Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FRAKTUR

Disusun Oleh :
Mauryda Dwitya
3720200041

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
2020/2021
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu gangguan atau
masalah yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan
bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri.
Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang diserap oleh tulang (Helmi, N Zairin: 2012).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Alfiza,Tiara: 2015).
Fraktur sendiri merupakan kerusakan struktural dalam tulang, lapisan epifisis
atau permukaan sendi tulang rawan. Sementara kerusakan pada tulang sering kali
langsung terlihat nyata, kerusakan pada jaringan lunak sekitarnya dapat luput dari
deteksi klinis yang dini. Kerusakan jaringan lunak yang berhubungan dengan suatu
fraktur sangat bermakna secara klinis dan akhirnya dapat memengaruhi hasil klinis
(Dewi, Chandra: 2017).

B. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
a) Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat
yang rendah.
3. Secara Spontan Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda
Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
(Black, J.M, et al, 1993)
D. Pathway
E.

Tanda dan gejala


1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a) Rotasi pemendekan tulang
b) Penekanan tulang
2. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur
3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness / keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur didaerah yang berdekatan
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan )
8. Pergerakan abnormal
9. Krepitasi (Black, 1993 : 199).

F. Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

1. Berdasarkan sifat fraktur.


a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:

1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks


lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma

a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan


merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.

d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.

e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

4. Berdasarkan jumlah garis patah.

a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.

b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.

c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.

5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua


fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah


sumbu dan overlapping).

2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

6. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.


7. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
8. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan


lunak sekitarnya.

2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.

3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak


bagian dalam dan pembengkakan.

4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata


dan ancaman sindroma kompartement.

G. Tahap Penyembuhan Tulang


Setiap tulang yang mengalami cedera, misalnya fraktur karena kecelakaan,
akan mengalami proses penyembuhan. Fraktur tulang dapat mengalami proses
penyembuhan dalam 5 tahap yaitu:

1. Fase hematoma

Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan
dalam daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi
fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan
terdorong dan mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi
sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu
daerah cincin avaskular tulang yang mati pada sisi – sisi fraktur segera
setelah trauma.Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi
sampai 2 – 3 minggu.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus
eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi
aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang
hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel
– sel mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap
awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel – sel
osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan
osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler
tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur.
Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologist kalus
belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radioluscen.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 – 8.
3. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen
sel dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam – garam
kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut
moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven bone sudah
terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan
fraktur.
4. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap.
Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu
ke 8 – 12 setelah terjadinya fraktur.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk
bagian yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodeling ini perlahan – lahan terjadi resorpsi secara
osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara
perlahan – lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang
kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami
peronggaan untuk membentuk susmsum.
Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai
beberapa tahun dari terjadinya fraktur.
H. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

d) Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e) Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.

f) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya


permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama


a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau
miring Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang
baik

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur.


2. Bone scan, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma)
peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.
5. Kretinin (CCT) : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi mulpel
atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).

J. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :
a) Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa
reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur
tanpa kedudukan baik
b) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi
umum atau local
c) Traksi, untuk reposisi secara berlebihan
2. Terapi farmakologi, terdiri dari :
a) Reposisi terbuka, fiksasi eksternal
b) Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial.
Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan
pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat
mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam
berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) / tetanus hama globidin. Berikan antibiotik
untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan
kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. (Smeltzer, 2001).

Anda mungkin juga menyukai