 28 53,8 48 90,6

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok intervensi


dan kelompok non-intervensi paling banyak adalah pada jenjang pendidikan D3
Keperawatan masing-masing 46 orang (88,5%) dan 40 orang (75,5%).

Jenis kelamin pada responden di kelompok intervensi dan non-intervensi paling


banyak adalah perempuan masing-masing 50 orang (96,2%) dan 51 orang
(96,2%).

Responden pada kelompok intervensi memiliki masa kerja paling banyak pada
rentang 3 – 5 tahun sebanyak 25 (50%), sedangkan pada kelompok non-intevensi
maemiliki masa kerja paling banyak pada rentang > 9 tahun sebanyak 46 (86,8%).

Usia responden pada kelompok intervensi dan non-intervensi paling banyak pada
rentang usia 25 – 65 tahun, masing-masing sebanyak 28 (53,8 %) dan 48 (90,6%)

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


5.2.2 Gambaran Karakteristik Responden Perawat Clinical Care Manager

Analisis univariat berikut menggambarkan distribusi dari seluruh variabel


meliputi karakteristik responden perawat clinical care manager: usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja pada kelompok intervensi dan
kelompok non-intervensi, tampak pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Karakteristik Perawat Clinical Care Manager Pada Kelompok


Intervensi di RS PGI Cikini dan Non-intervensi di PK Sint Carolus Mei-Juni 2012
(n=105)

Variabel Kelompok Intervensi Kelompok


Non-intervensi
n % n %
Pendidikan
D3 Keperawatan 9 100 0 0
S1 keperawatan 0 0 5 100

Jenis Kelamin
Perempuan 9 100 5 100

Lama kerja
< 2 tahun 5 55,5 2 40
5 – 9 tahun 1 11,1 3 60
> 9 tahun 3 33,3 0 0

Usia
25 – 65 tahun 9 100 5 100

Distribusi responden perawat clinical care manager berdasarkan tingkat


pendidikan, pada kelompok intervensi seluruh responden berpendidikan D3
keperawatan 9 (100%) dan kelompok non-intervensi seluruh responden
berpendidikan S1 Keperawatan 5 (100%).

Jenis kelamin responden kelompok intervensi dan non-intervensi seluruhnya


adalah perempuan masing-masing 9 (100%) dan 5 (100%).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Lama kerja responden menjadi perawat CCM pada kelompok intervensi paling
banyak < 2 tahun sebanyak 5 (55,5%), sedangkan pada kelompok non-intervensi
pada rentang 3 - 5 tahun sebanyak 3 dari 5 (60%).

Usia responden pada kelompok intervensi maupun kelompok non-intervensi


berada pada rentang 25 – 65 tahun masing-masing sebanyak 9 orang (100%) dan
5 orang (100%).

5.2.3 Gambaran Kemampuan Supervisi Klinik Berdasarkan Persepsi Perawat


Clinical Care Manager dan Perawat Pelaksana

Analisis univariat berikut menggambarkan distribusi dari kemampuan supervisi


klinik yang dimiliki oleh perawat clinical care manager berdasarkan persepsi
perawat clinical care manager sendiri maupun persepsi perawat pelaksana pada
kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi, tampak pada tabel 5.3-5.4:

Tabel 5.3 Kemampuan Melakukan Supervisi Klinik Sebelum Penerapan Quality


Circle Berdasarkan Persepsi Perawat CCM pada Kelompok Intervensi di RS PGI
Cikini dan kelompok non-Intervensi di PK Sint. Carolus Mei-Juni 2012 (n=14).

Kelompok Kelompok Non-


Variabel Intervensi Intervensi
N % n %

Perkembangan Baik 2 22,2 3 60


profesionalisme Buruk 7 77,7 2 40

Keterampilan Baik 2 22,2 4 80


Klinik Buruk 7 77,7 1 20

Alokasi waktu Baik 2 22,2 2 40


refleksi Buruk 7 77,7 3 60

Hubungan Baik 3 33,3 3 60


interpersonal Buruk 6 66,7 2 40

Gambaran kemampuan perawat clinical care manager melakukan supervisi klinik


untuk meningkatkan aspek perkembangan profesionalisme pada kelompok

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


intervensi yang menyatakan buruk sebanyak 7 (77,7%) dan pada kelompok non-
intervensi yang menyatakan baik 3 (60%).

Kemampuan perawat clinical care manager melakukan supervisi klinik untuk


meningkatkan aspek peningkatan keterampilan klinik pada kelompok intervensi
lebih banyak yang menyatakan buruk sebanyak 7 (77,7%), sedangkan pada
kelompok non-intervensi lebih banyak yang menyatakan baik 4 dari 5 responden
(80%).

Kemampuan melakukan supervisi klinik perawat clinical care manager untuk


meningkatkan aspek alokasi waktu untuk refleksi pada kelompok intervensi
maupun kelompok non-intervensi lebih banyak yang menyatakan buruk masing-
masing sebanyak 7 (77,7%) dan 3 (60%).

Kemampuan melakukan supervisi klinik perawat clinical care manager untuk


meningkatkan aspek kualitas hubungan interpersonal pada kelompok intervensi
yang menyatakan buruk sebanyak 6 (66,7%), sedangkan pada kelompok non-
intervensi menyatakan baik sebanyak 3 (60%).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Tabel 5.4 Kemampuan Perawat Clinical Care Manager Melakukan Supervisi
Klinik Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana Sebelum Penerapan Quality
Circle Pada Kelompok Intervensi di RS PGI Cikini dan Kelompok Non-intervensi
di PK Sint. Carolus Mei-Juni 2012 (n=14).

Variabel Kelompok Kelompok Non-


Intervensi Intervensi p
n % n %

Perkembangan Baik 26 50 28 52,8 0,772


profesionalisme Buruk 26 50 25 47,1

Keterampilan Baik 23 44,2 28 52,8 0,378


Klinik Buruk 29 55,8 25 47,1

Alokasi waktu Baik 27 51,9 21 39,6 0,206


Buruk 25 48,1 32 60,4

Kualitas Baik 25 48,1 27 50,9 0,769


Hubungan Buruk 27 51,9 26 49,1

Gambaran kemampuan supervisi klinik oleh perawat CCM berdasarkan persepsi


perawat pelaksana sebelum penerapan quality circle pada aspek perkembangan
profesionalisme didapatkan data: responden kelompok intervensi yang
menyatakan baik dan buruk berjumlah sama masing-masing sebanyak 26 (50%)
dan 26 (50%). Namun pada kelompok non-intervensi responden paling banyak
menyatakan baik sejumlah 28 (52,8%).

Kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik,


responden pada kelompok intervensi paling banyak menyatakan buruk sejumlah
29 (55,8%), sedangkan pada kelompok non-intervensi paling banyak menyatakan
baik sejumlah 28 (52,8%).

Kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi, responden
kelompok intervensi paling banyak menyatakan baik sejumlah 27 (51,9%),
sedangkan pada kelompok non-intervensi paling banyak menyatakan buruk
sejumlah 32 (60,4%).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Kemampuan supervisi klinik pada aspek hubungan interpersonal didapatkan data:
responden kelompok intervensi paling banyak menyatakan buruk sejumlah 27
(51,9%), sedangkan kelompok non-intervensi hampir berjumlah sama yang
menyatakan baik dan buruk masing-masing sejumlah 27 (50,9%) dan 26 (49,1%).

Hasil analisis statistik didapatkan tidak ada perbedaan kemampuan supervisi


klinik sebelum penerapan quality circle pada seluruh aspek di kelompok intevensi
maupun kelompok non-interevsni (p=0,772, p=0,378, p=0,206, p=0,769, α=0,05).

5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Uji Kesetaraan

Uji Kesetaraan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui varian antara
kelompok intervensi dengan kelompok non-intervensi. Pada penelitian ini variabel
yang akan diuji kesetaraannya adalah varian karakteristik responden dan aspek
kemampuan melakukan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle dengan
menggunakan uji Chi-square. Analisis homogenitas karakteristik responden dan
kemampuan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada kedua
kelompok tampak dalam tabel 5.5.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Tabel 5.5 Analisis Kesetaraan Karakteristik Responden dan Aspek Kemampuan
Supervisi Klinik Sebelum Penerapan Quality Circle Pada Kelompok Intervensi
dan Non-intervensi di RS PGI Cikini dan PK Sint Carolus Mei-Juni 2012 (n=105)

Variabel Kelompok Kelompok


Intervensi Non-intervensi p
n % n %
Pendidikan
SPK 5 4,8 10 9,5
D3 Keperawatan 46 43,8 40 38,1 0,215
S1 Keperawatan 1 1.0 3 2,9

Jenis Kelamin
Laki-laki 2 1,9 2 1,9
Perempuan 50 47,6 51 48,6 1,000

Lama kerja
< 2 tahun 8 15,4 2 3,8
3 - 5 tahun 26 50 3 5,7
0,000*
5 – 9 tahun 5 9,6 2 3,8
>9 tahun 13 25 46 86,8

Usia
18 – 25 tahun 24 46,2 5 9,4
0,000*
25 – 65 tahun 28 53,8 48 90,6

Perkembangan
profesionalisme

Baik 26 24,8 28 26,7


0,772
Buruk 26 24,8 25 23,8

Keterampilan klinik
Baik 23 21,9 28 26,7
0,378
Buruk 29 27,6 25 23,8

Alokasi waktu refleksi


Baik 27 25,7 21 20
0,206
Buruk 25 23,8 32 30,5

Kualitas hubungan
interpersonal
Baik 25 23,8 27 25,7
0,769
Buruk 27 25,7 26 24,8

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Hasil uji kesetaraan karakteristik responden pada kedua kelompok dengan total
jumlah responden 105 orang, menunjukkan tidak ada perbedaan karakteristik
responden berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin masing-masing
(p=0,215, p=1,000, α=0,05), namun menunjukkan hasil adanya perbedaan
karakteristik responden berdasarkan usia dan lama kerja (p= 0,000). Hal ini
menunjukkan bahwa responden setara dalam hal tingkat pendidikan dan jenis
kelamin, tetapi tidak setara dalam hal usia dan lama kerja.

Hasil uji kesetaraan persepsi responden terhadap kemampuan melakukan


supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada kedua kelompok dengan
total jumlah responden 105 orang, menunjukkan hasil tidak ada perbedaan pada
seluruh variabel aspek kemampuan melakukan supervisi klinik yang meliputi:
aspek perkembangan profesional, aspek keterampilan klinik, aspek alokasi waktu
untuk refleksi, dan aspek hubungan interpersonal (p=0,772, p=0,378, p=0,206,
p=0,769, α=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perawat CCM
melakukan supervisi klinik sebelum penerapan quality circle pada kelompok
intervensi dan kelompok non-intervensi setara menurut persepsi responden
perawat pelaksana.

5.3.2 Analisis Bivariat Kemampuan Supervisi Klinik Sebelum dan Setelah


penerapan Quality Circle pada Kelompok Intervensi

Uji statistik yang digunakan untuk membandingkan kemampuan supervisi klinik


sebelum dan setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dilakukan
dengan uji McNemar. Perbandingan kemampuan supervisi klinik sebelum dan
setelah intervensi dapat terlihat pada tabel 5.6

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Tabel 5.6 Hasil Analisis Perbedaan Kemampuan Supervisi Klinik Sebelum dan
Sesudah Penerapan Quality Circle pada Kelompok Intervensi RS PGI Cikini Mei
2012 (n=52).

Post intervensi
Total
Variabel Buruk Baik P
n % n % n %
Perkembangan
profesionalisme
Pre-intervensi Baik 4 7,7 22 42,3 26 50
buruk 3 5,8 23 44,2 26 50 0,000*

Keterampilan klinik
Pre-intervensi Baik 13 25 16 30,8 29 55,8
0,004*
buruk 3 5,8 20 38,5 23 44,2

Alokasi waktu
Pre-intervensi Baik 6 11,5 19 36,5 25 48,1 0,007*
buruk 5 9,6 22 42,3 27 51,9

Hubungan
interpersonal
Pre-intervensi Baik 10 19,2 17 32,7 27 51,9
0,017*
buruk 5 9,6 20 38,5 25 48,1

*bermakna pada α = 0,05

Kemampuan supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme menurut


persepsi responden lebih banyak yang menyatakan sebelum intervensi buruk dan
sesudah intervensi baik sebanyak 23 (44,2%) disamping itu, yang menyatakan
sebelum intervensi dan setelah intervensi baik, proporsinya juga cukup banyak
yaitu 42,3%. Hal ini berarti adanya perubahan kemampuan supervisi klinik pada
aspek perkembangan profesionalisme yang telah dilaksanakan setelah penerapan
quality circle. Hasil statistik lebih lanjut didapatkan ada perbedaan yang
signifikan sebelum intervensi dengan sesudah intervensi quality circle oleh
perawat clinical care manager pada aspek perkembangan profesionalisme
(p=0,000, α=0,05).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik
didapatkan data paling banyak responden menyatakan sebelum intervensi buruk
dan sesudah intervensi baik sebanyak 16 orang (30,8%). Hal ini berarti adanya
perubahan kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan
klinik setelah penerapan quality circle. Namun perlunya evaluasi dalam
pelaksanaan supervisi klinik dalam meningkatkan keterampilan klinik karena
responden yang menyatakan sebelum intervensi baik dan setelah intervensi buruk
sebanyak 13 (25%). Hasil statistik lebih lanjut didapatkan ada perbedaan yang
signifikan sebelum dengan sesudah intervensi quality circle oleh perawat clinical
care manager pada aspek peningkatan keterampilan klinik (p= 0,004, α= 0,05).

Kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi didapatkan
data paling banyak responden menyatakan sebelum intervensi buruk dan sesudah
intervensi baik sebanyak 22 orang (42,3%). Hal ini berarti ada perubahan
pelaksanaan supervisi klinik dalam aspek alokasi waktu untuk refleksi setelah
penerapan quality circle. Hasil statistik lebih lanjut didapatkan ada perbedaan
yang signifikan sebelum intervensi dengan sesudah intervensi quality circle oleh
perawat clinical care manager pada` aspek alokasi waktu untuk refleksi (p=0,007,
α=0,05).

Kemampuan supervisi klinik pada aspek hubungan interpersonal supervisor-


supervisee didapatkan data paling banyak responden yang menyatakan sebelum
intervensi buruk dan sesudah intervensi baik sebanyak 20 orang (38,5%). Hal ini
berarti ada perubahan kemampuan supervisi klinik pada aspek hubungan
interpersonal setelah penerapan quality circle. Hasil statistik lebih lanjut
didapatkan ada perbedaan yang signifikan sebelum intervensi dengan sesudah
intervensi quality circle oleh perawat clinical care manager pada hubungan
interpersonal supervisor-supervisee. (p=0,017, α =0,05)

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


5.3.3 Analisis Bivariat Kemampuan Supervisi Klinik Sebelum dan Setelah pada
Kelompok Non-Intervensi

Uji statistik yang digunakan untuk membandingkan kemampuan supervisi klinik


sebelum dan setelah pada kelompok non-intervensi dilakukan dengan uji
McNemar. Perbandingan kemampuan supervisi klinik sebelum dan setelah
intervensi dapat terlihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7 Hasil Analisis Perbedaan Kemampuan Supervisi Klinik pada Kelompok
Non-intervensi di PK Sint Carolus Mei-Juni 2012 (n=53)

Post intervensi
Total
Variabel Buruk baik P
n % n % N %
Perkembangan
profesionalisme
Pre-intervensi baik 10 18,9 16 30,2 26 49,1
buruk 6 11,3 21 39,6 27 50,9 0,052

Keterampilan klinik
Pre-intervensi baik 5 9,4 21 39,6 26 49,1
0,000*
buruk 2 3,8 25 47,2 27 50,9

Alokasi waktu
Pre-intervensi baik 18 34 15 28,3 33 62,3 1,000
buruk 15 28,3 5 37,7 20 37,7

Hubungan
interpersonal
Pre-intervensi baik 18 34 9 17 27 50,9
0,230
buruk 16 30,2 10 18,9 26 49,1

* bermakna pada α = 0,05

Kemampuan supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme pada


kelompok non-intervensi didapatkan data paling banyak responden menyatakan
sebelum buruk dan sesudah baik tanpa pelaksanaan intervensi sebanyak 21 orang
(39,6%). Hal ini berarti ada perubahan kemampuan supervisi klinik tanpa

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


pelaksanaan intervensi. Hasil statistik lebih lanjut didapatkan tidak ada perbedaan
yang signifikan sebelum dengan sesudah tanpa pelaksanaan intervensi quality
circle oleh perawat clinical care manager pada aspek perkembangan
profesionalisme (p=0,052, α = 0,05).

Kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik


didapatkan data paling banyak responden menyatakan sebelum buruk dan sesudah
baik tanpa pelaksanaan intervensi sebanyak 25 orang (47,2%). Hal ini
menunjukkan terjadi perubahan kemampuan supervisi klinik dalam meningkatkan
keterampilan klinik walaupun tanpa pelaksanaan intervensi. Hasil statistik lebih
lanjut didapatkan ada perbedaan yang signifikan sebelum dengan sesudah tanpa
pelaksanaan intervensi quality circle oleh perawat clinical care manager pada
aspek peningkatan keterampilan klinik (p=0,000, α = 0,05).

Kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi didapatkan
data paling banyak responden menyatakan sebelum baik dan sesudah buruk tanpa
pelaksanaan intervensi sebanyak 18 orang (34%). Hal ini berarti perlu adanya
evaluasi kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi.
Hasil statistik lebih lanjut didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan
sebelum dengan setelah tanpa pelaksanaan intervensi quality circle oleh perawat
clinical care manager pada aspek alokasi waktu untuk refleksi (p=1,000, α=
0,05).

Kemampuan supervisi klinik pada aspek hubungan interpersonal supervisor-


supervisee didapatkan data paling banyak responden menyatakan sebelum baik
dan sesudah buruk tanpa pelaksanaan intervensi sebanyak 18 orang (34%). Hasil
statistik lebih lanjut didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan sebelum
dengan setelah tanpa pelaksanaan intervensi quality circle oleh perawat clinical
care manager pada aspek hubungan interpersonal supervisor-supervisee (p=0,230,
α=0,05)

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


5.3.4 Kemampuan supervisi klinik setelah penerapan quality circle pada
kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi.

Uji statistik yang digunakan untuk membandingkan kemampuan supervisi klinik


setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan non-intervensi
dilakukan dengan uji Chi-square. Perbandingan kemampuan supervisi klinik
setelah intervensi dapat terlihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8 Hasil Analisis Perbedaan Kemampuan Supervisi Klinik Setelah


Penerapan Quality Circle pada Kelompok Intervensi dan Non-intervensi di RS
PGI Cikini dan PK Sint Carolus Mei-Juni 2012 (n=105)

Kelompok Kelompok
Kemampuan supervisi Intervensi Non- P
klinik intervensi
n % n %
Perkembangan Baik 45 84,9 37 71,2
0,038*
Profesionalisme Buruk 7 13,2 16 30,8
Jumlah 53 50,5 52 49,5

Keterampilan Baik 36 67,9 46 88,5


0,030*
klinik Buruk 16 30,1 7 13,5
Jumlah 53 50,5 52 49,5

Alokasi waktu Baik 41 77,3 20 38,5


0,000*
refleksi Buruk 11 20,7 33 63,5
Jumlah 53 50,5 52 49,5

Hubungan Baik 37 69,8 20 38,5


0,001*
interpersonal Buruk 15 28,2 33 63,5
Jumlah 53 50,5 52 49,5

* bermakna pada α = 0,05

Kemampuan supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme sesudah


penerapan quality circle di kelompok intervensi dan non-intervensi didapatkan
data responden paling banyak menyatakan baik, masing-masing sebanyak 45

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


(84,9%) dan 37 (71,2%), namun di kelompok non-intervensi responden yang
menyatakan buruk lebih banyak dibandingkan kelompok intervensi sebanyak 16
(30,8%). Hasil uji statistik didapatkan ada perbedaan yang signifikan pada aspek
perkembangan profesionalisme sesudah pelaksanaan quality circle pada kedua
kelompok (p=0,038, α=0,05).

Kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik


berdasarkan persepsi responden di kelompok intervensi dan non intervensi paling
banyak menyatakan baik, masing-masing sebanyak 36 (67,9%) dan 46 (88,5%),
namun pada kelompok intervensi responden yang menyatakan buruk lebih banyak
dibandingkan kelompok non-intervensi sebanyak 16 (30,1%). Hasil uji statistik
didapatkan ada perbedaan yang signifikan pada aspek peningkatan keterampilan
klinik sesudah pelaksanaan quality circle pada kedua kelompok (p=0,030,
α=0,05).

Kemampuan supervisi klinik aspek alokasi waktu untuk refleksi berdasarkan


persepsi responden di kelompok intervensi paling banyak menyatakan baik,
sebanyak 41 (77,3%), sedangkan di kelompok non-intervensi responden paling
banyak menyatakan buruk, sebanyak 33 (63,5%). Hasil uji statistik didapatkan
ada perbedaan yang signifikan pada aspek peningkatan aspek alokasi waktu untuk
refleksi sesudah pelaksanaan quality circle pada kedua kelompok (p=0,000,
α=0,05).

Kemampuan supervisi klinik aspek kualitas hubungan interpersonal supervisor-


supervisee berdasarkan persepsi responden di kelompok intervensi paling banyak
menyatakan baik sebanyak 37 (69,8%), sedangkan di kelompok non-intervensi
responden paling banyak menyatakan buruk sebanyak 33 (63,5%). Hasil uji
statistik didapatkan ada perbedaan yang signifikan pada aspek peningkatan
keterampilan klinik sesudah pelaksanaan quality circle pada kedua kelompok
(p=0,001, α <0,05).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


5.3.5 Analisis Perbedaan Proporsi Sebelum dan Setelah Penerapan Quality Circle
pada Kelompok Intervensi dan Non-intervensi
Uji statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan proporsi sebelum dan
setelah penerapan quality circle pada kelompok intervensi dan non-intervensi
dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9 Hasil analisis perbedaan proporsi sebelum dan setelah penerapan quality
circle pada kelompok intervensi dan non-intervensi di RS PGI Cikini dan PK
Sint. Carolus Mei – Juni 2012 (n=105).

Kelompok
Kelompok
Non-
intervensi
Variabel intervensi p
Pre Post ∆ Pre Post ∆
% % % % % %
Perkembangan
profesionalisme
Baik 24,8 84,9 60,1 26,7 71,2 44,5 0,001*
Buruk 24,8 13,2 -11,6 23,8 30,8 -7

Keterampilan
klinik
Baik 21,9 67,9 46 26,7 88,5 61,8 0.014*
Buruk 27,6 30,1 -2,5 23,8 13,5 -10,3

Alokasi waktu
refleksi
Baik 25,7 77,3 51,6 20 38,5 18,5 0,030*
Buruk 23,8 20,7 -3,1 30,5 63,5 -39

Hubungan
interpersonal
Baik 23,8 69,8 46 25,7 38,5 12,8 0,002*
Buruk 25,7 28,2 -2,5 24,8 63,5 -38,7

*bermakna pada α = 0,05

Kemampuan supervisi klinik perawat clinical care manager pada seluruh variabel
aspek didapatkan data pada kelompok intervensi terjadi peningkatan proporsi

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


responden yang menyatakan baik setelah penerapan quality circle masing-masing
sebanyak 60,1%, 46%. 51,6 dan 46%, sedangkan pada kelompok non-intervensi
tanpa pelaksanaan quality circle juga terjadi peningkatan proporsi responden yang
menyatakan baik masing-masing sejumlah 44,5%, 61,8%, 18,5% dan 12,8%.
Hasil analisis selisih proporsi dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
selisih proporsi sebelum dengan setelah penerapan quality circle pada kelompok
intervensi dengan non-intervensi (p=0,000, α=0,05).

5.3.6 Analisis Hubungan Karakteristik Responden Terhadap Seluruh Aspek


Kemampuan Supervisi Klinik.

Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan karakteristik responden


perawat pelaksana terhadap kemampuan supervisi klinik setelah penerapan quality
circle pada kelompok intervensi dan non-intervensi dilakukan dengan uji Korelasi
Lambda. Hasil analisis dapat terlihat pada tabel 5.10.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Tabel 5.10 Analisis hubungan karakteristik responden terhadap seluruh aspek
supervisi klinik pada kelompok intervensi dan non intervensi di RS PGI Cikini
dan PK Sint. Carolus Mei-Juni 2012 (n=105)

Variabel p R n

Usia
Pengembangan 0,239 0,000
profesionalisme
Keterampilan klinik 0,156 0,000 105
Alokasi waktu refleksi 0,007* 0,182
Hubungan interpersonal 0,255 0,830

Pendidikan
Pengembangan 0,630 0,000
profesionalisme
105
Keterampilan klinik 0,630 0,000
Alokasi waktu refleksi 0,036* 0,114
Hubungan interpersonal 0,078 0,188

Lama kerja
Pengembangan 0,516 0,000
profesionalisme 105
Keterampilan klinik 0,041* 0,000
Alokasi waktu refleksi 0,004* 0,182
Hubungan interpersonal 0,061 0,188

Jenis Kelamin
Pengembangan 1,000 0,000
profesionalisme
105
Keterampilan klinik 0,208 0,000
Alokasi waktu refleksi 0,138 0,000
Hubungan interpersonal 1,000 0,000

* bermakna pada α = 0,05

Hasil analisis hubungan antara usia responden dengan aspek alokasi waktu
untuk refleksi setelah penerapan quality circle di kedua kelompok didapatkan
ada hubungan yang signifikan antara usia responden dengan alokasi waktu

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


untuk refleksi dengan kekuatan hubungan sangat lemah (p=0,007, r=0,182,
α=0,05). Namun hasil analisis hubungan usia dengan aspek lainnya,
didapatkan tidak ada hubungan antara usia dengan aspek pengembangan
profesional, peningkatan keterampilan klinik, dan aspek kualitas hubungan
interpersonal (p > 0,05).
Hasil analisis hubungan antara pendidikan responden dengan aspek alokasi
waktu untuk refleksi setelah penerapan quality circle pada kedua kelompok,
didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan alokasi
waktu untuk refleksi dengan kekuatan hubungan sangat lemah (p=0,036,
r=0,114, α=0,05). Namun hasil analisis hubungan tingkat pendidikan
responden dengan aspek lainnya tidak terdapat hubungan yang signifikan (p >
0,05).

Analisis hubungan antara lama kerja responden dengan aspek peningkatan


keterampilan klinik dan alokasi waktu untuk refleksi setelah penerapan quality
circle di kedua kelompok. Hasil yang didapatkan ada hubungan yang
signifikan antara lama kerja dengan aspek peningkatan keterampilan klinik
dan alokasi waktu untuk refleksi dengan kekuatan hubungan sangat lemah
(berturut-turut p=0,041, r=0,000, p=0,004, r=0,182, α < 0,05). Namun hasil
analisis hubungan lama kerja dengan aspek lainnya tidak terdapat hubungan
yang signifikan (p > 0,05).

Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan aspek kemampuan


supervisi klinik setelah penerapan quality circle di kedua kelompok (p > 0,05,
α < 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan
keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan
interpersonal.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


BAB 6
PEMBAHASAN

Pembahasan hasil penelitian, meliputi interpretasi dan diskusi hasil, juga


keterkaitan dengan studi literatur dan hasil penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya. Selain itu, pada bab ini akan menjelaskan juga tentang berbagai
keterbatasan penelitian dan implikasi penelitian terhadap pelayanan keperawatan.

6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian

6.1.1 Gambaran pelaksanaan pelatihan quality circle.

Quality circle merupakan suatu mekanisme penyelesaian masalah di area kerja


dalam kelompok yang anggotanya saling berinteraksi secara sukarela melalui
tahapan penyelesaian masalah. Pelaksanaan quality circle oleh perawat clinical
care manager merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan
supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme, peningkatan
keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan
supervisor-supervisee. Observasi pelaksanaan quality circle sebanyak 4 kali
sampai dengan tingkat keberhasilan 100%, menunjukkan perkembangan
keterampilan perawat clinical care manager dalam menyelesaikan masalah untuk
meningkatkan kemampuan supervisi klinik. Teknik pokok supervisi pada
dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar,
2010).

Gambaran kemampuan supervisi klinik sebelum pelaksanaan quality circle


berdasarkan persepsi perawat clinical care manager pada kelompok intervensi
dan non-intervensi (tabel 5.3) didapatkan data, sebagian besar menyatakan
kemampuan supervisi klinik masih buruk pada semua aspek. Pemberian
pelayanan keperawatan yang berkualitas membutuhkan kontrol dari supervisor
klinik agar sesuai dengan standar pelayanan keperawatan yang ditetapkan.
Pelaksanaan supervisi yang tidak adekuat menyebabkan aktivitas pelayanan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


keperawatan yang diberikan tidak sesuai standar dan membahayakan pasien.
Supervisi klinik yang efektif dipengaruhi berbagai faktor antara lain adalah
kejelasan uraian tugas supervisor klinik, kurangnya koordinasi, kurangnya edukasi
teknik supervisi, keterampilan interpersonal, komunikasi dan faktor individu
supervisee (WHO, 1993., Robbins, 2001., Bush, 2005., Marquis, 2009., Marriner
& Tomey, 2009).

Karakteristik responden perawat clinical care manager (tabel 5.2) berdasarkan


tingkat pendidikan pada kelompok intervensi seluruh responden berpendidikan D3
keperawatan 9 (100%) dan kelompok non-intervensi seluruh responden
berpendidikan S1 Keperawatan 5 (100%). Perbedaan tingkat pendidikan antara
kelompok intervensi dan non-intervensi lebih disebabkan karena kebijakan rumah
sakit kelompok non-intervensi bahwa posisi supervisor klinik minimal S1
Keperawatan dengan pertimbangan pendidikan S1 keperawatan memiliki
kemampuan untuk lebih banyak memikirkan peningkatan mutu asuhan
keperawatan dengan melakukan penelitian-penelitian sehingga tercipta praktik
keperawatan berdasarkan pembuktian (Sitorus, 2006). Tingkat pendidikan D3
Keperawatan yang merupakan tingkat pendidikan vokasi lebih menekankan
kompetensi keterampilan memerlukan pendampingan untuk bisa mengeksplorasi
area baru praktik keperawatan berdasarkan evidenced based.

Faktor interpersonal supervisor klinik mempengaruhi efektifitas pelaksanaan


supervisi klinik. Faktor interpersonal merupakan kemampuan yang diperlukan
oleh supervisor untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan berhasil. Robbins
(2001) mengidentifikasaikan tiga keterampilan manajemen yang mutlak
diperlukan yaitu: (1) Keterampilan teknis meliputi kemampuan menerapkan
pengetahuan khusus atau keahlian spesialisasi. (2) Keterampilan manusiawi
merupakan kemampuan bekerja sama, memahami, dan memotivasi orang lain,
baik perseorangan maupun kelompok. (3) Keterampilan konseptual merupakan
kemampuan mental untuk menganalisis dan mendiagnosis situasi yang rumit
sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan letak masalah,
identifikasi alternatif solusi, evaluasi alternatif dan memilih alternatif yang paling
baik. Tingkat pendidikan supervisor klinik akan berpengaruh terhadap

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


kemampuan interpersonal dan penguasaan keterampilan manajemen yang mutlak
diperlukan untuk pelaksanaan supervisi klinik yang efektif.

Karakteristik responden perawat clinical care manager pada kelompok intervensi


dan non-intervensi berusia dewasa (25 – 65 tahun) yang memiliki karakteristik
positif produktif dan kreatif sehingga menjadi daya dukung dalam pelaksanaan
tugas secara efektif. Hal negatif yang dimiliki pada rentang usia dewasa yaitu
kurangnya komitmen. Perawat clinical care manager di kelompok intervensi 4
orang teridentifikasi menjelang usia pension, hal ini secara tidak langsung
mempengaruhi komitmen dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang
diemban.

Karakteristik pengalaman kerja menjadi supervisor klinik pada kelompok


intervensi paling banyak pada rentang < 2 tahun, sedangkan pada kelompok non-
intervensi rentang lama kerja 3 – 5 tahun. Perawat supervisor sebagai pelaksana
supervisi klinik harus memiliki pengetahuan tentang jenis pekerjaan yang akan
disupervisi dan teknik pelaksanaan supervisi. Pelaksanaan teknik supervisi yang
optimal dengan akan berkontribusi terhadap kualitas pelayanan keperawatan
Keterampilan pembuatan keputusan klinik keperawatan yang semakin lama
semakin meningkat disebabkan oleh bertambahnya pengalaman dan keahlian
dalam area praktik. Perawat supervisor perlu mendapatkan kesempatan pelatihan
dalam mendukung kemampuan pelaksanaan supervisi..

6.1.2 Gambaran karakteristik respoden perawat pelaksana dan hubungan


karakteristik responden dengan aspek kemampuan supervisi klinik.

Gambaran karakteristik responden perawat pelaksana meliputi usia, tingkat


pendidikan, jenis kelamin dan lama kerja. Sedangkan kemampuan supervisi klinik
meliputi aspek: pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan,
alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor dengan supervisee.

6.1.2.1 Usia

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Rentang usia pada penelitian ini berdasarkan teori perkembangan psikososial
Erickson’s ditetapkan dua kategori yaitu dewasa muda (18 – 25 tahun) dan
dewasa (25 – 65 tahun). Sebagian besar responden pada kelompok intervensi dan
non-intervensi masuk kategori usia dewasa masing-masing sebanyak 28 (53,8%)
dan 48 (90,6%). Usia responden yang lebih banyak berada pada kategori usia
dewasa, menurut tahapan teori perkembangan psikososial Erikson’s memiliki
kreativitas, produktivitas dan perhatian terhadap orang lain. Namun hal negatif
yang bisa muncul pada rentang usia tersebut adalah mengandalkan pada
kemampuan diri sendiri, kurangnya perhatian dan komitmen.

Rentang usia staf keperawatan menjadi dasar bagi supervisor klinik untuk
melaksanakan supervisi klinik dengan menggunakan pendekatan berdasarkan
teori kebutuhan Maslow. Rentang usia yang berbeda menyebabkan tingkat
kebutuhan dan jenis motivasi yang diperlukan staf berbeda-beda. Implikasi
penting dari teori kebutuhan Maslow yang dapat diterapkan oleh supervisor klinik
untuk memotivasi staf antara lain: jenis supervisi yang diterapkan, desain
pekerjaan, kegiatan institusi dan dukungan.

Supervisor harus mampu mengenali tingkat kebutuhan yang diperlukan karyawan


sehingga dapat memberikan motivasi yang sesuai. Menurut Certo (2007)
supervisor harus dapat memahami orang lain, sehingga dapat memimpin dan
memotivasi staf dari hari ke hari sebagai upaya untuk mempertemukan kebutuhan
antara institusi dengan kebutuhan staf.

Hubungan antara usia responden dengan kemampuan supervisi klinik pada aspek
alokasi waktu untuk refleksi (tabel 5.10), lebih disebabkan hal positif yang
dimiliki responden pada kategori usia dewasa pada perkembangan psikososial
yang meliputi kreativitas, produktivitas dan perhatian terhadap orang lain yang
menjadi kebutuhan staf dan dasar pelaksanaan supervisi klinik. Selain hal negatif
yang bisa muncul pada rentang usia tersebut adalah mengandalkan pada
kemampuan diri sendiri, kurangnya perhatian dan komitmen. Supervisor klinik
berperan mengenali tingkat kebutuhan staf keperawatan sehingga dapat
menentukan motivasi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas staf.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Pemahaman dan penerimaan secara individual terhadap staf meningkatkan
kepuasan kerja, kepuasan terhadap proses kerja tersebut akan meningkatkan
produktivitas kerja (Certo, 2007).

Kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi, menjadi
sarana bagi supervisor klinik dan staf keperawatan untuk meluangkan waktu dan
memberikan kesempatan dalam konteks hubungan profesional dengan praktisi
yang lebih berpengalaman. Kesempatan tersebut diperlukan untuk merefleksikan
pelaksanaan praktik sebelumnya, mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki oleh
staf di rentang usia tersebut sebagai faktor positif yang harus selalu dimotivasi.
Mengidentifikasi tantangan dan pola yang tidak efektif sebagai upaya untuk
perbaikan dan meningkatkan serta membangun lingkup praktik yang lebih baik di
masa datang. Alokasi waktu untuk refleksi menurut Bindseil, etc (2008)
diperlukan untuk memberikan penilaian diri terhadap aspek kognitif, afektif dan
sikap, sehingga dapat diketahui area kekuatan, tantangan dan pola yang tidak
efektif untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan supervisi dan motivasi yang
diperlukan oleh staf keperawatan.

6.1.2.2 Tingkat Pendidikan

Penelitian ini menetapkan tingkat pendidikan perawat pelaksana yaitu tingkat


pendidikan SPK, D3 Keperawatan, dan S1 keperawatan. Hasil penelitian pada
tabel 5.2 didapatkan tingkat pendidikan perawat pelaksana lebih banyak pada
tingkat pendidikan D3 keperawatan yaitu pada kelompok intervensi 46 responden
(43,8%) dan kelompok non-intervensi 40 responden (38,1%). Pendidikan
merupakan suatu bentuk rangkaian aktivitas yang membangun kapasitas
profesional perawat, termasuk pembelajaran, pengetahuan dan keterampilan, serta
membantuk kesadaran diri (Munson, 2002). Tingkat pendidikan D3 Keperawatan
merupakan program pendidikan vokasi yang menekankan pada kompetensi
keterampilan (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.232/U/2000).

Pengembangan kemampuan profesional keperawatan merupakan hasil lebih lanjut


dari penguasaan keterampilan klinik ataupun eksplorasi pada area baru
berdasarkan evidence based nursing practice. Tingkat pendidikan D3

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Keperawatan yang merupakan tingkat pendidikan vokasi yang lebih menekankan
kompetensi keterampilan memerlukan pendampingan untuk bisa mengeksplorasi
area baru praktik keperawatan berdasarkan evidenced based. Supervisor klinik
berperan dalam memberikan bimbingan dan evaluasi terhadap perkembangan
personal, profesional dan pendidikan staf keperawatan untuk menjamin pelayanan
keperawatan yang optimal dan aman untuk pasien. Pelaksanaan supervisi klinik
yang optimal mencegah terjadinya kejadian yang tidak diinginkan pada pasien,
memelihara pelaksanaan kerja sesuai standar, dan meningkatkan keselamatan,
serta meningkatkan perkembangan staf (Bush, 2005).

Pelayanan keperawatan optimal terjalin berdasarkan hubungan perawat pasien


dalam pemberian asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan
penyelesaian masalah. Pendekatan penyeleaian masalah asuhan keperawatan
melibatkan proses sistematik yang meliputi bukti, keterampilan klinik, dan apa
yang disukai pasien serta nilai-nilai yang dianut (Benner, 1994 dalam Miller &
Stoeckel, 2011). Tingkat pendidikan Ners Spesialis akan lebih banyak
memikirkan peningkatan mutu asuhan keperawatan dengan melakukan penelitian-
penelitian sehingga tercipta praktik keperawatan berdasarkan evidenced based
(Sitorus, 2006). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan yang berdasarkan
evidence based merupakan praktik yang terbaik dalam pembuatan keputusan
mengenai pelayanan pasien dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah (Miller & Stoeckel, 2011).

Hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan kemampuan supervisi


klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi (tabel 5.10) lebih disebabkan
sebagai upaya mengidentifikasi dan menemukan kebutuhan staf keperawatan
untuk mengembangkan profesionalisme sesuai kompetensi yang dimiliki. Peran
supervisor klinik dalam memberikan bimbingan dan evaluasi terhadap
perkembangan personal, profesional dan pendidikan staf keperawatan diperlukan
untuk menjamin pelayanan keperawatan yang optimal dan aman untuk pasien.
Supervisi klinik merupakan suatu proses dukungan profesional dan pembelajaran
saat perawat dibantu untuk meningkatkan kemampuan praktik melalui diskusi

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


secara berkala dengan sejawat yang memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih
(Fowler, 1996).

