Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA DASAR

ACARA I
KARBOHIDRAT
INHAL

Disusun oleh :
Riesta Qoyyum Chusna PT/07758
Mustofa Akmal PT/07844

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI


DEPARTEMEN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ACARA I
KARBOHIDRAT

Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui daya mereduksi dan
pengaruh asam. Serta mengetahui adanya gugus reduksi bebas pada
karbohidrat, mengetahui adanya gugus keton pada karbohidrat sehingga
dapat membedakan glukosa dan fruktosa dan mengidentifikasi karbohidrat
berdasarkan bentuk fisik. Tujuan lainnya yaitu untuk mengetahui hasil
hidrolisis dan mengetahui adanya gugus keton pada hidrolisis karbohidrat.

Tinjauan Pustaka
Kata karbohidrat berasal dari kata karbon dan air. Secara sederhana
karbohidrat didefinisikan sebagai polimer gula. Karbohidrat adalah karbon
yang mengandung sejumlah besar gugus hidroksil. Karbohidrat paling
sederhana bisa berupa aldehid (disebut polihidroksi aldehid atau aldosa) atau
berupa keton (disebut polihidroksiketon atau ketosa). Berdasarkan pengertian
diatas berarti diketahui bahwa karbohidrat terdiri atas atom C, H dan O.
Adapun rumus umum dari karbohidrat adalah Cn(H2O)n atau CnH2nOn
(Wiratmaja, 2011).
Karbohidrat merupakan sumber energi yang utama selain lemak dan
protein. Karbohidrat utama yang terdapat dalam makanan adalah amilum
atau pati, suatu polisakarida yang dibuat oleh tumbuhan dengan cara
fotosintesis. Dalam tubuh binatang maupun manusia juga terdapat cadangan
karbohidrat yang disimpan di hati dan otot dalam bentuk glikogen.
Karbohidrat yang dimakan oleh manusia akan mengalami proses pencernaan
oleh enzim-enzim pencernaan. Hasil pencernaan karbohidrat (polisakarida)
adalah monosakarida yang selanjutnya akan dimetabolisme dan digunakan
oleh sel-sel dalam tubuh untuk melakukan aktifitasnya, terutama sebagai
sebagai sumber energi maupun sebagai sumber pembentukan senyawa
lainnya yang diperlukan tubuh untuk dapat berfungsi secara normal (Firani,
2017).
Karbohidrat terbagi menjadi tiga kelompok utama, gula, oligosakarida
(rantai pendek karbohidrat) dan polisakarida. Gula meliputi (i) monosakarida,
(ii) disakarida, dan (iii) polisakarida (alkohol gula). Oligosakarida yang baik
adalah malto-oligosakarida (α-glukan), terutama terjadi dari hidrolisis pati dan
non-α-glukan seperti raffinose dan stachyose (α-galactosides), frukto- dan
galakto-oligosakarida serta oligosakarida yang lain. Polisakarida dapat dibagi
menjadi Pati (α-1:4 dan 1:6 glucans) dan non-pati polisakarida (NSP s), yang
mana komponen utamanya adalah polisakarida pada dinding sel tanaman
seperti selulosa, hemiselulosa dan pektin (Cummings, 2007).
Karbohidrat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu monosakarida,
oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang
molekulnya lebih kecil dan susunannya lebih sederhana dibandingkan
dengan molekul karbohidrat yang lain. Molekul karbohidrat ini tidak dapat
diperkecil lagi dengan cara hidrolisis. Monosakarida adalah suatu
persenyawaan yang netral, mudah larut dalam air, kelarutannya dalam
alkohol kecil, dan tidak larut dalam dietileter. Monosakarida biasanya memiliki
tiga sampai sembilan atom karbon, dan berdasarkan jumlah atom karbon
penyusunnya monosakarida dibedakan atas triosa, tetrosa, pentosa,
heksosa, heptosa, oktosa, dan nonosa (Sumardjo, 2008).
Oligosakarida adalah karbohidrat yang mengandung dari tiga sampai
dua belas monosakarida. Oligosakarida dijumpai dalam komponen
karbohidrat glikoprotein dan glikolipid, dan diantara produk pencernaan kanji.
Protein yang disekresikan dari sel, misalnya imunoglobulin dan protein faktor
pembekuan darah, biasanya mengandung rantai oligosakarida dan, oleh
