M DENGAN
PNEUMONIA / GAGAL NAFAS DI UNIT PERAWATAN INTENSIF
BERADASARKAN STUDI KASUS
Disusun Oleh :
Agung Aprianto
NIM. 01.3.20.00434
Disusun Oleh :
Agung Aprianto
NIM. 01.3.20.00434
i
STIKES RS BAPTIS KEDIRI
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Ketua Program Studi
1.1.2 Etiologi
Gagal napas akut dapat disebabkan oleh berbagai penyakit paru dan non paru.
Gagal napas dapat terjadi akibat malfungsi pusat pernapasan, system
neuromuscular pernapasan yang abnormal, penyakit dinding dada, obstruksi jalan
napas, atau gangguan parenkim paru.
1.1.3 Klasifikasi
Gagal napas akut diklasifikasikan menjadi gagal napas hipoksemia akut (tipe
I), gagal napas hiperkapnia akut (tipe II), atau gabungan gagal napas hiperkapnia
dan hipoksemia. Gagal napas tipe I adalah defek langsung pada oksigenasi. Gagal
napas tipe II adalah defek langsung pada ventilasi. Akan tetapi pada banyak
kasus, perbedaannya tidak jelas sehingga banyak pasien menunjukkan tanda dan
gejala gabungan gagal napas tipe I dan tipe II.
1. Gagal napas hipoksemia akut (tipe I)
Gagal napas akut tipe I adalah hasil transport oksigen abnormal
sekunder akibat penyakit parenkim paru, dengan peningkatan ventilasi
alveolar yang menyebabkan PaCO2 rendah. Masalah utama pada gagal napas
akut tipe I adalah ketidakmampuan mencapai oksigenasi yang adekuat, yang
ditandai dengan PaO2 50 mm Hg atau kurang dan PaCO 2 40 mm Hg atau
kurang. Penyebab hipoksemia yang paling sering terjadi adalah
ketidakseimbangan ventilasi – perfusi. Akan tetapi pirau kanan ke kiri dan
hipoventilasi alveolar adalah penyebab gagal nafas tipe I yang paling
signifikan secara klinis.
2. Gagal napas hiperkapnia akut (tipe II)
Gagal napas akut tipe II atau gagal ventilasi adalah hasil ventilasi alveolar
yang tidak adekuat dan ditandai dengan peningkatan nyata karbon dioksida
dengan preservasi relative oksigenasi. Hipoksemia disebabkan oleh penurunan
tekanan oksigen alveolar (PaCO2) dan sebanding dengan hiperkapnia.
Kegagalan ini menunjukkan abnormalitas ogsigenasi darah dan
ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mengeliminasi karbondioksia, pada
tipe ini PaO2 pasien dapat rendah (60 mmHg) sedangkan PaCO 2 dpat naik (45
mmHg) dan dapat dibagi menjadi kegagalan pada sistem respirasi dapat
terjadi dengan atau tanpa gangguan eliminasi karbondioksida. Akibatnya
gagal nafas dibagi menjadi dua tipe utama yaitu kegagalan hipokksia dan
kegagalan hipoksemia hiperkapnea
1.1.5 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut
adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara strukturan
maupun fungsinya sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik
adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik,
emfisema dan penyakit paru hitam. Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia
dan hiperkapnia yang mmburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas kronik
struktur paru kembnali keasalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru
mengalami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah terjadi frekueni pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi pernapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari itu tindakan yang
dialkukan memberi batntuan ventilaor karena kerja pernapasan menjadi tinggi
sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10 – 20
ml/kg)
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obtruksi jalan nafas atas. Pusat pernapasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak.
Pada kasus pasien dengan anestesi, cedera kepala,stroke, tumor otal,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernapasan. Sehingga pernapasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernapasan tidak adekuat.
Patofisiologi hipoksemia: ketidakimbangan ventilasi/perfusi (V/Q), pirau
intrapulmonar, gangguan difusi, dan hipeventilasi alveoli. Agar terjadi
keseimbangan V/Q maka ventilasi dan aliran darah paru normal sehingga
pertukaran gas yang normal pun dapat terjadi. Keseimbangan ventilasi dan perfusi
dapat dilambangkan sebagai V/Q=1. Hal-hal seperti penurunan ventilasi alveolar
maupun penurunan aliran darah dapat menyebabkan terjadinya ketidakimbangan
ventilasi perfusi.
