Islam (87%)
Kristen Protestan (7%)
Kristen Katolik (3%)
Hindu (1.7%)
Buddha (0.7%)
Konghucu (0.05%)
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Islam[sunting | sunting sumber]
Peta persebaran umat Islam di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.
Kekristenan[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Kekristenan di Indonesia
Kekristenan, yakni Gereja Asiria Timur beraliran Nestorianisme telah hadir di Nusantara di Sumatra
Utara pada abad ke-7.[37] Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto.
Fakta ini dapat dimengerti dengan penelitian dan rentetan berita dan kesaksian yang tersebar dalam
jangka waktu dan tempat yang lebih luas. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno
karangan seorang ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku "Daftar berita-berita
tentang Gereja-gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya". yang memuat
berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia, Abbessinia,
Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia. Dengan terus dilakukan penyelidikan berita dari
Abu Salih al-Armini kita dapat mengambil kesimpulan kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan
saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatra Utara adalah tempat kediaman umat Katolik
tertua di Indonesia. Di Barus juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda Perawan
Murni Maria (Gereja Katolik di Indonesia, seri 1, diterbitkan oleh KWI).
Kristen Protestan[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Kristen Protestan di Indonesia
Peta persebaran umat Kristen Protestan di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.
Pemakaman seorang kepala suku Kristen di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi (1971). Rumah didekorasi
dengan salinan lukisan Perjamuan Terakhir oleh Leonardo da Vinci.
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC) pada sekitar abad
ke-16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah
penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat pada abad
ke-20 yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia,
seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi
perebutan kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-
Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara. Sebagai
hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota. [38][39][40][17][41]
Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh, di
pulau Sulawesi, 17% penduduknya adalah Protestan, terutama di Tana Toraja dan Sulawesi Utara.
Sekitar 80% penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. Di beberapa wilayah,
keseluruhan desa atau kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, tergantung
pada keberhasilan aktivitas para misionaris.[42]
Di Indonesia, terdapat tiga provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan,
yaitu Papua, Sulawesi Utara, dan Papua Barat, dengan persentase berurutan 65,48%, 63,60%, dan
53,77% dari jumlah penduduk.[1] Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh
penduduk asli. Di Ambon, ajaran Protestan mengalami perkembangan yang sangat besar beriringan
dengan agama Islam. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa, berpindah agama ke Protestan pada
sekitar abad ke-18. Saat ini, kebanyakan dari penduduk Suku Batak di Sumatra Utara menjalankan
beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama
Islam juga mulai berdatangan.[38][17][43][42] Saat ini, 6,69% dari jumlah penduduk Indonesia adalah
penganut Protestan.[1]
Kristen Katolik[sunting | sunting sumber]
Peta persebaran umat Kristen Katolik di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.
Pada abad ke-14 dan ke-15 entah sebagai kelanjutan umat di Barus atau bukan ternyata ada
kesaksian bahwa abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Kristen Katolik Roma di Sumatra Selatan.