karena itu, merupakan glikoprotein. Gugus karbohidrat dari glikoprotein dan
glikolipid tersimpan di dalam membran sel yang terletak di permukaan
ekstrasel (Marks et al., 2000).
Polisakarida adalah makromolekul, polimer dengan beberapa ratus
sampai beberapa ribu monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan
glikosidik. Beberapa diantara polisakarida berfungsi sebagai materi simpanan
atau cadangan, yang nantinya ketika diperlukan akan dihidrolisis untuk
menyediakan gula bagi sel. Polisakarida lain berfungsi sebagai materi
pembangun (penyusun) untuk struktur yang melindungi sel atau keseluruhan
organisme. Arsitektur dan fungsi suatu polisakarida ditentukan oleh monomer
gulanyan dan oleh posisi ikatan glikosidiknya (Campbell et al., 2002).
Sifat-sifat kimia monosakarida (simple sugar) dapat dilihat dari reaksi
kimianya. Monosakarida adalah suatu persenyawaan yang netral, mudah
larut dalam air, kelarutannya dalam alcohol kecil, dan tidak larut dalam
dietileter. Banyak monosakarida yang mempunyai rasa manis dan apabila
dipanaskan mencair sambil memecah, akhirnya membentuk arang.
Sedangkan polisakarida yang pada umumnya hanya terbentuk oleh satu jenis
monosakarida atau turunan monosakarida. Rantai polimer polisakarida dapat
lurus atau bercabang. Rasa polisakarida tidak manis. Polisakarida tidak
mereduksi pereaksi Fehling atau pereaksi Benedict. Dalam keadaan padat,
polisakarida tidak dapat membentuk osazon (Sumardjo, 2006).
Hasil dan Pembahasan
Daya mereduksi
Uji Benedict. Tujuan dari uji Benedict adalah untuk mengetahui
adanya gugus reduksi pada karbohidrat. Prinsip kerja percobaan uji Benedict
adalah Cu++ yang terdapat dalam Reagen Benedict dapat direduksi oleh
gugus reduksi pada monosakarida menjadi Cu+ yang terlihat dengan
terbentuknya endapan Cu2O atau cupro oksida yang berwarna merah bata.
Terbentuknya endapan merah bata dikarenakan adanya proses pendidihan
terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa proses pendidihan dapat
menambah jumlah gugus reduksi bebas (ikatan 1-4 glikosidik). Berdasarkan
hasil uji Benedict dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Hasil Uji Benedict pada Daya Mereduksi
Nomor Tabung Perlakuan Hasil (Endapan Merah Bata)
1. Glukosa 0,01 M Sedikit
2. Glukosa 0,02 M Sedang
3. Glukosa 0,04 M Banyak
Hasil yang didapat berdasarkan tabel diatas adalah pada tabung 1
terdapat endapan merah bata yang sedikit, tabung 2 terdapat lebih banyak
endapan merah bata, dan tabung 3 terdapat paling banyak endapan merah
bata.. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan glukosa
maka akan semakin banyak endapan yang terbentuk. Kusbandary (2015)
yang menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi berpengaruh pada hasil
endapan, semakin besar konsentrasi glukosa yang ditambahkan maka
semakin banyak endapan merah bata yang diperoleh. Pemanasan larutan
glukosa dengan reagen Benedict menghasilkan endapan berwarna merah
bata.Fungsi penambahan reagen Benedict adalah sebagai zat yang tereduksi
oleh gugus reduksi. Pemanasan menyebabkan glukosa pereduksi akan
teroksidasi, sedangkan pereaksi Benedict (sebagai Cu2+) akan tereduksi
menjadi Cu+.
Sumardjo (2008) menyatakan bahwa pemanasan karbohidrat dengan
pereaksi Benedict akan terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau lalu
menjadi kuning menjadi kemerah-merahan dan akhirnya terbentuk endapan
merah bata kupro oksida apabila konsentrasi karbohidrat pereaksi cukup
tinggi. Karbohidrat pereduksi akan teroksidasi menjadi asam onat, sedangkan
pereaksi Benedict sebagai Cu++ akan tereduksi menjadi kupro oksida, dalam
uji ini terjadi proses oksidasi dan proses reduksi. Hasil percobaan yang
dilakukan sudah sesuai dengan literatur.
Uji Luff. Tujuan dari Uji Luff adalah untuk mengetahui adanya gugus
