(STROKE HEMOROGIK)
PKK.GAWAT DARURAT
DISUSUN
NIM : PO713201181063
PEMBIMBING
JURUSAN KEPERAWATAN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK
A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa
saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu kawasan di otak dan
kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain:
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun (Ria Artiani, 2009)
B. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan
serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat
diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen .
Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang
C. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka
(Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering
selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan
menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau
kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah
satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
E. PATOFISIOLOGI
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat)
pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi
vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih
pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume
2008)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan
adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
e. MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin.
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
G. PENATALAKSANAAN
( Sylvia dan Lorraine, 2006 ). Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah
sebagai berikut :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila muntah dan boleh mulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan oksigen
sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran menurun
atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor, antikoagulan,
trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK
yang tinggi.
H. KOMPLIKASI
Menurut Batticaca (2008)
1. Gangguan otak yang berat.
2. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskular
3. Infark Serebri
4. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
5. Fistula caroticocavernosum
6. Epistaksis
7. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
Penambahan massa
Edema TIK
(ggn.Pperfusi serebral)
Defisit Motorik ggn.pola nafas Apatis-koma gng.bersihan jln nafas Asam Laknat
Ggn.ADL
Dekubitus
Ggn.Integritas Kulit
Kompresi
Menekan jar.otak
Pada Serebrum
Gng.Persepsi Sensori
Gng.fungsi motorik Gng.pusat bicara
J. FOKUS PENGKAJIAN
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi:
1. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah, dan
tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam
pola rata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang
sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
c. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada
kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
g. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter
yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
h. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
i. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.
j. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari
serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari
girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti,
tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis
otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil
sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
k. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi
pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi
masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin
diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis
lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi,
dendam, dan kurang kerja sama.
3. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu sisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
4. Pengkajian Sistem Motorik
a. Inspeksi Umum.Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain.
b. Fasikulasi.Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot.Didapatkan meningkat.
5. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
di antara mata dan korteks visual.
L. FOKUS INTERVENSI
DX TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1 Setelah dilakukan tindakan Neurologic Monitoring (2620)
keperawatan selama ….. jam,
- Monitor kesadaran,orientasi, GCS, dan memori
diharapkan perfusi jaringan
cerebral adekuat, dengan - Monitor peningkatan kemampuan motorik,
K.H : persepsi sensori
Tissue Perfusion : Cerebral - Monitor tanda-tanda vital
(0406)
- Monitor keluhan nyeri kepala, mual,dan muntah
- Fungsi neurologis meningkat
- Observasi kondisi fisik klien
- Tidak ada kelemahan
- Tidak ada pusing
Cerebral Perfusion Promotion (2550)
- Tidak ada gelisah
- Konsultasi dengan dokter untuk menentukan
posisi kepala yang optimal dengan penempatan
tempat tidur yang sesuai dan pantau respon
Neurological Status (0909)
pasien terhadap posisi kepala
- Tanda vital stabil ( TD 120/80
- Beri terapi vasopressin,sesuai yang dianjurkan
mmHg)
- Beri dan pantau terapi yang mempengaruhi
- Fungsi motorik meningkat
osmotic dan loop-aktif diuretic dan kortikosteroid
- Komunikasi baik
- Beri obat nyeri, jika perlu
- Tidak ada sakit kepala
- Beri dan pantau efek samping pemberian terapi
antikoagulan, sesuai anjuran
Neurological Status : Central - Beri terapi antiplatelet dan thrombolitik, sesuai
Motor Control (0911) anjuran
- Postur tubuh seimbang - Pantau tanda-tanda perdarahan
- Pantau status neurologi
- Hitung dan pantau tekanan perfusi serebral
- Jari, pergelangan tangan, - Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan
siku, lengan kanan dapat bantu penuhi kebutuhan ADL pasien
digerakkan
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
3 - Jari, lutut dan pergelangan beri bantuan jika diperlukan
kaki kanan dapat digerakkan
Transfer Performance (0210)
- Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan
berpindah
Self-care : Instrumental
Activity of Daily Living (ADL)
(0306) Communication Enhancement : Speech Deficit
(4978)
- Aktifitas fisik meningkat
- Gunakan penerjemah, jika diperlukan
- Beri satu kalimat simple setiap bertemu, jika
Setelah dilakukan tindakan
diperlukan
keperawatan selama …. jam,
diharapkan dapat - Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi
berkomunikasi kembali, wicara
dengan K. H :
- Dorong pasien untuk berkomunikasi secara
perlahan dan untuk mengulangi permintaan
- Dengarkan dengan penuh perhatian
Anxiety Self Control (1402) - Berdiri didepan pasien ketika berbicara
- Mampu mengontrol respon - Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa
ketakutan dan kecemasan tubuh, gambar, daftar kosakata bahasa asing, dan
terhadap ketidakmampuan lain-lain untuk memfasilitasi komunikasi dua arah
berbicara yang optimal
Neurological Status : Cranial - Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur
Sensory/Motor Function untuk memberi stimulus komunikasi
(0913)
- Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam
- Bicara jelas menyampaikan informasi (bahasa isyarat)
- Tidak ada pelo
Support System Enhancement (5440)
- Identifikasi tingkat dukungan keluarga
- Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam
kegiatan sosial dan masyarakat
- Nilai kecukupan sumber daya masyarakat untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
- Sediakan layanan dengan cara yang penuh
perhatian dan mendukung
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, arif, dkk 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama, Jakarta:Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
Nurarif & Kusuma 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA
Nic-Noc, Yogyakarta:Mediaction.
Sylvia, A. Alih bahasa Adji Dharma. 2009. Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed.
4. Jakarta : EGC.
Wijaya dan Putri 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh
Askep, Yogyakatra:Nuha Medika.