Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stress dan Adaptasi


1. Definisi Stress
Stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa disebabkan
oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi tantangan yang
penting, ketika dihadapkan pada ancaman, atau ketika harus berusaha mengatasi
harapan-harapan yang tidak realistis dari lingkungannya (Nasir dan Muhith, 2011)

Menurut Robbins (dalam Nuryadin, 2013), stressadalah kondisi dinamik yang


didalamnya individu menghadapi peluang, kendala atau tanggung jawab beban
kerja, dan deskripsi pekerjaan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkan dan
yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting.

Taylor (dalam Muttaqin, 2010) mendefinisikan stress sebagai kondisi yang tidak
seimbang antara sumber pribadi (personal resources) dengan tuntutan yang
dimiliki. Ketidakseimbangan tersebut dinilai oleh individu sebagai sebuah kondisi
yang berbahaya dan mengancamkeberadaannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa stress adalah segala peristiwa/kejadian baik berupa
tuntutan-tuntutan lingkungan maupun tuntutan-tuntutan internal (fisiologis/
psikologis) yang menuntut, membebani, atau melebihi kapasitas sumber daya
adaptif individudan mengharuskan individu untuk melakukan sesuatu dalam
rangka mempertahankan diri.

2. Teori-Teori Pendekatan Stress


Teori stres terus berkembang dari masa ke masa, tetapi secara fundamental teori
stres hanya digolongkan atas tiga pendekatan. Tiga pendekatan terhadap teori stres
tersebut adalah :
a. Stres model stimulus (rangsangan)
Stres model stimulus merupakan model stres yang menjelaskan bahwa stres itu
adalah varibel bebas (independent) atau penyebab manusia mengalami stres
(Lyon, 2012). Atau dengan kata lain,stres adalah situasi lingkungan yang
seseorang rasakan begitu menekan dan individu tersebut hanya menerima
secara langsung rangsangan stress tanpa ada proses penilaian. Penyebab-
penyebab stres tersebut berperan dalam menentukan seberapa banyak stres
yang akan mungkin diterima. Oleh karena itu, tekanan yang berasal dari
situasi-situasi lingkungan bisa bertindak sebagai penyebab dan penentu pada
gangguan-ganguan kesehatan apabila terjadi dalam kurun waktu yang sering
dan dengan jumlah yang berbahaya. (Staal, 2004)

Adapun situasi-situasi yang memungkinkan menjadi pemicu terjadinya stres


adalah beban kerja, kepanasan, kedinginan, suara keributan, ruangan yang
berbau menyengat, cahaya yang terlalu terang, lingkungan yang kotor,
ventilasi yang tidak memadai, dan lain sebagainya (Hariharan & Rath, 2008).

Bartlett menegaskan bahwa stres stimulus lebih memfokuskan pada sumber - 


sumber stres dari pada aspek-aspek lainnya. Sumber stres tersebut dikenal
dengan istilah “stressor”. Cara kerja dari stressor ini adalah memberikan
sebuah rangsangan, tekanan, dan dorongongan sehingga seseorang dapat
mengalami stres. Jadi stressor inilah yang berperan sebagai penyebab stres
pada seseorang.

Menurut Thoits, sumber stress (stressor) dapat dikategorikan menjadi :


1) Life events (peristiwa-peristiwa kehidupan) berfokus pada peranan
perubahan-perubahan kehidupan yang begitu banyak terjadi dalam waktu
yang singkat sehingga meningkatkan kerentanan pada penyakit (Lyon,
2012). Ketika seseorang gagal berurusan (menyesuaikan) dengan situasi
atau perubahan-perubahan yang secara ekstrem tesebut, maka timbul-lah
dampak buruk, misalnya perasaan cemas.
2) Chronic strain (ketegangan kronis) merupakan kesulitan-kesulitan yang
konsisten atau berulang-ulang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Ketegangan kronis bisa mempengaruhi terhadap kesehatan manusia
termasuk fisik maupun psikologis dikarenakan ketegangan kronis yang
terus berlanjut dan menjadi ancaman kepada seseorang (Serido, Almeida
& Wethington, 2004). Faktor yang menjadi pemicu terjadinya ketegangan
kronis, yaitu tuntutan-tuntutan pekerjaan, kurangnya pengenda-lian atas
pekerjaan, tuntutan-tuntutandari rumah, kurangnya pengendalian dari ru-
mah. Sedangkan di lingkungan akademik, ketegangan kronis bisa dipicu
karena banyak hal, misalnya adalah tekanan akademik (Oswalt & Riddock,
2007).
3) Daily hassles (permasalahan-permasalahan sehari-hari) adalah peristiwa-
peristiwa kecil yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang memer-
lukan tindakan penyesuaian dalam sehari saja. Ada beberapa contoh dari
permasalah sehari-hari, misalnya pendatang yang tidak diharapkan,
kemacatan berlalu lintas, berkomunikasi dengan orang lain, tugas-tugas
keseharian yang penting, tenggat waktu yang tiba-tiba dan berargumentasi
kepada orang lain. Permasalahan-permasalahan tersebut hanya
menimbulkan stres sesaat dan tidak mengakibatkan terjadinya gangguan-
gangguan fisik maupun mental yang parah.

b. Stress model response (respons)


Selye menekankan bahwa stres merupakan reaksi atau tanggapan tubuh yang
secara spesifik terhadap penyebab stres (stressor) yang mana hal tersebut
memberikan pengaruh kepada seseorang. Lyon (2012) mengistilahkan reaksi
tubuh terhadap sumber stres sebagai variable terikat atau hasil. Hasil stres
itupun meliputi perubahan kondisi psikis, emosional, dan psikologis (Carr &
Umberson, 2013). Misalnya, ketika seseorang mengalami situasi yang
mengkhawatirkan, tubuh secara spontan bereaksi terhadap ancaman tersebut.
Ancaman tersebut termasuk sumber stres, dan respons tubuh terhadap
ancaman itu merupakan stres respons (Scheneidrman, Ironson & Siegel,
2005).

