Anda di halaman 1dari 4

Militansi sebagai muslimah

Muslimah adalah wanita yang menganut agama islam dan menjalankan segala kewajiban serta
perintah Allah SWT yang terkandung dalam agama islam. Dalam suatu pepatah disebutkan bahwa
wanita muslimah adalah perhiasan dunia dan ia lebih mulia daripada bidadari di surga. Militansi
adalah. Militansi yang kuat tumbuh dari ideologi yang kuat, yang tertanam dalam jiwa
pengembannya. Keharusan tumbuhnya militansi dari ideologi, adalah agar militansi ini tidak bersifat
semu dan sesaat. Misalnya hanya ketika berada dalam komunitas tertentu atau tidak sedang
menghadapi masalah tertentu, militansi tetap terjaga, sementara bila berbenturan dengan masalah,
maka militansi menjadi patah. Sebagai seorang musimah

Muslimah Militan dalam Iqamatuddin

Muram binti Shalih Al-Athiyyah dalam bukunya yang berjudul “Daurul Mar’ah fi
Nushratiddin” (Jihad Seorang Wanita dalam Membela Islam) menjelaskan panjang lebar
tentang peran seorang muslimah dalam iqamatuddin.

a.Di sekolahan
Seorang Muslimah memiliki peran penting dalam iqamatuddin pada lembaga-lembaga
pendidikan, baik formal maupun informal. Statusnya sebagai seorang guru atau
mahasiswi/pelajar. Sebagai seorang guru (tenaga pendidik), peran muslimah sangat besar
dalam mendidik, membimbing, mengajar para peserta didik kepada hal-hal yang mesti
diketahui oleh setiap muslim. Maka jika Anda adalah seorang Muslimah pendidik,
lakukanlah hal-hal sebagai berikut ini:

Jadilah Anda seorang sosok qudwah (suri teladan) yang terbaik bagi anak-anak didik
Wasiatkan kepada mereka nasehat dan petuah yang mengokohkan keimanan dan
memperbaiki akhlaknya.
Berdakwahlah kepada sesama pengajar agar Anda memiliki teman seperjuangan dalam
iqomatuddin

b.Di rumah
Di rumah, Anda adalah seorang istri sekaligus ummul madrasah bagi anak-anak Anda. Didik
mereka dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pendidikan iman dan tauhid adalah
pendidikan dasar yag wajib Anda berikan kepada buah hati.

c.Di tempat-tempat pertemuan, rapat, arisan, atau yang lainnya


Dakwah dan iqamatuddin bukanlah sebuah aktivitas yang hanya dilakukan di balik mimbar-
mibar khutbah. Ketika Anda berada di suatu tempat, di sanalah ladang yang dapat Anda
semaikan bibit-bibit iqamatuddin. Gunakan kesempatan itu membantu agama Allah ini
dengan berusaha menampilkan apa yang terbaik dari diri Anda. Tunjukkan akhlak terbaik
Anda. Tuntun saudara-saudari Anda dengan ilmu yang berbingkai akhlak mulia. In sya Allah,
bi idznillah, hal yang demikian dapat menjadi jalan untuk menambah teman seperjuangan
sehingga dapat menguatkan Anda untuk tetap berada di jalan ini. [Lanina Lathifa]

Kondisi tersebut boleh jadi disebabkan oleh dua kemungkinan, yang pertama ialah sikap ananiyah
atau egoisme laki-laki yang selalu berusaha mendominasi, mengkomando, mengarahkan dan
menguasai urusan akhwat. Mereka tidak memberi kesempatan dan peluang kepada para akhwat
untuk membina bakat, keterampilan, dan kemampuan untuk berjalan sendiri tanpa dominasi para
rijal. Penyebab kedua datangnya justru dari diri akhwat sendiri yang tidak memiliki keberanian dan
kepercayaan diri yang cukup serta kurang kuatnya kerja sama di kalangan mereka.

