Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SISTEM KEKERABATAN DALAM BAHASA BANJAR

Dosen Pembimbing : Siti Haryawati S.Pd., M.Pd

Di Susun Oleh :

KELOMPOK 11 ( Sebelas )

Pirdayanti : 2020.12.1346

Hermawati : 2020.12.1354

Siti Nurjanah : 2020.12.1362

Maulida : 2020.12.1391

M.Sapriansyah : 2020.12.1301

Mirna Sari : 2020.12.1413

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI

KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PARIS BARANTAI KOTABARU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayahnya kepada kami sehingga kami, dapat menyelesaikan makalah
tentang sistem kekerabatan dalam bahasa banjar.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal, terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami.
oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca untuk ke depannya supaya kami dapat memperbaiki dalam segi bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.

Harapan kami semoga makalah ini bisa membantu menambah wawasan,


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Demikian
makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Kotabaru, 25 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN……................................................................................ 1
A. Latar belakang……....................................................................................... 1
B. Rumusan masalah……................................................................................. 1
A. Tujuan penulisan…….................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………........................................12
A. KEKERABATAN SUKU BANJAR……………………………………….1
a.pengislaman bubuhan....................................................................................... 2
b.pemerintahan bubuhan tempo dulu................................................................... 8
B.ISTILAH KEKERABATAN SUKU BANJAR .………………………… 10
BAB III PENUTUP. .. ……………………………………………………………11
A. Kesimpulan.............................................................…………………………1
B. Saran……………………………………………………………………….1
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah asal mula dan perkembangan keluarga dalam masyarakat telah lama
menjadi perhatian parah ahli ilmu-ilmu sosial,yang dalam upaya itu telah mencari
bahan perbandingannya dalam kawanan-kawanan hewan yang hidup
berkelompok.
Pada tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat dan
kebudayaannya,manusia mula-mula hidup mirip sekawan hewan
berkelompok,pria dan wanita hidup bebas tanpa ikatan.Kelompok keluarga inti
sebagai inti masyarakat karena itu juga belum ada.lama-lama manusia sadar akan
hubungan antara seorang ibu dan anak-anaknya,yang menjadi satu kelompok
keluarga inti karena anak-anak hanya mengenal ibunya,tetapi tidak mengenal
ayahnya.
Dalam kelompok seperti ini ibulah yang menjadi kepala keluarga.Perkawinan
antara ibu dan anak yang berjenis pria di hindari,sehingga timbullah adat
eksogami.Kelompok ibu, dengan ini telah mencapai tingkat dalam proses
perkembangan kebudayaan manusia.
B. Rumusan Masalah
1. apa yang dimaksud dengan sistem kekerabatan suku banjar ?
2. sebutkan istilah-istilah panggilan dalam sistem kekerabatan suku banjar ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari sistem kekerabatan suku banjar.
2. Menambah wawasan tentang istilah penggilan dalam sistem kekerabatan suku
banjar.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Kekerabatan Suku Banjar

Pada masyarakat Banjar, system organisasi dikenal dengan istilah

bubuhan. Bubuhan(Banjar), Bubohan (Melayu Kayung), Bubuan (Tidung)

adalah unit kesatuan famili atau kekerabatan biasanya sampai derajat sepupu

dua atau tiga kali, bersama para suami atau kadang-kadang dengan para istri

mereka. Anggota bubuhan tinggal di rumah masing-masing, (dahulu) dalam

suatu lingkungan yang nyata batas-batasnya. Di antara anggota bubuhan ini

terdapat seseorang yang menonjol sehingga dianggap sebagai pemimpin

bubuhan yang disebut tatuha bubuhan.Pemukiman terbentuk dari satu atau

beberapa bubuhan. Pemukiman bubuhan ditandai dengan tinggalnya

sekelompok kekerabatan di sekitar rumah tua yang merupakan rumah

bubuhan. Rumah bubuhan biasanya ditinggali oleh garis keturunan

perempuan.
a. Pengislaman bubuhan

Suku bangsa Melayu (yang menjadi inti masyarakat Banjar) memasuki daerah ini

ketika dataran dan rawa-rawa yang luas (yang kini membentuk bagian besar

Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah) masih merupakan teluk

raksasa yang jauh menjorok ke pedalaman.

Suku bangsa Melayu ini,- dengan melalui Laut Jawa-memasuki teluk raksasa

tersebut, lalu memudiki sungai-sungai yang bermuara ke sana, belakangan

menjadi cabang-cabang sungai Negara, yang semuanya berhulu di kaki

Pegunungan Meratus. Mereka disertai kelompok bubuhannya, dan oleh elit

daerah, juga diikuti warga bubuhannya, dan seterusnya sampai bubuhan rakyat

jelata di tingkat bawah.

Dengan masuk Islam-nya para bubuhan, kelompok demi kelompok, maka dalam

waktu relatif singkat Islam akhirnya telah menjadi identitas orang Banjar dan

merupakan cirinya yang pokok, meskipun pada mulanya ketaatan menjalankan

ajaran Islam tidak merata.