Dengan demikian, perpaduan antara sumber stres dan hasil stres mengarahkan
pada pengertian bahwa stres tidak bisa dipisahkan dari reaksi tubuh terhadap
sumber-sumber stres yang ada. Atau dengan kata lain, tubuh tidak akan
memberikan respon apapun kalau tidak ada rangsangan. Oleh karena itu, stres
respons dapat disimpulkan sebagai reaksi tubuh secara jasmaniah terhadap
sumber-sumber stres yang ada atau rangsangan yang menyerang tubuh.
Adapun model stress yang diperkenalkan Selye adalah General Adaptation
Syndrome atau disingkat dengan istilah GAS (Rice, 2011), ada tiga tahapan
stres respons :
1) Alarm (tanda bahaya)
2) Resistance (perlawanan)
3) Exhaustion (kelelahan).

c. Stress model transactional (transaksional)


Stres model transaksional berfokus pada respon emosi dan proses kognitif
yang mana didasarkan pada interaksi manusia dengan lingkungan (Jovanovic,
Lazaridis & Stefanovic, 2006). Atau dengan kata lain, stres model ini
menekankan pada peranan penilaian individu terhadap penyebab stres yang
mana akan menentukan respon individu tersebut (Staal, 2004).

Richard Lazarus dan Susan Folkman adalah tokoh yang terkenal dalam
mengembangkan teori stres model transaksional menyatakan bahwa stres
adalah hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dievaluasi oleh
seseorang sebagai tuntutan atau ketidakmampuan dalam mengahadapi situasi
yang membahayakan atau mengancam kesehatan. Lazarus dan Folkman
menegaskan bahwa appraisal adalah faktor utama dalam menentukan seberapa
banyak jumlah stres yang dialami oleh seseorang saat berhadapan dengan
situasi berbahaya (mengancam). Dengan kata lain, stres adalah hasil dari
terjadinya transaksi antara individu dengan penyebab stres yang melibatkan
proses pengevaluasian (Dewe, 2012).

Selain itu, sumber stres merupakan kejadian atau situasi yang melebihi
kemamampuan pikiran atau tubuh saat berhadapan dengan sumber stres
tersebut. Ketika situasi tersebut memberikan rangsangan, maka individu akan
melakukan appraisal (penilaian) dan coping (penanggulangan).
3. Klasifikasi Stress
Stuart dan Sundeen (2005) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu :
a. Stres ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini
dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah
berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
b. Stres sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.
c. Stres berat Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku ditujukan
untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian
pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.

4. Factor-faktor yang Mempengaruhi Stress


Banyak faktor, baik besar maupun kecil, yang dapat menghasilkan stres dalam
kehidupan individu. Pada beberapa kasus, kejadian-kejadian yang ekstrim, seperti
perang, kecelakaan, dan lain sebagainya, dapat menyebabkan stres. Sementara
kejadian sehari-hari, kondisi kesehatan fisik, tekanan baikdari luar maupun dari
dalam diri individu dan lain sebagainyajuga berpotensi untuk menyebabkan stres.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi stres menurut Santrock,
yaitu :
a. Faktor Lingkungan
Stres muncul karena suatu stimulus menjadi semakin berat dan
berkepanjangan sehingga individu tidak lagi bisa mengahadapinya. Ada tiga
tipe konflik yaitu mendekat-mendekat (approach-approach), menghindar-
menghindar (avoidance-avoidance) dan mendekat-menghindar (approach
avoidance). Frustasi terjadi jika individu tidak dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Stres dapat muncul akibat kejadian besar dalam hidup
maupungangguan sehari-hari dalam kehidupan individu.

b. Faktor Kognitif
Lazarus percaya bahwa stres pada individu tergantung pada bagaimana
mereka membuat penilaian secara kognitif dan menginterpretasi
suatukejadian. Penilaian kognitif adalah istilah yang digunakan Lazarus untuk
menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup
mereka sebagai suatu yang berbahaya, mengancam, atau menantang (penilaian
primer) dan keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan untuk
menghadapi suatu kejadian dengan efektif (penilaian skunder). Strategi
”pendekatan” biasanya lebih baik dari pada strategi ”menghindar”.

c. Faktor Kepribadian
Pemilihan strategi mengatasi masalah yang digunakan individu dipengaruhi
oleh karakteristik kepribadian seperti kepribadian optimis dan pesimis.
Menurut Carver, individu yang memiliki kepribadian optimis lebih cenderung
menggunakan strategi mengatasi masalah yangberorientasi pada masalah yang
dihadapi. Individu yang memiliki rasaoptimis yang tinggi lebih mensosiasikan
dengan penggunaan strategi coping yang efektif. Sebaliknya, individu yang
pesimis cenderung bereaksi dengan perasaan negatif terhadap situasi yang
menekan dengan cara menjauhkan diri dari masalah dan cenderung
menyalahkan diri sendiri.

d. Faktor Sosial-Budaya
Akulturasi mengacu pada perubahan kebudayaan yang merupakan akibat dari
kontak yang sifatnya terus menerus antara dua kelompok kebudayaan yang
berbeda. Stres alkuturasi adalah konsekuensi negatif dari akulturasi. Anggota
kelompok etnis minoritas sepanjang sejarah telah mengalami sikap
permusuhan, prasangka, dan ketiadaan dukungan yang efektif selama
krisis,yang menyebabkan pengucilan, isolasi sosial, dan meningkatnya stres.

