Anda di halaman 1dari 16

Agama di Indonesia

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Agama di Indonesia (2010)[1]

  Islam (87%)

  Kristen Protestan (7%)

  Kristen Katolik (3%)

  Hindu (1.7%)

  Buddha (0.7%)

  Konghucu (0.05%)

  Agama lainnya/Tidak terjawab (0.45%)

Peta penyebaran agama di Indonesia berdasarkan hasil sensus 2010.

Salat Idulfitri di Masjid Istiqlal, Jakarta, masjid terbesar di Asia Tenggara.


Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan
dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ini adalah kompromi
antara gagasan negara Islam dan negara sekuler. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh
secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya.[2][3][4][5] Menurut hasil Sensus Penduduk
Indonesia 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam (Nusantara
merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia[6]), 6,96% Protestan, 2,9% Katolik,
1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Konghucu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab
atau tidak ditanyakan.[1]
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan
untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan
untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya". [7] Dalam Penetapan Presiden No 1
Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, bagaimanapun,
secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan
Khonghucu.[8] Baru-baru ini, aliran kepercayaan (agama asli Nusantara) telah diakui pula sesuai
dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tertanggal 7 November 2017.[9][10]
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama
sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan
penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak
langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia. [11]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Jalur Sutra, yang menghubungkan antara India dan Indonesia.

Candi Prambanan — kecandian Hindu agung di Jawa Tengah, abad ke-9.

Berdasar sejarah, kelompok pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama


dan budaya di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda.
[12]
 Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk
menyesuaikan budaya di Indonesia.
Agama Hindu dan Buddha telah dibawa ke Indonesia sekitar abad ke-2 dan abad ke-4 Masehi
ketika pedagang dari India datang ke Sumatra, Jawa dan Sulawesi dengan membawa agama
mereka. Hindu mulai berkembang di pulau Jawa pada abad kelima Masehi dengan kasta Brahmana
yang memuja Siva. Pedagang juga mengembangkan ajaran Buddha pada abad berikut lebih lanjut
dan sejumlah ajaran Buddha dan Hindu telah memengaruhi kerajaan-kerajaan kaya,
seperti Kutai, Sriwijaya, Majapahit dan Sailendra. Sebuah candi Buddha terbesar di
dunia, Borobudur, telah dibangun oleh Kerajaan Sailendra pada waktu yang sama, begitu pula
dengan candi Hindu, Prambanan juga dibangun. Puncak kejayaan Hindu-Jawa, Kerajaan Majapahit,
terjadi pada abad ke-14 M, yang juga menjadi zaman keemasan dalam sejarah Indonesia. [13]
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 melalui pedagang di Gujarat, India,[12] sementara
ilmuwan juga mempertahankan teori dari Arab dan Persia.[14] Islam menyebar sampai pantai barat
Sumatra dan kemudian berkembang ke timur pulau Jawa. Pada periode ini terdapat beberapa
kerajaan Islam, yaitu kerajaan Demak, Pajang, Mataram dan Banten. Pada akhir abad ke-15 M, 20
kerajaan Islam telah dibentuk, mencerminkan dominasi Islam di Indonesia. [15]
Kristen Katolik dibawa masuk ke Indonesia oleh bangsa Portugis, khususnya di
pulau Flores dan Timor.[16][17]
Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 M dengan
pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah penganut animisme di wilayah Indonesia bagian
Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-orang Belanda, termasuk Maluku, Nusa
Tenggara, Papua dan Kalimantan. Kemudian, Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai Borneo,
kaum misionaris pun tiba di Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatra juga menjadi target para misionaris
ketika itu, khususnya adalah orang-orang Batak, dimana banyak saat ini yang menjadi pemeluk
Protestan.[18][17]
Periode Orde Lama Sukarno (dari tahun 1945 hingga 1965) adalah gangguan antara agama dan
negara.[19] Perubahan penting terhadap agama-agama juga terjadi sepanjang era Orde Baru. Antara
tahun 1964 dan 1965, ketegangan antara PKI dan pemerintah Indonesia, bersama dengan
beberapa organisasi, mengakibatkan terjadinya konflik dan pembunuhan terburuk pada abad ke-20.
Atas dasar peristiwa itu, pemerintahan Orde Baru mencoba untuk menindak para pendukung PKI,
dengan menerapkan suatu kebijakan yang mengharuskan semua untuk memilih suatu agama,
karena kebanyakan pendukung PKI adalah ateis.[20][21] Sebagai hasilnya, tiap-tiap warganegara
Indonesia diharuskan untuk membawa kartu identitas pribadi yang menandakan agama mereka.
Kebijakan ini mengakibatkan suatu perpindahan agama secara massal, dengan sebagian besar
berpindah agama ke Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Karena Konghucu bukanlah salah satu
dari status pengenal agama, banyak orang Tionghoa juga berpindah ke Kristen atau Buddha.[21]