Dapat dikatakan bahwa pada tahapan permulaan berkembangnya Islam tersebut,

kebudayaan Banjar telah memberi bingkai dan Islam telah terintegrasikan ke

dalamnya; dengan masuk Islamnya bubuhan secara berkelompok, kepercayaan

Islam diterima sebagai bagian dari kepercayaan bubuhan.


b . Pemerintahan bubuhan tempo dulu

Kenyataan bahwa bubuhan memeluk Islam secara berkelompok telah

memberikan warna pada keislaman masyarakat kawasan ini, yaitu pada asasnya

diintegrasikannya kepercayaan Islam ke dalam kepercayaan bubuhan, yaitu

kepercayaan yang dianut oleh warga bubuhan yang sama terjadi pada masyarakat

Dayak Bukit sampai setidak-tidaknya belum lama berselang.

Kelompok bubuhan dipimpin oleh warganya yang berwibawa. Sama halnya

dengan masyarakat balai saat ini, kepala bubuhan yang pada masa kesultanan

sering disebut sebagai asli, berfungsi sebagai tokoh yang berwibawa, sebagai

tabib, sebagai kepala pemerintahan dan mewakili bubuhan bila berhubungan

dengan pihak luar, sama halnya seperti kepala balai yang biasanya seorang balian,

bagi masyarakat Dayak Bukit sampai belum lama ini.

Ketika terbentuk pusat kekuasaan, kelompok masyarakat bubuhan diintegrasikan

ke dalam ke dalamnya; kewibawaan kepala bubuhan terhadap warganya diakui.

Biasanya sebuah kelompok bubuhan membentuk sebuah 'anak kampung',

gabungan beberapa masyarakat bubuhan membentuk sebuah kampung, dan salah

satu kepala bubuhan yang paling berwibawa diakui sebagai kepala kampung itu.

Untuk mengkoordinasikan beberapa buah kampung ditetapkan seorang lurah,

suatu jabatan Kesultanan di daerah yang dahulu disebut banua, yaitu biasanya

seorang kepala bubuhan yang berwibawa pula. Beberapa lurah dikoordinasikan

oleh seorang lalawangan, suatu jabatan yang mungkin dapat disamakan dengan
jabatan bupati di Jawa pada kurun yang sama. Dengan sendirinya seorang yang

menduduki jabatan yang formal sebagai mantri atau penghulu merupakan tokoh

pula dalam lingkungan bubuhannya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa

sistem pemerintahan pada masa kesultanan, dan mungkin rezim-rezim

sebelumnya, diatur secara hirarkis sebagai pemerintahan bubuhan. Di tingkat

pusat yang berkuasa ialah bubuhan raja-raja, yang terdiri dari sultan dan

kerabatnya ditambah pembesar-pembesar kerajaan (mantri-mantri). Pada tingkat

daerah memerintah tokoh-tokoh bubuhan, mulai dari lurah-lurah, yang

dikoordinasikan oleh seorang lalawangan; berikutnya ialah kepala-kepala

kampung, yang adalah seorang tokoh bubuhan, semuanya yang paling berwibawa

di dalam lingkungannya, dan membawahi beberapa kelompok rakyat jelata pada

tingkat paling bawah. Peranan bubuhan ini sangat dominan pada zaman sultan-

sultan. dan masih sangat kuat pada permulaan pemerintahan Hindia Belanda.

Belakangan memang dilakukan perombakan-perombakan; jabatan kepala

pemerintahan di desa tidak lagi melalui keturunan, melainkan melalui pendidikan.


a. Istilah – Istilah Kekerabatan Suku Banjar

Seperti sistem kekerabtan umumya,masyarakat Banjar mengenal istilah –

istilah tertentu sebagai panggilan dalam keluarga.Skema di atas berpusat dari

ULUN sebagai penyebutan.

Bagi ULUN juga dapat panggilan untuk saudara dari ayah dan ibu,saudara tertua

disebut julak,saudara kedua disebut gulu,saudara berikutnya disebut tuha.Saudara

tengah dari ayah dan ibu disebut angah,dan yang lainnya di sebut pakacil

(paman) dan makacil (bibi),sedangkan termuda disebut busu.Untuk memanggil

saudara dari kai dan nini sama saja,begitu pula untuk saudara datu.Disamping

istilah diatas masih ada pula sebutan lainnya yaitu :

- Minantu (/istri dari anak ULUN)

- Pawarangan (ayah / ibu dari menantu )

- Mintuha ( ayah/ ibu dari suami /istri ULUN )

- Mintuha lambung (saudara mintuha dari ULUN)

- Mamarina (sebutan umum untuk saudara ayah / ibu dari ULUN )

- Kamanakan ( anaknyab kakak/adik dari ULUN )

- Sapupu sekali ( anak mamarina dari ULUN )

- Ipar ( saudara dari istri/suami dari ULUN)

- Panjulaknya ( saudara tertua dari ULUN)

- Pambusunnya (saudara terkecil dari ULUN)

- Badangsanak (saudara kandung)


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kekerabatan adalah unit – unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang

memiiki hubugan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas

ayah, ibu,anak,menantu,cucu,kaka,adik,paman,bibi,kake,nenek dan seterusnya.

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.

  Saran

Dalam makalah ini penulis menyarankan agar manajemen sistem kekerabatan suku

banjar hendaknya dijalankan dengan sebaik mungkin, mengingat begitu pentingnya

peran dan fungsi sistem kekerabatan suku banjar dalam rangka pencapaian tujuan

untuk mengenal istilah-istilah panggilan dalam sistem kekerabatan.

DAFTAR PUSTAKA 

-Id.Scribed, com / docur

-Yusmadani , S.pd di 18.44.

Anda mungkin juga menyukai