Kemiskinan juga menyebabkan stres yang berat bagi individu dan


keluarganya. Kondisi kehidupan yang kronis, seperti pemukiman yang tidak
memadai, lingkungan yang berbahaya, tanggung jawabyang berat, dan
ketidakpastian keadaan ekonomi merupakan stresor yang kuat
dalamkehidupan warga yang miskin. Kemiskinan terutama dirasakan berat
dikalangan individu dari etnis minoritas dan keluarganya.
5. Definisi Adaptasi
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap beban lingkungan agar
organisme dapat bertahan hidup (Sarafino, 2005). Sedangkan menurut Gerungan
(2006) menyebutkan bahwa adapatasi atau penyesuaian diri adalah mengubah diri
sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai
dengan keadaan (keinginan diri). Berikut adalah tujuan adaptasi yaitu :
a. Menghadapi tuntutan keadaan secara sadar
b. Menghadapi tuntutan keadaan secara realistic
c. Menghadapi tuntutan keadaan secara obyektif
d. Menghadapi tuntutan keadaan secara rasional

6. Macam-Macam Adaptasi
a. Adaptasi fisiologis
Adalah proses dimana respon tubuh terhadap stresor untuk mempertahankan
fungsi kehidupan, dirangsang oleh faktor eksternal dan internal, respons dapat
dari sebagian tubuh atau seluruh tubuh serta setiap tahap perkembangan punya
stresor tertentu. Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik
negatif, yaitu suatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu
keadaan abnormal seperti penurunan suhu tubuh dan membuat suatu respons
adaptif seperti mulai mengigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari
mekanisme utama yang digunakan dalam menghadapi stressor dikontrol oleh
medula oblongata, formasi retikuler dan hipofisis. Riset klasik yang telah
dilakukan oleh Hans Selye telah mengidentifikasi dua respons fisiologis
terhadap stres, yaitu :
1) LAS ( Lokal Adaptasion Syndrome)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stres, responnya
berjangka pendekKarakteristik dari LAS :
a) Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua
system
b) Respons bersifat adaptif, diperlukan stresor untuk menstimulasikannya
c) Respons bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
d) Respons bersifat restorative
2) GAS (General Adaptasion Syndrom)
Merupakan respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respons
yang terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin.
Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem
Neuroendokrin. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :
a) Fase alarm
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahan dari tubuh dan pikiran
untuk menghadapi stresor seperti pengaktifan hormon yang berakibat
meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk
bereaksi. Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk
melakukan respons melawan atau menghindar. Respons ini bisa
berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor menetap maka
individu akan masuk kedalam fase resistensi
b) Fase resistensi (melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan
psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh
berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada
keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab
stres. Bila teratasi, gejala stres menurun atau normal. Bila gagal maka
individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir dari GAS yaitu:
Fase kehabisan tenaga.
c) Fase exhaustion (kelelehan)
Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi
pada fase sebelumnya. Tahap ini cadangan energi telah menipis atau
habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres.
Ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap stresor
inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersebut.

b. Adaptasi psikologis
Perilaku adaptasi psikologi membantu kemampuan seseorang untuk
menghadapi stresor, diarahkan pada penatalaksanaan stres dan didapatkan
melalui pembelajaran dan pengalaman sejalan dengan pengidentifikasian
perilaku yang dapat diterima dan berhasil.Perilaku adaptasi psikologi dapat
konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif membantu individu menerima
tantangan untuk menyelesaikan konflik. Perilaku destruktif mempengaruhi
orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah, kepribadian dan situasi
yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi. Perilaku adaptasi psikologis
juga disebut sebagai mekanisme koping. Mekanisme ini dapat berorientasi
pada tugas, yang mencakup penggunaan teknik pemecahan masalah secara
langsung untuk menghadapi ancaman atau dapat juga mekanisme pertahanan
ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distres emosional dan dengan
demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stres.
Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stres secara tidak
langsung.
1) Task oriented behavior
Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan kemampuan kognitif
untuk mengurangi stres, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik dan
memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 2005). Tiga tipe umum perilaku
yang berorientasi tugas adalah :
a) Perilaku menyerang
Adalah tindakan untuk menyingkirkan atau mengatasi suatu stresor.
b) Perilaku menarik diri
Adalah menarik diri secara fisik atau emosional dari stresor.
c) Perilaku kompromi
Adalah mengubah metode yang biasa digunakan, mengganti tujuan
atau menghilangkan kepuasan terhadap kebutuhan untuk memenuhi
lain atau untuk menghindari stress.