Padahal menurut Yusuf Qardhawi kepeloporan dan kejeniusan bukan hanya milik laki-laki saja.
Bahkan, dalam pengamatan beliau selaku dosen, mahasiswi-mahasiswi umumnya berprestasi
akademik lebih baik dibanding mahasiswa-mahasiswanya karena lebih tekun. Sehingga selayaknya
mereka bisa eksis bila mampu menunjukkan kepeloporan dan kepiawaiannya dalam bidang dakwah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, sastra dan lain sebagainya.

Padahal sejak permulaan lahirnya dakwah, gerakan Islam telah memberikan porsi bagi peranan
wanita. Dan di sebuah gerakan dakwah Islam terkemuka seperti Ikhwanul Muslimin yang didirikan di
Mesir, ada seksi khusus wanita yang disebut Al Akhwat Al Muslimat.

Menjadi seorang muslim tentu saja adalah sebuah kebaikan luar biasa yang tidak ternilai
harganya, namun hal itu tidaklah cukup. Maka berusaha menjadi muslim yang shalih adalah
sebuah kebutuhan khusus bagi diri sendiri agar diri ini bisa dekat dengan Allah Ta’ala,
penciptanya. Keshalihan pun senantiasa akan meluas dan mendewasa seiring
kebersamaannya dengan ibadah-ibadah sunnah dan wajib yang senantiasa selalu
dihidupkannya. Hingga pada akhirnya keshalihan itu meningkat derajatnya dan meluas
radiusnya. Tak hanya shalih untuk diri sendiri, namun juga keshalihan yang membumi,
menyebar luas, berderak, menghinggapi sendi-sendi kehidupan di sekeliling muslim tersebut.

Namun sayangnya, lagi-lagi menjadi muslim saja atau bahkan menjadi muslim yang shalih
tidaklah cukup, meskipun kita tidak menafikan bahwa perjuangan seseorang menjadi muslim
saja terkadang mengancam nyawa, pula perjuangan seseorang menuju keshalihan bukanlah
barang sepele

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/07/14/21612/menjadi-muslim-militan-dan-
shalih/#ixzz4gtaRxI48
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

inullah ini telah berhasil menorehkan jejak kejayaan yang begitu gemilang. Lewat lembaran-
lembaran manuskrip dan kitab para ulama. Kita akan menemukan betapa besar kerja-kerja
generasi shahabat Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam untuk Islam. Betapa mulia ‘izzah mereka
untuk Islam. Maka yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah, hal apakah yang mereka miliki
hingga segala yang mereka lakukan selalu lahir usaha terbaik untuk agama ini? Tidak lain
dan tidak bukan, militansi jawabannya. Merekalah muslim dan muslimah yang shalih. Sangat
takut kepada Rabb-nya. Membuncah rasa cintanya kepada Rasul-Nya. Mengagumkan
perangainya. Serta membumbung tinggi semangat juangnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, militan berarti bersemangat tinggi dan penuh
gairah. Maka tak mengherankan jika kala itu Islam mampu mencapai masa kejayaannya.
Karena pada masa itu para penggerak dakwahnya adalah orang-orang yang bersemangat
tinggi dan penuh gairah dalam menyeru manusia kepada Allah ‘azza wa jalla. Militansi yang
lahir dari keimanan yang kuat dan cita-cita yang tinggi.

Muslim yang militan semestinya menjaga hubungannya dengan Allah dan juga manusia.
Hubungan yang baik kepada sesama manusia adalah jalan yang kita lalui untuk
memperkenalkan kebaikan dan kemuliaan Islam, sehingga dengan itu timbullah simpati yang
menjadi pangkal dari rasa cinta.

Iqamatuddin, Haruskah?

