Anda di halaman 1dari 23

EVIDENCE BASED DALAM PERSALINAN

Disusun oleh : Kelompok II

Nama Anggota Kelompok :

1. AFIFAH HANI
2. MARLEN H. UPPESY
3. SISCA DWI

PROGRAM D3 KEBIDANAN

STIKES BHAKTI PERTIWI INDONESIA JAGAKARSA

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang

EVIDENCE BASED DALAM PERSALINAN . Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan
maksimal dan untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang EVIDENCE BASED DALAM
PERSALINAN ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang................................................................................................................ 3

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 4

1.3.1Tujuan Umum ............................................................................................................. 4

1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 5

2.1 Evidence Based  Praktik Kebidanan ............................................................................... 5

2.2 2.2 Praktik berdasarkan Evidence Based ……………………......................................... 6

2.3 Praktik yang Merugikan berdasarkan Evidence Based  ................................................ 15

BAB III

KESIMPULAN KESIMPULAN ........................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 22


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Derajat kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya

angka kematian maternal dan angka kematian perinatal. Pada saat ini angka kematian

maternal dan perinatal di Indonesia masih terbilang cukup tinggi di lingkungan ASEAN, Hal

ini menunjukan bahwa kemampuan dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya

kebidanan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu.

Menurut definisi WHO, kematian maternal ialah kematian seorang wanita waktu hamil

atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apa pun, terlepas dari tuanya

kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. (Sarwono, 2010)

Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar

negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk

dapat mencapai peningkatan pelayanan k ebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu

dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based . Dimana bukti secara ilmiah telah

dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan

diharapkan dapat mengendalikan asuhan ke bidanan sehingga mampu memberikan pelayanan

yang lebih menyeluruh dan bermutu dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan

angka kematian perinatal.

Bidan dalam memberikan asuhan harus bermitra dengan perempuan, memberi

kewenangan pada perempuan, asuhan secara individual/perorangan, asuhan secara terus

menerus dan berkelanjutan, praktik secara otonom, dan mempraktikkan asuhan yang

 berbasis bukti (evidence based care) (ICM, 2005).

 Evidenced Based Midwifery  (EBM) ini sangat penting peranannya pada dunia

kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat mencegah tindakan –   tindakan yang

tidak diperlukan atau tidak bermanfaat bahkan merugikan bagi pasien,terutama pada proses
 persalinan yang diharapkan berjalan dengan lancar dan aman sehingga dapat menurunkan

angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk

membahas mengenai evidence based dalam praktik asuhan persalinan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah pada latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam

 penulisan makalah ini diantaranya :

a) evidence based apa sajakah yang ada pada asuhan persalinan?

 b) evidence base apa saja yang merugikan serta yang direkomendasikan dalam asuhan

 persalinan?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui Evidence

 Base dalam praktik kebidanan.

1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusu dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

a) Mengetahui dan memahami praktik apa saja yang merugikan dalam proses

 persalinan berdasarkan evidence base.

 b) Mengetahui dan memahami praktik apa saja yang direkomendasikan dalam proses

 persalinan berdasarkan evidence base.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Evidence Based  dalam Praktik Kebidanan

2.1.1 Pengertian Evidence Based

Pengertian evidence Base jika ditinjau dari pemenggalan kata (Inggris) maka

evidence Based   dapat diartikan  Evidence  : Bukti, fakta dan  Based   : Dasar. Jadi

evidence based  adalah praktik berdasarkan bukti.

 Evidence based adalah proses sistematis untuk mencari, menilai dan

menggunakan hasil penelitian sebagai dasar untuk pengambilan keputusan klinis.

 Evidence Base-Midwifery  dapat disimpulkan sebagai asuhan kebidanan

 berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi ilmiah yang

sistematis. (Djami, Moudy 2013)

Bidan memberikan dukungan fisik dan emosional dalam persalinan atau

membantu keluarga untuk memberikan dukungan persalinan, bidan tersebut harus

melakukannya dengan cara yang bersifat sayang ibu meliputi:

1. Aman sesuai evidence based , dan memberi sumbangan pada keselamatan jiwa ibu.

2. Memungkinkan ibu merasa aman dan nyaman secara emosional serta merasa

didukung dan didengarkan.

3. Menghormati kebudayaan, keyakinan, agama dan ibu keluarganya sebagai

 pengambil keputusan.

4. Menggunakan cara pengobatan yang sederhana sebelum memakai teknologi

canggih.

5. Memastikan bahwa informasi yang diberikan adekuat serta dapat dipahami oleh

ibu.

EBM didirikian oleh RCM dalam rangka untuk membantu mengembangkan kuat

 profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan tubuh bidan berorientasi akademis.
RCM Bidan Jurnal telah dipublikasikan dalam satu bentuk sejak 1887 (Rivers, 1987),

dan telah lama berisi bukti yang telah menyumbang untuk kebidanan pengetahuan dan

 praktek. EBM secara resmi diluncurkan sebagai sebuah jurnal mandiri untuk penelitian

murni bukti pada konferensi tahunan di RCM Harrogate, Inggris pada tahun 2003

(Hemming et al, 2003). Hal itu dirancang untuk membantu bidan dalam mendorong

maju yang terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan utama meningkatkan

 perawatan untuk ibu dan bayi. (silverton, 2003).

Standar pendidikan bidan dari International Confederation of Midwifery (ICM),

menyatakan bahwa filosofi pendidikan bidan harus konsisten dengan filosofi asuhan

kebidanan (ICM, 2011). Begitupun dengan evidence based  tetap harus memperhatikan

filosofi dasar profesi kebidanan sehingga bukti ilmiah yang kita pakai tidak melenceng

dari filosofi profesi bidan itu sendiri. Filosofi dasar profesi kebidanan terdiri dari 6

filosofi dasar antara lain:

1) Normal & Natural childbirth

2) Women centre care

3) Continuity of care

4) Empowering women

5) women and family partnership

2.1.2 Manfaat Evidence Based

Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Based  antara lain:

a) Keamanan bagi nakes karena intervensi yang dilakukan berdasarkan bukti ilmiah

 b) Meningkatkan kompetensi (kognitif)

c) Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagi professional dalam memberikan asuhan

yang bermutu

d) Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien

mengharapkan asuhan yang benar, seseuai dengan bukti dan teori serta
 perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

(Djami, Moudy 2013)

2.2 Praktik yang Direkomendasikan berdasarkan Evidence Based 

2.2.1 Asuhan Sayang Ibu

Asuhan sayang ibu adalah asuhan prinsip saling menghargai budaya,

kepercayaan dan keinginan sang ibu. Sehingga sangat penting sekali diperhatikan pada

saat seorang ibu akan bersalin.

Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan :

a) Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya sesuai

martabatnya.

 b) Menjelaskan asuhan dan perawatan yang akan diberikan pada ibu sebelummemulai

asuhan tersebut

c) Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya

d) Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau kuatir.

e) Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.

f) Memberikan dukungan, membesarkan hatinya dan menenteramkan perasaan ibu

 beserta anggota keluarga yang lain.

g) Menganjurkan ibu untuk ditemani suaminya dan/atau anggota keluarga yang lain

selama persalinan dan kelahiran bayinya.

h) Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan

mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya.

i) Melakukan pencegahan infeksi yang baik secara konsisten.

 j) Menghargai privasi ibu.

k) Menganjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama persalinan dan kelahiran

 bayi.

l) Menganjurkan ibu untuk minum cairan dan makan makanan ringan bila
iamenginginkannya.

m)Menghargai dan membolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak memberi

 pengaruh yang merugikan.

n) Menghindari tindakan berlebihan dan mungkin membahayakan (episiotomy,

 pencukuran, dan klisma).

o) Menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya segera setelah lahir

 p) Membantu memulai pemberian ASI dalam 1 jam pertama setelah kelahiran bayi

q) Menyiapkan rencana rujukan (bila perlu).