2) Ego Dependen Mekanism


Perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan psikologis terhadap
peristiwa yang menegangkan (Sigmund Frued). Mekanisme ini sering kali
diaktifkan oleh stressor jangka pendek dan biasanya tidak mengakibatkan
gangguan psikiatrik. Ada banyak mekanisme pertahanan ego, yaitu :
a) Represi
Menekan keinginan, impuls/dorongan, pikiran yang tidak
menyenagkan ke alam tidak sadar dengan cara tidak sadar.
b) Supresi
Menekan secara sadar pikiran, impuls, perasaan yang tidak
menyenangkan ke alam tidak sdar.
c) Reaksi formasi
Tingkah laku berlawanan dengan perasaan yang mendasari tingkah
laku tersebut.
d) Kompensasi
Tingkah laku menggantikan kekurangan dengan kelebihan yang lain
yitu Kompensasi langsung dan Kompensasi tidak langsung.
e) Rasionalisasi
Berusaha memperlihatkan tingkah laku yang tampak sebagai
pemikiran yang logis bukan karenakeinginan yang tidak disadari.
f) Substitusi
Mengganti obyek yang bernilai tinggi dengan obyek yang kurang
bernilai tetapi dapat diterima oleh masyarakat.
g) Restitusi
Mengurangi rasa bersalah dengan tindakan pengganti.
h) Displacement
Memindahkan perasaan emosional dari obyek sebenarnya kepada
obyek pengganti.
i) Proyeksi
Memproyeksikan keinginan, perasaan, impuls, pikiran pada orang
lain/obyek lain/lingkungan untuk mengingkari.
j) Simbolisasi
Menggunakan obyek untuk mewakili ide/emosi yang menyakitkan
untuk diekspresikan
k) Regresi
Ego kembali pada tingkat perkembangan sebelumnya dalam pikiran,
perasaan dan tingkah lakunya.
l) Denial
Mengingkari pikiran, keinginan, fakta dan kesedihan.
m) Sublimasi
Memindahkan energi mental (dorongan)yang tidak dapat diterima
kepada tujuan yang dapat diterima masyarakat.
n) Konvesi
Pemindahan konflik mental pada gejala fisik
o) Introyeksi
Mengambil alih semua sifat dari orang yang berarti menjadi bagian
dari kepribadiannya sekarang.

c. Adaptasi perkembangan
Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan tersebut. Stres yang berkepanjangan dapat mengganggu atau
menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam
bentuk ekstrem, stres yang terlalu berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan.

Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stresor di rumah. Jika diasuh
dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu
mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons
koping adaptif yang sehat (Haber, 2002)

Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka


mulai menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan
dapat membantu mereka mencapai tujuan, dan harga diri berkembang melalui
hubungan berteman dan saling berbagi diantara teman. Pada tahap ini, stres
ditunjukan oleh ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk mengembangkan
hubungan berteman.

Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu
yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem
pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap stresor, tetapiremaja tanpa sistem
pendukung sosial sering menunjukan peningkatan masalah psikososial
(Dubos, 2002).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke
tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung
jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan
realitas.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga,
menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka.
Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus
menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan
mereka.

Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga


dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia
dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan
fungsi fisiologis.

d. Adaptasi sosial budaya


Mengkaji stresor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup
penggalian tentang besaranya, tipe dan kualitas dari interaksi sosial yang ada.
Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi
klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 2003).

e. Adaptasi spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stresdalam banyak
cara, tetapi stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stres yang
berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin
memandang stresor sebagai hukuman.

B. Mekanisme Pertahanan Diri


1. Definisi mekanisme koping
Koping merupakan suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan usaha
tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai
membebani atau melebihi sumberdaya yang dimiliki individu. Mekanisme
diartikan sebagai suatu cara yang dilakukan oleh individu dalam meyelesaikan
maslah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap sesuatu yang
mengancam (Nasir dan Muhith, 2011).

Mekanisme koping merupakan setiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan


stres, yaitu cara dalam penyelesaian masalah dengan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping pada dasarnya adalah
mekanisme pertahanan diri terhadap perubahan bahan yang terjadi baik dalam diri
maupun dari luar diri (Stuart, 2009).

2. Sumber koping
Sumber koping merupakan pilihan-pilihan atau strategi yang membantu seseorang
menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang berresiko. Sumber koping
adalah faktor pelindung. Hal yang termasuk sumber koping adalah asset finansial/
kemampuan ekonomi, kemampuan dan keterampilan, dukungan sosial, motivasi,
serta hubungangan antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Stuart,
2009).

Sumber koping lain meliputi kesehatan (energi), dukungan spiritual, keyakinan


positif, kemampuan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, sumber materi
dan kesehatan fisik (Stuart, 2009). Menurut Suis, (2014) ada beberpa faktor yang
mempengaruhi mekanisme koping mahasiswa yaitu harga diri, kesehatan fisik,
keyakinan atau pandangan hidup, keterampilan, dan dukungan sosial materi.

3. Model mekanisme koping


a. Mekanisme koping yang berfokus pada masalah adalah mekanisme koping
yang melibatkan tugas dan upaya langsung untuk mengatsi ancaman itu
sendiri. Contohnya yaitu negosiasi, konfrontasi, dan mencari saran.
b. Mekanisme koping berfokus pada kognitif, dimana seseorang mencoba untuk
mengontrol makna dari suatu masalah dan dengan demikian menetralisirnya.
Contohnya yaitu perbandingan fositif, ketitaktahuan slektif,subtitusi
penghargaan,dan devaluasi benda yang diinginkan.
c. Mekanisme koping berfokus pada emosi, dimana pasien berorientasi pada
tekanan emosional moderat. Contohnya termasuk penggunaan mekanisme
pertahanan ego seperti penyangkalan, denial, supresi, dan proyeksi.
4. Gaya mekanisme koping
Menurut Nasir dan Muhith (2011), gaya koping merupakan penentuan dari gaya
seseorang dalam memecahkan suatu masalah berdasarkan tuntutan yang dihadapi,
ada dua macam gaya koping :
a. Gaya koping positif
Gaya koping positif merupakan gaya yang mampu mendukung integritas ego,
yaitu :
1) Problem solving merupakan suatu usaha untuk memecahkan masalah,
dimana pada gaya koping ini masalah harus dihadapi, dipecahkan, dan
tidak dihindari atau menganggap masalah itu tidak berarti. Pemecahan
masalah ini digunakan untuk mengindari tekanan atau beban psikologis
akibat adanya stresor yang masuk dalam diri seseorang.