           
Para ulama menjelaskan bahwa kewajiban kaum muslimin setelah wafatnya Rasulullah
Shalllallahu ‘Alaihi wa Sallam ada dua hal:

1.Hifzhuddin yaitu menjaga kemurnian ajaran dan risalah agama yang dibawa oleh
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam dari segala kontaminasi dan penyimpangan yang
akan mengotorinya. Baik dalam perkara aqidahnya, ibadahnya, syariahnya dan akhlaknya.
2.Siyasatuddunya biddin yaitu mengatur dunia dengan syari’at din ini.

Kewajiban yang pertama tidak akan sempurna kecuali dengan yang kedua begitu pula
sebaliknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dia (Allah) telah men-syariatkan
kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa, dan Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu
berpecah-belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti)
agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada
agama Tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-
Nya).” (QS. Asy-Syura: 13)

Perintah menegakkan agama telah Allah perintahkan kepada para Nabi sebelum Rasulullah.
Begitu pula kepada Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam. Kewajiban itu terus
berada di pundak kaum muslimin hingga din ini semata-mata milik Allah. Allah berfirman,
“Dan perangilah mereka itu sampai tiada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata.
Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang
zhalim.” (QS. Al-Baqarah: 193)

Muslimah Militan dalam Iqamatuddin

Muram binti Shalih Al-Athiyyah dalam bukunya yang berjudul “Daurul Mar’ah fi
Nushratiddin” (Jihad Seorang Wanita dalam Membela Islam) menjelaskan panjang lebar
tentang peran seorang muslimah dalam iqamatuddin.

a.Di sekolahan
Seorang Muslimah memiliki peran penting dalam iqamatuddin pada lembaga-lembaga
pendidikan, baik formal maupun informal. Statusnya sebagai seorang guru atau
mahasiswi/pelajar. Sebagai seorang guru (tenaga pendidik), peran muslimah sangat besar
dalam mendidik, membimbing, mengajar para peserta didik kepada hal-hal yang mesti
diketahui oleh setiap muslim. Maka jika Anda adalah seorang Muslimah pendidik,
lakukanlah hal-hal sebagai berikut ini:
Jadilah Anda seorang sosok qudwah (suri teladan) yang terbaik bagi anak-anak didik
Wasiatkan kepada mereka nasehat dan petuah yang mengokohkan keimanan dan
memperbaiki akhlaknya.
Berdakwahlah kepada sesama pengajar agar Anda memiliki teman seperjuangan dalam
iqomatuddin

b.Di rumah
Di rumah, Anda adalah seorang istri sekaligus ummul madrasah bagi anak-anak Anda. Didik
mereka dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pendidikan iman dan tauhid adalah
pendidikan dasar yag wajib Anda berikan kepada buah hati.

c.Di tempat-tempat pertemuan, rapat, arisan, atau yang lainnya


Dakwah dan iqamatuddin bukanlah sebuah aktivitas yang hanya dilakukan di balik mimbar-
mibar khutbah. Ketika Anda berada di suatu tempat, di sanalah ladang yang dapat Anda
semaikan bibit-bibit iqamatuddin. Gunakan kesempatan itu membantu agama Allah ini
dengan berusaha menampilkan apa yang terbaik dari diri Anda. Tunjukkan akhlak terbaik
Anda. Tuntun saudara-saudari Anda dengan ilmu yang berbingkai akhlak mulia. In sya Allah,
bi idznillah, hal yang demikian dapat menjadi jalan untuk menambah teman seperjuangan
sehingga dapat menguatkan Anda untuk tetap berada di jalan ini. [Lanina Lathifa]

Orang beriman share sesuatu yang bermanfaat

Militansi yang kuat tumbuh dari ideologi yang kuat, yang tertanam dalam jiwa pengembannya.
Keharusan tumbuhnya militansi dari ideologi, adalah agar militansi ini tidak bersifat semu dan
sesaat. Misalnya hanya ketika berada dalam komunitas tertentu atau tidak sedang menghadapi
masalah tertentu, militansi tetap terjaga, sementara bila berbenturan dengan masalah, maka
militansi menjadi patah

Anda mungkin juga menyukai