Anda di halaman 1dari 56

PENGEMBANGAN BAHAN TANAMAN

MENJADI OBAT TRADISIONAL


FITOFARMAKA – 1
iNDRA T. Maulana
PENGEMBANGAN
OBAT TRADISIONAL
OBAT HERBAL  FITOFARMAKA

 pada jalur empiris (dalam hal ini Jamu), harus memenuhi


persyaratan tertentu seperti standardisasi, data toksisitas serta
adanya senyawa penanda sebelum dilakukan uji klinik.
 tidak lagi pada jalur empiris (komposisi dan klaim tidak lagi sesuai
dengan riwayat tradisionalnya), harus memenuhi persyaratan
tertentu seperti standardisasi, data toksisitas, data farmakodinamik
serta adanya senyawa penanda sebelum dilakukan uji klinik.
PENANGANAN
Budidaya PASKA PANEN
Tumbuhan PROSES - Pencucian
PANEN - pengeringan
Liar
- Sortasi Kering
- Perajangan
- Pengendalian
mutu
- Penyimpanan

Spesifik
SIMPLISIA
STANDAR
TERSTANDAR SIMPLISIA
DISASI
Non Spesifik
Simplisia yang
terjamin secara
keamanan,
khasiat dan
kualitasnya
SIMPLISIA
TERSTANDAR

- Keamanan Formulasi
Ada Data Empiris
- kualitas

- Efek farmakologi
Pengujian Praklinis
- Dosis Formulasi
- Toksisitas
- teratogenik
Formulasi

- Tahap 1 Registrasi Izin


Pengujian Klinis - Tahap 2
- Tahap 3

Obat Herbal Jamu


Registrasi Izin Terstandar
- Tahap 4

Obat diedarkan

Fitofarmaka
1. Pemilihan simplisia
TAHAP -TAHAP 2. Skrining Senyawa Aktif
PENGEMBANGAN 3. Penanganan Pasca Panen
OBAT 4. Skrining Aktifitas Farmakologi
TRADISIONAL 5. Uji farmakodinamik
MENJADI 6. Uji toksisitas pada hewan coba
FITOFARMAKA 7. Pengembangan formulasi (sediaan obat)
8. Uji klinis pada manusia
PEMILIHAN SIMPLISIA
BERKHASIAT

Syarat Tanaman dijadikan sebagai bahan


simplisia
 Aman
 Berkualitas
 Berkhasiat
SKRINING SIMPLISIA

 Skrining senyawa aktif


 maupun Skrining aktivitas dari tanaman itu
sendiri
PENANGANAN PASCA
PANEN SIMPLISIA

 Bahan Simplisia meskipun


diperoleh dari lokasi budidaya,
namun belum tentu akan
menghasilkan OT memenuhi
standar apabila penanganan
pasca panennya bermasalah
 Oleh karena itu, penanganan
pasca panen juga perlu
menjadi perhatian utama
dalam rangka menjaga mutu
dan kualitas dari produk OT
yang akan dibuat
PENANGANAN PASCA
PANEN SIMPLISIA

 Sortasi
 pencucian
 Perajangan
 Penyimpanan
 Pengendalian mutu
 Skrining fitokimia atau penapisan fitokimia
merupakan tahapan awal dalam mengidentifikasi
kandungan kimia metabolit sekunder yang
terdapat dalam bahan simplisia
 Tahapan ini bertujuan untuk memastikan adanya
kandungan senyawa bioaktif yang terdapat di
dalam bahan yang berperan memberikan efek
SKRINING farmakologi yang diharapkan
SENYAWA  Metode yang digunakan untuk penapisan fitokimia
harus memenuhi beberapa persyaratan berikut ini :
AKTIF a. Sederhana dan cepat
b. Menggunakan peralatan yang sedikit mungkin
c. Selektif untuk kelompok senyawa tertentu
d. Memberikan informasi tambahan mengenai
keberadaan suatu senyawa tertentu dalam
kelompok senyawa yang sedang diperiksa
UJI FARMAKODINAMIKA
(PRAKLINIS)
 Farmakodinamika Adalah Ilmu
Yang Mempelajari Cara Kerja
Obat, Efek Obat Terhadap
Fungsi Berbagai Organ Dan
Pengaruh Obat Terhadap
Reaksi Biokimia Dan Struktur
Organ
 Maka tujuan dari uji
farmakodinamika adalah untuk
menganalisa pengaruh obat
terhadap komponen tubuh dan
tubuh itu sendiri
 Uji farmakodinamika pertama
kali dilakukan terhadap hewan
melalui studi praklinis
Uji pra klinis
 Uji praklinis merupakan tahapan uji
yang dilakukan untuk membuktikan
keamanan dan khasiat dari suatu
bahan obat yang dilakukan terhadap
hewan uji sebelum nantinya
dilanjutkan ke uji klinis kepada
manusia
 Selain terhadap hewan uji, saat ini
pengembangan uji praklinis juga
dapat dilakukan secara invitro
menggunakan Cell line
Uji Praklinis