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa
Spanyol yang berdagang rempah-rempah. [16][17][44]
Banyak orang Portugis yang memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Katolik Roma di Indonesia,
dimulai dari kepulauan Maluku pada tahun 1534. Antara tahun 1546 dan 1547, pelopor misionaris
Kristen, Fransiskus Xaverius, mengunjungi pulau itu dan membaptiskan beberapa ribu penduduk
setempat.[45]
Pada abad ke-16, Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruhnya di Manado dan kawasan
Minahasa, serta mencapai Flores dan Timor. Portugis dan Spanyol berperan menyebarkan agama
Kristen Katolik, namun hal tersebut tidak bertahan lama sejak VOC berhasil mengusir Spanyol dan
Portugis dari Sulawesi Utara dan Maluku. VOC pun mulai menguasai Sulawesi Utara, untuk
melindungi kedudukannya di Maluku. Selama masa VOC, banyak penyebar dan penganut agama
Katolik Roma yang ditangkap. Belanda adalah negara basis Protestan, dan penganut Katolik
dianggap sebagai kaki-tangan Spanyol dan Portugis, musuh politik dan ekonomi VOC. Karena
alasan itulah VOC mulai menerapkan kebijakan yang membatasi dan melarang penyebaran agama
Katolik. Yang paling terdampak adalah umat Katolik di Sulawesi Utara, Flores dan Timor. Di
Sulawesi Utara kini mayoritas adalah penganut Protestan. Meskipun demikian umat Katolik masih
bertahan menjadi mayoritas di Flores, hingga kini Katolik adalah agama mayoritas di Nusa Tenggara
Timur. Diskriminasi terhadap umat Katolik berakhir ketika Belanda dikalahkan oleh Prancis dalam
era perang Napoleon. Pada tahun 1806, Louis Bonaparte, adik Napoleon I yang penganut Katolik
diangkat menjadi Raja Belanda, atas perintahnya agama Katolik bebas berkembang di Hindia
Belanda.[44][41]
Agama Katolik mulai berkembang di Jawa Tengah ketika Frans van Lith menetap di Muntilan pada
1896 dan menyebarkan iman Katolik kepada rakyat setempat. Mulanya usahanya tidak membawa
hasil yang memuaskan, hingga tahun 1904 ketika empat kepala desa dari daerah Kalibawang
memintanya menjelaskan mengenai Katolik. Pada 15 Desember 1904, sebanyak 178 orang Jawa
dibaptis di Semagung, Muntilan, Magelang. [46]
Pada tahun 2006, 3% dari penduduk Indonesia adalah Katolik, lebih kecil dibandingkan para
penganut Protestan. Mereka kebanyakan tinggal di Papua dan Flores. Selain di Flores, kantung
Katolik yang cukup signifikan adalah di Jawa Tengah, yakni kawasan sekitar Muntilan, Magelang,
Klaten, serta Yogyakarta. Selain masyarakat Jawa, iman Katolik juga menyebar di kalangan
warga Tionghoa-Indonesia.[47]
Di Indonesia, terdapat satu provinsi yang mayoritas penduduknya adalah penganut Katolik,
yaitu Nusa Tenggara Timur dengan persentase 54,14% dari populasi penduduk provinsi tersebut. [1]
Kristen Ortodoks[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Ortodoks Oriental
Pada abad ke-20 Gereja Ortodoks Timur hadir secara resmi dengan nama Gereja Ortodoks
Indonesia (GOI), dimana para imam Ortodoks di Indonesia berasal dari dua kewilayahan, yaitu
awalnya Gereja Ortodoks Yunani Kepatriarkan Konstantinopel dan kemudian Gereja Ortodoks Rusia
di Luar Rusia Kepatriarkan Moskow. Ketua umum Gereja Ortodoks Indonesia adalah Arkimandrit
Romo Daniel Bambang Dwi Byantoro, Ph.D. yang adalah imam Indonesia pertama Gereja Ortodoks
di Indonesia. Selain itu di Indonesia ada Gereja Ortodoks Oriental, yakni kelompok Gereja Ortodoks
Suryani dan Gereja Ortodoks Koptik.[48]
Hindu[sunting | sunting sumber]
Peta persebaran umat Hindu di Indonesia berdasarkan sensus th. 2010.
Seorang perempuan Hindu Bali sedang menempatkan sesajian di tempat suci keluarganya.
Buddha[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Agama Buddha di Indonesia
Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba telah pada sekitar abad ke-5 masehi atau
sebelumnya dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal abad pertama melalui Jalur
Sutra antara India dan Nusantara. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah
Hindu, sejumlah kerajaan Buddha telah dibangun sekitar periode yang sama:
kerajaan Sailendra, Sriwijaya dan Mataram. Sejumlah warisan dapat ditemukan di Indonesia,
mencakup candi Borobudur dan patung atau prasasti dari sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal.