2) Utilizing social support merupakan suatu tindak lanjut dari menyelesaikan


masalah belum terselesaikan. Tidak semua orang mampu menyelesaikan
masalahnya sendiri, hal ini terjadi karena rumitnya masalah yang dialami.,
oleh sebab itu apabila seseorang mempunyai masalah yang tidak bisa
diselesaikan sendiri, seharusnya tidak disimpan sendiri tetapi carilah
dukungan dari orang lain yang dapat dipercaya dan mampu memberikan
bantuan dalam bentuk masukan ataupun saran dan lainnya.

3) Looking for silver lining masalah yang berat terkadang akan membawa
kebutaan dalam upaya menyelesaikan masalah, walaupun sudah dengan
usaha yang maksimal, terkadang masalah belum ditemukan titik temu,
oleh sebab itu seberat apapun masalah yang dihadapi manusia harus tetap
berfikir positif dan dapat diambil hikmah dari setiap masalah. Pada fase ini
diharapkan manusia mampu menerima kenyataan sebagai sebuah ujian dan
cobaan yang harus dihadapi selalu berusaha menyelesaikan masalah tanpa
menurunkan semangat motivasi.

b. Gaya koping Negatif


Gaya koping negatif yang dapat menurunkan integritas ego, dimana gaya
koping ini dapat merusak dan merugikan dirinya sendiri,yang terdiri atas
sebagai berikut :
1) Avoidance merupakan suatu usaha untuk mengatasi situasi tertekan
dengan cara lari dari situasi tersebut dan menghindari masalah dan
akhirnya terjadinya penumpukan masalah. Bentuk melarikan diri seperti
merokok, menggunakan obat-obatan, dan berbelanja tujuannya untuk
menghilangkan masalah tetapi menambah masalah.
2) Self-blam yaitu ketidak berdayaan atas masalah yang dihadapi, biasanya
menyalahkan diri sendiri yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri
dari lingkungan sosial.
3) Wishfull thinkingmerupakan kesedihan mendalam yang dialami sesorang
akibat kegagalan mencapai tujuan, karena penentuan keinginan terlalu
tinggi sehingga sulit tercapai.

5. Respon koping
Menurut Model Adaptasi Stres Stuart respon idividu terhadap stress berdasarkan
faktor predisposisi, sifat stresor, persepsi terhadap situasi dan analisis sumber
koping dan mekanisme koping. Respon koping klien dievaluasi dalam suatu
rentang yaitu adaptif atau maladaptif (Stuart, 2009).
a. Reopons mekanisme koping adaptif
Respon yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan
mencapai tujuan, seperti berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah
dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, tehnik relaksasi,
latihan seimbang dan aktifitas konstriktif.

b. Respon mekanisme koping maladaptive


Respon yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menghalangi penguasaan terhadap
lingkungan, seperti makan berlebihan atau bahkan tidak makan, kerja
berlebihan, menghindar, marah-marah, mudah tersinggung, dan menyerang.
Mekanisme koping yang maladaptif dapat memberi dampak yang buruk bagi
seseorang seperti isolasi diri, berdampak pada kesehatan diri, bahkan
terjadinya resiko bunuh diri.
6. Macam-macam Mekanisme Koping
a. Mekanisme jangka pendek
1) Aktifitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis identitas,
misalnya main musik, tidur, menonton televise
2) Akltifitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara, misalnya
ikut dalam aktifitas sosial, keagamaan
3) Aktifitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri, misalnya olah
raga yang kompetitif, pencapaian akademik / belajar giat
4) Aktifitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu, misalnya
penyalahgunaan obat (Keliat, 2005)

b. Mekanisme Jangka Panjang


1) Penutupan identitas yaitu adapsi identitas pada orang yang menurut klien
penting, tanpa memperhatikan kondisi dirinya.
2) Identitas negatif yaitu klien beranggapan bahwa identifikasi yang tidak
wajar akan diterima masyarakat.

c. Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme


pertahanan mental. Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai
berikut:
1) Kompensasi
Proses seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan tegas
menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang dimiliki.
2) Penyangkalan (denial)
Menyatakan tidak setuju terhadap realitas dengan mengingkari realitas
tersebut. Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak
ada atau menolak pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya
mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud melindungi diri (Keliat, 2005)
3) Pemindahan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda lain
yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
4) Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran
atau identitasnya. Keadaan dimana terdapat dua atau lebih kepribadian
pada diri seorang individu.
5) Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi
berupaya dengan menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang
tersebut (Stuart dan Sundeen, 2005).
6) Intelektualisasi (intelectualization)
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi,
manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak
menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalah
secara obyektif.
7) Introjeksi (Introjection)
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil dan
melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok ke dalam
struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani.
8) Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat
bersifat sementara atau berjangka lama
9) Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain
terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat
ditoleransi. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi
kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya
sendiri (Stuart dan Sundeen, 2005)
10) Rasionalisasi
Rasionalisasi dimaksudkan sebagai usaha individu mencari alasan yang
dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan
perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu
dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik,
atau yang baik adalah yang buruk.
11) Reaksi formasi
Individu mengadakan pembentukan reaksi ketika berusaha
menyembunyikan motif dan perasaan sebenarnya, dan menampilkan
ekspresi wajah yang berlawanan. Dengan cara ini individu dapat
menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan
menghadapi ciri pribadi yang tidak menyenangkan.
12) Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam
situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Dapat pula terjadi bila
individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku
yang khas individu yang berusia lebih muda (Stuart dan Sundeen, 2005)
13) Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu menyingkirkan frustrasi,
konflik batin, mimpi buruk, dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan.
Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki
kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku.
14) Pemisahan (splitting)
Sikap mengelompokkan orang atau keadaan hanya sebagai semuanya baik
atau semuanya buruk; kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan
negatif di dalam diri sendiri.
15) Sublimasi
Mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang dapat
diterima oleh masyarakat. Impuls yang berasal dari Id yang sukar
disalurkan karena mengganggu individu atau masyarakat, oleh karena itu
impuls harus dirubah bentuknya agar tidak merugikan individu/masyarakat
sekaligus mendapatkan pemuasan
16) Supresi
Supresi merupakan proses pengendalian diri yang terang-terangan
ditujukan menjaga agar impuls dan dorongan yang ada tetap terjaga.
17) Undoing
Meniadakan pikiran-pikiran, impuls yang tidak baik, seolah-olah
menghapus suatu kesalahan (Smet, 2004).
18) Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada situasi
menekan yang membuatnya frustrasi dan cemas, sehingga individu
tersebut merasa tidak sanggup menghadapinya dan membuat
perkembangan normalnya terhenti sementara atau selamanya. Individu
menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya
penuh dengan kecemasan.
19) Menarik Diri
Reaksi ini merupakan respon umum dalam mengambil sikap. Bila individu
menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan. Biasanya
respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis (Yosep, 2007).
20) Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus,
individu cenderung mencoba mengelak. Bisa secara fisik mengelak atau
menggunakan metode yang tidak langsung.
21) Fantasi
Dengan berfantasi pada yang mungkin menimpa dirinya, individu merasa
mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa yang tidak
menyenangkan, menimbulkan kecemasan dan mengakibatkan frustrasi.
Individu yang sering melamun kadang menemukan bahwa kreasi
lamunannya lebih menarik dari pada kenyataan sesungguhnya. Bila fantasi
ini dilakukan proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik,
maka fantasi menjadi cara sehat untuk mengatasi stress.
22) Simbolisasi
Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol pengganti keadaan
atau hal yang sebenarnya (Yosep, 2007).
23) Konversi
Adalah transformasi konflik emosional ke dalam bentuk gejala-gejala
jasmani (Stuart dan Sundeen, 2005)

7. Faktor – faktor yang mempengaruhi mekanisme koping


Mekanisme koping seseorang dipengaruhi oleh faktor –faktor diantaranya: peran
dan hubungannya, gizi dan metabolisme, tidur dan istirahat, rasa aman dan
nyaman, pengalaman masa lalu, tingkat pengetahuan seseorang, dan lingkungan
tempat tinggal (Taylor 2003).
C. Manajemen Stress dalam Keperawatan
Manajemen stress merupakan sebuah cara untuk mengatasi stress dengan
menggunakan strategi koping adaptif (Towsend, 2014). Manajemen stress merupakan
sebuah tehnik yang menerapkan koping adaptif pada seseorang agar mampu
menghadapi stres. Manajemen stress dapat menurunkan tingkatan depresi dan
mencegah terjadinya masalah jiwa. Penerapan beberapa koping adaptif untuk
mengatasi stress diantaranya bersosialisasi, relaksasi otot, sesi manajemen stresdalam
grup,dan meditasi (Mino, 2006).

Manajemen stress adalah kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas


atau intervasi atau mengubah pertukaran respon terhadap penyakit. Fokusnya
tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien.
Perawat bertanggung jawab pada implementasi pemikiran yang dikeluarkan pada
beberapa daerah perawatan. Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai
ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengaturan Diet dan Nutrisi
2. Istirahat dan Tidur
3. Olah Raga atau Latihan Teratur
4. Berhenti Merokok
5. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
6. Pengaturan Berat Badan
7. Pengaturan Waktu
8. Terapi Psikofarmaka
9. Terapi Somatik
10. Psikoterapi
11. Terapi Psikoreligius
12. Homeostatis

D. Instrument Pengkajian Stress


1. Depression Anxiety and Stress Scale (DASS)
Depression Anxiety and Stress Scale adalah kuesioner untuk menilai depresi, rasa
cemas dan stress. Kuesioner ini bukan sebagai alat bantu diagnosis namun sebagai
alat untuk menentuka tingkat keparahan kondisi stress. Depression Anxiety and
Stress Scaletelah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa dan digunakan secara
luas dalam praktik sehari-hari maupun dalam ruang lingkup penelitian (Musa,
2007).

Kuesioner ini mudah diaplikasikan pada populasi dan tidak membutuhkan


pelatihan khusus dalam penggunaannya. Depression Anxiety and Stress
Scalememiliki dua versi yaitu DASS-42 dan DASS-21. DASS-12 merupakan
versi pendek dari DASS-42. DASS-21 terdiri dari dua puluh satu pernyataan yang
terdiri dari masing-masing tujuh pernyataan untuk menilai depresi, rasa cemas dan
menilai stress.

Setiap pertanyaan diberikan skor 0 hingga 3, kemudian skor pada masing-masing


kategori dijumlahkan dan dilakukan interpertasi normal, ringan, sedang, berat dan
sangat berat.
Skor :
0 tidak pernah dialami
1 kadang dialami
2 sering dialami
3 sangat sering dialami
Interpretasi hasil penjumlahan skor pada DASS-21 ditampilakan pada table.