 Uji praklinis dilakukan sebelum melalui


tahapan uji klinik
 Sebelum melakukan uji praklinis, maka
terlebih dahulu mengurus ethical
clearance yang dikeluarkan oleh
komite etik yang berwenang
memberikan izin uji terhada[ hewan
 Uji preklinik yang dilakukan :
 Uji khasiat dari bahan alam
 Uji Toksisitas tingkat 1 (akut), tingkat 2
(subkronis), dan tingkat 3 (kronis)
TAHAPAN  Uji Toksisitas Khusus (uji teratogenik, uji
reproduksi, uji mutagenik, uji tumorgenisitas dan
UJI karsinogenisitas, uji iritan/ sensitivitas pada kulit
PRAKLINIS dan mata, uji perilaku )
Uji khasiat dari bahan alam

 Uji yang bertujuan untuk melihat khasiat atau efek


farmakologi yang dihasilkan oleh suatu bahan obat
 Penetapan khasiat yang akan diuji didasarkan pada
beberapa hal diantaranya pengalaman empiris,
kandungan kimia bahan yang dikaitkan dengan
efek farmakologi, hasil penelitian pendahuluan
 Uji khasiat dilakukan dengan cara diberikan dosis
secara bertingkat : dari mulai dosis rendah hingga
tinggi
UJI TOKSISITAS
Uji Toksisitas

 Uji toksisitas ini dilakukan dalam rangka


menelaah resiko yang mungkin terjadi yang
ditimbulkan oleh suatu bahan yang akan
dijadikan obat
 Uji toksisitas ini bertujuan untuk menekan
munculnya resiko bahaya apabila suatu
bahan tersebut saat digunakan oleh
manusia
2 Tipe Uji toksisitas
 Uji Kualitatif (deskriptif)
 Uji toksisitas ini diukur berdasarkan munculnya
gejala yang dihasilkan akibat Respon tubuh
terhadap suatu senyawa tertentu yang tidak
spesifik
 Uji ini sifatnya deskriptif, dan seringkali
pengukurannya dikonversikan terhadap
angka dengan ekivalensi tertentu.
 Uji Kuantitatif (dapat diukur)
 Uji toksisitas yang menghasilkan parameter uji
dalam satuan angka
 Hasil uji nantinya akan dikonversi menjadi
satuan dosis
Uji Kualitatif
Granuloma

Fibrosis granuloma
Karsinogenik

 Uji ini dilakukan untuk menganalisis


efek karsinogenik dari bahan
 Efek karsinogenik disebabkan
adanya zat di dalam bahan yang
dapat menyebabkan
terganggunya homeostasis sel
sehingga memicu pertumbuhan sel
yang abnormal
 Zat karsinogenik penting ditetapkan
untuk mengurangi dampak
terjadinya kanker akibat
penggunaan bahan
Teratogenik
 Uji yang dilakukan untuk melihat
pengaruh bahan obat terhadap
janin yang berada dalam kandung
 Pada Uji toksisitas ini, Obat diberikan
selama masa organogenesis suatu
hewan bunting
 Cara pemberian : berulang
 Tujuan pengujian
 Menentukan apakah suatu obat
dapat menyebabkan kelainan /
cacat bawaan pada janin yang
dikandung oleh hewan bunting
 Menentukan apakah cacat
tersebut terkait dosis obat yang
diberikan
Kewajiban uji teratogenik
 Contoh kasus Thalidomid (tahun
1950)
 Thalidomide semula digunakan
untuk mengatasi rasa mual pada
ibu hamil
 Ternyata obat tersebut justru
menyebabkan terhentinya
perkembangan anggota badan
janin
 Kasus tersebut bahkan disebut
sebagai kasus tragedi thalidomide
 Kasus teratogenik dapat
menyebabkan :
 Bayi lahir tanpa tangan dan kaki
 Anggota badan terbentuk sebagian
 Bentuk-bentuk tidak sempurna dari
hidung, mata, telinga
 Jantung dan saluran pencernaab
tidak berfungsi dengan baik
 LD 50, dosis yang dapat mematikan
50 % populasi hewan uji
 LC (Konsentrasi Letal), konsentrasi
bahan yang terdapat diluar tubuh
UJI organisme yang menyebabkan
Kuantitatif respon berupa kematian hewan uji
 NOEL, No Observed Effect level
 NOAEL, No Observed Adverse Effect
level
TAHAPAN  Pengujian Tingkat 1 (Akut)
PENGUJIAN  Pengujian Tingkat 2 (Subkronis)
TOKSISITAS  Pengujian Tingkat 3 (Kronis)
Pengujian Tingkat 1
(Akut)