reduksi bebas pada karbohidrat. Prinsip Uji Luff adalah Cu ++ yang terdapat
dalam reagen Luff, dapat direduksi oleh gugus reduksi bebas pada
monosakarida menjadi Cu+ yang terlihat dengan terbentuknya endapan
merah bata (Cu2O). Reagen Luff berfungsi untuk menguji daya mereduksi
suatu sakarida. Larutan yang ditambahkan dalam tabung berbeda
dimaksudkan untuk mengetahui larutan yang memiliki gugus reduksi bebas.
Hasil percobaan dapat digunakan untuk membedakan mana yang termasuk
monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Berdasarkan hasil uji Luff
dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Hasil Uji Luff Pada Daya Mereduksi
Nomor Tabung Perlakuan Hasil (Endapan Merah Bata)
1. Fruktosa 0,02 M Banyak
2. Glukosa 0,02 M Banyak
3. Laktosa 0,02 M Sedang
4. Sukrosa 0,02 M Sedang
5. Amilum 1% Tidak ada
Hasil yang didapat berdasarkan tabel diatas adalah tabung 1 dan
tabung 2 memiliki endapan bata merah yang paling banyak dibandingkan
dengan tabung lainnya. Hal ini dikarenakan glukosa mengandung gugus
aldehida atau keton bebas yang dapat mereduksi ion Cu 2+ menjadi Cu+ , Cu+
mengendap sebagai Cu2O atau cupro oksida yang berwarna merah bata,
serta tidak harus mengalami hidorolisis dulu sehingga dalam waktu yang
sama glukosa dan fruktosa akan membentuk endapan yang lebih banyak.
Pada laktosa terdapat endapan merah bata karena laktosa merupakan
gabungan antara glukosa dan galaktosa dengan ikatan (1-4)-α-glikosidik.
Adanya proses pemanasan akan menyebabkan terjadinya hidrolisis,
sehingga menyebabkan laktosa masih memiliki gugus reduksi bebas
(aldehid) yang dapat mereduksi Cu 2+ menjadi Cu+ yang kemudian bereaksi
dengan O2 membentuk endapan merah bata Cu2O.
Tabung yang berisi sukrosa terdapat sedikit atau sehrusnya tidak
terdapat endapan merah bata. Pemanasan yang terlalu lama membuat
sakarosa sedikit terhidrolisis. Hal tersebut bisa dianggap tidak ada endapan
yang sesuai dengan penjelasan Sadava et al. (2014) bahwa sukrosa memiliki
monomer glukosa dan fruktosa dengan ikatan (1-2)-a-glukosidik sehingga
tidak ada gugus reduksi bebasnya.
Tabung yang berisi amilum tidak terdapat endapan merah bata
dikarenakan larutan ini merupakan polysakarida. Pavia et al. (2011)
memaparkan bahwa polysakarida membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menjadi furfural karen polysakarida harus menjadi disakarida dan
monosakarida terlebih dahulu.. Hasil percobaan yang didapat sudah sesuai
dengan literatur.
Pengaruh Asam
Uji Molisch. Tujuan dari uji Molisch adalah untuk mengetahui
pengaruh asam terhadap karbohidrat. Prinsip kerja uji Molisch adalah apabila
monosakarida dipanaskan dengan asam kuat, maka akan mengalami
dehidrasi yang akan menghasilkan furfural yang kemudian bereaksi dengan
alfa-naftol atau timol dalam alkohol membentuk senyawa yang berwarna.
Reagen Molisch mengandung 10 gram α-naftol dalam 100 ml alkohol. Fungsi
dari alkohol dalam reagen Molisch ini adalah untuk melindungi partikel-
partikel karbohidrat dari kontak langsung asam sulfat pekat sehingga tidak
terjadi kerusakan langsung senyawa karbohidrat dalam sampel dan sebagai
pelarut α-naftol. Berdasarkan uji Molisch yang dilakukan pada saat praktikum
didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Molisch pada Pengaruh Asam
Nomor Tabung Perlakuan Hasil (Cincin warna ungu)
1. Glukosa 0,02 M Sedang
2. Selulosa 0,02 M Sedikit
3. Amilum 1% Sedikit
4. Furfural 0,01 M Banyak
Hasil yang didapat berdasarkan tabel diatas menyebutkan bahwa
tabung 4 memiliki cincin ungu paling tebal karena furfural langsung
berkondensasi dengan reagen molisch tanpa harus dihidrolisis terlebih
dahulu. Tabung 1 harus mengalami dehidrasi dulu untuk membentuk cincin
ungu sehingga glukosa tidak setebal pada furfural. Tabung 2 dan tabung 3