2. Perceived Stress Scale (PSS-10)


Perceived Stress Scale merupakan kuesioner yang telah terstandar dan memiliki
tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Kuesioner ini dibuat oleh Sheldon
Cohen, mampu mengukur persepsi global dari stres yang memberikan beberapa
fungsi penting. Perceived Stress Scale dapat memberikan informasi mengenai
kondisi penyebab stres yang dapat mempengaruhi kondisi fisik atau patologi dan
dapat digunakan untuk menilai tingkat stress (Lee EH, 2012).

Perceived Stress Scale terdiri dari sepuluh pertanyaan, terdapat enam pertanyaan
negatif dan empat pertanyaan positif. Setiap pertanyaan diberikan skor dari 0
hingga 4. Skor 0 untuk jawaban tidak pernah, skor 1 untuk jawaban hampir tidak
pernah, skor 2 untuk jawabaan kadang-kadang, skor 3 untuk jawaban sering dan
skor 4 untuk jawaban sangat sering. Nilai skor ini dibalik untuk menjawab
pertanyaan positif, sehingga skor 0 = 4, skor 1 = 3, skor 2 = 2 dan seterusnya.
Pertanyaan positif pada kuesioner ini terdapat pada pertanyaan nomer 4, 5, 7 dan
8. Tingkat stress diketahui setelah menjumlahkan semua skor dari sepuluh
pertanyaan yang terdapat pada kuesioner PSS. Total skor 13 menunjukan nilai
rata-rata atau masih dikatakan dalam batas normal. Skor stres sekitar 20 atau lebih
menunjukan terdapat stres yang berat. Jika hal tersebut terjadi disarankan untuk
belajar untuk mengurangi stress dengan berolahraga tiga kali dalam seminggu.
3. Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A)
Hamilton Anxiety Rating Scaleini merupakan sistem skoring pertama yang
dikembangkan untuk menilai tingkat kecemasan dan sampai saat ini masih
digunakan secara luas dalam praktek klinis maupun dalam penelitian. Sistem
penilaian ini harus dipandu oleh klinisi dalam waktu 10-15 menit dan dapat
digunakan pada populasi dewasa, remaja, dan anak-anak. Sistem skoring ini telah
diterjemahkan ke dalam Bahasa Prancis, Spanyol, dan Mandarin. Sistem skoring
HAM-A ini mencakup 14 hal yang didefinisikan dengan serangkaian gejala untuk
menilai baik kecemasan secara psikis, maupun kecemasan secara somatik. Setiap
hal dinilai dengan skala dari 0 (tidak ada) –4 (berat), dengan total skor antara 0-
56. Skor bernilai <17 menunjukkan kecemasan ringan, 18-24menunjukkan
kecemasan ringan-sedang, dan skor 25-30 menunjukkan kecemasan berat

4. Hamilton Depression Rating Scale (HAM-D)


Hamilton Depression Rating Scaledikembangkan oleh Dr. Max Hamilton dari
Universitas Leeds, Inggris pada tahun 1960. Sejak Saat itu sistem skoring ini telah
digunakan secara luas dalam praktek klinis dan menjadi standar dalam uji klinis
farmasi, dimana sistem ini terbukti sangat bermanfaat dalam menentukan tingkat
depresi seseorang sebelum, selama, dan setelah pengobatan. Pengisian kuesioner
ini sebaiknya dilakukan oleh klinisi yang berpengalaman. Penilaian tingkat
depresi berdasarkan HAM-D ini berdasarkan pada 17 item pertama, walaupun
dalam kuesionernya terdapat 21 daftar pernyataan. Secara umum pengisian
kuesioner ini memerlukan 15-20 menit. Terdapat 8 item yang diskoringdengan 5
skala, dari 0 = tidak ada sampai dengan 4 = berat. Sedangkan 9 item diskoring
dengan nilai 0-2. Interpretasi dari sistem skoring HAM-D adalah dengan
menjumlahkan 17 item pertama dengan hasil 0-7 adalah normal, 8-13 depresi
ringan, 14-18 depresi sedang, 19-22 depresi berat, dan >23 depresi sangat berat.

5. Subjective Units of Distress Scale (SUDS)


Subjective Units of Distress Scale(SUDS) atau dikenal dengan distress
thermometer adalah skala penilaian stres yang dapat dinilai sendiri oleh
pasien.Awalnya terdiri atas skala 0-100 tetapi kemudian disederhanakan menjadi
0-10, dimana 0 adalah relaksasi total dan 10 adalah level stres tertinggi.
Interpretasi dari penilaian ini adalah 0-3 berupa zona hijau atau netral berupa stres
normal dalam kehidupansehari-hari.
Penilaian 4-6 dianggap zona kuning dengan tingkat stres sedang, kadang stres
dapat diatasi tetapi kadang tidak, dan menyebabkan distres subjektif tetapi tidak
mengalami gangguan fungsi. Tingkat stres 7-10 dianggap sebagai zona merah
dengan tingkat stres paling tinggi, tidak dapat diatasi dengan efektif, terdapat
distres subjektif dan dan gangguan fungsi. Pada tahap ini biasanya terjadi
gangguan tidur, daya tahan menurun, ingatan terganggu, tidak dapat mebuat
keputusan, tidak dapat berpikir kreatif, dan sangat reaktif terhadap lingkungan
sekitar (Kim D Bae, 2008).
E. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Stress
1. Pengkajian Kepewawatan
Perawat dapat mengumpulkan data dengan cara observasi, wawancara dan
pemeriksaan
a. Data fisiologis
1) Peningkatan Tekanan darah
2) Ketgangan otot meningkat
3) Peningkatan denyut nadi dan frkuensi napas
4) Tangan dan kaki dingin
5) Sakit kepala
6) Sakit perut (gangguan pencernaan)
7) Suara nada tinggi dan cepat
8) Nafsu makan berubah
9) Frekuansi miksi bertambah
10) Sukar tidur dan sering terbangun
11) Dilatasi pupil
12) Hula darah meningkat
b. Data Psiko-Sosial
1) Cemas dan ragu-ragu
2) Depresi
3) Bosan
4) Penggunaan obat dan zat meningkat
5) Pola makan berubah
6) Perubahan pola tidur dan kegiatan
7) Kelelahan mental
8) Perasaan tidak mampu
9) Harga diri kurang dan hilang
10) Mudah tersinggung dan cepat marh
11) Motivasi hilang
12) Menangis
13) Produktivitas dan kualitas kerja menurun
14) Cenderung malakukan kesalahan dan nilai buruk
15) Pelupa dan sering blocking
16) Sering melamun
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ditandai dengan
pasien tampak gelisah, mengekspresikan kekhawatiran, gangguan tidur
b. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan d.d mengeluh sulit tidur.