Patofisiologi hiperkapnia. Tinggi rendahnya PaCO2 ditentukan oleh tingkat
ventilasi alveolar pada produksi CO2 yang konstan. Hubungan antara ventilasi
alveolar, produksi CO2, dan PaCO2 digambarkan dengan persamaan:
Va = K . VCO2 / PaCO2
Va = ventilasi alveolar menit; K = konstanta; VCO2 = tingkat produksi CO2.Ketika
VCO2 konstan maka PaCO2akan ditentukan oleh Va yang akan dipengaruhi oleh
ventilasi menit (Ve) dan hubungan antara Ve dan Va. Va ditentukan oleh Ve yang
terdiri dari ventilasi ruang rugi.
Ve = K . (VO2 . RQ) / (PaCO2 / [ 1-Vd/Vt])
VO2 = tingkat konsumsi O2; RQ = rasio respirasi; Vd = Volume ruang rugi; Vt =
Volume tidal.
Dapat dilihat pada persamaan diatas, hiperkapnia dapat terjadi jika Ve
berkurang ataupun meningkatnya rasio ventilasi ruang rugi (Vd/Vt). Perbedaan
antara gagal napas akut dan kronik.
Kategori Karakteristik
Gagal napas hiperkapnia PaCO2> 45 mmHg
Akut Berkembang dalam hitungan menit hingga jam
Kronik Berkembang lebih dari beberapa hari atau lebih
Gagal napas hipoksemia PaO2< 55 mmHg dengan FiO2 ≥ 0.60
Akut Berkembang dalam hitungan menit hingga jam
Kronik Berkembang lebih dari beberapa hari atau lebih
Etiologi Patofisiologi
Pada periode Periode pascaoperatif
Etiologi Patofisiologi
pasca operatif
Agen-agen farmakologi menekan pernapasan
Adanya penurunan metabolisme atau mengekskresi obat
Nyeri pada area thoraks dan abdomen mengganggu napas dalam
dan batuk
Gagal napas
Kelainan Kelainan neurologis primer
neurologis (sindrom Guillain-Bare, miastenia gravis, kerusakan pada segmen
primer servikal medulla spinalis, lesi akut yang luas pada batang otak
(gangguan pada dalam multipel sklerosisi, dan poliomielitis)
respons
ventilasi) Penekanan dorongan pernapasan sentral
Gangguan pada respons ventilasi
Gagal napas
Gagal napas
Gagal napas
Status asmatikus
Gagal napas
Penyakit paru PPOM
kronis
Gangguan pergerakan udara ked an dari luar paru
Gagal napas
Atelektasis
Kolapsnya alveoli
Gagal napas
Gangguan ventilasi
Gagal napas
Takar dosis Narkotika dalam dosis berlebih
Kegagalan ventilasi
Gagal napas
WOC
Patofisiologi gagal napas yang mengarah pada terjadinya masalah keperawatan:
1. Penekanan pusat pernapasan, 1. Kelainan obstruktif difus
2. Kelainan neuromuskular, 2. Kelainan restriktif difus
3. Kelainan pleura dan dinding dada 3. Kelainan vaskular paru-paru
Peningkatan kerja
pernapasan dan Keluhan sistemis, Keluhan psikososial,
hipoksemia secara mual, intik zat gizi kecemasan,
reversibel tidak adekuat, ketidaktahuan akan
malaise, serta prognosis.
kelemahan dan
keletihan fisik.
1.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan suportif adalah tindakan yang secara tidak langsung
ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti berikut ini :
1. Atasi Hipoksemia
Terapi oksigen
Pada keadaaan PaO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas dari
penyakit kronik yang menjadi akut kembali dan pasien sudah terbiasa dengan
keadaan hiperkarbia sehingga pusat pernapasan tidak terangsang oleh
hipercarbia drive melainkan terhadap hypoxemia drive. Akibatnya kenaikan
PaO2 yang terlalu cepat, pasien dapat menjadi apnea.
Dalam pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benar
benar membutuhkan oksigen. Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas.
Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat, dan harus
dievaluasi agar mendapat manfaat terapi dan menghindari toksisitas.
Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada
pasien dengan keadaan hipoksemia akaut. Oksigen harus segera diberikan
dengan adekuat karena jika tidak diberikan akan menimbulkan cacat tetap dan
kemtian. Pada kondisi ini oksigen haru diberikan dalam waktu pednek dan
terapi yang spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis
yang dapat mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek samping.bila
diperlukan oksigen dpat diberikan terus menerus.