Adapun asuhan sayang ibu berdasarkan EBM yang dapat meningkatkan tingkat

kenyamanan seorang ibu bersalin adalah ibu tetap di perbolehkan makan dan minum

karena berdasarkan EBM diperoleh kesimpulan bahwa :

a) Pada saat bersalin ibu mebutuhkan energi yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak

makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan

gizi dalam proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi

dan ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin.

 b) Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan

untuk melarang makan dan minum.

c) Efek mengurangi/mencegah makan dan minum mengakibatkan pembentukkan

glukosa intravena yang telah dibuktikan dapat berakibat negative terhadap janin dan

 bayi baru lahir oleh karena itu ibu bersalin tetap boleh makan dan minum

2.2.2 Pengaturan Posisi Persalinan

Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di anjurkan untuk

mulai mengatur posisi telentang / litotomi. Tetapi berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan ternyata posisi telentang ini tidak boleh dilakukan lagi secara rutin pada

 proses persalinan, hal ini dikarenankan :

a) Bahwa posisi telentang pada proses persalinan dapat mengakibatkan berkurangnya


aliran darah ibu ke janin.

 b) Posisi telentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin, selain itu posisi telentang juga

mengalami konntraksi lebih nyeri, lebih lama, trauma perineum yang lebih besar.

c) Posisi telentang/litotomi juga dapat menyebabkan kesulitan penurunan bagian

 bawah janin. Sehingga memperlama proses persalinan.

d) Posisi telentang bisa menyebabkan hipotensi ( syndrome supine hypotensi) karena

 bobot uterus dan isinya akan menekan aorta, vena kafa inferior serta pembluh

 pembuluh lain dalam vena tersebut. Hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan

dan seterusnya bisa mengarah ke anoreksia janin.

e) Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki dan di punggung

dan akan ada rasa sakit yang lebih banyak di daerah punggung pada masa post

 partum (nifas).

f) Lebih sulit bagi ibu untuk melakukan pernafasan

g) Membuat buang air lebih sulit

h) Membatasi pergerakan ibu

i) Bisa membuat ibu merasa tidak berdaya

 j) Bisa membuat kemungkinan terjadinya laserasi pada perineum

k) Bisa menimbulkan kerusakan syaraf pada kaki dan punggung.

Adapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain :

1) Setengah duduk atau duduk

Posisi setengah duduk juga posisi melahirkan yang umum diterapkan di

 berbagai rumah sakit atau klinik bersalin di Indonesia. Posisi ini mengharuskan ibu

duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka ke arah

samping.

Keuntungan : Posisi ini membuat ibu merasa nyaman karena membantu ibu

untuk beristirahat diantara kontarksi, alur jalan lahir yang perlu ditempuh untuk
 bisa keluar lebih pendek, suplai oksigen dari ibu ke janin berlangsung optimal, dan

gaya grafitasi membantu ibu melahirkan bayinya.

Kekurangan : Posisi ini bisa menyebabkan keluhan pegal di punggung dan

kelelahan, apalagi kalau proses persalinannya lama.

10

2) Lateral (miring)

Posisi ini mengharuskan ibu berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Salah

satu kaki diangkat sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Biasa dilakukan

 bila posisi kepala bayi belum tepat. Normalnya posisi ubun-ubun bayi berada di

depan jalan lahir, menjadi tidak normal bila posisi ubun-ubun berada di belakang

atau samping. Miring ke kiri atau ke kanan tergantung posisi ubun-ubun bayi. Jika

di kanan, ibu diminta miring ke kanan dengan harapan bayinya akan memutar.

Posisi ini juga bisa digunakan bila persalinan berlangsung lama dan ibu sudah

kelelahan dengan posisi lainnya.

Keuntungan : Peredaran darah balik ibu mengalir lancar, pengiriman oksigen

dalam darah ibu ke janin melalui plasenta tidak terganggu, karena tidak terlalu

menekan, proses pembukaan berlangsung perlahan-lahan sehingga persalinan relatif

lebih nyaman, dan dapat mencegah terjadinya laserasi.

Kekurangan : Posisi ini membuat dokter atau bidan sedikit kesulitan

membantu proses persalinan, kepala bayi lebih sulit dipegang atau diarahkan, bila

harus melakukan episiotomi pun posisinya lebih sulit.

11

3) Berdiri atau jongkok

Beberapa suku di Indonesia Timur, mulai Lombok Timur hingga Papua,

wanitanya mempunyai kebiasaan melahirkan dengan cara jongkok.