3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
berhubungan intervensi selama 2 jam, Observasi
dengan maka Anxiety self 1. Identifikasi saat tingkat
perubahan status control membaik, dengan ansietas berubah (Mis.
kesehatan, kriteria hasil. Kondisi, waktu, stresor)
ditandai dengan 1. Mampu 2. Identifikasi kemampuan
pasien tampak mengindentifikasi dan mengambil keputusan
gelisah, mengungkapan (tanda 3. Monitor tanda-tanda
mengekspresikan dan gejala) ansietas (verbal dan
kekhawatiran, kecemasan. nonverbal)
gangguan tidur 2. Mengatakan
kecemasan sudah Terapeutik
berkurang yang 1. Ciptakan suasana
dinyatakan verbal terapeutik untuk
maupun nonverbal. menumbuhkan
3. Tampak adanya kepercayaan.
dukungan keluarga 2. Pahami situasi yang
membuat ansietas
3. Dengarkan dengan
penuh perhatian
4. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
menyakinkan
5. Diskusikan perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang akan
dating

Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepath.Latih
Teknik relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiansietas, jika perlu

2. Gangguan pola Setelah dilakukan Dukungan Tidur


tidur b.d intervensi selama 2 jam, Observasi
hambatan maka pola tidur 1. Identifikasi pola aktivitas
lingkungan d.d membaik, dengan kriteria dan tidur
mengeluh sulit hasil : 2. Identifikasi faktor
tidur. 1. Keluhan sulit tidur pengganggu tidur
menurun 3. Identifikasi makanan dan
2. Keluhan sering minuman yang
terjaga menurun mengganggu tidur
3. Keluhan pola tidur 4. Identifikasi obat tidur
berubah menurun yang dikonsumsi
4. Keluhan istirahat
tidak cukup menurun Teraputik
5. Kemampuan 1. Modifikasi lingkungan
beraktivitas 2. Batasi waktu tidur siang
meningkat 3. Fasilitasi menghilangkan
stres sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur
rutin
5. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan
6. Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan
tindakan untuk
menunjang siklus tidur
terjaga

Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan pola
tidur
6. Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Hamilton, M. The Assessment of Anxiety States by Rating. Br J Med Psycho

Keliat, BA. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Cetakan I.
Jakarta. EGC.

Kim, D, Bae, H, Park, YC. 2008. Validity of The Subjective Units of Disturbance Scale in
EMDR. J EMDR Pract Res

Lee, EH. 2012. Review of the Psychometric Evidence of the Perceived Stress Scale. Asian
Nurs Res

Lyon, B. L. 2012. Stress, coping, and health. In Rice, H. V. (Eds.) Handbook of stress,
coping and health: Implications for nursing research, theory, and practice. USA: Sage
Publication, Inc.

Mino, Y., Babazono, A., Tsuda, T., & Yasuda, N. 2006. Can stres management at the
workplace prevent depression? A randomized controlled trial.Psychotherapy and
Psychosomatics, https://search.proquest.com/docview/235468602?accountid=17242

Musa, R, Fadzal, MA, Zain, Z. 2007. Translation, Validation and Psychometric Properties of
Bahasa Malaysia Version of the Depression Anxiety and Stress Scales (DASS). ASEAN
J Psychiatry

Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta:
Salemba Medika.

Nasir, Abdul dan, Abdul, Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan jiwa, Pengantar dan
Teori. Jakarta: Salemba Medika

Serido J, Almeida DM, Wethington E. Chronic stressors and daily hassles: Unique and
interactive relationships with psychological distress. Journal of Health and Social
Behavior. 2004;45:17–33

Schneiderman, N., Ironson, G., & Siegel, S. D. 2008. STRES AND HEALTH: Psychological,
Behavioral, and Biological Determinants.
https://doi.org/10.1146/annurev.clinpsy.1.102803.144141.STRES

Staal, M. A. 2004. Stress, cognition, and human performance: A literature review and
conceptual framework. Nasa technical memorandum, 212824, 9. http://
humanfactors.arc.nasa.gov/web/library/publications/publications.php

Sundeen & Stuart. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Townsed, M. 2014. Psychiatric–Mental Health Nursing: Concepts of care in Evidance


-Based Practice. 8thed. Philadelphia: F.A Davis Company

Wolpe, J. 2008. The Practice of Behaviour Therapy. 4thed. New York: Pergamon Press.

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai