HUKUM ADAT
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Wayan P. Windia, S.H., M.Si.
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H.
Oleh :
Ni Ketut Devi Damayanti
2004551085
B / Reguler Pagi
(0895327643008)
DENPASAR
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2021
UJIAN TENGAH SEMESTER
5. Sebutkan dan jelaskan dengan contoh mengenai sifat/ciri/corak hukum adat. (Minimal
menjelaskan 4 sifat/ciri/corak hukum adat).
Jawaban : Terdapat beberapa sifat/ciri/corak hukum adat, beberapa diantaranya dijelaskan
sebagai berikut (Bewa Ragawino, 2014, 10-13).
a. Tradisional, Hukum adat memiliki sifat tradisional, artinya bersifat turun temurun dari
zaman nenek moyang hingga zaman sekarang, keadaannya masih tetap utuh, masih
tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Contoh : Hukum
Adat Waris di Minangkabau, dimana anak perempuan menjadi ahli waris dari sebuah
keluarga. Meskipun seiring perkembangan zaman ideologi patrilineal sangat
mendominasi, namun masyarakat adat di Minangkabau tetap menjaga eksistensi dari
hukum adat warisnya.
b. Magis Religius (Magisch-Religieus), Hukum adat memiliki sifat magis religius yang
didasarkan pada religiusitas, yakni keyakinan akan sesuatu yang bersifat sakral.
Masyarakat sebagai individu akan memutuskan, mengatur, dan menyelesaikan suatu
karya memohon restu pada hal yang mereka percayai dengan harapan karya mereka
dapat berjalan sesuai yang dikehendaki. Apabila melanggar pantangan, mereka percaya
akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Contoh : Upacara Melaspas di Bali, dimana
diadakan ritual pembersihan untuk bangunan baru dengan tujuan orang yang akan
tinggal/menempati bangunan tersebut merasa aman, tentram, betah, dan terhindar dari
hal yang tidak diinginkan.
c. Komunal (Kebersamaan), Hukum Adat memiliki sifat kebersamaan karena manusia
sebagai makhluk sosial sadar akan pentingnya hidup bermasyarakat, sehingga setiap
kepentingan individu sewajarnya disesuaikan dengan hukum dan kepentingan
masyarakat, karena tidak ada individu yang dapat hidup terlepas dari masyarakatnya.
Contoh : Adat Ngayah di Bali, ketika suatu pura akan mengadakan piodalan (upacara)
maka masyarakat wajib bekerja sama (ngayah) dalam mempersiapkan piodalan
tersebut, jika tidak hadir maka akan dikenakan sanksi berupa uang, banten, maupun hal
lain yang telah ditentukan.
d. Konkret dan Visual, Hukum Adat bersifat konkret dan visual. Konkret artinya nyata,
sedangkan visual artinya dapat dilihat. Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban
dalam Hukum Adat harus dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar menjaga
keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat. Contoh : Prosesi Ngidih yang
merupakan salah satu rangkaian dari Upacara Pernikahan di Bali, berupa penjemputan
mempelai wanita. Dari pihak pria akan membawa beberapa seserahan untuk meminang
mempelai wanita dan kemudian mempelai wanita akan diboyong ke kediaman
mempelai pria. Prosesi ini disaksikan oleh lembaga pemerintahan dan adat, serta kedua
keluarga dari masing-masing mempelai.
DAFTAR PUSTAKA
Rato, D. (2014). Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar). Surabaya: Laksbang Justisia
Surabaya.