6.1.2.3 Lama Kerja


Penelitian ini menunjukkan lama kerja responden pada kelompok intervensi
paling banyak pada rentang 3 - 5 tahun sebanyak 26 orang (50%), sedangkan pada
kelompok non-intervensi lama kerja lebih banyak pada rentang > 9 tahun
sebanyak 46 orang (86,8%). Perawat yang memiliki lama kerja 3 – 5 tahun,
berdasarkan jenjang karir perawat (Depkes RI, 2006) dikategorikan sebagai
perawat advanced beginner, memiliki kompetensi dapat mencatat aspek situasi
klinik pasien, cukup mengetahui situasi riil, tetapi masih meminta bantuan apabila
menemukan kasus pasien yang kompleks, dan belum bisa menentukan intervensi
yang esensial. Perawat pada kelompok non-intervensi paling banyak memiliki
lama kerja > 9 tahun berdasarkan jenjang karir perawat (Depkes RI, 2006)
dikategorikan sebagai perawat proficient memiliki kompetensi dapat mengetahui
dan menentukan situasi secara luas, dapat menentukan penanganan dan bisa
merencanakan asuhan klien selanjutnya, bekerja efisien dan dapat
mengidentifikasi masalah, melakukan keputusan dengan luas dan cepat serta dapat
menangani situasi.

Perawat memiliki keterampilan pembuatan keputusan klinik keperawatan yang


semakin lama semakin meningkat disebabkan oleh bertambahnya pengalaman dan
keahlian dalam area praktik. Perawat memiliki keahlian dalam keperawatan,
melalui berbagai tahapan perkembangan pengalaman, pengetahuan dan
keterampilan melalui berbagai tahapan mulai dari sebagai perawat novice sampai
dengan proficient (Miller & Stoeckel, 2011).

Lama kerja merupakan proses bagi perawat untuk mengembangkan pengetahuan,


keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,
efektif, dan efisien. Lama kerja staf keperawatan menentukan jenis supervisi yang
diperlukan disesuaikan dengan tingkat kompetensi yang dimiliki dan
kebutuhannya. Pelaksanaan supervisi memfasilitasi staf untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengikuti perkembangan dan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


perubahan dalam lingkup keperawatan. Pelaksanaan supervisi yang optimal akan
bermanfaat dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja. Peningkatan
efisiensi kerja erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang
dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya optimal (Suarli & Bahtiar,
2010).

Perawat merupakan kritikal input dalam proses pemberian pelayanan


keperawatan. Perawat yang memiliki pengetahuan, keterampilan, serta sikap
perilaku yang baik diperlukan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional,
efektif, dan efisien sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan dalam pemberian
pelayanan keperawatan yang optimal. Perawat profesional diharapkan mampu
berpikir rasional, mengakomodasi lingkungan, mengenal diri sendiri, belajar dari
pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri (Dirjen Pelayanan Medik, DepKes RI
2006).

Alokasi waktu untuk refleksi diperlukan dalam pelaksanaan supervisi klinik


sebagai upaya untuk mengidentifikasi pengembangan profesional yang
dibutuhkan oleh staf perawat (Brunero & Parbury, 2004). Refleksi merupakan
suatu proses kognitif untuk memikirkan kembali pengalaman klinik yang telah
dilakukan sebagai upaya untuk memahami lebih dalam pengetahuan dan
keterampilan yang telah dimiliki dan mengidentifikasi area yang perlu
ditingkatkan (Brunero & Parbury, 2004). Hasil penelitiaan Scroeffel (2009)
didapatkan hasil bahwa bertambahnya usia dan lama kerja staf keperawatan lebih
menyukai jenis supervisi metode didactic yang berorientasi pembelajaran.

Hubungan antara lama kerja dengan kemampuan supervisi klinik pada aspek
peningkatan keterampilan klinik dan alokasi waktu untuk refleksi, lebih
disebabkan oleh alokasi waktu untuk refleksi menjadi upaya bagi supervisor
klinik maupun supervisee untuk mengidentifikasi kebutuhan mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan, yang akan bermanfaat dalam peningkatan
efektivitas dan efisiensi kerja. Supervisor klinik memerlukan pemahaman dan
keterampilan untuk mengenali kebutuhan staf dan tingkat perkembangannya.
Blanchard & Hersey (1968) mengklasifikasikan kompetensi dan komitmen staf

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


dalam 4 kuadran yang meliputi: 1) D4 - kompetensi tinggi dan komitmen tinggi,
karakteristik yang dimiliki adalah pengalaman terhadap pekerjaan, nyaman
dengan kemampuan yang dimiliki, terkadang memiliki keterampilan yang lebih
baik dibandingkan dengan supervisor. 2) D3 – kompetensi tinggi, komitmen
bervariasi, karakteristik yang dimiliki adalah memiliki pengalaman dan
kemampuan, tetapi kurang percaya diri melakukan pekerjaan sendiri atau kurang
motivasi untuk melakukan dengan baik atau dengan cepat. 3) D2 – kompetensi
sedang, rendah komitmen, karakteristik yang dimiliki adalah memiliki
keterampilan yang relevan, tetapi tidak ingin melakukan pekerjaan tanpa bantuan,
yang kemungkinan disebabkan oleh tugas atau situasi yang baru. 4) D1 –
kompetensi rendah, komitmen tinggi, karakteristik yang dimiliki adalah secara
umum kurang dalam keterampilan spesifik yang dibutuhkan, tetapi memiliki
motivasi dan kepercayaan diri untuk melakukan. Oleh karena itu supervisor klinik
perlu mengenali tingkat perkembangan staf untuk bisa mengidentifikasi
komptensi dan komitmen yang dimiliki sehingga dapat menyesuaikan jenis
supervisi yang dilaksanakan.

Intensitas pelaksanaan supervisi berkembang sesuai dengan perubahan


pengetahuan, tingkat pendidikan dan karir staf (Gillies, 1994). Manusia secara
umum akan mengalami perkembangan dan berubah kebutuhannya untuk
menghadapi tantangan, dukungan dan pengarahan. Staf baru yang belum memiliki
pengalaman akan memerlukan supervisi yang terus menerus selama 1 tahun
pertama praktik, sesudah menginjak tahun kedua memiliki kebutuhan untuk
diakomodasi terhadap perkembangan kepercayaan dan kemampuan diri.

6.1.2.4 Jenis kelamin

Penelitian ini menunjukkan responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki.


Jenis kelamin perempuan pada kelompok intervensi (n=52) sebanyak 50 orang
(96,2%) sedangkan pada kelompok non-intervensi (n=53) sebanyak 51 orang
(96,2%). Hal ini mengidentitifikasikan bahwa perempuan memiliki minat yang
lebih besar dalam lingkup keperawatan. Hasil penelitian (Falbo, 1972 dalam

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


mainiero, 1986) menyatakan bahwa perempuan lebih feminim secara individual
cenderung menggunakan strategi unilateral dan tidak langsung seperti manipulasi
emosional, lebih penolong, dan cepat iba, sedangkan laki-laki lebih maskulin
secara individual cenderung menggunakan pendekatan langsung dan bilateral.

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan aspek kemampuan supervisi klinik.

6.1.3 Pengaruh Penerapan Quality Circle oleh Perawat Clinical Care Manager
terhadap Kemampuan Supervisi Klinik.

6.1.3.1 Kemampuan Supervisi Klinik pada Aspek Pengembanagn


Profesionalisme.

Penerapan quality circle dalam penelitian ini berpengaruh secara signifikan


terhadap kemampuan supervisi klinik pada aspek perkembangan profesionalisme
pada kelompok intervensi berdasarkan persepsi perawat pelaksana (tabel 5.6).
Tujuan pelaksanaan quality circle salah satunya adalah membantu staf bertumbuh
secara personal dan profesional (Rowland and Rowland, 1997). Mbovanne (2007)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa Pelaksanaan quality circle dapat
meningkatkan kemampuan staf dalam menyelesaikan masalah dalam praktik
keperawatan, sehingga meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien,
membangun kerjasama tim, serta mempertahankan standar pelayanan
keperawatan.

Perawat clinical care manager sebagai supervisor klinik berperan dalam


perkembangan profesionalisme perawat pelaksana sesuai dengan uraian tugas dan
tanggung jawab yang dimilikinya antara lain adalah melakukan evaluasi tentang
mutu asuhan keperawatan, mengoordinasi, serta membahas dan mengevaluasi
tentang implementasi MPKP. Pelaksanaan evaluasi mutu asuhan keperawatan
sebagai upaya refleksi terhadap praktik klinik yang diterapkan perawat pelaksana
untuk menggali kekuatan, kelemahan, dan masalah yang dihadapi dalam
pelaksanaan praktik keperawatan. Proses evaluasi membutuhkan keterampilan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


dari supervisor klinik untuk mengidentifikasi, menganalisis, menyelesaikan
masalah, serta mencari upaya untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas
kerja. Pelaksanaan quality circle oleh perawat clinical care manager membantu
untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam mengembangakn
profesionalisme staf dan mencari alternatif solusi terbaik untuk mengatasi. Staf
yang terlibat dalam proses pelaksanaan quality circle memperlihatkan
tanggungjawabnya dengan cara memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan
(Tappen, 1995).

Perkembangan profesionalisme merupakan peningkatan kemampuan perawat


pelaksana dalam otonomi, pengetahuan, kemampuan aktualisasi diri, dan
kepercayaan diri untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Supervisor
klinik mendukung upaya peningkatan profesionalisme perawat untuk
meningkatkan kontrol terhadap kemampuan untuk ingin bekerja keras,
berpenampilan kerja optimal, belajar keterampilan baru, daan terlibat dalam
pengambilan keputusan tentang kerja mereka (Swansburg, 1993).

Pelaksanaan quality circle pada aspek pengembangan profesionalisme merupakan


upaya-upaya yang dilakukan oleh supervisor klinik dengan menggunakan tahapan
penyelesaian masalah untuk meningkatkan: (1) Otonomi yaitu kemandirian staf
untuk melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan kompetensi yang dimiliki.
(2) Pengetahuan yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan
melakukan keputusan yang tepat untuk pasien. (3) Kemampuan aktualisasi diri
dan percaya diri yaitu kemampuan menyampaikan pendapat dalam mengatasi
masalah pasien.

Peran supervisor klinik sebagai coach diterapkan bagi staf keperawatan apabila
bimbingan secara individu diperlukan untuk mengembangkan profesionalisme.
Alternatif pelaksanaan yang diterapkan antara lain bekerja bersama dan memberi
bantuan secara langsung kepada staf, dengan bantuan tersebut staf keperawatan
akan memiliki bekal yang cukup untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan
selanjutnya dengan hasil yang baik. Teknik coaching di buat secara terjadwal
sesuai dengan kebutuhan staf. Teknik coaching efektif untuk mendukung dan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


mengkoreksi penampilan kerja sehari-hari dengan memberikan bimbingan kepada
staf untuk meningkatkan kompetensi, komitmen, dan kepercayaan diri serta
membantu staf membuat pilihan dan menghubungkan antara kondisi saat ini
dengan masa depan (Marquis, 2012).

6.1.3.2 Kemampuan Supervisi Klinik pada Aspek Peningkatan Keterampilan


Klinik.

Penerapan quality circle pada penelitian ini berpengaruh secara signifikan


terhadap kemampuan supervisi klinik pada aspek peningkatan keterampilan klinik
berdasarkan persepsi perawat pelaksana pada kelompok intervensi dan non-
intervensi (tabel 5.6 dan tabel 5.7). Keterlibatan perawat clinical care manager
dalam pelaksanaan quality circle memperkaya kehidupan kerja dan meningkatkan
tanggung jawabnya untuk memperbaiki kualitas supervisi klinik yang diberikan.
Staf yang terlibat dalam proses pelaksanaan quality circle memperlihatkan
tanggungjawabnya dengan cara memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan
(Tappen, 1995). Pelaksanaan quality circle menjadi upaya bagi supervisor klinik
untuk mencari alternatif solusi dalam meningkatkan keterampilan klinik yang
dimiliki oleh staf. Teknik coaching dan mentoring dapat dilakukan oleh
supervisor klinik untuk membantu meningkatkan keterampilan klinik staf
keperawatan dengan menyediakan waktu, dukungan, bimbingan, dan membantu
dalam melakukan tugas sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan staf.

Peningkatan keterampilan klinik meliputi peningkatan kemampuan perawat


pelaksana untuk melaksanakan prosedur keperawatan sesuai standar dan
kemampuan melaksanakan prosedur keamanan kerja. Supervisor klinik
bertanggungjawab untuk memastikan bahwa staf perawat mendapatkan
kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta
keterampilan kliniknya, sehingga dapat menyesuaikan dengan perubahan yang
terjadi dalam lingkup keperawatan dewasa ini. Pembelajaran untuk
pengembangan keterampilan klinik dilaksanakan oleh supervisor klinik melalui
sesi pelatihan di ruangan, memfasilitasi kesempatan untuk hadir dalam seminar

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


atau workshop keperawatan, memberikan informasi tentang isu keperawatan yang
baru, dukungan, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan (Kozier, 2005).

Responden perawat pelaksana pada kelompok intervensi yang sebagian besar


pada rentang usia dewasa dan memiliki lama kerja pada rentang 3 – 5 tahun,
berdasarkan tingkat perkembangan psikososial memiliki karakteristik kreatif,
produktif, tetapi kurang memiliki komitmen. Sedangkan kompetensi klinik yang
dimiliki adalah cukup mampu untuk mengetahui situasi riil, dapat mencatat aspek
situasi klinik, tetapi masih meminta bantuan pada kasus kompleks, dan belum bisa
menentukan intervensi yang esensial. Oleh karena itu kebutuhan bimbingan dan
supervisi masih diperlukan untuk meningkatkan keterampilan, memberikan
dukungan, serta pujian untuk membangun kepercayaaan diri, dan melibatkan staf
dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan komitmen yang dimiliki.
Supervisor klinik diharapkan memiliki pemahaman secara individu mengenai
tingkat kebutuhan yang dimiliki staf, sehingga teknik pelaksanaan supervisi yang
diterapkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan yang dimiliki.

Pada kelompok non-intervensi kemampuan supervisi klinik pada aspek


peningkatan keterampilan klinik berepengaruh secara signifikan tanpa
pelaksanaan quality circle (tabel 5.7). Asumsi peneliti hal ini disebabkan oleh
karakteristik responden perawat pelaksana paling banyak berusia dewasa (25 – 65
tahun) dan memiliki lama kerja > 9 tahun dengan karakteristik produktif, kreatif,
kurang komitmen, tetapi dapat menentukan penanganan dan merencanakan
asuhan keperawatan klien selanjutnya, bekerja efisien, mampu mengidentifikasi
masalah, melakukan keputusan dengan luas dan cepat serta dapat menangani
situasi. Oleh karena itu pelaksanaan supervisi lebih ditekankan pada proses
delegasi dimana supervisor klinik ikut berperan dalam pengambilan keputusan
dan penyelesaian masalah tetapi kontrol berada pada staf. Blanchard & Hasley,
(2012) menyatakan staf yang memiliki kompetensi dan komitmen memiliki
kemauan dan kemampuan untuk menyelesaikan tugasnya secara mandiri dengan
sedikit supervisi dan dukungan.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


6.1.3.3 Kemampuan Supervisi Klinik pada Aspek Alokasi Waktu Untuk Refleksi.

Penerapan quality circle dalam penelitian ini berdampak secara signifikan


terhadap kemampuan supervisi klinik pada aspek alokasi waktu untuk refleksi
pada kelompok intervensi (tabel 5.6). Waktu untuk refleksi merupakan pengaturan
alokasi waktu bagi supervisor dan supervisee untuk membahas kasus atau masalah
keperawatan dan isu keperawatan terkini yang sudah terjadwalkan frekuensi dan
durasinya. Hal ini sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab yang dimiliki
oleh supervisor klinik antara lain yaitu: memberi masukan pada diskusi kasus,
mempresentasikan isu-isu baru terkait dengan asuhan keperawatan,
mengidentifikasi fakta dan temuan yang memerlukan pembuktian,
mengidentifikasi masalah penelitian, merancang usulan dan melakukan penelitian.

Tujuan alokasi waktu untuk refleksi adalah memfasilitasi staf keperawatan untuk
meningkatkan pengetahuan sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan di
lingkup keperawatan maupun kesehatan. Proses refleksi diperlukan dalam
pelaksanaan supervisi klinik sebagai upaya untuk mengidentifikasi pengembangan
profesional yang dibutuhkan oleh staf perawat (Brunero & Parbury, 2004)

Proses refleksi diperlukan dalam pelaksanaan supervisi klinik sebagai upaya


untuk mengidentifikasi pengembangan profesional yang dibutuhkan oleh staf
perawat. Proses identifikasi merupakan salah satu tahapan dalam proses
penyelesaian masalah yang bertujuan untuk memahami masalah yang terjadi dan
mencari solusi masalah yang tepat. Staf keperawatan merupakan individu yang
unik yang berbeda satu dengan yang lain untuk itu dibutuhkan pemahaman
terhadap kebutuhan individu oleh supervisor klinik sesuai dengan tingkat
pendidikan dan perkembangan psikososialnnya. Alokasi waktu untuk refleksi
merupakan suatu proses kognitif untuk memikirkan kembali pengalaman klinik
yang telah dilakukan sebagai upaya untuk memahami lebih dalam pengetahuan
dan keterampilan yang telah dimiliki dan mengidentifikasi area yang perlu
ditingkatkan (Brunero & Parbury, 2004) . Proses refleksi bertujuan untuk
mengembangkan profesionalisme dalam praktik keperawatan berdasarkan
evidenced based.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Praktik keperawatan berdasarkan evidenced based merupakan praktik terbaik
dalam pembuatan keputusan tentang pelayanan pasien dengan menggunakan
pendekatan penyelesaian masalah (Miller & Stoeckel, 2011). Pelaksanaan quality
circle merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah
di area kerja dalam kelompok supervisor klinik untuk mencari alternatif solusi
terbaik dalam mengatasi masalah rutin misalnya asuhan keperawatan pasien
maupun masalah sistemik yang berhubungan dengan departemen lain ataupun
proses kolaborasi dengan profesional lainnya dalam mengatasi masalah pasien.

Pelaksanaan quality circle merupakan proses partisipasi dari staf pekerja untuk
mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan masalah serta meningkatkan
kualitas dan produktivitas di area kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ionidis, et al (2008) tentang pelaksanaan quality circle pada dokter
dalam manajemen pasien osteoporosis dalam hal faktor resiko dan pelaksanaan
pemeriksaan test bone mineral sesuai dengan panduan. Hasil yang didapatkan
setelah pelaksanaan quality circle selama 1 tahun yaitu munculnya kesadaran
dokter untuk mengkaji lebih mendalam adanya faktor resiko pada pasien
osteoporosis yang ditangani.

6.1.3.4 Kemampuan Supervisi Klinik pada Aspek Kualitas Hubungan


Interpersonal Supervisor-Supervisee.

Penerapan quality circle pada penelitian ini berpengaruh secara signifikan


terhadap kemampuan melakukan supervisi klinik pada aspek hubungan
interpersonal supervisor-supervisee (tabel 5.6). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Mbovanne (2007) bahwa pelaksanaan quality circle
berdampak terhadap terbentuknya team building dalam disiplin keperawatan yang
meliputi peningkatan hubungan interpersonal, peningkatan hubungan
intradepartemen, peningkatan hubungan interdepartemen. Pelayanan keperawatan
dilaksanakan dengan melibatkan sistem kerja, oleh karena itu diperlukan kerja tim
dan kualitas hubungan interpersonal yang optimal.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Kualitas hubungan dari supervisee dengan supervisor merupakan kemampuan
supervisor dan supervisee menjalin hubungan interpersonal dalam pekerjaan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan, serta
hubungan saling percaya dalam mengatasi masalah yang muncul di lingkungan
pekerjaan. Supervisor dan staf yang disupervisi memerlukan hubungan kerjasama
yang saling percaya sehingga memungkinkan proses penyelesaian masalah
dengan kedekatan dan diskusi. Berbagi pengetahuan memungkinkan supervisor
untuk bekerja menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh staf yang disupervisi
(Copeland, 2005).