Keuntungan : Posisi ini menguntungkan karena pengaruh gravitasi tubuh, ibu

tak harus bersusah-payah mengejan, bayi akan keluar lewat jalan lahir dengan
sendirinya (membantu mempercepat kemajuan kala dua), memudahkan dalam

 pengosongan kandung kemih, dan mengurangi rasa nyeri. Pada posisi jongkok

 berdasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan terjadinya peregangan bagian

 bawah simfisis pubis akibat berat badan sehingga mengakibatkan 28% terjadinya

 perluasan pintu panggul.

Kekurangan : Bila tidak disiapkan dengan baik, posisi ini sangat berpeluang

membuat kepala bayi cedera, sebab bayi bisa “meluncur” dengan cepat. Supaya hal

ini tidak terjadi, biasanya sudah disiapkan bantalan yang empuk dan steril untuk

menahan kepala dan tubuh bayi. Dokter atau bidan pun sedikit kesulitan bila harus

membantu persalinan melalui episiotomi atau memantau perkembangan

 pembukaan.

12

4) Merangkak

Posisi meragkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada

 punggung. Keuntungan : ibu merasa lebih nyaman dan efektif untuk meneran,

mempermudah janin dalam melakukan rotasi, membantu ibu mengurangi nyeri

 punggung, dan peregangan pada perinium berkurang.

5) Menungging

Keuntungan : Mendorong kepala bayi keluar dari panggul selama kontraksi ,

kadang –  kadang dianjurkan pada persalinan dini jika kontraksi sering terjadi dan

untuk mengurangi nyeri pinggang , serta mengurangi tekenan pada leher rahim

yang bengkak.

6) Berjalan-jalan

Posisi ini hanya dapat dilakukan bila ketuban belum pecah dan bila ibunya

masih mampu untuk melakukannya. Posisi ini dapat menyebabkan ibu cepat

menjadi lelah. Keuntungan : Menyebabkan terjadinya perubah sendi panggul ,

dapat mempercepat turunnya kepala janin.


2.2.3 Inisiasi Menyusu Dini

Berdasarkan evidence based   yang up to date, upaya untuk peningkatan

sumberdaya manusia antara lain dengan jalan memberikan ASI sedini

mungkin. (IMD) yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan dan gizi

13

 bayi baru lahir yang akhirnya bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi

(AKB).

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah

dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak

disodorkan ke puting susu).

Menurut hasil penelitian Nelwatri, Hepi (2013) bahwa ada pengaruh yang

signifikan inisiasi menyusu dini terhadap involusi uteri di BPS Kota Padang tahun

2013.

Inisiasi menyusu dini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi involusi

uterus karena saat menyusui terjadi rangsangan dan dikeluarkannya hormon antara lain

oksitosin yang berfungsi selain merangsang kontraksi otot-otot polos payudara, juga

menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus. Hal ini akan menekan

 pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini

membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi

 perdarahan.

Involusi uterus yang sempurna merupakan salah satu indikator penting dalam

melihat kepulihan ibu pada masa nifas, untuk itu sangat penting bagi tenaga kesehatan

khususnya yang membantu persalinan untuk selalu melakukan inisiasi menyusu dini

 pada ibu bersalin apabila kondisi ibu dan janin dalam keadaan normal.

2.2.4 Massase Punggung

 Nyeri saat persalinan merupakan proses yang fisiologis. Sebanyak 12% - 67%

wanita merasa khawatir dengan nyeri yang akan dialami saat persalinan. Salah satu
upaya untuk mengurangi nyeri persalinan adalah dengan masase. Dilakukan penelitian

untuk mengetahui pengaruh masase pada punggung terhadap intensitas nyeri kala I

fase laten persalinan normal melaui peningkatan kadar endorphin dengan hasil

ditemukan ibu bersalin yang dimasase memiliki intensitas nyeri lebih rendah 29.62

 point dari pada yang tidak dimasase, ada pengaruh masase terhadap intensitas nyeri

kala I persalinan normal. Ibu bersalin yang dimasase memiliki endorfin lebih tinggi

dari pada yang tidak dimasase. Terdapat korelasi kadar endorfin dengan penurunan

intensitas nyeri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masase pada punggung

14

 berpengaruh terhadap intensitas nyeri dan kadar endorfin ibu bersalin kala I fase laten

 persalinan normal serta kadar endorfin berkorelasi dengan intensitas nyeri kala I fase

laten persalinan normal.