yang merupakan polisakarida cincin ungunya sangat sedikit karena selulosa
dan amilum harus menjadi monosakarida terlebih dahulu baru menjadi
furfural.
Urutan ketebalan cincin dari yang paling tebal adalah furfural, glukosa,
amilum dan selulosa. Hal ini dapat terjadi karena furfural tidak perlu
mangalami dehidrasi terlebih dahulu seperti glukosa, selulosa dan pati.
Sehingga furfural dapat langsung membentuk cincin ungu, sedangkan
glukosa merupakan monosakarida, tidak seperti selulosa dan pati yang
merupakan polisakarida. Hal ini mengakibatkan glukosa lebih mudah
mengalami dehidrasi menjadi furfural daripada selulosa dan pati, yang
mengakibatkan lebih cepatnya terbentuk cincin ungu.
Sumardjo (2008) menyatakan bahwa dasar uji ini adalah heksosa atau
pentose mengalami dehidrasi oleh pengaruh asam sulfat pekat menjadi
hidroksimetilfurfural atau furfural dan kondensasi aldehida yang terbentuk ini
dengan –naftol membentuk senyawa yang berwarna khusus untuk
polisakrida dan disakarida. Reaksi ini terdiri atas tiga tahapan, yaitu hidrolisis
polisakarida dan disakarida menjadi heksosa atau pentose, dan proses
dehidrasi dan proses kondensasi. Hasil percobaan yang didapat sudah
sesuai dengan literatur.
Uji Seliwanoff. Tujuan dari uji Seliwanoff adalah untuk mengetahui
adanya gugus keton pada karbohidrat, sehingga dapat digunakan untuk
membedakan glukosa dan fruktosa. Prinsip kerja dari uji Seliwanoff adalah
fruktosa akan diubah menjadi hidroksimetilfurfural yang selanjutnya bereaksi
dengan resorsinol (1,3 dihidroksi-benzena) membentuk senyawa yang
berwarna merah. Uji Seliwanoff ini penambahan reagen Seliwanoff
dimaksudkan untuk menunjukkan adanya keton heksosa, misalnya fruktosa.
Reagen Seliwanoff adalah resorsinol dalam asam klorida encer. Fungsi
pendidihan adalah untuk mempercepat laju reaksi dan menghidrolisis
menjadi monosakarida. Berdasarkan uji Seliwanoff yang dilakukan pada saat
praktikum didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 4. Hasil Uji Seliwanoff pada Pengaruh Asam
Nomor Tabung Perlakuan Hasil (Warna)
1. Glukosa 0,01 M Kuning bening
2. Fruktosa 0,02 M Kuning kemerahan
Hasil yang didapat berdasarkan tabel diatas tabung 1 berisi glukosa
0,01 M, dan tabung 2 berisi fruktosa 0,02 M. Percobaan ini membuktikan ada
tidaknya gugus keton. Reagen Selliwanof akan mengubah fruktosa menjadi
hidroksimetikfurfural yang selanjutnya bereaksi dengan resolsinol membentuk
senyawa berwarna merah. Hasil percobaan yang diperoleh yaitu glukosa
berwarna kuning bening. Hal ini disebabkan karena glukosa tidak
mengandung gugus keton melainkan mengandung gugus aldehid,
sedangkan fruktosa berubah menjadi kemerahan karena fruktosa
mengandung gugus keton.
Sumardjo (2008) menyatakan bahwa pereaksi Seliwanoff adalah
resorsinol dalam asam klorida encer. Pendidihan fruktosa dengan preaksi
Seliwanoff menghasilkan larutan berwarna merah. Dehidrasi fruktosa oleh
HCl yang ada dalam pereaksi Seliwanoff membentuk hidroksimetilfurfural dan
kondensasi hidroksimetilfurfural yang terbentuk dengan resorsinol
membentuk senyawa berwarna merah. Percobaan yang dilakukan sudah
sesuai dengan literatur.
Pembentukan Osazon
Uji Fenilhidrazina. Tujuan dari uji Fenilhidrazina adalah untuk
mengidentifikasi karbohidrat berdasarkan bentuk fisik yang dapat diamati
melalui mikroskop. Prinsip kerja percobaan ini adalah karbohidrat yang
mempunyai gugus keton atau aldehid dalam keadaan asam dengan
pemanasan 100 derajat dan penambahan fenilhidrazina berlebihan akan
bereaksi membentuk fenil-ozason. Fungsi asam asetat adalah untuk
memberikan suasana asam. Fungsi fenilhidrazina padat adalah untuk
memberikan warna pada bentuk karbohidrat. Berdasarkan hasil uji
Fenilhidrazina dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Hasil Vinod et al. (2015)