Enam agama utama[sunting | sunting sumber]


Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1, "Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk
di Indonesia ialah Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)". [8]

Islam[sunting | sunting sumber]
Peta persebaran umat Islam di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.

Artikel utama: Islam di Indonesia

Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh.

Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia,[22][6] dengan 87,18% dari


jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. [1] Mayoritas muslim dapat dijumpai di wilayah barat
Indonesia (seperti di Jawa dan Sumatra) hingga wilayah pesisir Pulau Kalimantan. Sedangkan di
wilayah timur Indonesia, persentase penganutnya tidak sebesar di kawasan barat. [23][24]
Sejarah Islam di Indonesia sangatlah kompleks dan mencerminkan keanekaragaman dan
kesempurnaan tersebut kedalam kultur. Pada abad ke-13, sebagian besar pedagang orang Islam
dari Gujarat, India tiba di pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan (misalnya, sekitar tahun 1297 telah
ada jemaah di Peureulak, Aceh Timur). Hindu yang dominan beserta kerajaan Buddha,
seperti Majapahit dan Sriwijaya, mengalami kemunduran, dimana banyak pengikutnya berpindah
agama ke Islam.[15] Dalam jumlah yang lebih kecil, banyak penganut Hindu yang berpindah ke Bali,
sebagian Jawa dan Sumatra. Dalam beberapa kasus, ajaran Islam di Indonesia dipraktikkan dalam
bentuk yang berbeda jika dibandingkan dengan Islam daerah Timur Tengah.[25][26]
Sunni
Kebanyakan mutlak, sekitar 98% umat Muslim di Indonesia adalah penganut
aliran Sunni dari mazhab Syafi'i dan sebagian mazhab-mazhab Sunni lainnya[27][24] serta
gerakan Salafiyah[28]. Dua jurusan Sunni utrama ialah Islam Tradisionalis (semisal, ormas Nahdlatul
'Ulama) dan Modernisme Islam (Muhammadiyah, dan lain-lain).[27] Berada
sejumlah tarekat dari Sufisme (Tasawuf).[29] Di beberapa daerah, orang melanjutkan kepercayaan
lama mereka dan mengadopsi versi sinkretik Islam, umpamanya kaum Abangan di Jawa.[30]
Syiah
Artikel utama: Islam Syiah di Indonesia
Aliran Syiah memainkan peran penting dalam periode awal penyebaran Islam di Sumatra Utara
(Aceh).[31] Kini, sisanya, di atas 1% pengikut, yakni 1—3 juta orang, adalah Syiah mazhab Dua Belas
Imam, Islam Syiah di Indonesia berada di Sumatra, Jawa, Madura, dan Sulawesi, dan juga
mazhab Ismailiyah di Bali.[32] Semisal di antara subsuku Hadhrami Arab-Indonesia[33].
Perkumpulannya utama yalah “Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia” (IJABI). [34]
Ahmadiyyah
Artikel utama: Ahmadiyyah di Indonesia
Ada pula sekitar 400 ribu (0,2%) pemeluk aliran Ahmadiyyah (“Jamaah Muslim Ahmadiyah
Indonesia”, JMAI) yang kehadirannya belakangan ini sering dipertanyakan. Ahmadiyyah di
Indonesia telah hadir sejak tahun 1925. [35] Pada tanggal 9 Juni 2008, pemerintah Indonesia
mengeluarkan sebuah surat keputusan yang praktis melarang Ahmadiyah melakukan aktivitasnya
ke luar. Dalam surat keputusan itu dinyatakan bahwa Ahmadiyah dilarang menyebarkan ajarannya.
[36]
 Dari Ahmadiyyah utama memisahkan diri “Gerakan Ahmadiyah-Lahore Indonesia” (GAI) lebih
kecil yang di Jawa sejak tahun 1924. [35]