[49]
Pada pertengahan tahun 1960-an, dalam Pancasila ditekankan lagi pengakuan akan satu Tuhan
(monoteisme). Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi (Persatuan Buddha Indonesia), Bhikku Ashin
Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu dewata tertinggi, Sanghyang Adi Buddha dan satu aliran
bersatu Buddhayana. Hal ini didukung dengan sejarah di belakang versi Buddha Indonesia pada
masa lampau menurut naskah Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur. [59][60]
Di antara umat Buddhis Indonesia berada semua aliran Buddha utama: Mahayana, Wajrayana,
dan Therawada. Kebanyakan orang Tionghoa-Indonesia mengikuti aliran yang sinkretis dengan
kepercayaan Tiongkok, yaini Tridharma dan juga Ikuanisme (Maytreya).[61]
Menurut sensus nasional tahun 2000, kurang lebih dari 2% dari total penduduk Indonesia beragama
Buddha, sekitar 4 juta orang. Kebanyakan penganut agama Buddha berada di Jakarta, walaupun
ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan Barat. Namun, jumlah ini
mungkin terlalu tinggi, mengingat agama Konghucu (hingga tahun 1998) dan Taoisme tidak
dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri mereka dianggap sebagai
penganut agama Buddha.[62][63]
Konghucu[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Konfusianisme di Indonesia
Agama Konghucu berasal dari Tiongkok daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa
dan imigran, diperkirakan sedari abad ke-3 Masehi. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu
lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik
melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup
atau pergerakan sosial.[64] Pada tahun 1883 di Surabaya didirikan tempat ibadah Khonghucu — Boen
Tjhiang Soe, dan kemudian menjadi Boen Bio (Wen Miao). Di tahun 1900 pemeluk Konghucu
membentuk lembaga Konghucu Khong Kauw Hwee. Dan Majelis Tinggi Agama Konghucu
Indonesia (MATAKIN) menjadi pada tahun 1955 di Surakarta.[63][65]
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, umat Konghucu di Indonesia terikut oleh
beberapa huru-hara politis dan telah digunakan untuk beberapa kepentingan politis. Pada
1965, Soekarno mengeluarkan sebuah keputusan presiden No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, di
mana agama resmi di Indonesia menjadi enam, termasuklah Konghucu. Pada awal tahun 1961,
Asosiasi Khung Chiao Hui Indonesia (PKTHI), suatu organisasi Konghucu, mengumumkan bahwa
aliran Konghucu merupakan suatu agama dan Confucius adalah nabi mereka.[62][66][65]
Tahun 1967, Soekarno digantikan oleh Soeharto, menandai era Orde Baru. Di bawah pemerintahan
Soeharto, perundang-undangan anti Tiongkok telah diberlakukan demi keuntungan dukungan politik
dari orang-orang, terutama setelah kejatuhan PKI, yang diklaim telah didukung oleh Tiongkok.
Soeharto mengeluarkan instruksi presiden No. 14/1967, mengenai kultur Tionghoa, peribadatan,
perayaan Tionghoa, serta menghimbau orang Tionghoa untuk mengubah nama asli mereka.
Bagaimanapun, Soeharto mengetahui bagaimana cara mengendalikan Tionghoa-Indonesia,
masyarakat yang hanya 3% dari populasi penduduk Indonesia, tetapi memiliki pengaruh dominan di
sektor perekonomian Indonesia. Pada tahun yang sama, Soeharto menyatakan bahwa “Konghucu
berhak mendapatkan suatu tempat pantas di dalam negeri” di depan konferensi PKTHI. [66][65]
Pada tahun 1969, UU No. 5/1969 dikeluarkan, menggantikan keputusan presiden tahun 1967
mengenai enam agama resmi. Namun, hal ini berbeda dalam praktiknya. Pada 1978, Menteri Dalam
Negeri mengeluarkan keputusan bahwa hanya ada lima agama resmi, tidak termasuk Konghucu. [66]
[65]
Pada tanggal 27 Januari 1979, dalam suatu pertemuan kabinet, dengan kuat memutuskan bahwa
Konghucu bukanlah suatu agama. Keputusan Menteri Dalam Negeri telah dikeluarkan pada tahun
1990 yang menegaskan bahwa hanya ada lima agama resmi di Indonesia. [62]
Karenanya, status Konghucu di Indonesia pada era Orde Baru tidak pernah jelas. De jure,
berlawanan hukum, di lain pihak hukum yang lebih tinggi mengizinkan Konghucu, tetapi hukum yang
lebih rendah tidak mengakuinya. De facto, Konghucu tidak diakui oleh pemerintah dan pengikutnya
wajib menjadi agama lain (biasanya Kristen atau Buddha) untuk menjaga kewarganegaraan mereka.