 Uji LD 50, LC50


 Uji Iritasi Mata, Kulit
 Skrining Pertama
terhadap Mutagenisitas
Uji toksisitas akut
 Uji toksisitas akut merupakan metode pengujian
untuk mengukur seberapa besar tingkat
toksisitas yang muncul dalam waktu 24 jam
setelah suatu obat diberikan dengan dosis
tunggal (dosis yang akan digunakan pada
terapi)
 Parameter yang dihasilkan dari uji toksisitas akut
adalah Dosis kematian 50 (lethal dose 50) atau
dikenal LD50.
 Tehnik Pengujian : Suatu bahan obat diberikan
dengan dosis tunggal kepada suatu hewan
percobaan, kemudian hewan uji diamati
selama 24 jam. Apabila dalam 24 jam tidak ada
yang mati, maka pengamatan dilanjutkan
hingga 14 hari kedepan dan dilakukan dengan
dosis bertingkat hingga diperoleh LD 50
 Hewan uji yang digunakan minimal 2 spesies
TINGKAT 1

 Meliputi Uji dosis-respon


untuk mencari LD50 dan
LC50, serta kemungkinan LC
adanya kerusakan organ
 Lama pengujian 24 – 240
jam

LD 50
Kriteria LD

Sumber : Laporan Akhir Karya Tulis Ilmiah Feni Sulastry (mahasiswi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO)
Uji Iritasi Mata dan kulit
 Dikenal dengan uji Draize test
 Iritasi mata
 Untuk iritasi mata, bahan obat dimasukkan kedalam
salah satu mata hewan uji, mata yang lainnya
digunakan sebagai kontrol
 Jenis hewan uji sebaiknya kelinci albino
 Waktu pemantauan selama 24 jam, 48 jam hingga 96
jam
 Gejala yang diamati : kekeruhan kornea, edema, reaksi
terhadap cahaya, pelebaran vaskular, dan kemerahan
 Iritasi kulit
 Dilakukan pada kulit punggung atau kulit telinga,
 Evaluasi sama dengan uji iritasi mata 24, 48 hingga 96 jam
 Diukur skor keparahan secara numerik
Uji Mutagenisitas

 Dilakukan dengan uji


 SAL (Ames Salmonella/microsome mutagenesis assay) atau
dikenal dengan uji Ames Test
 Uji essei untuk aberasi kromosom
 ABS = Assay for chromosome abberation
 SCE = Sister chromated exchange induction
 MOLY = Mouse lymphoma L5178Y cell mutagenesis
assay
 Yang diamati : kondisi kromosom, dimana kromosom
akan terputus sehingga terjadi pertukaran antar bagian
kromosom
 Hewan Uji, sel sumsum tulang tikus, sel limfosit tikus
penderita kanker
 Mewakili uji subkronis
 Mendapatkan nilai NOEL dan NOAEL
 Skrining Kedua terhadap Mutagenisitas
 Uji teratogenik dan Uji reproduktif
 Uji farmakokinetik
Pengujian  Uji perilaku
Tingkat 2  Uji interaksi, adanya efek sinergi, efek antagonis
dan aditif
Uji tingkat dua ini semuanya dilakukan dalam kurun
waktu sekitar 2,5 tahun
 Dosis uji bervariasi 3 sampai 4 konsentrasi
 Dosis tinggi, dilakukan untuk melihat LD 50
 Dosis rendah, dilakukan untuk melihat NOEL
 Hewan uji : tikus, anjing atau kera

Uji Tingkat 2  Observasi : setiap organ tubuh, mortalitas, morbiditas,


mata, konsusmsi makanan, berat badan, respons
neurologis, perilaku tidak normal, respirasi, elektro
kardiogram (EKG), elektro-encefalogram (EEG),
hematologi, biokimia darah, analisis urin & tinja,
kerusakan organ makroskopis
 Merupakan metode uji toksisitas berulang dimana suatu
hewan uji diberikan dosis obat setiap hari selama
beberapa waktu tertentu
 Tujuan pengujian
 Menelaah kemunculan efek samping apabila suatu
obat dikonsumsi secara berulang dalam jangka waktu
Uji Toksisitas panjang
Subkronik  Menelaah efek toksi yang sebelumnya tidak terdeteksi
pada saat uji toksisitas akut
 Mempelajari adanya efek kumulatif dan efek
reversibilitas
LAMA PENGUJIAN SUB KRONIS