Kekristenan[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Kekristenan di Indonesia
Kekristenan, yakni Gereja Asiria Timur beraliran Nestorianisme telah hadir di Nusantara di Sumatra
Utara pada abad ke-7.[37] Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto.
Fakta ini dapat dimengerti dengan penelitian dan rentetan berita dan kesaksian yang tersebar dalam
jangka waktu dan tempat yang lebih luas. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno
karangan seorang ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku "Daftar berita-berita
tentang Gereja-gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya". yang memuat
berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia, Abbessinia,
Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia. Dengan terus dilakukan penyelidikan berita dari
Abu Salih al-Armini kita dapat mengambil kesimpulan kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan
saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatra Utara adalah tempat kediaman umat Katolik
tertua di Indonesia. Di Barus juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda Perawan
Murni Maria (Gereja Katolik di Indonesia, seri 1, diterbitkan oleh KWI).
Kristen Protestan[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Kristen Protestan di Indonesia

Peta persebaran umat Kristen Protestan di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.

Pemakaman seorang kepala suku Kristen di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi (1971). Rumah didekorasi
dengan salinan lukisan Perjamuan Terakhir oleh Leonardo da Vinci.

Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC) pada sekitar abad
ke-16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah
penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat pada abad
ke-20 yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia,
seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi
perebutan kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-
Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara. Sebagai
hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota. [38][39][40][17][41]
Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh, di
pulau Sulawesi, 17% penduduknya adalah Protestan, terutama di Tana Toraja dan Sulawesi Utara.
Sekitar 80% penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. Di beberapa wilayah,
keseluruhan desa atau kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, tergantung
pada keberhasilan aktivitas para misionaris.[42]
Di Indonesia, terdapat tiga provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan,
yaitu Papua, Sulawesi Utara, dan Papua Barat, dengan persentase berurutan 65,48%, 63,60%, dan
53,77% dari jumlah penduduk.[1] Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh
penduduk asli. Di Ambon, ajaran Protestan mengalami perkembangan yang sangat besar beriringan
dengan agama Islam. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa, berpindah agama ke Protestan pada
sekitar abad ke-18. Saat ini, kebanyakan dari penduduk Suku Batak di Sumatra Utara menjalankan
beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama
Islam juga mulai berdatangan.[38][17][43][42] Saat ini, 6,69% dari jumlah penduduk Indonesia adalah
penganut Protestan.[1]
Kristen Katolik[sunting | sunting sumber]

Peta persebaran umat Kristen Katolik di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.

Artikel utama: Gereja Katolik di Indonesia


Gereja Katedral Jakarta.

