Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pola kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya sehingga
budaya menjadi suatu pola hidup yang menyeluruh. Budaya memiliki sifat kompleks, abstrak,
dan luas. Budaya menghubungkan antara manusia dengan manusia yang sering banyak
dipengaruhi oleh mitos, norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan. Pola budaya menjadi dikaitkan
dengan hal tersebut sehingga menjadi efek dari berbagai macam akses, yang dapat berupa
akses pangan, informasi, dan pelayanan sehingga budaya menjadi kerangka yang koheren
dalam menentukan organisasi aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain. Begitupun dengan budaya pada saat bayi atau balita yang tidak terlepas
pada pandangan budaya yang telah diwariskan turun temurun dalam budaya yang
bersangkutan.
Hasil SKRT 2001, kematian neonatal (bayi baru lahir) adalah 180 kasus. Kasus lahir
mati berjumlah 115 kasus. Jumlah seluruh kematian bayi adalah 466 kasus. Distribusi
kematian neonatal sebagian besar di wilayah Jawa Bali (66,7%) dan di daerah pedesaan
(58,6%). Mengutip data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
menunjukkan AKB sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Ini berarti di
Indonesia, ditemukan kurang lebih 440 bayi yang meninggal setiap harinya. ( Depkes RI,
2014). Hal tersebut dapat terjadi karena masalah medis, selain itu salah satu penyebabnya
adalah faktor budaya.
Kurangnya pengetahuan masyarakat yang belum bisa berfikir kritis dan rasional
terhadap suatu peristiwa atau kenyataan menjadi salah satu penyebab kesalahan dalam
merawat bayi. Hal ini tentu budaya menjadi faktor dari perkembangan motorik pada bayi
yaitu pemberian bedong bayi tersebut. Selama ini bedong sudah menjadi tradisi di
masyarakat kita pada bayi yang baru lahir, namun sampai saat ini manfaat bedong belum
terbukti secara ilmiah. Selain bedong bayi juga terdapat tradisi seperti memotong tali pusat,
pemberian makan bayi yang berbeda beda. Mitos mitos yang dijadikan budaya di dalam
kehidupan sehari hari dapat menimbulkan dampak negative dan berbahaya bagi kelangsungan
kondisi kesehatan bayi. Seperti halnya dampak bedong dapat menyebabkan peredaran darah
terganggu karena kerja jantung dalam memompa darah menjadi lebih berat, sehingga bayi
sering merasa sakit disekitar paru atau jalan nafas. Akibat penekanan pada tubuh, bedong
juga dapat menghambat perkembangan motorik karena tangan dan kaki bayi tidak mendapat
kesempatan untuk bergerak bebas (Fahima, 2004). bedong Dampak tersebut membuktikan
bahwa adanya ketidakmampuan membedakan fakta dengan fiksi dalam bidang lain pada
kehidupan masyarakat.
Dalam menghadapi kebudayaan pada masa bayi tersebut maka kita dapat berusaha
untuk menghilangkan mitos mitos dengan melakukan perencanaan kesehatan yang salah
satunya dengan penyuluhan agar dapat berfikir lagi dan memperbaiki keadaan yang dapat
erugikan kesehatan bayi atau balita tersebut. Selain itu perlu mengetahui keadaan budaya di
masyarakat, sehingga diharapkan sebagai tenaga medis dapat menerapkan ilmu dengan baik
dan mampu mengkomunikasikan segala tindakan yang sesuai dengan kebudayaan mereka.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dari Keperawatan Transkultural?
b. Apa saja paradigma dalam Keperawatan Transkultural?
c. Bagaimana tradisi bedong pada bayi?
d. Bagaimana tradisi memotong tali pusat pada bayi?
e. Bagaimana tradisi dalam pemberian makan bayi?
f. Bagaimana proses Keperawatan Transkultural?
g. Bagaimana aplikasi Keperawatan Transkultural?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari Keperawatan Transkultural
b. Mengetahui apa saja paradigma dalam Keperawatan Transkultural
c. Memahami proses Keperawatan Transkultural
d. Mengetahui tradisi bedong pada bayi
e. Mengetahui tradisi memotong tali pusat pada bayi
f. Mengetahui tradisi dalam pemberian makan bayi.
d. Memahami aplikasi Keperawatan Transkultural

Anda mungkin juga menyukai