Gambar 1. Glukosazon
Hasil Vinod et al. (2015)
Gambar 2. Fruktosazon
.

Hasil Vinod et al. (2015)


Gambar 3. Arabinosazon
Hasil yang didapat berdasarkan tabel diatas pada tabung 1 yang isinya
glukosazon terbentuk kristal seperti bulu babi, pada tabung 2 yang isinya
fruktosazon terbentuk kristal seperti sapu lidi, dan pada tabung 3 yang isinya
arabinosazon terbentuk kristal bulat bulat kecil yang tertutupi rambut-rambut.
Seluruh bentuk osazon memiliki bentuk fisik yang berbeda-beda.
Terbentuknya bentuk fisik tersebut terjadi karena osazon memiliki bentuk
kristal dan titik lebur yang khas bagi masing-masing karbohidrat.
Faktor dari Glukosa dan fruktosa mempunyai bentuk yang hampir
sama, hal ini dikarenakan glukosa mempunyai gugus aldehid sedangkan
fruktosa mempunyai gugus keton. Arabinisa mempunyai bentuk sedikit bulat-
bulat dan dikelilingi serabut-serabut karena arabinose turunan parsial dari
selulosa. Menurut Sumardjo (2008) tiap jenis karbohidrat memiliki bentuk
kristal osazon yang spesifik, dan juga titik cair dan kecepatan pembentuknya.
Berdasarkan hal tersebut, tes osazon dapat dipakai untuk membedakan
beberapa jenis karbohidrat. Hal tersebut sudah sesuai dengan hasil
percobaan kali ini.
Hasil Hidrolisis
Uji Benedict. Tujuan dari uji Benedict adalah untuk mengetahui hasil
hidrolisis dengan melihat adanya gugus reduksi pada karbohidrat. Prinsip
kerja dari uji Benedict adalah Cu ++ yang terdapat dalam reagen Benedict,
dapat direduksi oleh gugus reduksi pada monosakarida menjadi Cu + yang
terlihat dengan terbentuknya endapan merah bata (Cu2O). Terbentuknya
endapan merah bata dikarenakan adanya proses pendidihan terlebih dahulu
sebelum ditetesi dengan Na2CO3 2%. Hal ini menunjukkan bahwa proses
pendidihan dapat menambah jumlah gugus reduksi bebas (ikatan 1-4
glikosidik). Berdasarkan hasil uji Benedict dapat dilihat pada Tabel 5 berikut
ini.
Tabel 5. Hasil Uji Benedict
Nomor Tabung Perlakuan Hasil (Warna)
Warna berubah
5 ml maltosa 0,02 M +
menjadi merah muda,
2 tetes timol biru + 1-2
1 lalu dibagi menjadi 2
tetes HCl 10%
bagian.

1.a Didihkan 30 menit Terjadi endapan merah


menggunakan bata pekat. Terjadi
penangas, lalu hidrolis karena
didinginkan + 5 tetes penambahan HCl
Na2CO3 2% lalu dengan pemanasan.
dilakukan uji Benedict

1.b Ditambah 5 tetes Terjadi sedikit endapan


Na2CO3 2% lalu merah bata. Tidak
dilakukan uji Benedict terjadi hidrolisis karena
tidak terjadi
pemanasan.
5 ml laktosa 0.02 M + 2
tetes timol biru + 1-2
2
tetes HCl 10%, dibagi
menjadi 2 bagian :
Didihkan 30 menit Terjadi endapan merah
menggunakan bata pekat. Terjadi
2.a penangas + 5 tetes hidrolisis karena
Na2CO3 2%, lalu penambahan HCl
dilakukan uji Benedict dengan pemanasan.
Ditambahkan 5 tetes Berwarna kuning
2.b Na2CO3 2%, lalu kemerahan pekat.
dilakukan uji Benedict