Endorfin merupakan neurotransmitter atau neuromodulator yang menghambat

 pengiriman pesan nyeri, dengan demikian keberadaan endorfin pada sinaps sel saraf

menyebabkan penurunan sensasi nyeri. Oleh karena itu seseorang yang memiliki kadar

endorfin rendah akan lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan yang kadar endorfin

tinggi.

Studi lain tentang sentuhan persalinan membuktikan bahwa dengan sentuhan

 persalinan 56% lebih sedikit yang mengalami tindakan Seksio Sesarea, pengurangan

 penggunaan anestesi epidural hingga 85%, 70 % lebih sedikit kelahiran dibantu

forceps, 61% penurunan dalam penggunaan oksitosin; durasi persalinan yang lebih

 pendek 25%, dan penurunan 58% pada neonatus yang rawat inap.

2.2.5 Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III

Hasil penelitian menunjukkan manajemen aktif kala III mengurangi kejadiaan

PPH, memperpendek kala III, kebutuhan akan trasfusi menurun, kondisi uterus

membaik secara signifikan. Pengelolaan Aktif persalinan kala tiga terdiri atas

intervensi yang digunakan untuk mempercepat pelepasan plasenta dengan


meningkatkan kontraksi uterus dan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan serta

menghindari atonia uteri.

Berbeda dengan pengelolaan aktif, pengelolaan menunggu (konservatif/

fisiologis) adalah menunggu tanda –  tanda bahwa plasenta sudah lepas dari dinding

uterus (tali pusat bertambah panjang, uterus globuler dan semburan mendadak dan

singkat), dan membiarkan plasenta lahir secara spontan. Pengelolaan menunggu juga

merupakan cara pertolongan pada sebagian besar kelahiran di rumah di Negara – 

 Negara berkembang.

WHO merekomendasikan Pengelolaan Aktif Kala III untuk setiap persalinan.

Beberapa studi berskala besar, yang dilakukan secara acak dan terkontrol (dilakukan di

RS yang memiliki perlengkapan yang lengkap membandingkan pengaruh Pengelolaan

Aktif Kala III dengan Pengelolaan Menunggu. Pada suatu percobaan di Dublin,

15

Irlandia, 705 ibu bersalin ditangani secara aktif dengan 0,5 ergometrin dan dilakukan

 penegangan talipusat terkendali, sementara 724 ibu bersalin ditangani secara

menunggu/fisiologis. Hasil dari percobaan tersebut adalah berkurangnya perdarahan

 pasca persalinan dan berkurangnya kasus anemia di antara ibu bersalin yang mendapat

 penanganan Pengelolaan Aktif Kala III. Ibu bersalin yang ditangani dengan aktif

secara bermakna menurunkan kasus perdarahan pasca persalinan, dan sisa plasenta

serta lebih sedikit memerlukan tambahan obat – obatan uterotonika. Tidak satupun

dari studi  –   studi tersebut di atas memperlihatkan meningkatnya kasus komplikasi

serius sehubungan dengan Pengelolaan aktif.

2.3 Praktik yang Merugikan berdasarkan Evidence Based 

2.3.1 Menahan nafas pada saat mengeran

Pada saat proses persalinan sedang berlangsung bidan sering sekali

menganjurkan pasien untuk menahan nafas pada saat akan mengeran dengan alasan

agar tenaga ibu untuk mengeluarkan bayi lebih besar sehingga proses pengeluaran bayi
 pun menjadi lebih cepat. Padahal berdasarkan penelitian tindakan untuk menahan

nafas pada saat mengeran ini tidak dianjurkan karena :

a. Menafas nafas pada saat mengeran tidak menyebabkan kala II menjadi singkat.

 b. Ibu yang mengeran dengan menahan nafas cenderung mengeran hanya sebentar.

c. Selain itu membiarkan ibu bersalin bernafas dan mengeran pada saat ibu

merasakan dorongan akan lebih baik dan lebih singkat.

2.3.2 Penekanan Fundus Selama Persalinan

Peranan pendorongan puncak rahim ( fundal pressure) atau dikenal dengan

 perasat Kristeller saat kala II persalinan masih kontroversi. Tindakan ini dilakukan

untuk mempercepat keluarnya bayi (mempersingkat kala II). Namun tindakan ini

menyimpan potensi bahaya yang besar, yaitu bisa terjadinya robekan rahim dan cedera

 pada bayi yang bisa membahayakan keduanya.