2. Atasi hiperkapnia : perbaiki ventilasi
Jalan napas (airway)
Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi dan pemberian
obat obat pernapsan . pada semua pasien gangguan pernapasan harus
dipikirkan dan diperiksa adanya obtruksi jalan napas atas. Pertimbangan untuk
insersi jalan napas artifisial seperti endotraceal tube (ETT) berdasarkan
manfaat dan resiko jalan napas artifisal dibandingkan jalan napas alami.
Resiko jalan napas artificial adalah trauman insersi, keruskanan trakea
(erosi), gangguan respon batuk, resiko aspirasi, gangguan fungsi mukosiliar,
resiko infeksi, emningkatnya resistensi dan kerja pernapasan. Keuntungan
jalan napas artifisial adalah dapat melintasi obtruksi jalan napas atas, menjadi
tekanan positif dan PEEP, menfasilitasi penyedotan sekret, dan rute
bronkoskopi fibreopatik.
3. Terapi Suportif Lainnya
Fisioterapi dada.
Ditujukan untuk membersihkan jalan nafas dari sekret, sputum.
Tindakan ini selain untuk mengatasi gagal nafas juga untuk tindakan
pencegahan. Pasien diajarkan bernafas dengan baik, bila perlu dengan bantuan
tekanan pada perut dengan menggunakan telapak tangan pada saat inspirasi.
Pasien melakukan batuk yang efektif. Dilakukan juga tepukan-tepukan pada
dada, punggung, dilakukan perkusi, vibrasi dan drainagepostural. Kadang-
kadang diperlukan juga obat-obatan seperti mukolitik dan bronkodilator.
Bronkodilator(Agonis beta-adrenergik/simpatomimetik).
Obat-obat ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi
dibandingkan jika diberikan secara parenteral atau oral, karena untuk efek
bronkodilatasi yang sama, efek samping sacara inhalasi lebih sedikit sehingga
dosis besar dapat diberikan secara inhalasi. Terapi yang efektif mungkin
membutuhkan jumlah agonis beta-adrenergikyang dua hingga empat kali lebih
banyak daripada yang direkomendasikan. Peningkatan dosis (kuantitas lebih
besar pada nebulisasi) dan peningkatan frekuensi pemberian (hingga tiap
jam/nebulisasi kontinu) sering kali dibutuhkan. Pemilihan obat didasarkan
pada potensi, efikasi, kemudahan pemberian, dan efek samping. Diantara yang
tersedia adalah albuterol, metaproterenol, terbutalin. Efek samping meliputi
tremor, takikardia, palpitasi, aritmia, dan hipokalemia. Efek kardiak pada
pasien dengan penyakit jantung iskemik dapat menyebabkan nyeri dada dan
iskemia, walaupun jarang terjadi. Hipokalemia biasanya dieksaserbasi oleh
diuretik tiazid dan kemungkinan disebabkan oleh perpindahan kalium dari
kompartement ekstrasel ke intrasel sebagai respon terhadap stimulasi beta
adrenergik.
Antikolinergik/parasimpatolitik.
Respon bronkodilator terhadap obat antikolinergik tergantung pada
derajat tonus parasimpatis intrinsik. Obat- obat ini kurang berperan pada
asma, dimana obstruksi jalan napas berkaitan dengan inflamasi, dibandingkan
bronkitis kronik, dimana tonus parasimpatis tampaknya lebih berperan. Obat
ini direkomendasikan terutama untuk bronkodilatsi pasien dengan bronkitis
kronik. Pada gagal napas, antikolinergik harus selalu dikombinasikan dengan
agonis beta adrenergik. Ipratropium bromida tersedia dalam bentuk MDI
(metered dose inhaler) atau solusio untuk nebulisasi. Efek samping jarang
terjadi seperti takikardia, palpitasi, dan retensi urin.
Teofilin.
Teofilin kurang kuat sebagai bronkodilator dibandingkan agonis beta
adrenergik. Mekanisme kerja adalah melalui inhibisi kerja fosfodiesterase
pada AMP siklik (CAMP), translokasi kalsium, antagonis adenosin, stimulasi
reseptor beta adrenergik, dan aktifitas anti inflamasi. Efek samping meliputi
takikardia, mual dan muntah. Komplikasi yang lebih parah adalah aritmia,
hipokalemia, perubahan status mental dan kejang.
Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas
tidak diketahui pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi
telah didemonstrasikan setelah pemberian sistemik dan topikal. Kortikosteroid
aerosol kurang baik distribusinya pada gagal napas akut, dan hampir selalu
digunakan preparat oral atau parenteral. Efek samping kortikosteroid
parenteral adalah hiperglikemia, hipokalemia, retensi natrium dan air, miopati
steroid akut (terutama pada dosis besar), gangguan sistem imun, kelainan
psikiatrik, gastritis dan perdarahan gastrointestinal. Penggunaan kortikosteroid
bersama-sama obat pelumpuh otot non depolarisasi telah dihubungkan dengan
kelemahan otot yang memanjang dan menimbulkan kesulitan weaning.
Ekspektoran dan nukleonik.
Cairan peroral atau parenteral dapat memperbaiki volume atau
karateristik sputum pada pasien yang kekurangan cairan. Kalium yodida oral
mungkin berguna untuk meningkatkan volume dan menipiskan sputum yang
kental. Penekan batuk seperti kodein dikontraindikasikan bila kita
menghendaki pengeluaran sekret melalui batuk. Obat mukolitik dapat
diberikan langsung pada sekret jalan napas, terutama pasien dengan ETT.
Sedikit (3-5ml) NaCl 0,9 %, salin hipertonik, dan natrium bikarbonat
hipertonik juga dapat diteteskan sebelum penyedotan (suction ing) dan bila
berhasil akan keluar sekret yang lebih banyak.
PenatalaksanaanKausatif/Spesifik
Sambil dilakukan resusitasi (terapi suportif) diupayakan mencari
penyebab gagal nafas. Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya,
sehingga pengobatan untuk masing-masing penyakit akan berlainan.
1.1.9 Komplikasi
1. Oksigenasi ke organ lain yang buruk dapat menyebabkan kegagalan multi
organ.
2. Individu yang mengalami gagal nafas beresiko tinggi terhadap kematian.
3. Infeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai.
Adanya edema paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan
daya tahan paru terhadap infeksi
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Definisi
Penyebab
1. Gangguan Metabolisme
2. Kelelahan otot pernapasan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
Dispnea
Objektif :
1. Penggunaan otot bantu napas meningkat
2. Volume tidal menurun
3. PCO2 meningkat
4. PO2 menurun
5. SaO2 menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
(tidak tersedia)
Objektif :
1. Gelisah
2. Takikardia
Kondisi Klinis Terkait
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Definisi
Penyebab
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membrane alveolus-kapiler
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
Dispnea
Objektif :
1. PCO2 meningkat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. bunyi napas tambahan
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
Objektif :
1. Sianosis
2. Diaphoresis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun
Kondisi Klinis Terkait
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Definisi
Penyebab
Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
Tidak ada
Objektif :
9. Batuk tidak efektif
10. Tidak mampu batuk
11. Sputum berlebih
12. Mengi, wheezing dan / ronkhi kering
13. Mekonium dijalan napas (pada nneonatus)
Subjektif :
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif :
4. Gelisah
5. sianosis
6. bunyi napas menurun
7. prekuensi napas berubah
8. pola napas berubah
Kondisi Klinis Terkait
Terapeutik
1. Pertahanan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endrotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikam oksigen, jika perlu
Edukasi
1. anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. ajarkan teknik batuk efektif
kolaborasi
1. kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolotik, jika perlu
Definisi :
Kemampuan untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat untuk menunjang
kehidupan
Ekspektasi meningkat
Kriteria Hasil
Cukup
Cukup
Menurun Sedang Meningka Meningkat
Menurun
t
Tingkat
1 2 3 4 5
kesadaran
Cukup
Cukup
Meningkat meningka Sedang menurun
menurun
t
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Frekuensi napas 1 2 3 4 5
Suhu tubuh 1 2 3 4 5
Saturasi oksigen 1 2 3 4 5
Gambaran EKG
1 2 3 4 5
Aritmia
ETCO2 1 2 3 4 5
Produksi urine 1 2 3 4 5
Status Sirkulasi L.14134
Definisi :
Pengendaran berbagai zat yang diperlukan ke seluruh tubuh dan pengambilan zat
yang tidak diperlukan untuk dikeluarkan dari tubuh.
Ekspektasi membaik
Kriteria Hasil
Cukup
Cukup
Menurun Sedang Meningka Meningkat
Menurun
t
Kekuatan nadi 1 2 3 4 5
Output urine 1 2 3 4 5
Saturasi oksigen 1 2 3 4 5
PaO2 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Meningkat Sedang menurun
meningkat menurun
Pucat 1 2 3 4 5
Akral dingin 1 2 3 4 5
PaCO2 1 2 3 4 5
Pitting edema 1 2 3 4 5
Edema perifer 1 2 3 4 5
Hipotensi
ortostatik 1 2 3 4 5
Bunyi napas
tambahan 1 2 3 4 5
Bruit pembuluh
darah 1 2 3 4 5
Distensi vena
juguralis 1 2 3 4 5
Asites 1 2 3 4 5
Fatigue 1 2 3 4 5
Klaudikasio
interniten 1 2 3 4 5
Paresthesia 1 2 3 4 5
Sinkop 1 2 3 4 5
Ulkus 1 2 3 4 5
ekstermitas
Cukup
Cukup
Memburuk memburu Sedang Membaik
membaik
k
Tekanan darah
sistolik 1 2 3 4 5
Tekanan darah
diastolic 1 2 3 4 5
Tekanan nadi 1 2 3 4 5
Mean arterial
pressure 1 2 3 4 5
Pengisian
kapiler 1 2 3 4 5
Tekanan vena
sentral 1 2 3 4 5
Berat badan 1 2 3 4 5
Definisi :
Oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler
dalam batas normal
Ekspektasi meningkat
Kriteria Hasil
Cukup
Cukup
Menurun Sedang Meningka Meningkat
Menurun
t
Tingkat
1 2 3 4 5
kesadaran
Cukup Cukup
Meningkat Sedang menurun
meningkat menurun
Dispnea 1 2 3 4 5
Bunyi napas
tambahan 1 2 3 4 5
Pusing 1 2 3 4 5
Penglihatan
kabur 1 2 3 4 5
Diaphoresis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Napas cuping
hidung 1 2 3 4 5
Cukup
Cukup
Memburuk memburu Sedang Membaik
membaik
k
PCO2 1 2 3 4 5
PO2 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
pH arteri 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5
Warna kulit 1 2 3 4 5
Definisi :
Efektifitas pertukaran alveolar dan perfusi jaringan yang didukung oleh ventilasi
secara mekanik
Ekspektasi meningkat
Kriteria Hasil
Cukup
Cukup
Menurun Sedang Meningka Meningkat
Menurun
t
FIO2 memenuhi
1 2 3 4 5
kebutuhan
Tingkat
kesadaran 1 2 3 4 5
Saturasi oksigen 1 2 3 4 5
Kesimetrisan
gerak dinding 1 2 3 4 5
dada
Cukup Cukup
Meningkat Sedang menurun
meningkat menurun
Sekresi jalan
napas 1 2 3 4 5
Suara napas
tambahan 1 2 3 4 5
Infeksi paru 1 2 3 4 5
Kesulitan
bernapas dengan 1 2 3 4 5
ventilator
Cukup
Cukup
Memburuk memburu Sedang Membaik
membaik
k
Sekresi jalan
napas 1 2 3 4 5
Suara napas
tambahan 1 2 3 4 5
Infeksi paru 1 2 3 4 5
Antelaktasis 1 2 3 4 5
Kegelisahan 1 2 3 4 5
Kurang istirahat 1 2 3 4 5
Kesulitan
mengutarakan 1 2 3 4 5
kebutuhan
Dosis sedasi 1 2 3 4 5
Sekresi jalan
napas 1 2 3 4 5
Suara napas
tambahan 1 2 3 4 5
Definisi
Kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
memperthankan jalan napas tetap paten
Ekspetasi membaik
Kriteria hasil
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
memburuk membaik
Batuk
1 2 3 4 5
efektif
Cukup Cukup
Meningkat sedang Menurun
memburuk membaik
Produksi
1 2 3 4 5
spuntum
mengi 1 2 3 4 5
Wheezing 1 2 3 4 5
Mekanio
m pada 1 2 3 4 5
neonatus
Dispnea 1 2 3 4 5
ortopnea 1 2 3 4 5
Sulit
1 2 3 4 5
bicara
Sionosis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Memburuk sedang Membaik
memburuk membaik
Frekuensi
1 2 3 4 5
napas
Pola
1 2 3 4 5
napas
DAFTAR PUSTAKA
Hudak, C.M dan B.M Gallo.1997. Keperawatan Kritis: pendekatan Holisti. Edisi 6.
