Anda di halaman 1dari 4

Medan, 9 februari 2020

Started : 23.10

---

"Juna, lo di mana?"

"Bukannya salam dulu atau apa kek nyapa gitu langsung nanya di mana. Kangen ya?"

"Assalamualaikum Artajuna. Di mana?"

Suara di sebrang sambungan telfon terdengar tertawa renyah.

"Waalaikumsalam. Ini di kantin. Kenapa tuh?"

"Gue boleh pinjem mobil lo ga?"

"Lah mau ngapain?"

"Mau ambil fotocopy-an modul praktikum anak-anak, Jun."

"Bukannya lo sama si Cica ya ngambilnya? Cica kan bawa motor?"

Deg. Sebenarnya Ayra tahu Juna akan membahas soal Cica saat ini.

"Cica bilang dia cape ke mana-mana harus nyetirin gue. Katanya gantian dong. Lah gue kan
gabisa nyetir motor, Jun."

"Lo di mana?"

"Sekre, Jun."

"Gue ke sana ya. Assalamualaikum."

Lalu sambungan telfon dimatikan.

Ayra yang sedari tadi menelfon di luar ruangan sekre bergegas masuk ke dalam. Cica yang
sedang duduk sambil mengunyah keripik kentangnya langsung menegur.

"Dapet pinjeman mobilnya?"

Di ruangan itu ada Riri yang langsung menyahut nyolot.

"Cica lo seriusan nyuruh Ayra nyari mobil buat nyetirjn lo ke percetakan yang bahkan buat di
masukin mobil aja gangnya ga cukup?"
"Ya gimana yaaa abis cape ih nyetirin Ayra mulu ke mana-mana."

Entah kenapa Ayra merasa sangat marah. Emosi tersebut dengan cepat merayap di seluruh
tubuhnya. Menumpuk di pelupuk mata, terasa berat terpenuhi air yang rasanya hendak
mencuat kapanpun ia mengedipkan mata. Tepat saat air mata itu jauh, Artjuna datang
memasuki sekre.

"Ada Ayra? Eh ini dia."

Ayra buru-buru menghapus air mata konyolnya itu.

"Ngambil modulnya bareng gue aja. Sekalian gue mau masukin cetakan undangan rapat hima."

Ayra mengangguk dan berjalan ke arah pintu sekre tanpa tahu bagaimana terkejutnya ekspresi
Cica di belakang punggungnya.

Saat di jalan menuju pelataran parkir, Artajuna dengan santainya menoel bahu Ayra.

"Jelek banget muka lo."

"Emang, ke mana aja lo baru tau?"

"Kemaren gue baru pulang dari Mekkah, umroh kan gue tuh. Trus Jogja, Malang, sama Sabang
sih."

"Ah rese lo diem aja deh!" balas Ayra kesal melihat tinggah Juna.

"Ya kan lo nanya, ke mana aja? Gue jawablah. Etapi serius-serius, lo kenapa sih?"

"Jun gue aja yang nyetir ya, maaf banget ngerepotin lo buat ngambil modul."

Ayra merasa bersalah karena merepotkan Juna. Ayra tahu Juna berbohong mengenai cetak
undangan rapat himpunan, karena rapat tersebut sudah terlaksana dua hari yang lalu.

Juna menyerahkan kunci mobilnya pada Ayra. Dengan sigap Ayra mengangkap kunci tersebut
dan menyalakan mobil Pajero Sport berwarna hitam itu. Iya, Ayra akan menjemput modul
praktikum di percetakan langganan murah langganannya yang lokasinya masuk ke dalam gang
sempit dengan mengendarai pajero sport.

Sesampainya di depan gang, Ayra memarkirkan mobil tersebut dan tidak mematikan mesin.
Alih-alih mematikan mesin, Ayra malah menurunkan sedikit jendela mobil agar ada oksigen
masuk.