Pada abad ke-14 dan ke-15 entah sebagai kelanjutan umat di Barus atau bukan ternyata ada
kesaksian bahwa abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Kristen Katolik Roma di Sumatra Selatan.
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa
Spanyol yang berdagang rempah-rempah. [16][17][44]
Banyak orang Portugis yang memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Katolik Roma di Indonesia,
dimulai dari kepulauan Maluku pada tahun 1534. Antara tahun 1546 dan 1547, pelopor misionaris
Kristen, Fransiskus Xaverius, mengunjungi pulau itu dan membaptiskan beberapa ribu penduduk
setempat.[45]
Pada abad ke-16, Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruhnya di Manado dan kawasan
Minahasa, serta mencapai Flores dan Timor. Portugis dan Spanyol berperan menyebarkan agama
Kristen Katolik, namun hal tersebut tidak bertahan lama sejak VOC berhasil mengusir Spanyol dan
Portugis dari Sulawesi Utara dan Maluku. VOC pun mulai menguasai Sulawesi Utara, untuk
melindungi kedudukannya di Maluku. Selama masa VOC, banyak penyebar dan penganut agama
Katolik Roma yang ditangkap. Belanda adalah negara basis Protestan, dan penganut Katolik
dianggap sebagai kaki-tangan Spanyol dan Portugis, musuh politik dan ekonomi VOC. Karena
alasan itulah VOC mulai menerapkan kebijakan yang membatasi dan melarang penyebaran agama
Katolik. Yang paling terdampak adalah umat Katolik di Sulawesi Utara, Flores dan Timor. Di
Sulawesi Utara kini mayoritas adalah penganut Protestan. Meskipun demikian umat Katolik masih
bertahan menjadi mayoritas di Flores, hingga kini Katolik adalah agama mayoritas di Nusa Tenggara
Timur. Diskriminasi terhadap umat Katolik berakhir ketika Belanda dikalahkan oleh Prancis dalam
era perang Napoleon. Pada tahun 1806, Louis Bonaparte, adik Napoleon I yang penganut Katolik
diangkat menjadi Raja Belanda, atas perintahnya agama Katolik bebas berkembang di Hindia
Belanda.[44][41]
Agama Katolik mulai berkembang di Jawa Tengah ketika Frans van Lith menetap di Muntilan pada
1896 dan menyebarkan iman Katolik kepada rakyat setempat. Mulanya usahanya tidak membawa
hasil yang memuaskan, hingga tahun 1904 ketika empat kepala desa dari daerah Kalibawang
memintanya menjelaskan mengenai Katolik. Pada 15 Desember 1904, sebanyak 178 orang Jawa
dibaptis di Semagung, Muntilan, Magelang. [46]
Pada tahun 2006, 3% dari penduduk Indonesia adalah Katolik, lebih kecil dibandingkan para
penganut Protestan. Mereka kebanyakan tinggal di Papua dan Flores. Selain di Flores, kantung
Katolik yang cukup signifikan adalah di Jawa Tengah, yakni kawasan sekitar Muntilan, Magelang,
Klaten, serta Yogyakarta. Selain masyarakat Jawa, iman Katolik juga menyebar di kalangan
warga Tionghoa-Indonesia.[47]
Di Indonesia, terdapat satu provinsi yang mayoritas penduduknya adalah penganut Katolik,
yaitu Nusa Tenggara Timur dengan persentase 54,14% dari populasi penduduk provinsi tersebut. [1]
Kristen Ortodoks[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Ortodoks Oriental
Pada abad ke-20 Gereja Ortodoks Timur hadir secara resmi dengan nama Gereja Ortodoks
Indonesia (GOI), dimana para imam Ortodoks di Indonesia berasal dari dua kewilayahan, yaitu
awalnya Gereja Ortodoks Yunani Kepatriarkan Konstantinopel dan kemudian Gereja Ortodoks Rusia
di Luar Rusia Kepatriarkan Moskow. Ketua umum Gereja Ortodoks Indonesia adalah Arkimandrit
Romo Daniel Bambang Dwi Byantoro, Ph.D. yang adalah imam Indonesia pertama Gereja Ortodoks
di Indonesia. Selain itu di Indonesia ada Gereja Ortodoks Oriental, yakni kelompok Gereja Ortodoks
Suryani dan Gereja Ortodoks Koptik.[48]

Hindu[sunting | sunting sumber]
Peta persebaran umat Hindu di Indonesia berdasarkan sensus th. 2010.

Artikel utama: Hindu di Indonesia


Lihat pula: Agama Hindu Bali dan Agama Hindu Jawa

Seorang perempuan Hindu Bali sedang menempatkan sesajian di tempat suci keluarganya.

Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya


dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-
Buddha seperti Kutai, Mataram, dan Majapahit. Candi Prambanan adalah kuil Hindu yang dibangun
semasa kerajaan Majapahit, semasa dinasti Sanjaya. Kerajaan ini hidup hingga abad ke 16 M,
ketika kerajaan Islam mulai berkembang. Periode ini, dikenal sebagai zaman Hindu-Buddha
Nusantara, bertahan selama 16 abad penuh. [49]
Agama Hindu di Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di dunia.[50][51] Sebagai contoh, Hindu di
Indonesia, secara formal ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak pernah menerapkan sistem
kasta. Contoh lain adalah, bahwa epos keagamaan Hindu Mahabharata (Pertempuran Besar
Keturunan Bharata) dan Ramayana (Perjalanan Rama), menjadi tradisi penting para pengikut Hindu
di Indonesia, yang dinyatakan dalam bentuk wayang dan pertunjukan tari. Semua praktisi agama
Hindu Dharma berbagi kepercayaan dengan banyak orang umum, kebanyakan adalah Lima
Keyakinan Panca Srada. Ini meliputi kepercayaan satu Yang Maha Kuasa Tuhan, kepercayaan di
dalam jiwa dan semangat, serta karma atau kepercayaan akan hukuman tindakan timbal balik.
Dibanding kepercayaan atas siklus kelahiran kembali dan reinkarnasi, Hindu di Indonesia lebih
terkait dengan banyak sekali yang berasal dari nenek moyang roh. Sebagai tambahan, agama
Hindu di sini lebih memusatkan pada seni dan upacara agama dibanding kitab, hukum dan
kepercayaan.[50][52]
Menurut catatan, jumlah penganut Hindu di Indonesia pada tahun 2010 adalah 4 juta orang, 1,7%
dari jumlah penduduk Indonesia,[1] merupakan nomor empat terbesar. Namun jumlah ini
diperdebatkan oleh perwakilan Hindu Indonesia yang memberi suatu perkiraan bahwa ada 10 juta
orang Hindu.[53] Kebanyakan mutlak penganut Hindu berada di Bali dan bersatu dalam Parisada
Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Selain Bali juga terdapat di Sumatra, Jawa (teristimewa
kawasan Jabodetabek), Lombok, Kalimantan, dan Sulawesi. yang juga memiliki populasi
pendatang suku Bali cukup besar. Orang Hindu Tamil dari suku India-Indonesia di Medan mewakili
konsentrasi Hindu penting lain. [53]
Di Kalimantan Tengah berada umat Hindu Kaharingan, agama asli suku Dayak yang digabungkan
ke dalam agama Hindu (tidak semua penganutnya setuju), [54], pula ada Agama Hindu Jawa suku
Tengger,[55] Hindu Tolotang suku Bugis,[56], dan Aluk Todolo suku Toraja[57].
Agama Hindu Jawa telah terbentuk dengan cara yang berbeda sehingga lebih dipengaruhi oleh
versi Islam mereka sendiri, yang dikenal sebagai Islam Abangan atau Islam Kejawen.[30]
Telah pula disajikan beberapa gerakan Neo-Vedanta/Neohindu antarabangsa, seperti
misalnya, Masyarakat Internasional Kesadaran Kresna dan organisasi dari Sathya Sai Baba,
[53]
 Chinmaya Mission, Brahma Kumaris, Ananda Marga, Sahaja Yoga, dan Haidakhandi Samaj.[58]

Buddha[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Agama Buddha di Indonesia

Peta persebaran umat Buddha di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.