Jakarta. EGC
Muttaqim, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika
Keluarga pasien mengatakan pasien jatuh dari tempat tidur pada tanggal 21 Mei
2017, pasien tidak dapat diajak berkomunikasi. Pada pukul 12.30 pasien
dibawa ke RSUD Prambanan untuk mendapatkan perawatan medis. Karena
kondisi pasien yang perlu penangan lebih lanjut dan fasilitas yang lebih
memadai, pasien di rujuk ke RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Pada
pukul 13.30 pasien telah sampai di IGD dan telah dilakukan
pemeriksaanTekanan
PEMERIKSAAN FISIKDarah 60/palpasi, terpasang SIMV rate 12 RR 23x/menit
Terpasang Ventilator mode SIMV RATE 12 RR 23x/menit PEEP 7, SaO2 95%, FiO2
90%, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, tidak ada retraksi dinding dada, tidak
menggunakan nafas cuping hidung, suara ronkhi terdengar di paru kanan dan kiri.
Masalah:
Lain- Lain : Jantung Bentuk simetris, ictus cordis tidak nampak Ictus
cordis teraba di ICS 5 Pekak, Terdengar suara lub dub, tidak ada suara
tambahan
Lain-lain:
Penglihatan (mata)
Lain-lain: Pupil pasien tampak unisokor karena pasien mengalami pendarahan dan
pasien tidak sadar, konjungtiva anemis karena pasien tidak sadar
Lain-lain:
Penciuman (Hidung)
Lain-lain: Bentuk hidung normal tidak ada gangguan pada hidung pasien, tidak ada
nyeri tekan pada hidung, pasien tidak bisa mencium seusatu karena tidak sadar
Intake : 1729 cc
cc Obat : 129 cc
Output :1863 cc
Urine : 1600 cc
IWL normal :
15 x 50 x 8/24= 250 cc
BC =Intake-output
Abdomen
Jelaskan:
Peristaltik: x/mnt
Lain-lain:
Jelaskan:
Kekuatan Otot :
0=paralisis total
1=tidak ada gerakan, terba / terlihat kontraksi otot
2=gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan
Mulkuloskeletal/Integumen
bantuan/sokongan
3=gerakan nornal untuk melawan gravitasi
4=gerakan normal melawan gravitasi dengan sedikit tahanan
5= gerakan normal penuh melawan gravitasi dengan tahanan
penuh
Ekstrimitas Atas : O Padah Tulang O Peradangan O Tidak Ada Kelaian
Kulit: Ada turgor kulit dan ada luka bakar di derajat III seluas 18% pada area abdomen
dan paha kanan, serta trauma femur kanan.
Lain- La
Hematokrit 55,9%
MCV 94,0 fL
MCH 31,4 Fl
Neutrofil 88,8%
Limfosit 6,3%
MXD 4,9%
RDW 14,6%
Acid/Base 37oC
pH 7,49
PCO2 23 mmHg
BE -4,2 mmol/L
K+ 3,4 mmol/L
Terapi:
Mahasiswa,
(……………………………)
ANALISA DATA
UMUR : 62 Th
NO. REGISTER : -
ada sianosis
UMUR : 62 Th
NO. REGISTER : -
ada sianosis
Data Obyektif:
3. SLKI :
a. Dipertahankan/ditingkatkan pada
b. Dipertahankan/ditingkatkan pada
c. Dipertahankan/ditingkatkan pada
d. Dipertahankan/ditingkatkan pada
e. Dipertahankan/ditingkatkan pada
f. Dipertahankan/ditingkatkan pada
g. Dipertahankan/ditingkatkan pada
h. Dipertahankan/ditingkatkan pada
i. Dipertahankan/ditingkatkan pada
j. Dipertahankan/ditingkatkan pada
k. Dipertahankan/ditingkatkan pada
UMUR : 62 Th
NO. REGISTER : -
2. Diagnosis Keperawatan :
SIKI :