Praktik ini telah diterapkan di banyak sektor, termasuk dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran
perkawinan, dan bahkan dalam pendidikan kewarga negaraan di Indonesia yang hanya
mengenalkan lima agama resmi.[66][65]
Setelah reformasi Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto, Abdurrahman Wahid dipilih
menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut instruksi presiden No. 14/1967 dan keputusan
Menteri Dalam Negeri tahun 1978. Agama Konghucu kini secara resmi dianggap sebagai agama di
Indonesia. Kultur Tionghoa dan semua yang terkait dengan aktivitas Tionghoa kini diizinkan untuk
dipraktikkan. Warga Tionghoa Indonesia dan pemeluk Konghucu kini dibebaskan untuk
melaksanakan ajaran dan tradisi mereka. Seperti agama lainnya di Indonesia yang secara resmi
diakui oleh negara, maka Tahun Baru Imlek telah menjadi hari libur keagamaan resmi.[63][62]
Sumatra
Parmalim • Pemena • Animisme Melayu
Jawa
Bali dan Nusa Tenggara
Kalimantan
Kaharingan • Momolianisme
Sulawesi
Maluku dan Papua
Naurus • Wor • Kepercayaan Asmat • Masade
Portal «Agama»
l
b
s
Artikel utama: Agama asli Nusantara
Lihat pula: Mitologi Indonesia
Sejumlah agama nenek moyang (aliran kepercayaan bangsa Austronesia) yang berdominasi di
seluruh Nusantara sebelum masuk agama-agama asing. Beberapa dari mereka masih hidup
sebagai yang murni atau telah sinkretis, yaitu agama:
Parmalim;
Pemena;
Sunda Wiwitan (Djawa Sunda, Buhun);
Kejawen;
Saminisme;
Kaharingan;
Aluk Todolo;
Tolotang;
Marapu;
Naurus, dan lainnya.[67][68]
Jumlah tak resmi penghayat kepercayaan di Indonesia adalah hingga 20 juta orang. [10]
Agama nenek moyang berisi animisme, kepercayaan terhadap benda mati yang mana, suatu
kepercayaan terhadap objek tertentu, seperti pohon, padi, batu atau orang-orang. Kepercayaan ini
telah ada dalam sejarah Indonesia yang paling awal, di sekitar pada abad pertama, tepat sebelum
Hindu tiba Indonesia. Lagipula, dua ribu tahun kemudian, dengan keberadaan Islam, Kristen, Hindu,
Buddha, Konghucu dan agama lainnya, penyembah benda mati masih tersisa di beberapa wilayah
di Indonesia. Penyembah benda mati, pada sisi lain tidak percaya akan dewa tertentu. [12]
Aliran kepercayaan (agama asli Nusantara) telah diakui sesuai dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi RI tertanggal 7 November 2017 dengan No. 97/PUU-XIV/2016, ditegaskan bahwa
putusan perintah tentang Administrasi Kependudukan untuk mengosongkan kolom KTP dan
dokumen kependudukan lain bagi penduduk yang “agamanya belum diakui sebagai agama”
maupun kelompok "Kepercayaan", bertentangan dengan Konstitusi, yakni kelompok-kelompok
penghayat kepercayaan kini dapat mencantumkan nama “penghayat kepercayaan” dalam dokumen
kependudukan mereka.[9][10]
Saminisme[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Ajaran Samin
Gerakan Samin, para pengikut Samin Surosentiko yang menolak pandangan kapitalis dari penjajah
Belanda untuk gaya hidup sederhana, didirikan di Jawa Utara-Tengah pada akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20.[69]
Yahudi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Yahudi di Indonesia
Pendirian Yahudi awal di Nusantara berasal dari Portugal dan Spanyol (subsuku Sefardim) pada
abad ke-17. Di abad ke-19 orang Yahudi dari Belanda, German dan India datang untuk berdagang
rempah dan tinggal di Jakarta, Semarang (subsuku Yahudi Ashkenazi), dan Surabaya (Sefardim
dan Mizrakhi Baghdadi). Pada tahun 1945, terdapat sekitar 2 ribu Yahudi Belanda di Indonesia.