 Untuk Pemakaian klinis 1 – 3 hari  lama pengujian adalah 14 hari


 Untuk pemakaian klinis 7 hari  lama pengujian 28 hari
 Untuk pemakaian klinis 4 minggu  lama pengujian 90 hari
 Untuk pengujian minimal 1 bulan  lama pengujian 6 bulan
Dilakukan dalam jangka panjang, mewakili
sebagian besar usia hidup hewan uji

Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh obat


apabila dikonsumsi selama usia hidup pasien

Uji karsinogenisitas
Pengujian
Tingkat 3
Uji teratogenik dan reproduksi

Uji mutagenisitas
 Merupakan uji toksisitas yang dilakukan
selama sebagian besar masa hidup hewan.
 Pada uji toksisitas kronis ini, selain dipantau
terkait adanya efek samping yang
Uji Toksisitas ditimbulkan apabila suatu obat dikonsumsi
Kronis sepanjang masa hidup pasien, juga
dilakukan pemantauan terhadap efek
farmakodinamika obat.
Uji Tingkat 3

 Dilakukan dalam jangka panjang, dikenal juga uji


toksisitas kronis
 Mewakili sebagian besar usia hidup hewan uji,
bahkan bisa lebih dari satu generasi
 Pengamatan : rentang dosis yang menyebabkan
efek ringan dan berat
 Rentang sempit  bahan berbahaya
 Rentang lebar  rentang kurang berbahaya
 Uji karsinogenisitas pada tikus dilakukan selama 2
tahun
 Dilakukan uji profil farmakokinetika, dan apabila
memungkinan dilakukan pada manusia
Uji mutagenesis
 Uji yang dilakukan untuk menganalisis
adanya perubahan genetik yang terjadi
akibat mengkonsumsi bahan obat
 Perubahan genetik tersebut kemungkinan
terjadi disebabkan karena adanya senyawa
yang dapat mempengaruhi organisme di
dalam tubuh yang dapat memicu
perubahan gen dalam sel
 Hasil akhir : mutasi pada
 Sel genetik  terjadi mutan
 sel somatik  terjadi kanker
 Sel embrio  terjadi monster atau cacat
bawaan
Organisme berbeda jauh dari
manusia

Masyarakat penyayang
Kendala Uji binatang sangat menentang
Toksisitas uji toksisitas demikian
Keadaan laboratorium
berbeda dengan realitas
HASIL UJI PREKLINIK
 Hasil uji preklinik adalah
 kepastian dosis lazim penggunaan untuk sediaan bahan
alam
 Dosis maksimum
 Dosis Letal
 Efek samping
 Efek teratogenik
 Efek mutagenik
 Efek karsinogenik
 Oksitoksik (menyebabkan efek samping berbahaya, namun
belum diketahui zat apa dalam tanaman tersebut yang
menyebabkan efek berbahaya)
 Mencari formula efektif sediaan
 Setiap tumbuhan memiliki sifat kekhasannya
masing – masing
 Penggunaan bahan yang banyak dalam obat
tradisional kadang kala menguntungkan namun
juga dapat merugikan
Pengembangan
formulasi  Adanya efek samping
(sediaan obat)  Interaksi Antar Senyawa Kimia
 Dasar dari formulasi sediaan obat tradisional
adalah gejala yang muncul dari kondisi penyakit
tertentu
KEUNIKAN SIFAT OBAT TRADISIONAL

 salah satu produk Ayurveda, ada yang bahannya terdiri


dari 50 jenis tumbuhan, digiling dengan menggunakan
bahan semacam mika sampai beberapa hari.
 Hasil penelitian menunjukkan ternyata metode tersebut
menyebabkan partikel – partikel mika berupa butiran
halus masuk kedalam campuran obat tradisional
sehingga mempercepat daya serap nya oleh tubuh

*Buletin DRN No. 31, 1996


KEUNIKAN SIFAT OBAT TRADISIONAL

 Suatu campuran obat tradisional cina untuk


pengobatan atopic eczema yang bahannya terdiri dari
10 komponen tumbuhan.
 Setelah diteliti seorang ilmuwan inggris, ternyata ketika
dalam bentuk campuran, maka obat tradisional
tersebut benar – benar efektif seperti yang diharapkan,
namun apabila digunakan sendiri – sendiri, justru malah
khasiatnya tidak muncul

*Buletin DRN No. 31, 1996


PENGEMBANGAN
FORMULA
 Bahan aktif utama
 Bahan aktif Komplementer
 Bahan Pembantu :
 Antihigroskopisitas
 Korigen
 Penstabil
 Pensuspensi
 pengemulsi
 Pengawet
 Dll

Anda mungkin juga menyukai