Sulit sekali mengukur dengan akurat tingkat cedera ibu-janin dengan

 penggunaan tekanan pada puncak rahim untuk mempersingkat kala dua persalinan

16

(Perasat Kristeller). Namun, jika terjadi cidera maka ada implikasi medis-hukum bagi

 penyedia layanan (bidan, dokter) yang terlibat.

Ketika kontraksi rahim tidak efektif meskipun sudah diberi obat perangsang

kontraksi (oksitosin), maka penolong persalinan sering melakukan tindakan

mendorong perut ibu bersalain (bulin) dengan manuver yang disebut "Kristeller",

Tindakan mendorong ini dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan lengan,

tangan, siku, dan bahkan lutut, dengan maksud membantu kekuatan kontraksi agar

 bayi bisa lahir.

Sayangnya disamping membantu, tindakan ini juga memiliki risiko karena dapat

menyebabkan robeknya rahim, lepasnya plasenta, robekan jalan lahir (kerampang) dan

gangguan pada janin berupa asfiksia (sesak nafas), cedera pada bahu janin dan

kerusakan otak janin. Komplikasi-komplikasi diatas tentunya dapat menyebabkan


kematian ibu dan atau janin.

Manuver Kristeller ini dipergunakan secara luas terutama di Negara-negara yang

sedang berkembang. Kesimpulan terakhir tidak ditemukan manfaatnya melakukan

tindakan ini (Merhi & Awonuga 2005). Sehingga sekarang tindakan ini tidak

dianjurkan lagi.

2.3.3 Tindakan episiotomi

Tindakan episiotomi pada proses persalinan sangat rutin dilakukan terutama

 pada primigravida. Padahal berdasarkan penelitian tindakan rutin ini tidak boleh

dilakukan secara rutin pada proses persalinan karena :

a) Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan karena episiotomy yang dilakukan

terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan perineum akan

mengakibatkan perdarahan yang banyak bagi ibu. Ini merupakan “perdarahan yang

tidak perlu”.

 b) Episiotomi dapat enjadi pemacu terjadinya infeksi pada ibu. Karena luka episiotomi

dapat enjadi pemicu terjadinya infeksi, apalagi jika status gizi dan kesehatan ibu

kurang baik.

c) Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada ibu.

17

d) Episiotomi dapat menyebabkan laserasi vagina yang dapat meluas menjadi derajat

tiga dan empat.

e) Luka episiotomi membutuhkan waktu sembuh yang lebih lama.

2.3.4 Pemotongan tali pusat langsung setelah bayi baru lahir

Berdasarkan evidence based , pemotongan tali pusat lebih baik ditunda karena

sangat tidak menguntungkan bagi bayi maupun bagi ibunya. Mengingat fenomena

yang terjadi di indonesia antara lain tingginya angka morbiditas ataupun mortalitas

 pada bayi salah satunya yang disebabkan karena asfiksia, ikterus. Ternyata salah satu

asumsi sementara atas kasus fenomena di atas adalah karen adanya ICC ( Imediettly
Cord Clamping ) di langkah APN yaitu pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S et al. (1993)

menunjukkan bahwa pada bayi prematur, ketika pemotongan tali pusat ditunda paling

sedikit 30 menit atau lebih, maka bayi akan :

a) Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk transfusi darah

 b) Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan

c) Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen

d) Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan dengan bayi

yang dipotong tali pusatnya segera setelah lahir

e) Mengurangi resiko perdarahan pada kala iii persalinan

f) Menunjukkan jumlah hemtokrit dan hemoglobin dalm darah yang lebih baik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eillen K. Hutton (2007) dengan

 penundaan pemotongan tali pusat dapat :

a) Peningkatan kadar hematokrit dalam darah

 b) Peningkatan kadar hemoglobin dalam darah

c) Penurunan angka anemia pada bayi

d) Penurunan resiko jaudice/bayi kuning

Mencermati dari hasil-hasil penelitin diatas, dapat disimpulkan bahwa

 pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak menguntungkan baik bagi

18

 bayi maupun bagi ibunya. Namun dalam praktek APN dikatakan bahwa pemotongan

tali pusat dilakukan segera setelah bayi lahir.

2.3.5 Lotus Birth

Berdasarkan jurnal Moudy E.U Djami (2013),  Lotus birth  adalah proses

 persalinan pada kala III yang tidak langsung dilakukan pemotongan tali pusat, tetapi

dibiarkan tetap terhubung antara bayi dan plasenta hingga puput dengan sendirinya.

Rata-rata tali pusat lepas dari perut bayi sekitar 3-10 hari pasca persalinan. Lotus
birth  meskipun tidak dianjurkan secara medis karena belum ada bukti ilmiahnya,

namun menjadi tren diantara ibu-ibu yang ingin melahirkan terutama home birth.

Bukti ilmiah memang belum ditemukan informasinya, namun dapat ditemukan dalam

 penuturan para ibu yang telah melahirkan dan di publis secara online serta dari

 berbagai buku yang telah ditulis oleh para praktisi kesehatan yang berppengalaman

maupun oleh ibu bersalin itu sendiri.

 Lotus Birth pertama kali dirintis di Negara amerika Serikat, meskipun demikian

 praktik ini sebenarnya sudah ada dalam budaya Bali, Aborigin Australia. Sumber lain

mengatakan bahwa praktik ini dimulai dengan mengamati proses persalinan simpanse,

dalam hasilnya simpanse istirahat dan bergerak naik turun di pohon-pohon dengan

 bayi mereka beserta plasenta yang tetap melekat pada bayi hingga puput secara alami.

Claire menyimpulkan bahwa memotong tali pusat adalah traumatis bagi bayi.

Praktik untuk tetap mempertahankan plasenta agar tetap berada dekat bayi

dilakukan karena alasan kepercayaan dan keyakinan dari berbagai kepercayaan dan

kebudayaan. Secara logika metode ini rentan terjadi infeksi karena pot de entry antara

tali placenta, tali pusat dan bayi masih ada. Metode ini belum dapat sepenuhnya

diadopsi dalam praktis medis. Kontroversi ini terjadi di berbagai belahan dunia, namun

 pilihan untuk menggunakan metode ini adalah hak ibu dan keluarga sehingga efek

samping jika terjadi komplikasi seperti infeksi merupakan tanggung jawab ibu dan

keluarga. Selain dapat terjadi infeksi, kekurangan lain dari metode lotus birth adalah :

1. Tidak bisa diterapkan pada semua seting pelayanan karena terbatas oleh keyakinan,

 budaya dan kebijakan serta bukti ilmiah.

2. Membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai dan SDM yang kompeten

19

3. Perlu hati-hati dalam merawat bayi, tali pusat dan plasenta sebelum puput agar

tidak infeksi, tidak berbau dan tidak putus karena tindakan yang tidak di sengaja

karena terburu-buru atau tidak hati-hati.


2.3.6 Evidence Based  Lainnya

Berikut adalah Evidence based  dalam praktik kebidanan terkini dalam persalinan

yang tidak direkomendasikan (merugikan) dalam pelayanan asuhan persalinan :

Kebiasaan Keterangan

 Tampon Vagina Tampon vagina menyerap darah tetapi tidak

menghentikan perdarahan, bahkan perdarahan

tetap terjadi dan dapat menyebabkan infeksi

 Menduduki sesuatu yang panas Duduk diatas bara yang dapat menyebabkan

vasodilatasi, menurunkan tekanan darah dan

menambah perdarahan serta menyebabkan

dehidrasi.

 Epidural / Anastesi Tidak hanya menghilangkan nyeri persalinan,

namun seperti tindakan medikal lainnya

 berdampak pada perpanjangan persalinan,

 peningkatan penggunaan oksitosin,

 peningkatan persalinan dengan tindakan

seperti forcep atau vakum ekstraksi, dan

tindakan seksio sesarea karena kegagalan

 putaran paksi dalam, resiko robekan hingga

tingkat 3-4 dan lebih banyak membutuhkan

tindakan episiotomi pada nulipara.