Pada tahun 1957, dilaporkan masih ada sekitar 450 orang Yahudi, terutama Ashkenazi di Jakarta
dan Sefardim di Surabaya. Komunitas ini berkurang menjadi 50 pada tahun 1963. Pada tahun 1997,
hanya terdapat 20 orang Yahudi, beberapa berada di Jakarta dan sedikit keluarga Baghdadi di
Surabaya.[71][72]
Yahudi di Surabaya pernah memiliki sinagoge (tempat ibadat). Mereka hanya melakukan sedikit
hubungan dengan Yahudi di luar Indonesia. Tidak ada pelayanan yang diberikan pada sinagoge.
Sinagoge ini telah ditutup oleh umat Muslim yang menentang Perang Gaza 2008–2009.[73] Satu-
satunya sinagoge yang masih tersisa terletak di kota Tondano, Sulawesi Utara, yang dihadiri oleh
sekitar 10 orang beraliran Yahudi Ortodoks (kelompok Yudaisme Hasidut dari Chabad-Labavitch).[73]
[72]
Di Indonesia saat ini telah dibentuk "The United Indonesian Jewish Community–Gabungan
Masyarakat Yahudi dan Turunan Ibrani Indonesia" (UIJC) oleh komunitas keturunan Yahudi
Indonesia semua aliran. Organisasi ini sudah dibentuk sejak tahun 2009, tetapi baru diresmikan
pada Oktober 2010. UIJC ini dipimpin oleh keluarga Verbrugge. Menurut sumber dari UIJC saat ini
keturunan Yahudi di Indonesia yang sudah diketahui hampir mendekati 2 ribuan orang. Yang sudah
terdeteksi 500-an, tersebar hampir merata di seluruh Indonesia. [72]. Dan pada 2015, pusat resmi
Yahudi pertama oleh rabi Tovia Singer, "Beit Torat Chaim" di Jakarta, diresmikan oleh Kementerian
Agama.[74]
Baha'i[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Baha'i
Di Indonesia hadir 22 ribu 115 orang pemeluk agama baru Baha'i pada tahun 2005.[75] Berapa jumlah
mereka sebenarnya tidak diketahui dengan pasti karena seringkali mereka mengalami tekanan dan
penolakan dari masyarakat sekitarnya.[76]
Sejak 2014, keadaannya telah membaik dalam rencana Pemerintah untuk kemungkinan pengakuan
agama ini (ada pendapat yang salah tentang sudah diadakan pengakuan resmi Baha'i pada tahun
2014).[77][78]
Sikhisme[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Sikhisme di Indonesia
Migrasi kaum Sikh ke Indonesia mulai sejak th 1870-an (kaum menjaga serta pedagang). Ada
beberapa gurdwara (tempat ibadah) dan sekolahnya di Sumatra dan Jawa, semisal gurdwara
di Medan yang dibangun pada tahun 1911. Pada tahun 2005 didirikan “Majelis Tinggi Agama Sikh
Indonesia” (Matasi). Berjumlah sekira 7 ribu orang (atau 10—15 ribu [53]), Sikh tidak termasuk dalam
enam agama yang diakui di Indonesia, para penganut Sikh mengisi kolom agama pada KTP mereka
dengan kata “Hindu”.[79]
Terlepas dari Sikhisme ortodoks di Indonesia mewakili juga gerakan reformis Sikh Radha Soami
Satsang Beas (RSSB).[80]
Jainisme[sunting | sunting sumber]
Di Jakarta ada kelompok kecil agama kuno Jain — “Jain Social Group Indonesia (JSG Indonesia)” di
antara kaum India-Indonesia.[81]
Idul Fitri
Idul Adha
Nuzulul Qur'an
Tahun
Ramadan
Ulama Masjid Baru
Shalat Jum'at
Ustadz Mushol Hijriyah
Al Nisfu Sya'ban
Islam Kyai la Maulid Satu hari lima kali
Quran Idul Fitri
Habib Langga Nabi
Idul Adha
Syekh r Muhamma
Tahun Baru
d SAW
Hijriyah
Isra dan
Mi'raj