Hasil yang didapat berdasarkan tabel diatas adalah pada tabung 1a


menghasilkan banyak endapan merah bata (pekat), pada tabung 1b terdapat
sedikit endapan merah bata. Tabung 2a terdapat banyak endapan merah
bata dan tabung 2b terdapat sedikit endapan merah bata. Hal ini
menunjukkan bahwa pemanasan dapat meningkatkan proses reaksi yang
terjadi dibuktikan dengan adanya endapan merah bata yang tarjadi pada
tabung 1a dan 2a yang dipanaskan. Tabung 1a dan 2a terdapat endapan
merah bata banyak karena dengan adanya pendidihan menyebabkan
terjadinya hidrolisis sehingga menghasilkan gugus reduksi bebas yang lebih
banyak. Tanpa pemanasan menyebabkan hidrolisis tidak sempurna sehingga
hanya mempunyai sebuah gugus reduksi bebas. Sumardjo (2008)
menyatakan bahwa pemanasan karbohidrat dengan pereaksi Benedict akan
terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau lalu menjadi kuning menjadi
kemerah-merahan dan akhirnya terbentuk endapan merah bata kupro oksida
apabila konsentrasi karbohidrat pereaksi cukup tinggi. Faktor yang
mempengaruhi terbentuknya endapan merah bata adalah perlakuan
pendidihan (pemanasan). Kusbandary (2015) menyatakan bahwa perbedaan
konsentrasi glukosa berpengaruh pada hasil endapan, semakin besar
konsentrasi glukosa yang ditambahkan maka semakin banyak endapan
merah bata yang diperoleh. Reaksi Benedict ini menyebabkan karbohidrat
pereduksi akan teroksidasi menjadi asam onat, sedangkan pereaksi Benedict
(sebagai Cu++) akan tereduksi menjadi kupro oksida. Sehingga dalam uji ini
terjadi proses oksidasi dan proses reduksi. Berdasarkan dari literatur
percobaan yang dilakukan sudah sesuai.
Uji Seliwanoff. Tujuan dari uji Seliwanoff adalah untuk mengetahui
adanya gugus keton pada hasil hidrolisis pada karbohidrat. Prinsip kerja dari
uji Seliwanoff adalah fruktosa akan diubah menjadi hidroksimetilfurfural yang
selanjutnya bereaksi dengan resorsinol membentuk senyawa berwarna
merah. Hal yang dilakukan pada Uji Seliwanoff ini yaitu penambahan reagen
Seliwanoff dimaksudkan untuk menunjukkan adanya keton heksosa,
misalnya fruktosa. Reagen Seliwanoff adalah resorsinol dalam asam klorida
encer. Fungsi pendidihan adalah untuk mempercepat laju reaksi dan
menghidrolisis menjadi monosakarida. Berdasarkan uji Seliwanoff yang
dilakukan pada saat praktikum didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel
6 sebagai berikut.
Tabel 6. Hasil Uji Seliwanoff
Nomor
Perlakuan Hasil (Warna)
Tabung
2 ml sukrosa 0,02 M + 2 Berwarna kuning kemerahan
ml HCl pekat, didihkan 30 pekat.
menit menggunakan
1
penangas, lalu
didinginkan + 0,5 ml
reagen Seliwanoff 0,5%
2 ml maltosa 0,02 M + 2 Berwarna kuning kemerahan.
ml HCl pekat, didihkan 30
menit menggunakan
2
penangas, lalu
didinginkan + 0,5 ml
reagen Seliwanoff 0,5%
2 ml laktosa 0,02 M + 2 Berwarna kuning bening.
ml HCl pekat, didihkan 30
menit menggunakan
3
penangas, lalu
didinginkan + 0,5 ml
reagen Seliwanoff 0,5%
Berdasarkan tabel diatas hasil yang didapat adalah tabung pertama
yang berisi sukrosa menghasilkan warna kuning kemerahan pekat. Hal ini
dikarenakan proses pemanasan dan suasana asam menyebabkan sukrosa
terhidrolisis menjadi fruktosa dan glukosa dimana fruktosa mempunyai gugus
keton yang bereaksi dengan reagen Seliwanoff. Pada tabung kedua yang
berisi maltosa hasilnya positif atau terdapat warna merah. Maltosa
merupakan gugus aldehid dan tidak terdapat fruktosa dalam larutan, namun
warna yang dihasilkan adalah kuning kemerahan. Hal tersebut bisa saja
terjadi karena proses pemanasan yang terlalu lama menyebabkan air
menghidrolisis gugus aldehid sehingga warna menjadi merah.
Tabung ketiga berisi laktosa tidak terdapat warna merah. Hal ini
disebabkan karena laktosa terdiri dari galaktosa+glukos dan tidak mempunyai
gugus keton sehingga tidak terjadi hidrolisis. Sumardjo (2008) menyatakan
bahwa pereaksi Seliwanoff adalah resorsinol dalam asam klorida encer.
Pendidihan fruktosa dengan preaksi Seliwanoff menghasilkan larutan
berwarna merah. Dehidrasi fruktosa oleh HCl yang ada dalam pereaksi
Seliwanoff membentuk hidroksimetilfurfural dan kondensasi
hidroksimetilfurfural yang terbentuk dengan resorsinol membentuk senyawa
berwarna merah. Faktor yang mempengaruhi hasil uji Seliwanoff adalah
adanya pendidihan (pemanasan) karena pemasan menyebabkan sukrosa
terhidrolisis menghasilkan fruktosa dan glukosa dan adanya gugus keton
yang akan bereaksi dengan reagen Seliwanoff, sementara maltosa dan
laktosa tidak mempunyai gugus keton sehingga tidak dapat bereaksi dengan
reagen Seliwanoff dan tidak dapat terhidrolisis. Percobaan yang dilakukan
tidak sesuai dengan literatur tersebut karena terjadi pemanasan sehingga