Studi lain tentang sentuhan persalinan

membuktikan bahwa dengan sentuhan

 persalinan 56% lebih sedikit yang mengalami

tindakan Seksio Sesarea, pengurangan

 penggunaan anestesi epidural hingga 85%, 70

% lebih sedikit kelahiran dibantu forceps, 61%


20

 penurunan dalam penggunaan oksitosin; durasi

 persalinan yang lebih pendek 25%, dan

 penurunan 58% pada neonatus yang rawat inap.1

Praktek –  praktek yang jelas merugikan atau tidak efektif lainnya diantaranya adalah

sebagai berikut :

a) Penggunaan enema secara rutin

Enema adalah larutan yang dimasukkan dalam rektum dan kolon sigmoid.

Alasan utama untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltik.

Volume cairan yang dimasukkan akan memecah massa feses, meregangkan dinding

rektum, kadang-kadang mengiritasi mukosa usus, dan mengawali refleks defekasi.

Juga digunakan untuk alat transportasi obat-obatan yang menimbulkan efek lokal

 pada mukosa rektum. Indikasinya adalah menghilangkan konstipasi untuk

sementara, membuang feses yang mengalami impaksi, mengosongkan usus

sebelum pemeriksaan diagnostik, pembedahan, atau melahirkan, dan memulai

 program bowel training.

 b) Pencukuran bulu pubis secara rutin

c) Infus Intravena secara rutin pada persalinan

d) Pemasukaan cateter ke uretra

e) Merogoh uterus secara rutin setelah melahirkan

f) Pemeriksaan vagina secara berulang –  ulang terutama oleh lebih dari satu pemberi

asuhan.
BAB III

KESIMPULAN

 Evidence base  –   midwifery  (EBM) dapat disimpulkan sebagai asuhan kebidanan

 berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis.
Bidan

dapat menerapkan praktik kebidanan sesuai dengan evidence based  yang telah terbukti untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan. Evidence based yang menguntungkan pada


asuhan

 persalinan diantaranya asuhan sayang ibu, pengaturan posisi persalinan, inisiasi menyusu
dini,

masase punggung, serta penatalaksanaan manajemen aktif kala III. Sedangkan asuhan yang
tidak

direkomendasikan pada asuhan persalinan berdasarkan evidence based   diantaranya menahan

nafas pada saat meneran, penekanan fundus selama persalinan, tindakan episotomi,
pemotongan

tali pusat, lotus birth, penggunaan tampon vagina, menduduki sesuatu yang panas, tindakan

anastesi untuk mengurangi nyeri, penggunaan enema secara rutin, pencukuran bulu pubis,
infus

intravena secara rutin, pemasukan cateter ke uretra, pembilasan uterus setelah melahirkan,
serta

 pemeriksaan vagina secara berulang-ulang


DAFTAR PUSTAKA

Andriati, Riris. 2011. “Study Literatur Pengaruh Penundaan Pemotongan Tali Pusat Pada
Bayi  Baru Lahir”, Vol.I, hlm. 1-8.

Batlajery, Jomina. Fratidhina, Yudhia dan Hamidah. 2014. “Pengaruh Waktu Penjepitan Tali
Pusat Terhadap Kadar Hemoglobin Neonatus”, Vol. 2, hlm. 45-52.

 bidan.fk.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/2.-asuhan-persalinan.pdf. (diakses tanggal 11


September 2017)

Djami, MEU. 2013. Isu Terkini dan Evidence Based dalam Praktik Kebidanan.Available
from: http://moudyamo.wordpress.com/2013/06/. (Diakses pada 11 september 2017)

Djami, Moudy E.U.2013.”Isu Terkini dan Evidence Based Dalam Praktik Kebidanan”.
(online). (Diakses : Tanggal 11 September 2017.

Djami, Moudy. 2013. Lotus Birth Isu Tekini dan evidence Based Dalam Praktik Kebidanan.
Jurnal Ilmiah Permata Medika

 Nelwatri, Helpi. 2015. “Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Terhadap Involusi Uterus
Pada  Ibu Bersalin di BPS Kot a Padang Tahun 2013”, Vol. 8, hlm 83-87.

Tambuwun, Herly. Tomboka, Sandra dan Mandang, Jenny (2014). “Hubungan Pelaksanaan
Asuhan Sayang Ibu Dengan Lamanya Persalinan”, Vol. 2, hm 1-9.

Anda mungkin juga menyukai