Bhikku Buddha melaksanakan puja bakti di Borobudur

Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba telah pada sekitar abad ke-5 masehi atau
sebelumnya dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal abad pertama melalui Jalur
Sutra antara India dan Nusantara. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah
Hindu, sejumlah kerajaan Buddha telah dibangun sekitar periode yang sama:
kerajaan Sailendra, Sriwijaya dan Mataram. Sejumlah warisan dapat ditemukan di Indonesia,
mencakup candi Borobudur dan patung atau prasasti dari sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal.
[49]

Pada pertengahan tahun 1960-an, dalam Pancasila ditekankan lagi pengakuan akan satu Tuhan
(monoteisme). Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi (Persatuan Buddha Indonesia), Bhikku Ashin
Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu dewata tertinggi, Sanghyang Adi Buddha dan satu aliran
bersatu Buddhayana. Hal ini didukung dengan sejarah di belakang versi Buddha Indonesia pada
masa lampau menurut naskah Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur. [59][60]
Di antara umat Buddhis Indonesia berada semua aliran Buddha utama: Mahayana, Wajrayana,
dan Therawada. Kebanyakan orang Tionghoa-Indonesia mengikuti aliran yang sinkretis dengan
kepercayaan Tiongkok, yaini Tridharma dan juga Ikuanisme (Maytreya).[61]
Menurut sensus nasional tahun 2000, kurang lebih dari 2% dari total penduduk Indonesia beragama
Buddha, sekitar 4 juta orang. Kebanyakan penganut agama Buddha berada di Jakarta, walaupun
ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan Barat. Namun, jumlah ini
mungkin terlalu tinggi, mengingat agama Konghucu (hingga tahun 1998) dan Taoisme tidak
dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri mereka dianggap sebagai
penganut agama Buddha.[62][63]

Konghucu[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Konfusianisme di Indonesia

Peta persebaran umat Khonghucu di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.

Agama Konghucu berasal dari Tiongkok daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa
dan imigran, diperkirakan sedari abad ke-3 Masehi. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu
lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik
melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup
atau pergerakan sosial.[64] Pada tahun 1883 di Surabaya didirikan tempat ibadah Khonghucu — Boen
Tjhiang Soe, dan kemudian menjadi Boen Bio (Wen Miao). Di tahun 1900 pemeluk Konghucu
membentuk lembaga Konghucu Khong Kauw Hwee. Dan Majelis Tinggi Agama Konghucu
Indonesia (MATAKIN) menjadi pada tahun 1955 di Surakarta.[63][65]
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, umat Konghucu di Indonesia terikut oleh
beberapa huru-hara politis dan telah digunakan untuk beberapa kepentingan politis. Pada
1965, Soekarno mengeluarkan sebuah keputusan presiden No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, di
mana agama resmi di Indonesia menjadi enam, termasuklah Konghucu. Pada awal tahun 1961,
Asosiasi Khung Chiao Hui Indonesia (PKTHI), suatu organisasi Konghucu, mengumumkan bahwa
aliran Konghucu merupakan suatu agama dan Confucius adalah nabi mereka.[62][66][65]
Tahun 1967, Soekarno digantikan oleh Soeharto, menandai era Orde Baru. Di bawah pemerintahan
Soeharto, perundang-undangan anti Tiongkok telah diberlakukan demi keuntungan dukungan politik
dari orang-orang, terutama setelah kejatuhan PKI, yang diklaim telah didukung oleh Tiongkok.
Soeharto mengeluarkan instruksi presiden No. 14/1967, mengenai kultur Tionghoa, peribadatan,
perayaan Tionghoa, serta menghimbau orang Tionghoa untuk mengubah nama asli mereka.
Bagaimanapun, Soeharto mengetahui bagaimana cara mengendalikan Tionghoa-Indonesia,
masyarakat yang hanya 3% dari populasi penduduk Indonesia, tetapi memiliki pengaruh dominan di
sektor perekonomian Indonesia. Pada tahun yang sama, Soeharto menyatakan bahwa “Konghucu
berhak mendapatkan suatu tempat pantas di dalam negeri” di depan konferensi PKTHI. [66][65]
Pada tahun 1969, UU No. 5/1969 dikeluarkan, menggantikan keputusan presiden tahun 1967
mengenai enam agama resmi. Namun, hal ini berbeda dalam praktiknya. Pada 1978, Menteri Dalam
Negeri mengeluarkan keputusan bahwa hanya ada lima agama resmi, tidak termasuk Konghucu. [66]
[65]
 Pada tanggal 27 Januari 1979, dalam suatu pertemuan kabinet, dengan kuat memutuskan bahwa
Konghucu bukanlah suatu agama. Keputusan Menteri Dalam Negeri telah dikeluarkan pada tahun
1990 yang menegaskan bahwa hanya ada lima agama resmi di Indonesia. [62]
Karenanya, status Konghucu di Indonesia pada era Orde Baru tidak pernah jelas. De jure,
berlawanan hukum, di lain pihak hukum yang lebih tinggi mengizinkan Konghucu, tetapi hukum yang
lebih rendah tidak mengakuinya. De facto, Konghucu tidak diakui oleh pemerintah dan pengikutnya
wajib menjadi agama lain (biasanya Kristen atau Buddha) untuk menjaga kewarganegaraan mereka.
Praktik ini telah diterapkan di banyak sektor, termasuk dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran
perkawinan, dan bahkan dalam pendidikan kewarga negaraan di Indonesia yang hanya
mengenalkan lima agama resmi.[66][65]
Setelah reformasi Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto, Abdurrahman Wahid dipilih
menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut instruksi presiden No. 14/1967 dan keputusan
Menteri Dalam Negeri tahun 1978. Agama Konghucu kini secara resmi dianggap sebagai agama di
Indonesia. Kultur Tionghoa dan semua yang terkait dengan aktivitas Tionghoa kini diizinkan untuk
dipraktikkan. Warga Tionghoa Indonesia dan pemeluk Konghucu kini dibebaskan untuk
melaksanakan ajaran dan tradisi mereka. Seperti agama lainnya di Indonesia yang secara resmi
diakui oleh negara, maka Tahun Baru Imlek telah menjadi hari libur keagamaan resmi.[63][62]