6.2 Keterbatasan Penelitian

6.2.3 Sampel

Pemilihan sampel berdasarkan ruang perawatan yang memiliki perawat clinical


care manager menyebabkan sampel tidak setara dalam hal usia dan lama kerja
untuk responden perawat pelaksana antara kelompok intervensi dan kelompok
non-intervensi. Hal ini disebabkan di rumah sakit pada kelompok intervensi
turnover staf keperawatan terjadi hampir setiap tahun sehingga jumlah sumber daya
keperawatan yang memiliki pengalaman kerja kurang dari 2 tahun sebesar 14,8%
(Wijayanti, 2011).

Ketidaksetaraan sampel pada responden perawat clinical care manager dalam hal
tingkat pendidikan dan usia, disebabkan oleh kebijakan dari rumah sakit pada
kelompok non-intervensi bahwa posisi perawat supervisor klinik harus
berpendidikan minimal S1 keperawatan. Pertimbangan dari kebijakan tersebut
adalah kemampuan perawat ners akan lebih banyak memikirkan peningkatan
mutu asuhan keperawatan dengan melakukan penelitian-penelitian sehingga
tercipta praktik keperawatan berdasarkan evidenced based. Pelaksanaan praktik
asuhan keperawatan yang berdasarkan evidenced based merupakan praktik yang
terbaik untuk pembuatan keputusan mengenai pelayanan pasien dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Miller & Stoeckel, 2011).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


6.2.2 Penerapan Quality Circle

Penerapan quality circle sebagai suatu metode penyelesaian masalah pelaksanaan


supervisi klinik dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan pelatihan
selama 2 hari sesuai modul pelatihan yang telah disusun peneliti kepada perawat
clinical care manager. Perawat clinical care manager memiliki 4 kali kesempatan
melakukan quality circle untuk menyelesaiakan masalah, yang meliputi 4 aspek
kemampuan supervisi klinik. Kemudian mempresentasikan hasil penyelesaian
masalah kepada bidang keperawatan dan menerapkan hasil penyelesaian masalah
di 9 ruang rawat inap dalam waktu 3 minggu untuk dinilai keberhasilannya oleh
perawat pelaksana.

Penerapan quality circle dalam penelitian ini merujuk pada teori perubahan
menurut (Lewin, 1951 dalam Marquis, 2010), bahwa perubahan dapat
berlangsung secara efektif apabila ada keinginan untuk berubah, tingginya
motivasi, dan dukungan lingkungan terhadap perubahan yang terjadi. Penerapan
quality circle oleh perawat clinical care manager dalam penelitian ini belum
dapat dikaji lebih jauh terhadap perubahan sikap yang menetap.

6.2.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini berbeda waktu pelaksanaannya antara


kelompok intervensi dan kelompok non-intervensi yang disebabkan oleh
keluarnya ijin penelitian di rumah sakit tempat penelitian yang berbeda waktunya
antara kelompok intervensi dan non-intervensi. Hal utama yang mempengaruhi
kualitas data hasil penelitian salah satunya adalah kualitas pengumpulandata
(Sugiyono, 2011).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


6.3 Implikasi Penelitian

6.3.1 Implikasi Terhadap Pelayanan Keperawatan.

Penelitian ini telah mengeksplorasi penerapan quality circle sebagai suatu metode
penyelesaian masalah dengan melibatkan partisipasi dari perawat supervisor
klinik yang memiliki uraian tugas melaksanankan supervisi klinik di ruang
perawatan dibawah garis komando dari kepala ruang. Efektifitas pelaksanaan
supervisi dilihat dari aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan
keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan interpersonal
supervisor-supervisee. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan quality
circle berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan supervisi
klinik terhadap semua variabel aspek berdasarkan persepsi perawat pelaksana.
Pelaksanaan supervisi yang optimal akan bermanfaat dalam peningkatan
efektivitas dan efisiensi kerja. Peningkatan efektivitas dan efisisensi kerja
menjamin pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan optimal sehingga
menghindari kesalahan karena dilaksanakan dengan benar dan tepat sesuai dengan
standar pelayanan dan tujuan yang ditetapkan. Namun hasil analisis univariat
kemampuan supervisi klinik perawat clinical care manager berdasarkan persepsi
responden perawat pelaksana masih ada yang menyatakan buruk pada aspek
perkembangan profesionalisme sebanyak 50% , aspek keterampilan klinik
sebanyak 55,8%, aspek alokasi waktu untuk refleksi sebanyak 48,1%, aspek
kualitas hubungan supervisor-supervisee sebanyak 51,9%. Pelaksanaan supervisi
yang tidak adekuat menyebabkan aktivitas yang dilaksanakan staf keperawatan
tidak sesuai standar dan membahayakan pasien. Pelaksanaan supervisi secara
umum merupakan aktivitas mengawasi, memonitor, mengevaluasi, dan mentoring
dalam upaya meningkatkan keterampilan, mengembangkan potensi, dan
pengetahuan staf untuk meningkatkan pelayanana keperawatan yang optimal.

6.3.2 Implikasi Terhadap Pendidikan Keperawatan

Penerapan quality circle menjadi sarana bagi supervisor klinik untuk


meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


terhadap masalah yang terjadi dalam pemberian pelayanan keperawatan pada
situasi rutin atau sistematik. Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan
pendekatan penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Penguasaan
keterampilan penyelesaian masalah secara efektif akan membantu perawat
supervisor klinik untuk membuat keputusan dalam upaya peningkatan efektivitas
pelaksanaan supervisi klinik. Keterampilan penyelesaian masalah oleh supervisor
klinik memberikan pengaruh bagi perawat pelaksana untuk menggunakan
kemampuan penyelesaian masalah yang sama. Sebagian besar staf belajar dan
terbentuk berdasarkan pengalaman dengan mengobservasi superior
(Strasser,2010).

Penerapan teknik supervisi yang tepat dalam pelaksanaan supervisi akan


membantu mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
penerapan quality circle terhadap kemampuan supervisi klinik. Teknik supervisi
yang digunakan oleh supervisor untuk mengumpulkan data dalam penetapan
masalah, penyebab masalah, penetapan sasaran supervisi, dan pelaksanaan jalan
keluar akan berkontribusi terhadap kualitas pelayanan keperawatan.

Pengalaman dan observasi terhadap kemampuan penyelesaian masalah yang


dilakukan oleh supervisor klinik untuk menyelesaikan masalah rutin sehari-hari
maupun sistematik, selain memberikan pengaruh langsung kepada staf
keperawatan untuk menggunakan kemampuan penyelesaian masalah yang sama,
secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap peserta didik yang sedang
menjalani praktik di ruang perawatan tersebut untuk belajar menggunakan
tahapan penyelesaian masalah dalam pemberian asuhan keperawatan.

Pelaksanaan supervisi secara optimal akan bermanfaat dalam peningkatan


efektivitas dan efisiensi kerja, sehingga pelaksanaan kegiatan pelayanan
keperawatan dilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan, sehingga menghindari
kesalahan kerja serta menjamin hak dan keselamatan pasien. Pelaksanaan asuhan
keperawatan sesuai standar menjadi bahan pembelajaran bagi peserta didik secara

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


lanngsung saat menjalani masa praktik di ruangan tersebut untuk diterapkan
dalam praktik keperawatan.

6.3.3 Implikasi Terhadap Penelitian

Hasil penelitian Mbovanne (2007) quality circle berdampak secara signifikan


terhadap: (1) memberdayakan staf dalam menyelesaikan masalah dalam praktik
keperawatan, sehingga meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien. (2)
Terbentuknya team building dilingkup keperawatan yang meliputi peningkatan
hubungan interpersonal, peningkatan hubungan intradepartemen, peningkatan
hubungan interdepartemen. (3) Mempertahankan standar pelayanan keperawatan.
Hasil penelitian ini berdampak meningkatkan kemampuan melakukan supervisi
klinik oleh perawat clinical care manager pada seluruh variabel aspek yang
diteliti. Pelaksanaan quality circle pada penelitian ini hanya melibatkan perawat
clinical care manager. Aspek yang perlu dieksplorasi lebih jauh melalui
penelitian adalah keterlibatan perawat pelaksana dalam quality circle untuk
meningkatkan efektifitas pelaksanaan supervisi klinik pada seluruh aspek.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dan saran berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian


dikemukakan sebagai berikut:

7.1 Kesimpulan

Responden penelitian sejumlah 105 perawat pelaksana, dengan karakteristik usia


responden pada kelompok intervensi dan non-intervensi paling banyak pada usia
dewasa. Jenis kelamin paling banyak pada kedua kelompok adalah perempuan.
Tingkat pendidikan responden paling banyak di kedua kelompok pada tingkat
pendidikan D3 Keperawatan, dan rentang lama kerja pada kelompok intervensi
paling banyak 3 – 5 tahun, sedangkan pada kelompok non-intervensi > 9 tahun.

Kemampuan supervisi klinik sebelum pelaksanaan quality circle persepsi


responden pada kelompok intervensi lebih banyak menyatakan buruk pada aspek
pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, dan kualitas hubungan
supervisor-supervisee namun pada aspek alokasi waktu untuk refleksi responden
lebih banyak yang menyatakan baik. Sedangkan pada kelompok non-intervensi
sebelum pelaksanaan quality circle responden lebih banyak menyatakan baik pada
aspek perkembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, dan
kualitas hubungan supervisor dan supervisee, namun pada aspek alokasi waktu
untuk refleksi responden lebih banyak yang menyatakan buruk.

Kemampuan supervisi klinik pada kelompok intervensi terdapat perbedaan yang


signifikan setelah penerapan quality circle dibandingkan dengan sebelum
penerapan di semua variabel aspek kemampuan supervisi klinik. Kelompok non-
intervensi ada perbedaan yang signifikan kemampuan supervisi klinik pada aspek
keterampilan klinik, sedangkan pada aspek pengembangan profesionalisme,
alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan supervisor supervisee tidak
ada perbedaan yang signifikan sebelum dengan sesudah tanpa penerapan quality
circle.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Penerapan quality circle mampu meningkatkan kemampuan melakukan supervisi
klinik pada kelompok intervensi dengan selisih perbedaan proporsi sebelum dan
sesudah penerapan quality circle pada seluruh variabel aspek kemampuan
melakukan supervisi klinik. Hasil uji statistik disimpulkan ada perbedaan yang
signifikan selisih proporsi sebelum dan setelah penerapan quality circle pada
kelompok intervensi dan non-intervensi pada aspek pengembangan
profesionalisme, peningkatan keterampilan klinik, aspek alokasi waktu untuk
refleksi dan kualitas hubungan supervisor dengan supervisee (p=0,000, α= 0,05).

Jenis kelamin responden tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan seluruh
variabel aspek kemampuan melakukan supervisi klinik. Sedangkan usia dan
tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan aspek alokasi
waktu untuk refleksi. Lama kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan dua
variabel aspek kemampuan supervisi klinik yaitu peningkatan keterampilan dan
alokasi waktu untuk refleksi.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Penerapan quality circle pada penelitian ini mampu meningkatkan kemampuan


supervisi klinik pada aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan
keterampilan klinik, alokasi waktu untuk refleksi, dan kualitas hubungan
interpersonal supervisor-supervisee. Efektifitas pelaksanaan supervisi klinik akan
membantu meningkatkan efektivitas dan efisisensi kerja sehingga menjamin
pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan optimal.

Penerapan quality circle menjadi sarana bagi perawat supervisor klinik untuk
meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan
terhadap masalah yang terjadi dalam pemberian pelayanan keperawatan pada
situasi rutin atau sistematik. Keberlangsungan dan keberhasilan pelaksanaan
quality circle oleh perawat clinical care manager sebagai supervisor klinik
memerlukan dukungan dari institusi pelayanan keperawatan untuk

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


memperbolehkan kelompok perawat supervisor klinik untuk bertemu di waktu
kerja, dan memonitor aktivitas dan hasil dari kelompok, serta menyediakan
sumber-sumber pendukung pelaksanaan program.

7.2.2 Bagi Manajer Keperawatan

Supervisi secara umum merupakan aktivitas mengawasi, memonitor,


mengevaluasi, dan mentoring dalam upaya meningkatkan keterampilan,
mengembangkan potensi, dan pengetahuan staf. Manajer keperawatan bersama
dengan perawat clinical care manager diharapkan dapat menyusun standar
pelaksanaan supervisi klinik yang disesuaikan dengan jenjang usia dan lama kerja
perawat pelaksana sehingga sasaran dan keberhasilan supervisi optimal.

Tingkat pendidikan supervisor klinik akan berpengaruh terhadap kemampuan


interpersonal dan penguasaan keterampilan manajemen yang mutlak diperlukan
untuk pelaksanaan supervisi klinik yang efektif. Oleh karena itu perlunya
kebijakan manajemen keperawatan untuk meningkatkan jenjang pendidikan
perawat supervisor klinik.

7.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian selanjutnya yang perlu dieksplorasi lebih jauh adalah keterlibatan


perawat pelaksana dalam quality circle untuk meningkatkan efektifitas
pelaksanaan supervisi klinik Penelitian dilakukan dengan menggunakan waktu
yang lebih lama untuk dapat melihat perubahan sikap yang menetap. Selain itu
penggunaan metode penelitian kualitatif disarankan sehingga dapat dieksplorasi
lebih jauh pengalaman perawat clinical care manager dalam penerapan quality
circle.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DAFTAR PUSTAKA

Allender, H. D. (1992). Using quality circles to develop an action plan


required for leading organizations. Industrial Management, 34(5), 8-8.

Ann, C. (2009). Clinical supervision: The way forward? A review of the


literature. Nurse education in practice, 9(3), 215-220.

Blanchard & Harsey (2012). Stuasional leadership. Diakses dari


http://www.12manage.com/methods_blanchard_situational_leadership.ht
ml.

Bolman, G. L., & Deal, E. T. (1997). Reframing organization artistry, choice,


and leadership. California: Jossey-Bass Inc.

Bush, T. (2005). Overcoming the barriers to effective clinical supervision.


Nursing Times, 101(02), 38

Butterworth T., et al. (2008) Wicked spell or magic bullet? A review of clinical
supervision literature 2001-2007. Nurse Education Today 28(3): 264-272.

Brockop, Y. D., & Tolsma, H. M. (1995). Dasar-dasar riset keperawatan edisi 2.


Alih bahasa: Yasmin Asih & Aniek Maryunani. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Brown, J. (2007). Why supervision matters in health care settings. ASHA


Leader, 12(14), 30-31.

Brunero, S., & Parbury, S. J. (2004). The effectiveness of clinical supervision in


nursing: an evidenced based literature review. Australian Journal of
Advance Nursing. 25(3), 86-94.

Campbell, T. D., & Stanley, C. J. (1963). Experimental and quasi- experimental


designs for research. Boston, USA: Houghton Mifflin Company.

Certo, S. C. (2007). Supervision. Chicago: Irwin International Ltd.

Copeland, S. (2005). Counselling supervision in organizations professional


and ethical dilemmas explored. East Sussex, Routledge 27 Church Road:
Tj International Ltd.

Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta:


Penerbit Salemba Medika.

Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Jakarta: CV Trans


Info Medika.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Depkes RI. (2006). Pedoman pengembangan jenjang karir profesional perawat.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI.

Douglas, M. L. (1992). The effective nurse leader and manager 4th edition.
St. Louis, Missouri: Mosby-Year Book,Inc.

Edwards, D., et al. (2006). Clinical supervision and burnout: the influence of
clinical supervision for community mental health nurses. Journal of
Clinical Nursing, 15(8), 1007-1015.

Fowler, J. (1996). The organization of clinical supervision within the nursing


profession: a review of the literature. Journal of Advanced Nursing,
23(3):471-478.

Gaikwad, V.V., & Gaikwad, V.A. (2000). Quality circle as an effective


management tool: a case study of indira college of engineering and
management library. Diakses dari http://www.crl.du.ac.in.

Gillies, D. A. (1994). Nursing management a system approach. Philadelphia:


W.B. Saunders Company.

Gillig, P. M., & Barr, A. (1999). A model for multidisciplinary peer review and
supervision of behavioral health clinicians. Community Mental Health
Journal, 35(4), 361-365.

Greenbaum, H. H., Kaplan, I. T., & Metlay, W. (1988). Evaluation Of Problem-


Solving Groups. Group & Organization Management, 13(2), 133-133.

Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan


Masyarakat. Universitas Indonesia.

Huber, D. (2006). Leadership and nursing care management. Philadelphia,


Pennsylvania 19106: W.B Saunders Company.

Hyrkas, K. (2005) Clinical supervision, burnout and job satisfaction among


mental health and psychiatric nurses in Finland. Issues in Mental Health
Nursing 26: 531-556.

Hyrkas, K., Kaijaa, A., & Haataja, R. (2006). Efficacy of clinical supervision:
influence on job satisfaction, burnout and quality of care. Journal of
Advanced Nursing 55(4), 521–535

Ioannidis, et al. (2008). Optimizing care in osteoporosis: The Canadian quality


circle project. Diakses dari Http://www.biomedcentral.com/1471-
2474/9/130.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Jones, A. (2011). Clinical supervision: the benefits and fundamentals of building
relationships. Mental Health Nursing 31(2): 16-18

Koivu, A., Hyrkas, K., & Saarinen, P. I. (2011). Who attends clinical
supervision? The uptake of clinical supervision by hospital nurses.
Journal of Nursing Management, 19(1), 69-79. doi: 10.1111/j.1365-
2834.2010.01185.x

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S. J. (2004). Fundamental of nursing
concepts, process, and practice 7th edition. New Jersey: Pearson
Education.

Li-Chuan Lee, Ke-Ping Yang, & Tai-Ying Chen (2000). A quasi experimental
study on quality circle program in Taiwanesse Hospital. International
journal for quality in health care. 12(5): 413-418

Mainiera, A.L., (1986). Coping with powerlessness the relationship of sex and
job dependency to empowerment strategy usage. Diakses dari
http://www.digitalcommons.fairfield.edu.

Marquis, B. A. (2011). Leadership roles and management function in nursing 7th


edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Marriner-Tomey, A. (2009). Nursing management and leadership eight edition.


St Louis: Mosby_Year Book. Inc.

Matacki, K., & Burke, K. (2011). Nursing delegation and management of


patient care. St. Louis, Missouri 63043: Mosby Elsevier.

Mbovane, M. M., Mavundla, T. R., & Roos, J. H. (2007). Professional nurses'


perception of the implementation of quality circle programme in a public
hospital in the Eastern Cape province. Curationis, 30(1), 62-70.

Miller, A. M., & Stoeckel, R. P. (2011). Client education theory and


practice. Sudbury, Massachusets: Jones and Bartlett Publisher.

Monica, E. L. (1986). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan. Jakarta:


Penerbit Buku kedokteran EGC.
Murphy, M. J. (1996). A peer review program for rural southern Illinois
hospitals. ProQuest Dissertations & Theses (PQDT); ProQuest
Nursing & Allied Health Source database. M.S.N. 1383066, Bellarmine
College, United States Kentucky. Diakses dari
http://search.proquest.com/docview.

Munson, ce. (2002). Handbook of Clinical Social Work Supervision, 3rd edition,
New. York, The Haworth Social Work Practice Press.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Human Growth and development Theory. Maslow Hierarchy of need. Diakses
dari http://www.netmba.com/mgmt/ob/motivation/maslow/

Persi. (2011). Joint Commission International Standar Akreditasi Rumah sakit


Edisi ke-4. Jakarta: PT Gramedia.

Prasetyo, B., & Jannah, M. L. (2005). Metode penelitian kuantitatif teori dan
aplikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Robbins, P. S. (2001). Perilaku organisasi. Dialihbahasakan oleh Dr.


Hadyanna Pujaatmaka dan Drs. Benyamin Molan. Indonesia : PT Tema
Baru.

Rowland, S. H., & Rowland, S. B. (1992). Nursing administration handbook 3rd


edition. Maryland: Aspen Publishers, Inc.

Rowe, A. K., de Savigny, D., Lanata, C. F., & Victora, C. G. (2005). How can we
achieve and maintain high-quality performance of health workers in low-
resource settings? The Lancet, 366(9490), 1026-1035.

Sabri, L & Hastono, S. P. (1999). Modul biostatistik & statistic kesehatan. Depok:
Program Pascasarjana, Program studi IKM, Universitas Indonesia.