gugus karbonilnya terhidrolisis.
Polisakarida
Uji hidrolisis amilum. Tujuan dari uji hidrolisis amilum adalah untuk
mengetahui tahapan hidrolisis amilum. Prinsip kerja dari uji hasil hidrolisis
amilum ini adalah amilum akan terpecah menjadi molekul yang lebih kecil
dikenal dengan nama dekstrin. Pemanasan dilakukan untuk membantu
proses hidrolisis amilum menjadi bentuk yang lebih sederhana. Fungsi dari
reagen Iod dalam uji ini adalah sebagai indikator tahap-tahap hidrolisis
amilum yang dilakukan, sedangkan fungsi dari aquades yang dicampurkan
dengan reagen Iod hanyalah sebagai pelarut karena akuades sama sekali
tidak mempengaruhi proses hidrolisis amilum. Fungsi pemberian Na2CO3
kedalam larutan yang diuji adalah sebagai alkali yang mengubah gugus
karbonil bebas dari gula menjadi bentuk enol yang reaktif. Berdasarkan uji
hidrolisis amilum yang dilakukan pada saat praktikum didapatkan hasil yang
dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut.
Tabel 7. Hasil Uji hidrolisis amilum
Tahapan
Menit ke- Hasil
Hidrolisis Amilum
1 Biru tua Amilum
2 Biru tua Amilum
3 Biru tua Amilum
4 Ungu Amilodekstrin
5 Ungu Amilodekstrin
6 Hitam
7 Hitam
8 Kecoklatan
9 Kuning kecoklatan Eritodekstrin
10 Kuning kemerahan Eritrodekstrin
11 Sama dengan kontrol Akrodekstrin
Berdasarkan tabel diatas hasil yang didapat adalah saat hasil uji
hidrolisis amilum dengan menggunakan reagen Iod menghasilkan beberapa
perubahan warna sesuai dengan tahapnya. Ketika menit ke-1 sampai menit
ke-3 mengalami tahap amilum ditandai dengan warna biru tua. Ketika menit
ke-4 sampai menit ke-5 mengalami tahap amilodekstrin ditandai dengan
warna berubah menjadi ungu. Ketika menit ke-6 sampai menit ke-7 warna
menjadi hitam dan menit ke-8 warna berubah menjadi kecoklatan. Ketika
menit ke-9 sampai menit ke-10 terjadi tahap eritrodekstrin ditandai dengan
perubahan warna menjadi kuning kemerahan. Ketika menit ke-11 uji amilum
dengan Iod tidak terjadi perubahan warna kembali atau sama dengan kontrol
sehingga pada saat tersebut terjadi tahapan akrodekstrin.
Berdasarkan hasil praktikum uji hidrolisis amilum terjadi sampai tahap
akrodekstrin yang apabila dicampur iodium tidak memberikan warna atau
warnanya sama dengan kontrol. Sumardjo (2008) menjelaskan bahwa
hidrolisis amilum oleh pengaruh enzim amilase menjadi molekul-molekul
maltosa tidak berjalan spontan, tetapi bertahap dengan hasil-antara berupa
dekstrin. Tiga buah dekstrin yang penting sebagai hasil-antara hidrolisis
amilum adalah amilodekstrin, yang dengan iodium memberikan warna ungu;
eritrodekstrin, yang dengan iodium memberikan warna merah; dan
akrodekstrin, yang dengan iodium tidak memberikan warna. Faktor yang
mempengaruhi hidrolisis amilum adalah lamanya waktu pendidihan
(pemanasan) karena semakin lama waktu pendidihan (pemansan) amilum
akan semakin terhidrolisis sempurna. Berdasarkan dari literatur percobaan
yang dilakukan sudah sesuai.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa karbohidrat mengandung gugus reduksi, terdapat pengaruh asam,
karbohidrat mengandung gugus reduksi yaitu keton, terjadi pembentukan
osazon, pada uji Seliwanoff yang positif hanya sukrosa karena sukrosa
mempunyai gugus keton. Uji hidrolisis amilum terjadi beberapa tahapan
hidrolisis amilum, yaitu amilum dengan iodium menghasilkan warna biru,
amilodekstrin dengan iodium menghasilkan warna ungu, eritodekstrin
dengan iodium menghasilkan warna merah, dan akrodekstrin dengan
iodium tidak memberikan perubahan warna atau warna sama dengan
kontrol. Pemanasan larutan glukosa dengan reagen Benedict
menghasilkan endapan berwarna merah bata. pemanasan akan
menyebabkan terjadinya hidrolisis, sehingga menyebabkan laktosa masih
memiliki gugus reduksi bebas (aldehid) yang dapat mereduksi Cu2+
menjadi Cu+ . Faktor pada uji dari Glukosa dan fruktosa mempunyai
bentuk yang hampir sama, hal ini dikarenakan glukosa mempunyai gugus
aldehid sedangkan fruktosa mempunyai gugus keton. Arabinisa
mempunyai bentuk sedikit bulat-bulat dan dikelilingi serabut-serabut
karena arabinose turunan parsial dari selulosa. Faktor yang
mempengaruhi terbentuknya endapan merah bata adalah perlakuan
pendidihan (pemanasan). Faktor yang mempengaruhi hasil uji Seliwanoff
adalah adanya pendidihan (pemanasan) karena pemasan menyebabkan
sukrosa terhidrolisis menghasilkan fruktosa dan glukosa dan adanya
gugus keton yang akan bereaksi dengan reagen Seliwanoff, sementara
maltosa dan laktosa tidak mempunyai gugus keton sehingga tidak dapat
bereaksi dengan reagen Seliwanoff dan tidak dapat terhidrolisis. Faktor
yang mempengaruhi uji secara umum adalah perlakukan pendidihan
(pemanasan) pada setiap uji yang dilakukan.
Daftar Pustaka