Agama-agama asli[sunting | sunting sumber]


Artikel ini adalah bagian dari seri

Agama asli Nusantara

Sumatra

Parmalim • Pemena • Animisme Melayu

Jawa

Sunda Wiwitan (Djawa Sunda • Buhun) • Kejawen • Hindu


Jawa • Saminisme

Bali dan Nusa Tenggara

Hindu Bali • Wetu Telu • Marapu • Jingi Tiu

Kalimantan

Kaharingan • Momolianisme

Sulawesi

Aluk Todolo • Tolotang • Tonaas Walian

Maluku dan Papua

Naurus • Wor • Kepercayaan Asmat • Masade

Portal «Agama»

 l
 b
 s
Artikel utama: Agama asli Nusantara
Lihat pula: Mitologi Indonesia
Sejumlah agama nenek moyang (aliran kepercayaan bangsa Austronesia) yang berdominasi di
seluruh Nusantara sebelum masuk agama-agama asing. Beberapa dari mereka masih hidup
sebagai yang murni atau telah sinkretis, yaitu agama:

 Parmalim;
 Pemena;
 Sunda Wiwitan (Djawa Sunda, Buhun);
 Kejawen;
 Saminisme;
 Kaharingan;
 Aluk Todolo;
 Tolotang;
 Marapu;
 Naurus, dan lainnya.[67][68]
Jumlah tak resmi penghayat kepercayaan di Indonesia adalah hingga 20 juta orang. [10]
Agama nenek moyang berisi animisme, kepercayaan terhadap benda mati yang mana, suatu
kepercayaan terhadap objek tertentu, seperti pohon, padi, batu atau orang-orang. Kepercayaan ini
telah ada dalam sejarah Indonesia yang paling awal, di sekitar pada abad pertama, tepat sebelum
Hindu tiba Indonesia. Lagipula, dua ribu tahun kemudian, dengan keberadaan Islam, Kristen, Hindu,
Buddha, Konghucu dan agama lainnya, penyembah benda mati masih tersisa di beberapa wilayah
di Indonesia. Penyembah benda mati, pada sisi lain tidak percaya akan dewa tertentu. [12]
Aliran kepercayaan (agama asli Nusantara) telah diakui sesuai dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi RI tertanggal 7 November 2017 dengan No. 97/PUU-XIV/2016, ditegaskan bahwa
putusan perintah tentang Administrasi Kependudukan untuk mengosongkan kolom KTP dan
dokumen kependudukan lain bagi penduduk yang “agamanya belum diakui sebagai agama”
maupun kelompok "Kepercayaan", bertentangan dengan Konstitusi, yakni kelompok-kelompok
penghayat kepercayaan kini dapat mencantumkan nama “penghayat kepercayaan” dalam dokumen
kependudukan mereka.[9][10]