Sandra, S. M., (2011). Clinical supervision in nursing: Effective pathway to


quality. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 29(0), 286-291. doi:
10.1016/j.sbspro.2011.11.240
Sandra, S.M., (2011). Translation And Validation Of The Manchester Clinical
Supervision Scale©: effective clinical supervision evaluation. Procedia
Social and Behavioral Sciences,29(0), 51-56. doi:
10.1016/j.sbspro.2011.11.205

Sastroasmoro, S., & Ismael, S., (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis
edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto.

Schrofel, A. (2009). How does clinical supervision affect job satisfaction.


Diakses dari http://www.casbrant.ca.

Setiadi (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta, Indonesia:


Graha Ilmu.

Sitorus, R & Yulia. (2006). Model praktik keperawatan profesional di rumah


sakit. panduan implementasi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Strasser, S., (2010). Supporting staff through effective supervision: How to


assess, plan and implement more effective clinic supervision. ISDS
Nurse training. Diakses dari http// www.hst.org.za.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Suarli, S., & Bahtiar, Y., (2010) Manajemen keperawatan dengan pendekatan
praktis. Jakarta 13740: Penerbit Erlangga.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&D.


Bandung: Penerbit Alfabeta.

Swansburg, C. R., (1993). Pengantar kepemimpinan dan manajemen


keperawatan untuk perawat klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Tang, T. L., & Butler, E. A. (1997). Attributions of quality circles' problem-


solving failure: differences among management, supporting staff, and
quality circle members. Public Personnel Management, 26(2), 203-225.

Tappen, M. R., Weiss, A. S., & Whitehead, K. D. (2004). Essentials of


nursing leadership and management 3rd edition. Philadelphia, PA 19103:
F.A. Davis Company.

Tappen, M. R. (1995). Nursing leadership and management concept and


practice 3rd edition. Philadelphia: F.A. Davis Company.

Tsui, M. (2005). Social Work Supervision Context and Concept.Forum


Qualitative Sozialforschung, 7(3), Art. 23.

Turner, B. J., & Hill, L. A. (2011). Implementing clinical supervision (part 1): a
review of the literature. Mental Health Nursing 31(3): 8-12.

Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

WHO. (1993). Training manual on management of human resources for health.


section 1, PartA. Geneva. Diakses dari http: www.whqlibdoc.who.int.

Winstanley, J., & White, E. (2011). The MCSS-26: Revision of the Manchester
Clinical Supervision Scale; Using the rasch measurement model.
Journal of Nursing Measurement, 19(3), 160-178.
Wijayanti, D. C. (2011). Laporan residensi praktik kepemimpinan dan
manajemen keperawatan. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan.
Universitas Indonesia.
Wywialowski, E. (1993). Managing client care. St. Louis, Missouri. 63146:
Mosby-Year Book,Inc.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


LAMPIRAN

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya telah mendapatkan penjelasan tentang prosedur, tujuan, serta manfaat


penelitian tentang: “PENGARUH PENERAPAN QUALITY CIRCLE OLEH
PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER TERHADAP PELAKSANAAN
SUPERVISI KLINIK” dari mahasiswa program pascasarjana Universitas
Indonesia kekhususan kepemimpinan dan manajemen keperawatan atas nama:

Catharina Dwiana Wijayanti


NPM: 1006748476

Saya memahami sepenuhnya dan memberikan persetujuan untuk menjadi


responden penelitian. Persetujuan ini saya berikan dengan penuh kesadaran dan
tanpa unsur paksaan. Saya juga menyadari bahwa penelitian ini memberikan
manfaat bagi peningkatan pelayanan keperawatan terutama dalam pelaksanaan
supervisi klinik.

Jakarta, 2012

(………………………………..)
Responden Penelitian

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Kode Responden

……………………........

(diisi oleh peneliti)


UNIVERSITAS INDONESIA

Kuesioner Penelitian

Judul Penelitian

PENGARUH PENERAPAN QUALITY CIRCLE


OLEH PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER TERHADAP
KEMAMPUAN MELAKUKAN SUPERVISI KLINIK

PETUNJUK UMUM PENGISIAN


1. Isilah pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuesioner berikut ini sesuai dengan
yang anda ketahui.
2. Ketepatan jawaban sangat diperlukan pada penelitian ini.
3. Identitas responden pada kesioner ini akan dirahasiakan, untuk itu nama lis di
tulis menggunakan inisial saja.

TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI SAUDARA


JAWABAN YANG TEPAT SANGAT DIPERLUKAN DALAM PENELITIAN INI

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


KUESIONER A

KUESIONER DEMOGRAFI PENELITIAN

Nomor responden: ..........................................(diisi peneliti)

Petunjuk Pengisian:

1. Sebelum menjawab pertanyaan, teliti apakah jumlah kuesioner lengkap


(sebanyak 48 pernyataan)
2. Bacalah secara cermat pertanyaan dalam kuesioner.
3. Jawablah pertanyaan kuesioner pada tempat yang tersedia sesuai dengan kondisi
saudara.
4. Beri tanda cek list √ pada kotak yang tersedia

1. Umur : ...............................
2. Pendidikan : SPK/PKC
D III Keperawatan
S1 Keperawatan
3. Lama Kerja : ...............................
4. Jenis kelamin : Laki-laki
Perempuan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


KUESIONER B

KUESIONER PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TERHADAP KEMAMPUAN


PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER MELAKUKAN SUPERVISI KLINIK

PETUNJUK PENGISIAN

Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan supervisi klinik oleh perawat
clinical care manager (supervisor klinik). Oleh karena itu sesuai dengan hati dan
pemahaman anda secara jujur berilah tanda cek list √ pada kolam jawaban yang anda
pilih berdasarkan alternatif berikut ini:

1. Tidak pernah (TP), jika tindakan dalam pernyataan tersebut sama sekali tidak
pernah dilaksanakan sesuai dengan pemahaman anda atau pendapat anda
2. Jarang (J), jika tindakan dalam pernyataan tersebut jarang (30-50%)
dilaksanakan sesuai dengan pemahaman anda atau pendapat anda
3. Sering (S), jika tindakan dalam pernyataan tersebut sering (50-80%)
dilaksanakan sesuai dengan pemahaman anda atau pendapat anda.
4. Sangat Sering (SS), jika tindakan dalam pernyataan tersebut sangat sering (80-
100%) dilaksanakan sesuai dengan pemahaman anda atau pendapat anda.

TP J S SS
NO PERNYATAAN
1 2 3 4
1 Supervisor melaksanakan supervisi klinik secara
terjadwal untuk membantu meningkatkan
pengetahuan klinik saya
2 Supervisor membantu saya mempelajari keterampilan
keperawatan yang baru
3 Supervisor memfasilitasi saya untuk melakukan
tindakan keperawatan yang baru dengan baik.
4 Pelaksanaan supervisi klinik menyebabkan tekanan
dalam pekerjaan saya
5 Supervisor tidak memberikan saya kesempatan untuk
bekerja mandiri
6 Supervisor memberi saya kesempatan untuk
memutuskan tindakan keperawatan yang tepat untuk
pasien

7 Saya mendapat kesempatan untuk menyampaikan


pendapat kepada supervisor tentang kebutuhan
supervisi yang saya perlukan.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


TP J S SS
NO PERNYATAAN
1 2 3 4
8 Supervisor memotivasi saya untuk mengembangkan
kemampuan klinik yang saya miliki
9 Supervisor melakukan supervisi klinik hanya kepada
karyawan baru
10 Saya mendapat kesempatan bekerja bersama
supervisor untuk meningkatkan kemampuan klinik
yang saya miliki.
11 Saya mendapat bimbingan dari supervisor dalam
pemberian pelayanan kepada pasien
12 Supervisor membantu saya melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai prosedur keselamatan kerja
13 Supervisor membahas kasus pasien yang sulit dalam
tim
14 Supervisor memfasilitasi diskusi kasus pasien untuk
membantu menghubungkan teori dengan praktik
keperawatan dengan mudah
15 Supervisor mensosialisasikan rencana program pelatihan
yang dibutuhkan oleh staf di ruangan
16 Informasi isu keperawatan terbaru tidak saya dapatkan
dari supervisor.
17 Supervisor memberi saya kesempatan untuk
mengevaluasi pekerjaan yang telah saya lakukan bersama-
sama dengan supervisor
18 Supervisor memberi masukan atas hasil pekerjaan yang
telah saya lakukan setelah pelaksanaan supervisi klinik.
19 Supervisor membantu meningkatkan pemahaman saya
tentang tindakan keperawatan yang saya berikan kepada
pasien setelah pelaksanaan supervisi klinik
20 Saya memiliki waktu bersama dengan supervisor
untuk mengidentifikasikan kebutuhan supervisi klinik
yang saya butuhkan.
21 Saya memiliki waktu mengikuti sesi diskusi kasus
keperawatan/ masalah keperawatan bersama
supervisor
22 Waktu pelaksanaan diskusi kasus/masalah
keperawatan terkini bersama supervisor tersosialisasi
kepada seluruh staf.

23 Supervisor klinik menyampaikan tujuan saat


pertemuan supervisi klinik kepada perawat pelaksana.
24 Apabila ada sesuatu yang tidak saya pahami dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, maka supervisor
klinik yang akan saya tanya

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


TP J S SS
NO PERNYATAAN
1 2 3 4
25 Saya dapat mendiskusikan masalah yang ditemui di
area klinik dengan supervisor saya
26 Saya tidak dapat menyampaikan pendapat secara
terbuka dengan supervisor saya.
27 Supervisor bertanya kepada saya permasalahan yang
saya hadapi saat menjalankan tugas
28 Supervisor membantu saya, apabila saya kesulitan
mencari penyebab masalah pasien
29 Supervisor klinik saya memberikan saran
penyelesaian masalah yang saya hadapi baik dalam
tugas maupun pribadi.
30 Supervisor saya memberikan saran yang bermanfaat
dalam menyelesaikan masalah yang saya hadapi.
31 Supervisor memberikan pujian atas hasil kerja yang
dapat saya selesaikan dengan baik
32 Saya menjadi percaya diri pada saat saya bekerja
bersama-sama dengan supervisor.
33 Supervisor melakukan pengamatan langsung saat saya
melakukan tindakan keperawatan
34 Supervisor membantu saya, apabila saya kesulitan
melakukan prosedur keperawatan.
35 Supervisor membantu saya merencanakan solusi
penyelesaian masalah pasien.
36 Supervisor memberitahu terlebih dahulu apabila akan
mengevaluasi kualitas pekerjaan saya.
37 Saya dapat melaksanakan prosedur keselamatan kerja
dengan bimbingan supervisor.
38 Bimbingan dari supervisor membuat kualitas
perawatan yang saya berikan kepada pasien menjadi
semakin baik
39 Supervisor mengetahui permasalahan yang saya
hadapi saat menjalankan tugas saat ada komplain dari
pasien
40 Frekuensi pertemuan diskusi kasus keperawatan
dilaksanakan secara teratur dan terjadwal.
41 Supervisor melaksanakan diskusi kasus pasien
berdasarkan rencana yang telah dibuat.
42 Pelaksanaan pertemuan bersama supervisor
mengganggu dalam menyelesaikan pekerjaan saya
43 Saya dapat leluasa membicarakan masalah pribadi
kepada supervisor.
44 Supervisor dapat membantu saya dalam
menyelesaikan masalah pribadi
45 Saya mudah menghubungi supervisor apabila saya

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


TP J S SS
NO PERNYATAAN
1 2 3 4
butuhkan dalam mengatasi permasalahan pasien.
46 Saya merasa tertekan saat melakukan tindakan
keperawatan bersama-sama supervisor.
47 Saya takut menyampaikan masalah yang saya hadapi
kepada supervisor.
48 Dukungan dari supervisor tidak pernah saya dapatkan
dalam menyelesaikan pekerjaan saya.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN TAHUN 2012

No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli


1 Pengajuan judul
2 Penyusunan proposal
dan bimbingan
3 Ujian proposal
4 Perbaikan proposal
5 Pengumpulan data
6 Analisa data dan
bimbingan
7 Seminar hasil
penelitian
8 Sidang tesis
9 Perbaikan
10 Pengumpulan laporan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


PROSEDUR PELAKSANAAN QUALITY CIRCLE

1. TUJUAN
• Meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah.
• Meningkatkan kemampuan melakukan supervisi klinik
• Meningkatkan produktivitas dan kreativitas kerja perawat supervisor
klinik dalam penyelesaian masalah saat melakukan supervisi klinik.
• Meningkatkan pelaksanaan supervisi klinik oleh supervisor klinik
untuk mendukung pelayanan keperawatan sesuai standar.
• Meningkatkan motivasi, pertumbuhan secara personal dan profesional
perawat supervisor klinik.

2. TAHAP PERSIAPAN
• Peneliti bersama dengan bidang keperawatan membentuk struktur
organisasi quality circle dan menentukan individu yang akan berperan
sebagai fasilitator, pemimpin kelompok, dan anggota kelompok.
• Peneliti memberikan pelatihan penerapan pelaksanaan quality circle
dengan menggunakan modul yang telah disusun selama 2 hari.
• Setelah pelatihan perawat supervisor klinik membentuk kelompok
yang terdiri dari 4-11 orang anggota.
• Perawat supervisor klinik menentukan waktu dan tempat pertemuan
akan dilaksanakan untuk melakukan quality circle

3. PROSEDUR PELAKSANAAN
Kelompok perawat supervisor klinik yang beranggotakan 4-6 orang
dipimpin oleh ketua kelompok dan dibantu fasilitator berkumpul sesuai
waktu yang disepakati dan melakukan tahapan penyelesaian masalah
sebagai berikut:

• Identifikasi Masalah

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Perawat supervisor klinik mengidentifikasi masalah-masalah yang
dialami saat pelaksanaan supervisi klinik di area kerjanya yang akan
diselesaikan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan supervisi
klinik kepada perawat pelaksana yang meliputi aspek pengembangan
profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi
dan kualitas hubungan supervisor-supervisee.

• Seleksi Masalah
Perawat supervisor klinik memilih masalah yang akan diselesaikan
dengan membuat prioritas penyelesaian masalah. Masalah di pilih
berdasarkan prioritas yang menyebabkan hambatan saat pelaksanaan
supervisi klinik pada upaya untuk meningkatkan kemampuan perawat
pelaksana yang meliputi aspek pengembangan profesional,
peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas
hubungan supervisor-supervisee.

• Analisis Masalah
Perawat supervisor melakukan analisis masalah dengan cara brain
storming atau membuat diagram cause and effect analisis untuk
mengklasifikasi dan menganalisis masalah mendasar yang terjadi saat
melakukan supervisi klinik untuk meningkatkan aspek pengembangan
profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi
dan kualitas hubungan supervisor-supervisee.

• Menghasilkan Alternatif Solusi


Perawat supervisor klinik berdasarkan analisis masalah kemudian
membuat solusi yang memungkinkan untuk diterapkan untuk
melakukan supervisi klinik sehingga dapat meningkatkan aspek
pengembangan profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu
untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee. Jumlah
alternatif solusi yang semakin banyak akan semakin besar
kemungkinan pembuatan keputusan akhir yang dibuat.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


• Pemilihan Solusi yang Sesuai
Perawat supervisor klinik memilih solusi terbaik untuk meningkatkan
aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan,
alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-
supervisee, berdasarkan solusi yang mudah untuk dilaksanakan.
Kombinasi dari beberapa saran anggota kelompok merupakan solusi
yang terbaik.

• Persiapan Rencana Program


Perawat supervisor menyiapkan rencana program pelaksanaan dari
solusi yang dipilih untuk meningkatkan aspek pengembangan
profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk
refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee. Rencana
program meliputi: kegiatan, tempat pelaksanaan, waktu, dan tanggal.

• Presentasi kepada pihak Manajemen


Perawat supervisor mempresentasikan rencana program yang telah
disusun kepada pihak manajemen (bidang keperawatan). Pihak
manajemen akan mempelajari solusi yang dipreentasikan dan
memberikan persetujuan untuk dilakukan implementasi di ruang rawat
inap yang telah dipilih.

• Implementasi
Perawat supervisor klinik mengimplementasi pelaksanaan program
berdasarkan pilihan solusi terbaik yang telah disetujui oleh manajemen
(bidang keperawatan) untuk menguji apakah pilihan solusi tersebut
bekerja seperti yang diharapkan. Pelaksanaan solusi secepatnya
diperlukan untuk mencegah menurunnya motivasi dalam menghadapi
konsekuensi atas pilihan yang dipilih.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


4. DOKUMENTASI
• Catat proses pelaksanaan quality circle dan keaktifan anggota
kelompok.
• Catat proses pelaksanaan tahapan penyelesaian masalah.
• Catat solusi yang akan diimplementasikan
• Jumlah pertemuan yang diselenggarakan untuk menghasilkan solusi
penyelesaian masalah.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN QUALITY CIRCLE
OLEH PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER

SKOR
NO Kegiatan quality circle
0 1 2 3 4 5 6 7 8

1 Kelompok mengidentifikasi
masalah pelaksanaan supervisi
klinik di area kerjanya yang
akan diselesaikan untuk
meningkatkan efektivitas
pelaksanaan supervisi klinik
pada ke-4 aspek.
2 Kelompok memilih masalah
yang akan diselesaikan dengan
membuat prioritas
penyelesaian masalah.
3 Kelompok melakukan analisis
masalah dengan cara brain
storming atau membuat
diagram cause and effect
analisis untuk mengklasifikasi
dan menganalisis masalah
mendasar pelaksanaan
supervisi klinik
4 Kelompok membuat solusi
yang memungkinkan untuk
diterapkan untuk
meningkatkan efektifitas
supervisi klinik
5 Kelompok memilih solusi
terbaik untuk meningkatkan
aspek pengembangan
profesionalisme, peningkatan
keterampilan, alokasi waktu
untuk refleksi dan kualitas
hubungan supervisor-
supervisee, berdasarkan solusi
yang mudah untuk
dilaksanakan.
6 Kelompok menyiapkan
rencana program pelaksanaan
dari solusi yang dipilih.