"Lo di sini aja. Gue aja yang ke dalem. Ini kacanya gue turunin dikit ya. Soalnya kemaren gue liat
berita sekeluarga meninggal di dalam mobil ber ac."
"Ra, gue ikut turun. Modul praktikum tuh berat." katanya langsung mengulurkan tangan
menaikkan kaca mobil dan mematikan mesin.

Setelah memasrikan bahwa mobil sudah terkunci rapat, dengan canggung Ayra dan Juna turun
dan berjalan masuk ke dalam gang.

"Lo jujur deh sama gue, belakangan ini lo ada kenapa sama Cica?"

"Jun, Gue lagi gamau bahas ini deh. Nangis ntar gue."

"Lo bisa cerita ke gue kalo lo mau. Gue gatega juga liat matalo berkaca-kaca gitu tadi."

Langkah Ayra yang terhenti menyebabkan Juna juga menghentikan langkahnya. Dengan sabar
Juna menunggu Ayra membuka suara di sebelahnya. Suasana di gang ini masih sepi, berhubung
belum jam pulang anak-anak kuliahan. Juna mencengkram pergelangan tangan Ayra dan
menariknya untuk bergeser ke pinggir gang.

"Atau kita minggir dulu deh"

"Lo liat gue tadi berkaca-kaca?"

"Iya..." ucap Juna ragu, takut-takut kalau hal yang dilakukannya salah di nata Ayra.

"Gue bahkan nangis, Jun. Bayangin deh gue nangis. Gue gatau gue kenapa sama Cica. Yang pasti
emang ada sesuatu. Tapi gue gatau itu apa. Gue ga nyadar. Apa gue keterlaluan ya selama ini?
Apa gue terlalu sok dan sibuk menjadi pusat semesta ya, Jun? Sakit banget ngeliat Cica giniin
gue."

Ayra akhirnya berhasil meluapkan apa-apa yang ia bendung selama seharian ini. Napasnya
tersengal-sengal dengan wajah yang kian muram dan sendu.

"Jun, gue senyebelin itu ya ternyata? Sampe-sampe gasadar kalo gue jahat gini. Sampe-sampe
Cica berubah gitu."

"Ayra..."

"Jun, Cica kok bisa segitunya marah ya sama gue? Sedih banget lah gue anjir. Ntar mau
praktikum sama rapat divisi kok gue mellow gini ya, Jun?"

"Ra..."

"Jun, gue harus gimana ya supaya semuanya balik kaya semula?"


"Ayra, lo gabisa ngendaliin semuanya. Perihal Cica dan tingkahnya yang terlalu tiba-tiba itu ada
di luar kendali lo. Lo gabisa maksain diri lo sendiri buat percaya kalo lo penyebabnya." Ucap
Juna akhirnya setelah menunggu Ayra berhenti meracau.

"Kalo ternyata gue beneran salah gimana?"

"Lo bisa minta maaf ke dia, obrolin baik-baik. Gue tau nih otak sama perasaan lo lagi kacau-
kacaunya karena nerima perilaku berbeda setiba-tiba itu dari sahabat deket lo. Tapi lo emang
harus nyerahin semuanya ke waktu." jelas Juna sambil menepuk-nepuk bahu kanan Ayra.

"Lo juga tau kan gue bakal ada bareng-bareng lo? Gaperlu dipendem-pendem atuh." tambah
Juna kini mulai mengacak-ngacak rambut Ayra.

"Ih berantakan kan!"

"Hahaha, sini gue rapiin lagi dah."

"Bisa sendiri gue, ehhhh tunggu bentar ada telfon." ucap Ayra saat ia merasakan ponsel di saku
jeansnya bergetar.

"Halo?"

"Ayra mana modulnya, 20 menit lagi gelombang gue ngelab!"

"OIYA NTAR YAAA!"

sambungan telfon langsung dimatikan secara sepihak oleh Ayra yang spontan berlari lebih
dalam masuk ke gang menuju percetakan.

"WOYYYY" Juna relfleks ikut lari mengejar Ayra.

"BURUAN MODULNYA WOY 20 MENIT LAGI MASUK LAB!"

---

Ended : 02.45 wib

Anda mungkin juga menyukai