1. Dipertahankan/ditingkatkan…………….
2. Dipertahankan/ditingkatkan…………….
3. Dipertahankan/ditingkatkan…………….
4. Dipertahankan/ditingkatkan...................
5. …. Dipertahankan/ditingkatkan……………
6. Dipertahankan/ditingkatkan…………….
7. Dipertahankan/ditingkatkan…………….
8. Dipertahankan/ditingkatkan…………….
UMUR : 62 Th
NO. REGISTER : -
1 Gangguan Ventilasi spontan Dukungan Ventilasi (I.01002) 1. Agar segera mendapat Tindakan sesuai prosedur
berhubungan dengan kelelahan otot 2. Mengetahui perubahan posisi terhadap status
Tindakan
pernafasan yang ditandai dengan pernapasan pasien
Observasi
Obyektif:
3. Mengetahui status pernafasan pasien
1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
Jalan nafas dibantu ventilator SIMV 2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
rate 12 RR 23x/menit, terdapat sekret 3. Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis. Frekuensi dan
kedalaman napas, penggunaan otot bantu napas, bunyi napas
dimulut dan selang ventilator, suara tambahan, saturasi oksigen) 4. Agar pasien dapat memenuhi oksigenasi
ronkhi di lobus bawah kanan dan kiri,
5. Agar meringankan sesak napas
kesadaran somnolen, terpasang, SPO2 Terapeutik 6. Untuk memenuhi oksigen dalam darah dan otak
95%, hasil foto thoirax Oedem
1. Pertahankan kepatenan jalan napas 7. Agar pasien dapat rileks
Pulmonal Mixed Pneumonia, leukosit 2. Berikan posisi semi Fowler atau Fowler
17.000, suhu 39oC, tidak 3. Fasilitas mengubah posisi senyaman mungkin 8. Meningkatkan kenyamanan pasien
4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis. Nasal kanul, masker Memperlancar aliran udara
ada sianosis wajah, masker rebreathing atau non rebreathing)
5. Gunakan bag-valve mask, jika perlu 9. Meningkatkan pengetahuan pasien dengan
Edukasi
memberikan edukasi terkait dengan teknik relaksasi
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI (SIKI) RASIONAL
1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam napas dalam, mengubah posisi secara mandiri,
2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri tehnik batuk efektif
3. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi 1. Mengoptimalkan perawatan
Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika perl
Karmiza, dkk (2014) Intervensi yang diberikan Posisi Lateral Kiri Elevasi
Kepala 30 Derajat Terhadap Nilai Tekanan Parsial Oksigen (Po2) Pada
Pasien Dengan Ventilasi Mekanik. Tekanan parsial oksigen (pO2)
merupakan salah satu komponen yang penting pada proses pernafasan
terutama pada pasien terpasang ventilasi mekanik. Intervensi ini guna
untuk meningkatkan drainase sekresi pernafasan, mencegah gastro-
esophageal refluk, pneumonia nosokomial dan ulkus tekanan dan
memberikan kenyamanan pasien dan memberikan manfaat untuk
meningkatkan ventilasi dimana anatomi jantung berada pada sebelah kiri
diantara bagian atas dan bawah paru membuat tekanan paru meningkat,
tekanan arteri di apex lebih rendah dari pada bagian basal paru.
TINDAKAN KEPERAWATAN
UMUR : 62 Th
NO. REGISTER : -
TANGAN
hygiene), terpasang
140x/menit, RR 2x/menit,
kekuatan otot 4 3
43
128x/menit, RR 25x/menit S
43
TINDAKAN KEPERAWATAN
UMUR : 62 Th
NO. REGISTER : -
TANGAN
hygiene), terpasang
128x/menit, RR 25x/menit S
43
43
CATATAN PERKEMBANGAN
UMUR : 62 Th
NO. REGISTER : -
1 1 S:-
O:
Pasien terpasang ET Ventilator mode PS
PEEP 7
VT/PS 10 fio2 85%, TD 100/80 mmHg, N
130x/menit,
S 37oC, RR 24x/menit, SPO2 99% tidak
ada
penumpukan sekret dijalan nafas, suara
ronkhi
terdengar di lobus bawah kiri kesadaran
somnolen GCS
E3M5Vx, tidak ada sianosis
P: Lanjutkan Intervensi
1. Lakukan oral hygiene
2. Berikan/bantu pasien untuk mobilisasi
3. Lakukan fisioterapi dada dan suctioning
4. Observasi dan auskultasi suara napas
5. Monitor status himodinami
NO NO. DX JAM EVALUASI TANDA
TANGAN
2 1 S:-
O:
P:
Lanjutkan intervensi