7 Kelompok mempresentasikan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


SKOR
NO Kegiatan quality circle
0 1 2 3 4 5 6 7 8

rencana program yang telah


disusun kepada pihak bidang
keperawatan.
TOTAL SKOR

NILAI : TOTAL SKOR : ……………………


7

KETERANGAN
• Nilai 0 – 1 : tanpa ada kemajuan pelaksanaan quality circle
• Nilai 2 – 3 : kemajuan pelaksanaan quality circle 25%
• Nilai 4 – 5 : kemajuan pelaksanaan quality circle 50%
• Nilai 6 - 7 : kemajuan pelaksanaan quality circle 75%
• Nilai 7 – 8 : kemajuan pelaksanaan quality circle 100%

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DIAGRAM ALIR PROSES PELATIHAN QUALITY CIRCLE

Pembukaan

Membangun komitmen
belajar: Penjelasan tujuan
dan manfaat pelatihan

Pre-test

• Pemahaman konsep • Penerapan metode


dasar quality circle, quality circle dalam
dan supervisi klinik penyelesaian masalah
supervisi klinik
• Metode penugasan
diskusi dan • Metode studi kasus
presentasi dan role play

Post-test

Praktek penerapan quality circle dalam penyelesaian


masalah pelaksanaan supervisi klinik sesuai tahapan
pelaksanaan

Penilaian pelaksanaan quality circle dengan


menggunakan lembar observasi

Implementasi solusi penyelesaian masalah di lapangan

Penutupan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


URAIAN KEGIATAN PELATIHAN QUALITY CIRCLE

Sesi I
No Tujuan Wakt Kegiatan Pelatihan
u Fasilitator Peserta
1 Penjelasan 15 • Mengucapkan salam • Menjawab
tujuan pelatihan menit • Menjelaskan tujuan salam
quality circle pelatihan
• Pre-test • Mendengarkan
dan mencatat
• Mengerjakan
soal pre-test
2 • Memahami 90 • Menjelaskan • Mendengarkan
konsep menit prosedur yang akan dan mencatat
quality dilaksanakan untuk
circle, yang memahami materi
meliputi: quality circle dari
Pengertian, buku pedoman
tujuan, kepada peserta
karakteristik dengan
keberhasilan menggunakan
, dan metode diskusi.
tahapan • Membagi buku • Menerima buku
pelaksanaan pedoman panduan dan
pelaksanaan quality membaca
circle kepada peserta
• Membagi peserta
dalam 5 kelompok • Membagi diri
beranggotakan 2-3 dalam
orang. Setiap kelompok
kelompok
membahas:
 Kelompok 1 :
membahas topik
pengertian dan
tujuan quality
circle
 Kelompok 2:
membahas topik
karakteristik
keberhasilan dan
struktur
organisasi
quality circle
 Kelompok 3:
membahas topik

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


No Tujuan Wakt Kegiatan Pelatihan
u Fasilitator Peserta
tahapan
pelaksanaan
quality circle
 Kelompok 4 :
membahas topik
• Memahami pengertian dan
konsep pelaksanaan
supervisi supervisi klinik
klinik, yang  Kelompok 5:
meliputi: membahas topik
Pengertian, teknik
pelaksanaan pelaksanaan dan
, tahapan tahapan supervisi
pelaksanaan klinik
, teknik • Tiap kelompok
pelaksanaan mendiskusikan
materi tentang
quality circle dan
supervisi klinik • Diskusi
sesuai topik bahasan kelompok
yang sudah
diberikan.
• Peserta kembali ke
dalam kelompok
focus group
discussion setelah
memahami topik
bahasan masing-
masing
• Membagikan hasil
diskusi dalam
kelompok kecil ke • Membagi
fokus group pengetahuan
discussion sesuai yang
topik masing-masing didapatkan
• Memberi selama diskusi
kesempatan sesama dalam
peserta untuk kelompok FGD
bertanya hal yang
belum jelas dalam
kelompok FGD • Bertanya hal
• Memberi yang belum
kesempatan peserta jelas
yang lain untuk
menjawab, apabila
ada hal yang belum

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


No Tujuan Wakt Kegiatan Pelatihan
u Fasilitator Peserta
jelas akan
diklarifikasi oleh • Menjawab
fasilitator. pertanyaan
• Menyimpulkan
jawaban peserta dan
menyamakan
persepsi

• Mendengarkan
dan
menyamakan
persepsi

3 Penutup 15 • Meminta peserta • Menyampaikan


menit untuk memberikan pendapatnya
penguatan apa yang
harus dikerjakan
selama pelaksanaan
pelatihan
• Memberikan
penguatan atas
jawaban peserta
• Bersama-sama • Mendengarkan
menyamakan dan
persepsi yang memperhatikan
dikemukakan
• Mengucapkan salam

• Menjawab
salam

Sesi II
N Tujuan Wakt Kegiatan Pelatihan
o u Fasilitator Peserta
1 Pembukaan dan 10 • Mengucapkan salam • Menjawab
memberikan menit • Menjelaskan tujuan salam
penjelasan pelatihan hari ini
prosedur • Mendengarka
pelaksanaan n dan
quality circle memperhatik

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


N Tujuan Wakt Kegiatan Pelatihan
o u Fasilitator Peserta
an
2 Mendemonstrasika 60 • Membagi peserta • Peserta
n tahapan Menit dalam 2 kelompok membagi
pelaksanaan quality circle yang dalam
quality circle beranggotakan 5-6 kelompok
peserta
• Menjelaskan • Membaca
prosedur yang akan kasus
dilaksanakan untuk
simulasi pelaksanaan
quality circle untuk
mencari solusi
penyelesaian
masalah berdasarkan
kasus yang telah
dibuat.
• Memberikan kasus
pelaksanaan • Diskusi kasus
supervisi kepada
setiap kelompok.
• Kelompok quality
circle 1 membahas
kasus
 Pengembangan
profesionalisme
 Peningkatan
keterampilan
Kelompok quality
circle 2 membahas
kasus
 Waktu untuk
refleksi
 Hubungan
supervisor
dengan
supervisee
• Masing-masing
kelompok
mendiskusikan kasus
yang diberikan
dengan
menggunakan
tahapan pelaksanaan
quality circle dengan
didampingi oleh
fasilitator

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


N Tujuan Wakt Kegiatan Pelatihan
o u Fasilitator Peserta
3 Mempresentasikan 40 • Setiap kelompok • Mendengarka
solusi menit mempresentasikan n dan
penyelesaian hasil solusi masalah memperhatik
dalam quality yang didiskusikan an
circle dalam kelompok • Bertanya dan
quality circle memberikan
• Memberi saran
kesempatan anggota
kelompok lain untuk
bertanya dan
memberi masukan
hasil presentasi
• Menyamakan
persepsi dari • Menyamakan
masing-masing persepsi
kelompok terhadap
hasil diskusi

4 Penutup 10 • Post test • Mengerjakan


menit • Mengucapkan salam post-test
dan memberi • Menjawab
penguatan kepada salam
peserta

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


PEDOMAN PELAKSANAAN
QUALITY CIRCLE
BAGI PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER

OLEH

CATHARINA DWIANA WIJAYANTI

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya

sehingga saya dapat menyelesaikan pedoman pelaksanaan quality circle bagi

perawat clinical care manager. Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam

pelaksanaan quality circle sebagai upaya pemberdayaan staf untuk mengatasi

permasalahan yang dihadapi di area kerja secara kelompok dengan menggunakan

tahapan penyelesaian masalah. Pelaksanaan metode quality circle sebagai upaya

penyelesaian masalah bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mutu

pelayanan keperawatan. Saya menyadari bahwa pedoman pelaksanaan quality

circle ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya dengan terbuka

menerima segala masukan dan saran dari pembaca.

Depok, Maret 2012

Penulis

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………… i
KATA PENGANTAR………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………… iii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….. iv

BAB 1 KURIKULUM PELATIHAN …………………………….. 1


1.1 Pendahuluan…………………………………………………….. 1
1.2 Kompetensi ……………………………………………………... 3
1.3 Tujuan …………………………………………………………… 3

BAB 2 MATERI……………………………………………………. 5
2.1 Konsep Quality Circle…………………………………………. 5
2.2 Konsep Supervisi Klinik………………………………………... 13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 28

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Rencana Supervisi Klinik


Lampiran 2. Format Evaluasi Pelaksanaan Supervisi Klinik
Lampiran 3. Lembar Observasi Pelaksanaan Quality Circle

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


BAB 1
KURIKULUM PELATIHAN

1.1 Pendahuluan
1.1.1 Latar belakang
Metode Quality circle merupakan suatu metode penyelesaian masalah mutu di
dalam kelompok. Anggota kelompok bekerja dalam area yang sama dan tidak
dalam keterpaksaan bertemu secara berkala serta memiliki tujuan
mengidentifikasi, mengkaji, dan memecahkan masalah di area kerja (Rowland &
Rowland, 1997). Anggota kelompok quality circle akan berkontribusi dalam
penyelesaian masalah dan secara tidak langsung hal ini akan meningkatkan
kemampuan individu untuk menguasai tahapan penyelesaian masalah dan
peningkatan kualitas kerja. Komponen dasar dari program quality circle yaitu:
melatih metode penyelesaian masalah, proses peserta dalam kelompok,
pengumpulan data, dan analisis data (Rowland & Rowland, 1997).

Pelaksanaan metode quality circle sebagai upaya penyelesaian masalah bertujuan


untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mutu pelayanan keperawatan.
Keterlibatan anggota kelompok dalam pemberian ide dan pelaksanaan strategi
penyelesaian masalah secara tidak langsung akan meningkatkan motivasi dan
produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mbovane (2007) bahwa
pelaksanaan quality circle dapat meningkatkan kemampuan staf dalam
penyelesaian masalah dalam praktik keperawatan, sehingga meningkatkan
kualitas standar pelayanan pasien, membangun kerjasama tim, serta
mempertahankan standar pelayanan keperawatan.

Pemberian pelayanan keperawatan sesuai standar diperlukan untuk menjamin hak


dan keselamatan pasien. Peran supervisor klinik diperlukan untuk mentoring
pelaksanaan asuhan keperawatan terutama pada staf baru, memonitor kualitas
pelayanan keperawatan sesuai standar, mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
untuk staf, membahas isu keperawatan terkini, dan mengatasi permasalahan yang
muncul dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Munculnya masalah dalam

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


pelaksanaan supervisi klinik menjadi kesempatan bagi perawat supervisor klinik
untuk memperbaiki situasi menjadi lebih baik dengan menggunakan tahapan
penyelesaian masalah.

Penguasaan tahapan penyelesaian masalah berdasarkan pengetahuan,


keterampilan, dan sikap mutlak diperlukan oleh perawat supervisor klinik. Teknik
pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian masalah
(Suarli & Bahtiar, 2010). Masalah merupakan situasi saat individu tidak memiliki
kesiapan respons menghadapinya (Gillies, 1994). Penyelesaian masalah yang
efektif berasal dari kombinasi antara ide dan keterampilan (Gillies, 1994).
Penguasaan keterampilan penyelesaian masalah secara efektif akan membantu
perawat supervisor klinik untuk membuat keputusan dalam upaya peningkatan
efektivitas pelaksanaan supervisi klinik bagi perawat pelaksana.

Efektivitas dan efisiensi kerja staf keperawatan menjamin pelaksanaan pelayanan


keperawatan yang bermutu. Efektivitas dan efisiensi kerja erat hubungannya
dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta meminimalkan
kesalahan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli, 2010). Peningkatan pengetahuan
dan keterampilan staf serta berkurangnya kesalahan yang dilakukan menjadi
tujuan pelaksanaan supervisi klinik.

Pedoman pelaksanaan quality circle ini disusun untuk menjadi salah satu acuan
dalam penyelesaian masalah dalam kelompok di area kerja. Keterlibatan anggota
dalam kelompok diharapkan akan meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja
dalam pemberian pelayanan keperawatan yang bermutu.

1.1.2 Filosofi Pelatihan


Pelatihan metode quality circle pelaksanaan supervisi klinik bagi perawat clinical
care manager diselenggarakan dengan memperhatikan:
a. Prinsip andragogy yaitu selama pelatihan peserta berhak untuk didengarkan
dan dihargai pengalamannya mengenai pelaksanaan supervisi klinik dan
proses penyelesaian masalah dalam pelaksanaan supervisi klinik,

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


dipertimbangkan setiap ide dan pendapat sejauh berada dalam konteks
pelatihan.
b. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk mendapatkan bahan
pelatihan, dan mendapatkan pelatihan dengan metode pembelajaran bervariasi,
dengan pengetahuan dasar peserta tentang proses penyelesaian masalah
pelaksanaan supervisi dengan menggunakan metode quality circle.
c. Berbasis kompetensi yang memungkinkan peserta untuk mengembangkan
keterampilan pelaksanaan supervisi dan kemampuan menyelesaikan masalah
sesuai peran dan kompetensi yang diharapkan.
d. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk berkesempatan
melakukan tahapan proses penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi secara
langsung dengan metode quality circle. Hasil solusi penyelesaian masalah
akan dipresentasikan kepada pihak manajemen dan diterapkan di ruang
perawatan.

1.2 Kompetensi
Melalui pelatihan ini peserta pelatihan diharapkan mempunyai kompetensi dalam:
a. Memahami konsep penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi klinik dengan
metode quality circle.
b. Melaksanakan tahapan penyelesaian masalah dalam quality circle
c. Membuat rencana tindak lanjut hasil solusi penyelesaian masalah pelaksanaan
masalah supervisi klinik.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah pelatihan diharapkan perawat clinical care manager mampu
melaksanakan metode quality circle pelaksanaan supervisi klinik sesuai prosedur
yang ditetapkan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


1.3.2.1 Kemampuan kognitif yang diharapkan dicapai peserta:
a. Peserta memahami konsep quality circle yang meliputi:
• Pengertian quality circle
• Tujuan quality circle
• Karakteristik keberhasilan quality circle
• Struktur organisasi program quality circle
• Tahapan pelaksanaan quality circle
b. Memahami konsep supervisi klinik yang meliputi:
• Pengertian supervisi klinik
• Pelaksanaan supervisi klinik
• Tahapan pelaksanaan supervisi klinik
• Teknik pelaksanaan supervisi klinik

1.3.2.2 Kemampuan asertif yang diharapkan dicapai peserta:


a. Peserta memiliki keyakinan tentang manfaat dan tujuan quality circle
sebagai salah satu cara penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi.
b. Peserta menyetujui solusi hasil quality circle dapat diterapkan dalam
penyelesaian masalah pelaksanaan supervisi di ruang perawatan rawat
inap.

1.3.2.3 Kemampuan psikomotor yang diharapkan dicapai peserta:


a. Perawat clinical care manager mampu melaksanakan tahapan
penyelesaian masalah dalam kelompok quality circle.
b. Perawat clinical care manager mampu menerapkan hasil solusi dalam
kelompok quality circle terhadap pelaksanaan supervisi klinik.
c. Perawat clinical care manager mampu mengevaluasi dan membuat
rencana tindak lanjut pelaksanaan supervisi klinik.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


BAB 2
MATERI
2.1 Konsep Quality Circle
2.1.1 Pengertian quality circle
Quality circle merupakan suatu mekanisme penyelesaian masalah di area kerja
dalam kelompok yang saling berinteraksi secara sukarela melalui tahapan
penyelesaian masalah. Anggota kelompok tidak dalam keterpaksaan bertemu
secara berkala untuk mengidentifikasi, menganalisis dan menyelesaikan masalah
di area kerja. Mekanisme dalam quality circle bersifat formal, institutional,
produktif dan partisipatif penyelesaian masalah diantara staf yang saling
berinteraksi (Crocker, Sik Liung Chiu, Charney, 1984).

Penyelesaian masalah dalam kelompok quality circle merupakan suatu proses


kerjasama yang terus menerus dari staf untuk mendukung mekanisme adaptasi
institusi terhadap perubahan situasi lingkungan dan munculnya peluang. Tappen
(1995) menyatakan quality circle terbentuk oleh staf yang memiliki tugas yang
sama atau siapapun yang bertanggungjawab untuk mencapai tujuan yang sama
pada pasien sehingga dapat bekerjasama menyelesaiakan masalah dengan saling
menguntungkan.

Quality circle merupakan proses partisipasi dari staf pekerja untuk


mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan masalah serta meningkatkan
kualitas dan produktivitas di area kerja. Quality circle merubah cara proses
berpikir dan menyelesaikan masalah tidak hanya dilakukan ditingkat manajerial
tetapi di setiap tingkatan dalam organisasi (Allender, 1992).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Gambar 2.1
Transisi Proses Berpikir

Sumber: Allender, Hans D


Industrial Management; Sep/Oct 1992; 34, 5

2.1.2 Tujuan Metode Quality Circle


Peningkatan kualitas standar pelayanan pasien menjadi sasaran yang akan dicapai
institusi dan merupakan tanggung jawab bersama seluruh staf. Tujuan utama
pelaksanaan quality circle menurut Rowland & Rowland, (1997), Mbovanne
(2007) meliputi:
• Meningkatkan kualitas standar pelayanan pasien.
• Meningkatkan produktivitas
• Meningkatkan motivasi dan moral dari pekerja
• Mendukung penggunaan kreativitas staf
• Membantu staf betumbuh secara personal dan profesional.
• Meningkatkan kemampuan staf dalam penyelesaian masalah dalam
praktik keperawatan
• Membangun kerjasama tim

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


• Mempertahankan pelaksanaan standar pelayanan keperawatan.
Tujuan yang ditetapkan manajemen dan staf dalam pelaksanaan quality circle
berbeda. Tujuan manajemen dan staf saling mengisi tetapi tidak selalu identik
dalam menjamin keberhasilan pelaksanaan quality circle (Tappen, 1995).

2.1.3 Karakteristik Keberhasilan Quality Circle


Keberhasilan pelaksanaan quality circle didukung oleh beberapa hal antara lain
adalah:
2.1.3.1 Anggota kelompok quality circle bersifat sukarela dan secara berkala
bertemu dalam penyelesaian masalah di area kerja. Kelompok quality
circle merupakan kelompok kecil pekerja yang saling berhubungan secara
terus menerus untuk menyelesaikan masalah dan mendukung perubahan
yang terjadi dalam organisasi (Crocker, Sik Liung Chiu, Charney, 1984).
2.1.3.2 Manajemen harus mendukung program quality circle dengan
memperbolehkan kelompok untuk bertemu di waktu kerja, dan memonitor
aktivitas dan hasil dari kelompok serta menyediakan sumber-sumber
pendukung pelaksanaan program (Rowland & Rowland, 1997).
2.1.3.3 Komponen dasar dari program quality circle yaitu: melatih metode
penyelesaian masalah, teknik proses dalam kelompok, pengumpulan data
dan analisa data (Rowland & Rowland, 1997).

2.1.4 Struktur Organisasi Program Quality Circle


Struktur organisasi program quality circle tidak dinyatakan berdiri sendiri tetapi
terintegrasi pada struktur organisasi yang ada dalam institusi. Rowland &
Rowland (1997) menyatakan bahwa struktur organisasi quality circle terintegrasi
dengan institusi tetapi memiliki struktur organisasi independen. Stuktur organisasi
quality circle meliputi:

1.1.4.1 Steering Committee


Steering committee berfungsi sebagai penggerak langsung pelaksanaan program
quality circle (Rowland & Rowland). Steering committee terdiri dari perwakilan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


dari institusi dan perwakilan dari departemen keperawatan yang berkaitan.
Tanggung jawab yang dimiliki Steering committee menurut Allender (1992) dan
Rowland & Rowland (1997) antara lain yaitu:
• Membuat tujuan yang akan dicapai
• Membuat keputusan akhir yang diperlukan
• Membuat prioritas pelaksanaan program dan sumber pendukung
• Mendukung aktivitas kelompok
• Mengevaluasi pelaksanaan dan efektifitas program.

1.1.4.2 Fasilitator
Fasilitator secara langsung bertanggungjawab untuk membimbing dan
meengkoordinasi aktivitas kelompok. Fasilitator dipilih berdasarkan kriteria
antara lain memiliki pengetahuan manajerial, teknik penyelesaian masalah, dan
membawa spirit kepemimpinan dalam proses pelaksanaan quality circle
(Allender, 1992). Peran fasilitator menurut Rowland & Rowland (1997) yaitu:
• Melatih kelompok teknik pemecahan masalah, pengumpulan data, analisis
statistik dan teknik penyajian data serta presentasi kepada manajemen
• Menjadi narasumber pada proses kerja kelompok quality circle.
• Menjadi perantara antara kelompok quality circle dengan pihak
manajemen.

2.1.4.3 Pemimpin Kelompok


Pemimpin kelompok berperan mengatur pelaksanaan pertemuan kelompok quality
circle. Pemimpin kelompok tidak memiliki kekuasaan diatas anggota kelompok
yang lain tetapi berperan sebagai moderator diskusi yang memfasilitasi proses
penyelesaian masalah. Pemimpin kelompok dipilih berdasarkan kesepakatan
anggota ataupun dipilih oleh steering committee berdasarkan pengetahuan
manajemen dan membawa spirit kepemimpinan. (Crocker, Sik Liung Chiu,
Charney, 1984).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.1.4.4 Anggota Kelompok
Anggota kelompok merupakan pondasi proses pelaksanaan quality circle yang
mengembangkan kreativitas dan inovasi. Allender (1992) menyatakan bahwa
anggota kelompok harus dapat bekerja dengan anggota lain dengan menggunakan
teknik penyelesaian masalah sehingga kehadirannya dalam pertemuan membantu
dan berkontribusi terhadap pelaksanaan proses penyelesaian masalah dalam
kelompok. Anggota kelompok terdiri dari staf yang berada di area kerja yang
sama atau departemen yang secara sukarela berpartisipasi dalam circle (Rowland
& Rowland, 1997).

2.1.4.5 Presentasi kepada Manajemen


Kelompok quality circle mempresentasikan hasil analisis masalah dan rencana
tindak lanjut untuk menyelesaikan masalah kepada manajemen. Pihak manajemen
akan mempelajari rencana tindak lanjut yang telah dibuat, apabila disetujui maka
kelompok circle akan mulai mengimplementasikan rencana yang telah dibuat.