Campbell, Neil A., Jane B, Reece and Lawrence G. Mitchell. 2002. Biologi.
Edisi kelima. Jakarta : EGC. Hal 67.
Cummings, JH and AM Stephen. 2007. Carbohydrate terminology and
classification. European Journal of Clinical Nutrition 61(1): 5-18.
Firani, Novi Khila. 2017. Metabolisma Kerbohidrat: Tinjauan Biokimia dan
Patologis. Malang : UB Press. Hal 1.
Kusbandari, A. 2015. Analisis kualitatif kandungan sakarida dalam tepung
dan pati umbi ganyong (Canna edulis Ker.).Jurnal Pharmaciana.
5(1): 35-42
Marks, Dawn B., Marks, Allan D and Colleen M. Smith. 2000. Biokimia
Kedokteran Dasar. Jakarta : EGC. Hal 54.
Sumardjo, Damin. 2008. Pangantar Kimia: Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta.
EGC. Jakarta. Hal 206-238.
Vinod, S. B., S. Silambanan, dan Krithika. 2015. Osazones of the
uncommonly encountered reducing sugars. International Journal
of Interdisciplinary and Multidisciplinary Studies (IJIMS). 2(9): 24-
29.
Wiratmaja, I. G., dkk. 2011. Pembuatan etanol generasi kedua dengan
memanfaatkan limbah rumput laut Eucheuma cattonii sebagai
bahan baku. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. Vol. 5(1): 75-84.
Lampiran

Dokumentasi Foto

Gambar 1.1 Uji Benedict (daya mereduksi)

Gambar 1.2 Uji Luff

Gambar 1.3 Uji Molisch Gambar 1.4 Uji Seliwanoff


(pengaruh asam)
Gambar 1.5 Glukosazon Gambar 1.6 Fruktosazon

Gambar 1.7 Arabinosazon Gambar 1.8 Uji Benedict (Maltosa)

Gambar 1.9 Uji Benedict (Laktosa)


Gambar 1.10 Uji Seliwanoff (hasil Hidrolisis)

Gambar 1.11 Uji hidrolisis amilum

Anda mungkin juga menyukai