Gambar 2.2
Struktur organisasi quality circle

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.1.5 Tahapan Pelaksanaan Quality Circle
Tahapan pelaksanaan quality circle harus dipahami oleh seluruh anggota untuk
menjamin keberhasilan pelaksanaan program. Tahapan pelaksanaan quality circle
menjadi panduan bagi anggota dalam proses pelaksanaan quality circle. Tahapan
pelaksanaan quality circle yaitu:

2.1.5.1 Identifikasi Masalah


Perawat supervisor klinik mengidentifikasi masalah-masalah yang dialami saat
pelaksanaan supervisi klinik di area kerjanya yang akan diselesaikan untuk
meningkatkan efektivitas pelaksanaan supervisi klinik kepada perawat pelaksana
yang meliputi aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan,
alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee.
Identifikasi masalah merupakan hal yang sangat diperlukan untuk memahami
permasalahan yang terjadi sehingga dapat dipilih solusi penyelesaian masalah
yang tepat (Gillies, 1994).

2.1.5.2 Seleksi Masalah


Perawat supervisor klinik memilih masalah yang akan diselesaikan dengan
membuat prioritas penyelesaian masalah. Masalah di pilih berdasarkan prioritas
yang menyebabkan hambatan saat pelaksanaan supervisi klinik pada upaya untuk
meningkatkan kemampuan perawat pelaksana yang meliputi aspek pengembangan
profesional, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas
hubungan supervisor-supervisee.

2.1.5.3 Analisis Masalah


Perawat supervisor melakukan analisis masalah dengan cara brain storming atau
membuat diagram cause and effect analisis untuk mengklasifikasi dan
menganalisis masalah mendasar yang terjadi saat melakukan supervisi klinik
untuk meningkatkan aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan,
alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Gambar 2.3
Contoh Cause and Effect Analysis

Penyebab Penyebab

Efek

Penyebab Penyebab

2.1.5.4 Menghasilkan Alternatif Solusi


Perawat supervisor klinik berdasarkan analisis masalah kemudian membuat solusi
yang memungkinkan untuk diterapkan untuk melakukan supervisi klinik sehingga
dapat meningkatkan aspek pengembangan profesional, peningkatan keterampilan,
alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee. Jumlah
alternatif solusi yang semakin banyak akan semakin besar kemungkinan
pembuatan keputusan akhir yang dibuat.

Menghasilkan alternatif solusi yang memungkinkan untuk diterapkan dalam


penyelesaian masalah membutuhkan kreativitas dari perawat supervisor.
Merupakan suatu hal yang alamiah apabila individu melakukan pengulangan
terhadap alternatif solusi yang telah bekerja dengan baik di waktu lalu, tetapi
keberhasilan solusi yang sebelumnya belum tentu berhasil diterapkan di masa
depan (Walsh, 1996 dalam Tappen, Weiss, Whitehead, 2004). Dukungan untuk
tidak menggunakan solusi lama dalam penyelesaian masalah yang baru sangat
diperlukan. Jumlah alternatif solusi yang semakin banyak akan semakin besar
kemungkinan pembuatan keputusan akhir yang dibuat (Marquis, 2006).

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.1.5.5 Pemilihan Solusi yang Sesuai
Perawat supervisor klinik memilih solusi terbaik untuk meningkatkan aspek
pengembangan profesionalisme, peningkatan keterampilan, alokasi waktu untuk
refleksi dan kualitas hubungan supervisor-supervisee, berdasarkan solusi yang
mudah untuk dilaksanakan. Kombinasi dari beberapa saran anggota kelompok
merupakan solusi yang terbaik. Semakin besar jumlah orang yang bekerja untuk
menyelesaikan masalah maka akan semakin banyak alternatif solusi yang dibuat
(Marquis, 2006).

2.1.5.6 Persiapan Rencana Program


Perawat supervisor menyiapkan rencana program pelaksanaan dari solusi yang
dipilih untuk meningkatkan aspek pengembangan profesionalisme, peningkatan
keterampilan, alokasi waktu untuk refleksi dan kualitas hubungan supervisor-
supervisee. Rencana program meliputi: kegiatan, tempat pelaksanaan, waktu, dan
tanggal.

2.1.5.7 Persetujuan dari Manajemen


Perawat supervisor mempresentasikan rencana program yang telah disusun
kepada pihak manajemen (bidang keperawatan). Pihak manajemen akan
mempelajari solusi yang dipreentasikan dan memberikan persetujuan untuk
dilakukan implementasi di ruang rawat inap yang telah dipilih.

2.1.5.7 Implementasi
Perawat supervisor klinik mengimplementasi pelaksanaan program berdasarkan
pilihan solusi terbaik yang telah disetujui oleh manajemen (bidang keperawatan)
untuk menguji apakah pilihan solusi tersebut bekerja seperti yang diharapkan.
Pelaksanaan solusi secepatnya diperlukan untuk mencegah menurunnya motivasi
dalam menghadapi konsekuensi atas pilihan yang dipilih.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Gambar 2.4
Tahapan Pelaksanaan Quality Circle

Sumber: Gaikwad & Gaikwad, 2000

2.2 Teknik Supervisi Klinik

2.2.1 Pengertian Supervisi Klinik


Supervisi secara umum merupakan aktivitas mengawasi, memonitor,
mengevaluasi dan mentoring dalam upaya meningkatkan keterampilan,
mengembangkan potensi dan pengetahuan staf. Gillies (1994) menyatakan bahwa
supervisi merupakan upaya mengawasi pelaksanaan kerja, mengevaluasi,
menyetujui serta mengkoreksi apabila ada kesalahan terhadap pelaksanaan kerja
staf. Swansburg (1999) mendefinisikan supervisi sebagai segala usaha untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas,
dimana dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu
menghargai potensi tiap individu, mengembangkan potensi tiap individu, dan
menerima tiap perbedaan.

2.2.2.Pelaksanaan Supervisi Klinik.


Pelaksanaan supervisi yang optimal akan bermanfaat dalam peningkatan
efektifitas dan efisiensi kerja. Peningkatan efektifitas dan efisisensi kerja
menjamin pelaksanaan kegiatan optimal sehingga menghindari kesalahan karena
dilaksanakan dengan benar dan tepat sesuai dengan rencana tujuan yang
ditetapkan. Peningkatan efektifitas kerja erat hubungannya dengan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan staf, serta makin terbinanya hubungan dan suasana

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


kerja yang harmonis antara atasan dan bawahan (Suarli & Bahtiar, 2010).
Peningkatan efisiensi kerja erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan
yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya optimal (Suarli &
Bahtiar, 2010).

2.2.2.1 Supervisor sebagai Coach


Supervisor bisa berperan sebagai pelatih kepada staf apabila diperlukan
bimbingan secara individu untuk mengembangkan profesionalisme (Copeland,
2005). Peran supervisor sebagai coach adalah memberikan bantuan kepada
bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan
memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan
dengan hasil yang baik. Supervisor memberikan dukungan untuk meningkatkan
profesionalisme staf dengan menyediakan atau membantu menyediakan akses
untuk pelatihan, pendidikan, dan kesempatan pengembangan keterampilan klinik
staf. Peningkatan profesionalisme staf bertujuan untuk memelihara moral,
meningkatkan kemampuan kerja, dan membangun kerja sama sebagai tim
profesional.

2.2.2.2 Supervisor sebagai Mentor


Peningkatan keterampilan klinik perawat untuk mendukung pelaksanaan
pelayanan keperawatan yang optimal diperlukan upaya mentoring dari supervisor
klinik kepada perawat yang menjadi sasaran supervisi. Supervisi klinik
merupakan proses interpersonal dimana praktisi yang lebih terampil membantu
yang kurang terampil atau kurang pengalaman untuk mencapai kemampuan
profesional sesuai dengan peran (Bond and Holland, 2010 dalam Turner & Hill,
2011). Pengarahan untuk membangun staf yang kurang berpengalaman dalam
keterampilan praktik klinik melalui pemberian dukungan dan bimbingan dari
supervisor yang lebih berpengalaman.

2.2.2.3 Kolaborasi Supervisor-Supervisee


Supervisi klinik merupakan suatu bentuk kolaborasi antara staf yang kurang
berpengalaman dengan supervisor yang lebih berpengalaman sebagai upaya

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


meningkatkan kualitas hubungan antara supervisor dengan staf untuk
meningkatkan dan membangun lingkup praktik yang optimal. Ketidakadekuatan
hubungan supervisor-supervisee dapat menimbulkan rasa takut, tidak percaya,
dan cemas yang disebabkan keinginan untuk diterima ataupun rasa penolakan.
Awal pertemuan supervisor-supervisee diperlukan komunikasi untuk dapat
mengeksplorasi cara-cara saling bekerjasama, memberi saran pada hal yang
menjadi perhatian tentang isu yang berhubungan dengan pekerjaan, dan
mengalokasikan waktu untuk mengeksplorasi isu-isu keperawatan yang menjadi
perhatian,

2.2.2.4 Pelaksanaan Supervisi sebagai Proses Refleksi


Proses refleksi oleh staf perawat selama pelaksanaan supervisi klinik merupakan
upaya mengidentifikasi dan menemukan kebutuhan untuk mengembangkan
profesionalisme. Proses pelaksanaan refleksi memerlukan alokasi waktu untuk
bisa mengevaluasi tindakan yang sudah dilaksanakan dan menemukan
permasalahan yang muncul untuk diatasi sebagai upaya perbaikan pelayanan
keperawatan.

Supervisi klinik merupakan suatu proses dukungan profesional dan pembelajaran


dimana perawat dibantu dalam meningkatkan kemampuan praktik melalui diskusi
secara berkala dengan sejawat yang memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih
(Fowler, 1996). Pelaksanaan supervisi klinik optimal mencegah terjadinya
kejadian tidak diinginkan pada pasien, memelihara pelaksanaan kerja sesuai
standard dan meningkatkan keselamatan, serta meningkatkan perkembangan staf
(Bsh, 2005).

2.2.3 Teknik Supervisi.


Pemberian pelayanan keperawatan yang berkualitas membutuhkan kontrol dari
supervisor klinik agar sesuai dengan standar pelayanan keperawatan yang
ditetapkan. Pelaksanaan supervisi memfasilitasi staf untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengikuti perkembangan dan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


perubahan. Supervisi akan membantu organisasi untuk menyesuaikan dengan
perubahan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan staf (Suarli &
Bahtiar, 2010).

Penerapan teknik supervisi yang tepat dalam pelaksanaan supervisi akan


membantu mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan. Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan
penyelesaian masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Teknik supervisi yang digunakan
oleh supervisor untuk mengumpulkan data dalam penetapan masalah, penyebab
masalah, penetapan sasaran supervisi, dan pelaksanaan jalan keluar akan
berkontribusi terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Teknik supervisi yang
dapat diterapkan antara lain adalah:

2.2.3.1 Pengamatan Langsung


Teknik pengamatan langsung dilaksanakan untuk melihat hasil pekerjaan staf
apakah sudah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Pengamatan
langsung sering menimbulkan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang,
atau kesan mengganggu kelancaran pekerjaan. Gillies (1994) menyatakan
pengamatan langsung bisa dilaksanakan dengan cara bekerja bersama dengan staf
yang di supervisi selama satu atau dua hari dan mengobservasi cara staf merawat
pasien. Pengamatan langsung dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan
menunjukkan kekuasaan atau otoritas (Suarli & Bahtiar, 2010).

Supervisor klinik dapat meningkatkan efektivitas saran dan koreksi hasil kerja staf
dengan cara yang edukatif dan suportif. Dukungan untuk perbaikan diperlukan
untuk meningkatkan rasa percaya diri staf dan mencegah resistensi terhadap
perubahan. Koreksi dan instruksi diberikan secara individual untuk menjaga
kepercayaan pasien dan mencegah staf merasa direndahkan (Gillies, 1994)

2.2.3.2 Sasaran pengamatan


Sasaran pengamatan ditentukan dengan jelas untuk melihat pengembangan
profesionalisme sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sasaran pengamatan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (Suarli &
bahtiar 2010). Pengamatan dengan cara mengecek aktivitas tertentu secara regular
dapat dilakukan untuk memelihara standar pelaksanaan prosedur (Gillies, 1994).

2.2.3.3 Obyektivitas pengamatan.


Obyektivitas pengamatan dilaksanakan dengan menerapkan standar evaluasi
untuk menilai penampilan kerja staf. Pengamatan langsung yang tidak
terstandardisasi dapat mengganggu obyektivitas (Suarli & bahtiar, 2010).
Supervisi bertujuan untuk mengawasi, mengevaluasi, dan memperbaiki kinerja
staf. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menilai kualitas proses kerja dan
hasil (Gillies, 1994).

2.2.3.4 Intensitas Pelaksanaan Supervisi


Intensitas pelaksanaan supervisi disesuaikan dengan situasi, kebutuhan staf, dan
keterampilan kepemimpinan dari manajer (Gillies, 1994). Pelaksanaan supervisi
yang terlalu intens dapat menghambat inisiatif dan kreativitas staf, sedangkan
pelaksanaan supervisi yang tidak adekuat menyebabkan akktivitas yang
dilaksanakan staf tidak sesuai standar dan membahayakan pasien. Pelaksanaan
supervisi disesuaikan dengan jenis kepribadian staf untuk dilakukan secara
langsung dengan pengawasan yang ketat ataupun secara tidak langsung.

Intensitas pelaksanaan supervisi berkembang sesuai dengan perubahan


pengetahuan, tingkat pendidikan dan karir staf (Gillies, 1994). Manusia secara
umum akan mengalami perkembangan dan berubah kebutuhannya untuk
menghadapi tantangan, dukungan dan pengarahan. Staf baru yang belum
memiliki pengalaman akan memerlukan supervisi yang terus menerus selama 1
tahun pertama praktik, sesudah menginjak tahun kedua memiliki kebutuhan
untuk diakomodasi terhadap perkembangan kepercayaan dan kemampuan diri.

2.2.3.5 Kerja Sama


Supervisor dan staf yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian
masalah. Berbagi pengetahuan memungkinkan supervisor untuk bekerja

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh staf yang disupervisi (Copeland,
2005). Kejelasan terhadap sasaran dari supervisi memerlukan hubungan
kerjasama yang saling percaya sehingga memungkinkan proses penyelesaian
masalah dengan kedekatan dan diskusi.

2.2.4 Efektivitas Supervisi Klinik


Supervisi klinik merupakan suatu mekanisme suportif bagi perawat dalam
pelaksanaan praktik profesional. Efektivitas supervisi klinik menjadi tolak ukur
keberhasilan pelaksanaan supervisi klinik. Mengacu pada Manchester Clinical
Supervision Scale (2011) kualitas dan efektivitas supervisi yang diberikan
supervisor klinik ditentukan berdasarkan opini supervisee tentang dampak
supervisi klinik pada area:

2.2.4.1 Perkembangan profesionalisme


Perkembangan profesionalisme merupakan peningkatan kemampuan perawat
pelaksana dalam otonomi untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya,
peningkatan pengetahuan, kemampuan aktualisasi diri dan peningkatan rasa
percaya diri saat menjalankan tugas. Otonomi merupakan kebebasan orang untuk
bertindak (Swansburg, 1993). Supervisor klinik mendukung upaya peningkatan
profesionalisme perawat untuk meningkatkan kontrol terhadap kemampuan untuk
ingin bekerja keras, berpenampilan kerja optimal, belajar keterampilan baru, daan
terlibat dalam pengambilan keputusan tentang kerja mereka (Swansburg, 1993)

2.2.4.2 Peningkatan keterampilan klinik


Peningkatan keterampilan klinik meliputi peningkatan kemampuan perawat
pelaksana untuk melaksanakan prosedur keperawatan sesuai standard dan
kemampuan melaksanakan prosedur keamanan kerja. Supervisor klinik
bertanggungjawab untuk memastikan bahwa staf perawat mendapatkan
kesempatan pembelajaran untuk pengembangan keterampilan klinik melalui sesi
pelatihan di ruangan, memfasilitasi kesempatan untuk hadir dalam seminar atau
workshop keperawatan, memberikan informasi tentang isu keperawatan yang

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


baru, dukungan, dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan (Kozier, 2005). Teknik coaching dan mentoring dapat dilakukan untuk
membantu meningkatkan keterampilan klinik staf keperawatan dengan
menyediakan waktu, dukungan, bimbingan, dan membantu dalam melakukan
tugas (Kozier, 2005).

2.2.4.3 Waktu untuk refleksi


Waktu untuk refleksi merupakan pengaturan alokasi waktu bagi supervisor dan
supervisee untuk membahas kasus atau masalah keperawatan dan isu keperawatan
terkini yang sudah terjadwalkan frekuensi dan durasinya. Proses refleksi
diperlukan dalam pelaksanaan supervisi klinik sebagai upaya untuk
mengidentifikasi pengembangan profesional yang dibutuhkan oleh staf perawat
(Brunero & Parbury, 2004). Refleksi merupakan suatu proses kognitif untuk
memikirkan kembali pengalaman klinik yang telah dilakukan sebagai upaya untuk
memahami lebih dalam pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki dan
mengidentifikasi area yag perlu ditingkatkan (Brunero & Parbury, 2004) . Proses
refleksi bertujuan untuk mengembangkan profesionalisme dalam praktik
keperawatan berdasarkan evidenced based.

2.2.4.4 Kualitas hubungan dari supervisee dengan supervisor


Kualitas hubungan dari supervisee dengan supervisor merupakan kemampuan
supervisor dan supervisee menjalin hubungan interpersonal dalam pekerjaan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan, serta
hubungan saling percaya dalam mengatasi masalah yang muncul di lingkungan
pekerjaan. Supervisor dan staf yang disupervisi memerlukan hubungan kerjasama
yang saling percaya sehingga memungkinkan proses penyelesaian masalah
dengan kedekatan dan diskusi. Berbagi pengetahuan memungkinkan supervisor
untuk bekerja menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh staf yang disupervisi
(Copeland, 2005).

Karakteristik efektivitas supervisi klinik merupakan suatu tipe dari aktivitas-


aktivitas penampilan perawat clinical care manager untuk membimbing,

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


mengawasi dan menilai efektivitas penampilan kerja oleh tim perawat dalam
pelaksanaan pelayanan keperawatan.

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Supervisi Klinik


Kegagalan pelaksanaan supervisi klinik akan menyebabkan penurunan efektivitas
dan efisiensi kerja perawat pelaksana. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
supervisi klinik yang efektif berdasarkan WHO (1993), Robbins (2001), Bush
(2005), Marquis (2009), Marriner & Tomey (2009) adalah sebagai berikut:

2.2.5.1 Faktor kejelasan uraian tugas dan tanggung jawab


Uraian tugas dan tanggung jawab merupakan ringkasan tugas pokok yang harus
diselesaikan disertai keterangan secara detail tentang tingkat pendidikan dan
pengalaman kerja yang sesuai. Uraian tugas dan tanggung jawab harus selalu
diperbarui, akurat dan realistik sesuai dengan sumber daya manusia yang tersedia.
Menurut Marinner & Tomey (2009) uraian tugas dan tanggung jawab merupakan
spesifikasi pekerjaan, tugas yang harus diselesaikan, dan tanggung jawab yang di
emban oleh seseorang yang menduduki jabatan tersebut.

Kejelasan tentang uraian tugas dan tanggung jawab berguna untuk proses
rekruitmen, penempatan, transfer keputusan, menjadi arahan dan bahan evaluasi
personil. Kejelasan uraian tugas sangat penting untuk pendelegasian secara efektif
(Marriner & Tomey, 2009). Kurang jelasnya uraian tugas dan tanggung jawab
dapat menyebabkan kecemasan, sikap negatif, konflik, ketidakpuasan kerja,
penurunan produktivitas kerja, frustasi dan tumpang tindih pekerjaan (Marriner &
Tomey, 2009).

2.2.5.2 Faktor koordinasi


Struktur formal organisasi menggambarkan posisi, hubungan, tugas dan tanggung
jawab antar individu dan jabatannya (Marriner & Tomey, 2010) . Koordinasi
dalam struktur organisasi formal membantu memaksimalkan efisiensi struktur
birokrasi sehingga seluruh staf mengetahui kepada siapa harus bertanggungjawab
dan melaporkan serta penting untuk pendelegasian tugas secara efektif.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.2.5.3 Faktor penggunaan waktu yang efektif
Manajemen waktu berfungsi untuk melihat produktivitas kerja yang dilaksanakan
sehari-hari dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
Menurut Marriner & Tomey (2009) manajemen waktu merupakan kontrol
terhadap penggunaan waktu untuk mencapai produktivitas kerja maksimum.
Penggunaan waktu yang efektif merupakan suatu upaya untuk mencegah
pembuatan perencanaan kerja yang kurang baik, kegagalan menentukan tujuan
yang akan dicapai, kegagalan membuat rencana pelaksanaan untuk mencapai
tujuan, ketidakmampuan untuk mengatakan tidak terhadap hal yang tidak
terjadwalkan, ketidakmampuan menyelesaikan tugas, dan kurangnya waktu untuk
meningkatkan keterampilan diri.

2.2.5.4 Faktor kurangnya edukasi mengenai teknik supervisi


Perawat supervisor sebagai pelaksana supervisi klinik harus memiliki
pengetahuan tentang jenis pekerjaan yang akan disupervisi dan teknik
pelaksanaan supervisi. Supervisor klinik bekerja di antara manajemen dan staf
yang secara langsung memberikan pelayanan kesehatan dan peran tersebut sangat
dinamis (Strasser, 2010). Ketidaksiapan peran perawat supervisor menyebabkan
ketidakmampuan mengkomunikasikan perubahan ke manajemen dan kebijakan ke
staf keperawatan.

Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian


masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Pendekatan penyelesaian masalah yang
digunakan supervisor dalam pelaksanaan supervisi meliputi (1) Mengumpulkan
data dalam penetapan masalah, (2) Menganalisis penyebab masalah, (3)
Menetapkan solusi penyelesaian masalah dan menetapkan sasaran supervisi, (4)
Membuat perencanaan program, (5) Pelaksanaan program, (6) Evaluasi
pelaksanaan program (Marquis, 2009). Perawat supervisor perlu mendapatkan
kesempatan pelatihan dalam mendukung kemampuan pelaksanaan supervisi.
Pelaksanaan teknik supervisi yang optimal dengan akan berkontribusi terhadap
kualitas pelayanan keperawatan.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.2.5.5.Faktor keterampilan interpersonal
Keterampilan interpersonal merupakan kemampuan yang diperlukan oleh
supervisor untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan berhasil. Robbins
(2001) mengidentifikasaikan tiga keterampilan manajemen yang mutlak
diperlukan yaitu: (1) Keterampilan teknis meliputi kemampuan menerapkan
pengetahuan khusus atau keahlian spesialisasi. (2) Keterampilan manusiawi
merupakan kemampuan bekerja sama, memahami, dan memotivasi orang lain,
baik perseorangan maupun kelompok. (3) Keterampilan konseptual merupakan
kemampuan mental untuk menganalisis dan mendiagnosis situasi yang rumit
sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan letak masalah,
identifikasi alternatif solusi, evaluasi alternatif dan memilih alternatif yang paling
baik.

2.2.5.6 Faktor komunikasi


Komunikasi merupakan aktivitas memberi dan menerima informasi secara verbal
maupun nonverbal melalui bahasa tubuh, tulisan, dll (Marriner & Tomey, 2009).
Faktor komunikasi merupakan suatu hal yang vital untuk mendefinisikan secara
jelas tentang supervisi klinik dan bagaimana cara kerjanya. Peningkatan
pemahaman akan mencegah kebingungan. Prinsip supervisi klinik perlu
dikomunikasikan secara jelas kepada staf dengan bahasa yang dimengerti yang
menekankan pada manfaat yang akan dirasakan oleh pasien dan staf begitu juga
dengan organisasi.

2.2.5.7 Faktor personal individu


Teknik pokok supervisi pada dasarnya menggunakan pendekatan penyelesaian
masalah (Suarli & Bahtiar, 2010). Teknik supervisi yang digunakan oleh
supervisor untuk mengumpulkan data dalam penetapan masalah, penyebab
masalah, penetapan sasaran supervisi, dan pelaksanaan jalan keluar dipengaruhi
oleh personal individu supervisor (Marquis, 2009) yang meliputi :

1. Nilai

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Pelaksanaan supervisi dipengaruhi oleh sistem nilai yang dianut supervisor klinik.
Obyektifitas supervisor klinik dalam penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan secara sadar maupun tidak sadar berdasarkan sistem nilai yang
dianutnya (Marquis, 2009). Sistem nilai mempengaruhi persepsi seseorang pada
saat mengumpulkan informasi, memproses informasi, dan menentukan hasil yang
diharapkan (Marquis, 2009).

2. Pengalaman
Pengalaman masa lalu termasuk pendidikan dan pengalaman pengambilan
keputusan mempengaruhi supervisor dalam pelaksanaan supervisi klinik.
Kedewasaan dan pengalaman yang luas dari supervisor klinik mempengaruhi
banyaknya alternatif yang dapat diidentifikasi dalam menyelesaiakan masalah dan
pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan supervisi klinik yang dijalankan
(Marquis, 2009).

3. Cara berpikir
Cara individu mengevaluasi informasi dan alternatif dalam pengambilan
keputusan untuk menyelesaikan masalah dipengaruhi oleh keterampilan berpikir.
Individu berpikir secara berbeda-beda, secara sistematik, analitik ataupun intuitif
yang dipengaruhi bagian hemisphere otak yang lebih dominan. Cara berpikir
individu tersebut akan mempengaruhi cara mengatasi masalah dan mengambil
keputusan (Marquis, 2009)

2.2.6 Tahapan Supervisi Klinik


Tahapan Supervisi Klinik menurut Jones (2011) meliputi:
2.2.4.1 Tahap Orientasi
Fase oreintasi dimulai sebelum pertama kali pelaksanaan supervisi klinik.
Supervisor-supervisee memerlukan kesiapan dalam pertemuan pertama untuk
mengeksplorasi perasaan cemas, takut, rasa tidak adekuat terhadap penolakan dan
penerimaan sehingga membutuhkan komunikasi yang efektif untuk membangun
rasa saling percaya. Supervisor klinik pada pertemuan pertama perlu menggali
informasi dari supervisee tentang cara-cara kerjasama yang diharapkan, saran

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


dalam mengatasi isu dalam pekerjaan, dan alokasi waktu untuk membahas isu
keperawatan.

Supervisi klinik dapat dilaksanakan secara individu maupun dalam kelompok


kecil dengan peers atau dengan individu yang memiliki pengalaman yang lebih
banyak. Supervisi klinik secara individu dapat lebih cepat terjalin trust dan
terjadinya perubahan karena dilaksanakan pengamatan secara langsung. Tetapi
dapat menimbulkan rasa kompetesi dan kecemburuan. Supervisi klinik individu
dibutuhkan untuk staf yang masih baru.

Supervisor-supervisee perlu mengeksplorasi isu dalam praktik keperawatan


sehingga dibutuhkan kesepakatan waktu, durasi, topik pertemuan dan frekuensi
pertemuan yang akan diselenggarakan. Proses pelaksanaan supervisi, teknik
pelaksanaan dan tujuan yang akan dicapai serta kesulitan yang dihadapi perlu
dieksplorasi.

2.2.4.2 Tahap Kerja


Tahap kerja memerlukan kemampuan untuk mendengarkan secara aktif terhadap
laporan klinik, memberikan dukungan, bimbingan dan klarifikasi dan refleksi
pada isi dan elemen sasaran supervisi klinik sehingga membantu supervisee untuk
mengidentifikasi dan mengatur diri dan pekerjaannya. Supervisor menunjukkan
kekuatan yang harus ditingkatkan dan kelemahan yang harus diperbaiki pada diri
supervisee serta mengidentifikasi halangan terhadap perubahan yang berhubungan
dengan praktik profesional.

2.2.4.3 Tahap Terminasi


Tahap terminasi merupakan akhir dari pelaksanaan supervisi klinik untuk melihat
kembali pengalaman bekerja bersama-sama, mengevaluasi keuntungan maupun
hal lain yang dirasakan seperti rasa puas atau tidak puas selama pelaksanaan
supervisi, mengevaluasi kebutuhan pelaksanaan supervisi selanjutnya, dan
menentukan langkah-langkah yang dapat dilaksanakan untuk perbaikan.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


2.2.7 Framework Pelaksanaan Supervisi Klinik
1.2.5.1 Kualitas Personal Supervisor yang Efektif
Kualitas personal supervisor klinik yang perlu ditingkatkan untuk mendukung
pelaksanaan supervisi klinik, meliputi:
• Kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik dan memberikan
dukungan yang membangun
• Kemampuan mentoring, memotivasi, membimbing, mengasuh dan
konseling
• Kemampuan membangun hubungan saling percaya dengan staf
• Kemampuan membantu staf untuk mengevaluasi atas pencapainnya.
• Kemampuan untuk menerima dan memulai perubahan.
• Kemampuan untuk membuat tujuan yang realistik dan membantu staf
untuk mencapainya.

1.2.5.2 Informasi Desiminasi/Pelatihan


Supervisor memberikan dukungan untuk meningkatkan profesionalisme staf
dengan menyediakan atau membantu menyediakan akses untuk pelatihan,
pendidikan, dan kesempatan pengembangan keterampilan klinik staf. Informasi
desiminasi meliputi:
• Menyediakan informasi terbaru dengan disertai rasional dan prosedur
pelaksanaannya untuk staf.
• Menyediakan informasi untuk staf terhadap perubahan dan pengembangan
yang berhubungan dengan kebijakan dan praktik.
• Menyediakan materi pendidikan yang dibutuhkan oleh staf.
• Memberikan feedback terhadap informasi kesehatan terhadap pencapaian
ruang perawatan.
• Mengidentifikasi sumber-sumber pelatihan (staf dokter, perawat spesialis,
buku manual, jurnal, video)
• Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan bagi staf

2.2.4.4 Peningkatan Kualitas Pelayanan Keperawatan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Peningkatan kualitas pelayanan keperawatan merupakan salah satu tujuan
pelaksanaan supervisi klinik untuk menjamin hak dan keselamatan pasien.
Peningkatan kualitas pelayanan dapat diupayakan dengan cara:
• Advokasi dan membimbing staf dalam pengembangan standar pelayanan
• Mengkomunikasikan standar pelayanan klinik kepada staf
• Menggunakan standar operasional prosedur untuk memonitor praktik
keperawatan secara rutin.
• Monitor kualitas pelayanan dengan mengidentifikasi permasalahan dan
cara untuk mengatasi

2.2.4.5 Teknik Pelaksanaan Supervisi Klinik


Teknik pelaksanaan supervisi klinik dapat dilaksanakan secara langsung maupun
tidak langsung baik secara individu maupun kelompok peer yang meliputi:
• Membuat jadwal pelaksanaan supervisi secara rasional
• Manajemen waktu secara efektif
• Membuat tujuan pelaksanaan supervisi yang dilakukan (diseminasi
informasi baru, mendengarkan permasalahan staf dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan, memastikan tersedianya alat-alat secara adekuat, dan
mengunpulkan data secara rutin)
• Mengalokasikan waktu untuk memberikan perhatian secara individu
kepada staf.
• Memberikan follow up secepatnya kepada staf setelah pelaksanaan
supervisi klinik.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


FORMAT RENCANA SUPERVISI KLINIK

No Kegiatan Tujuan Sasaran Penanggung Waktu Tempat Metode Fasilitas Biaya


Jawab

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN QUALITY CIRCLE
OLEH PERAWAT CLINICAL CARE MANAGER

SKOR
NO Kegiatan quality circle
0 1 2 3 4 5 6 7 8

1 Kelompok mengidentifikasi
masalah pelaksanaan supervisi
klinik di area kerjanya yang
akan diselesaikan untuk
meningkatkan efektivitas
pelaksanaan supervisi klinik
pada ke-4 aspek.
2 Kelompok memilih masalah
yang akan diselesaikan dengan
membuat prioritas
penyelesaian masalah.
3 Kelompok melakukan analisis
masalah dengan cara brain
storming atau membuat
diagram cause and effect
analisis untuk mengklasifikasi
dan menganalisis masalah
mendasar pelaksanaan
supervisi klinik
4 Kelompok membuat solusi
yang memungkinkan untuk
diterapkan untuk
meningkatkan efektifitas
supervisi klinik
5 Kelompok memilih solusi
terbaik untuk meningkatkan
aspek pengembangan
profesionalisme, peningkatan
keterampilan, alokasi waktu
untuk refleksi dan kualitas
hubungan supervisor-
supervisee, berdasarkan solusi
yang mudah untuk
dilaksanakan.
6 Kelompok menyiapkan
rencana program pelaksanaan
dari solusi yang dipilih.

7 Kelompok mempresentasikan

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


SKOR
NO Kegiatan quality circle
0 1 2 3 4 5 6 7 8

rencana program yang telah


disusun kepada pihak bidang
keperawatan.
TOTAL SKOR

NILAI : TOTAL SKOR : ……………………


7

KETERANGAN
• Nilai 0 – 1 : tanpa ada kemajuan pelaksanaan quality circle
• Nilai 2 – 3 : kemajuan pelaksanaan quality circle 25%
• Nilai 4 – 5 : kemajuan pelaksanaan quality circle 50%
• Nilai 6 - 7 : kemajuan pelaksanaan quality circle 75%
• Nilai 7 – 8 : kemajuan pelaksanaan quality circle 100%

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DAFTAR PUSTAKA

Allender, H. D. (1992). Using quality circles to develop an action plan


required for leading organizations. Industrial Management, 34(5), 8-8.

Ann, C. (2009). Clinical supervision: The way forward? A review of the


literature. Nurse education in practice, 9(3), 215-220. doi:
10.1016/j.nepr.2008.10.009.

Bolman, G. Lee., & Deal, E. Terrence. (1997). Reframing organization artistry,


choice, and leadership. California: Jossey-Bass Inc.

Bush, T. (2005). Overcoming the barriers to effective clinical supervision.


Nursing Times, 101(02), 38

Butterworth T et al. (2008) Wicked spell or magic bullet? A review of clinical


supervision literature 2001-2007. Nurse Education Today 28(3): 264-272.

Brown, J. (2007). Why supervision matters in health care settings. ASHA


Leader, 12(14), 30-31.

Brunero, Scot., & Parbury, S. Jones. (2004). The effectiveness of clinical


supervision in nursing: an evidenced based literature review. Australian
Journal of Advance Nursing. 25(3), 86-94.

Copeland, Sue. (2005). Counselling supervision in organizations professional


and ethical dilemmas explored. East Sussex, Routledge 27 Church Road:
Tj International Ltd.

Douglas, Mae. Laura. (1992). The effective nurse leader and manager 4th edition.
St. Louis, Missouri: Mosby-Year Book,Inc.

Edwards, D., et al (2006). Clinical supervision and burnout: the influence of


clinical supervision for community mental health nurses. Journal of
Clinical Nursing, 15(8), 1007-1015.

Fowler, J. (1996). The organization of clinical supervision within the nursing


profession: a review of the literature. Journal of Advanced Nursing,
23(3):471-478.

Gaikwad, V. Vishal., & Gaikwad, V. Anita. (2000). Quality circle as an effective


management tool: a case study of indira college of engineering and
management library. Diakses dari http://www.crl.du.ac.in.

Gillies, D. A. (1994). Nursing management a system approach. Philadelphia:


W.B. Saunders Company.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Gillig, P. M., & Barr, A. (1999). A model for multidisciplinary peer review and
supervision of behavioral health clinicians. Community Mental Health
Journal, 35(4), 361-365.

Huber, Diane. (2006). Leadership and nursing care management. Philadelphia,


Pennsylvania 19106: W.B Saunders Company.

Hyrkas, K. (2005) Clinical supervision, burnout and job satisfaction among


mental health and psychiatric nurses in Finland. Issues in Mental Health
Nursing 26: 531-556.

Hyrkas, K., Schmidlechner, A. Kaijaa., & Haataja, R. (2006). Efficacy of clinical


supervision: influence on job satisfaction, burnout and quality of care.
Journal of Advanced Nursing 55(4), 521–535

Jones, A. (2011). Clinical supervision: the benefits and fundamentals of building


relationships. Mental Health Nursing 31(2): 16-18

Koivu, A., Hyrkas, K., & Saarinen, P. I. (2011). Who attends clinical
supervision? The uptake of clinical supervision by hospital nurses.
Journal of Nursing Management, 19(1), 69-79. doi: 10.1111/j.1365-
2834.2010.01185.x

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S. J. (2004). Fundamental of nursing
concepts, process, and practice 7th edition. New Jersey: Pearson
Education.

Li-Chuan Lee, Ke-Ping Yang, & Tai-Ying Chen (2000). A quasi experimental
study on quality circle program in Taiwanesse Hospital. International
journal for quality in health care. 12(5): 413-418

Marquis, B. a. (2009). Leadership roles and management function in nursing.


Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Marriner-Tomey, A. (2009). Nursing management and leadership eight edition.


St Louis: Mosby_Year Book. Inc.

Matacki, Kathleen., & Burke, Kathleen. (2011). Nursing delegation and


management of patient care. St. Louis, Missouri 63043: Mosby
Elsevier, 3251 Riverport Lane.

Mbovane, M. M., Mavundla, T. R., & Roos, J. H. (2007). Professional nurses'


perception of the implementation of quality circle programme in a public
hospital in the Eastern Cape province. Curationis, 30(1), 62-70.

Miller, A. Mary., & Stoeckel, Rae. Pamella. (2011). Client education theory and
practice. Sudbury, Massachusets: Jones and Bartlett Publisher.

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


Robbins, P. Stephen. (2001). Perilaku organisasi. Dialihbahasakan oleh Dr.
Hadyanna Pujaatmaka dan Drs. Benyamin Molan. Indonesia : PT Tema
Baru.

Rowland, S. Howard., & Rowland, S. Beatrice. (1992). Nursing administration


handbook 3rd edition. Maryland: Aspen Publishers, Inc.

Rowe, A. K., de Savigny, D., Lanata, C. F., & Victora, C. G. (2005). How can we
achieve and maintain high-quality performance of health workers in low-
resource settings? The Lancet, 366(9490), 1026-1035.

Sandra Sílvia Silva Monteiro Santos, C. (2011). Clinical supervision in nursing:


Effective pathway to quality. Procedia - Social and Behavioral Sciences,
29(0), 286-291. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.11.240
Sandra Sílvia Silva Monteiro Santos, C. (2011). Translation And Validation Of
The Manchester Clinical Supervision Scale©: effective clinical
supervision evaluation. Procedia - Social and Behavioral Sciences,
29(0), 51-56. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.11.205

Strasser, Susan. (2010). Supporting staff through effective supervision: How to


assess, plan and implement more effective clinic supervision. ISDS
Nurse training. Diakses dari http://www.hst.org.za

Suarli, S., & Bahtiar, Yanyan. (2010) Manajemen keperawatan dengan


pendekatan praktis. Jakarta 13740: Penerbit Erlangga.

Swansburg, C. Russel. (1993). Pengantar kepemimpinan dan manajemen


keperawatan untuk perawat klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Tang, T. L., & Butler, E. A. (1997). Attributions of quality circles' problem-


solving failure: differences among management, supporting staff, and
quality circle members. Public Personnel Management, 26(2), 203-225.

Turner, B. James., & Hill, L. Alison. (2011) Implementing clinical supervision


(part 1): a review of the literature. Mental Health Nursing 31(3): 8-12.

Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

WHO. (1993). Training manual on management of human resources for health.


section 1, PartA. Geneva. Diakses dari http://www.whqlibd

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Catharina Dwiana Wijayanti


Tempat dan tanggal lahir : Sleman, 30 Maret 1975
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Staf pengajar STIK Sint. Carolus – Jakarta
Alamat rumah : Komplek Karawaci Residence Blok D2 no 1,
kelurahan bojong nangka, kecamatan kelapa dua,
Karawaci, Tangerang.
Alamat institusi : Jl. Salemba Raya No. 41, Jakarta Pusat
Riwayat Pendidikan :
1. SD Kanisius Kadirojo Yogyakarta, lulus tahun
1987.
2. SMPN 1 Yogyakarta, lulus tahun 1990.
3. SMAN 9 Yogyakarta, lulus tahun 1993
4. Akper Sint Carolus Jakarta, lulus tahun 1996
5. Sint Paul University Philippines, lulus tahun
2005
Riwayat Pekerjaan :
1. Staf pengajar akper Fatima Pare-pare, Sulawesi
selatan (1996 – 2000)
2. Staf pengajar STIK Sint. Carolus Jakarta
(2000 – sekarang)

Pengaruh penerapan..., Catharina Dwiana Wijayanti, FIKUI, 2012

Anda mungkin juga menyukai