Saminisme[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Ajaran Samin
Gerakan Samin, para pengikut Samin Surosentiko yang menolak pandangan kapitalis dari penjajah
Belanda untuk gaya hidup sederhana, didirikan di Jawa Utara-Tengah pada akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20.[69]

Agama dan kepercayaan lainnya[sunting | sunting sumber]


Beberapa agama dan kepercayaan lainnya yang ada di Indonesia,
yaitu: Sikhisme; Jainisme; Yahudi; Baha'i; Taoisme serta kepercayaan tradisional Tionghoa; dan
yang gerakan agama baru, seumpama Teosofi.[70]

Yahudi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Yahudi di Indonesia
Pendirian Yahudi awal di Nusantara berasal dari Portugal dan Spanyol (subsuku Sefardim) pada
abad ke-17. Di abad ke-19 orang Yahudi dari Belanda, German dan India datang untuk berdagang
rempah dan tinggal di Jakarta, Semarang (subsuku Yahudi Ashkenazi), dan Surabaya (Sefardim
dan Mizrakhi Baghdadi). Pada tahun 1945, terdapat sekitar 2 ribu Yahudi Belanda di Indonesia.
Pada tahun 1957, dilaporkan masih ada sekitar 450 orang Yahudi, terutama Ashkenazi di Jakarta
dan Sefardim di Surabaya. Komunitas ini berkurang menjadi 50 pada tahun 1963. Pada tahun 1997,
hanya terdapat 20 orang Yahudi, beberapa berada di Jakarta dan sedikit keluarga Baghdadi di
Surabaya.[71][72]
Yahudi di Surabaya pernah memiliki sinagoge (tempat ibadat). Mereka hanya melakukan sedikit
hubungan dengan Yahudi di luar Indonesia. Tidak ada pelayanan yang diberikan pada sinagoge.
Sinagoge ini telah ditutup oleh umat Muslim yang menentang Perang Gaza 2008–2009.[73] Satu-
satunya sinagoge yang masih tersisa terletak di kota Tondano, Sulawesi Utara, yang dihadiri oleh
sekitar 10 orang beraliran Yahudi Ortodoks (kelompok Yudaisme Hasidut dari Chabad-Labavitch).[73]
[72]

Di Indonesia saat ini telah dibentuk "The United Indonesian Jewish Community–Gabungan
Masyarakat Yahudi dan Turunan Ibrani Indonesia" (UIJC) oleh komunitas keturunan Yahudi
Indonesia semua aliran. Organisasi ini sudah dibentuk sejak tahun 2009, tetapi baru diresmikan
pada Oktober 2010. UIJC ini dipimpin oleh keluarga Verbrugge. Menurut sumber dari UIJC saat ini
keturunan Yahudi di Indonesia yang sudah diketahui hampir mendekati 2 ribuan orang. Yang sudah
terdeteksi 500-an, tersebar hampir merata di seluruh Indonesia. [72]. Dan pada 2015, pusat resmi
Yahudi pertama oleh rabi Tovia Singer, "Beit Torat Chaim" di Jakarta, diresmikan oleh Kementerian
Agama.[74]

Baha'i[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Baha'i
Di Indonesia hadir 22 ribu 115 orang pemeluk agama baru Baha'i pada tahun 2005.[75] Berapa jumlah
mereka sebenarnya tidak diketahui dengan pasti karena seringkali mereka mengalami tekanan dan
penolakan dari masyarakat sekitarnya.[76]
Sejak 2014, keadaannya telah membaik dalam rencana Pemerintah untuk kemungkinan pengakuan
agama ini (ada pendapat yang salah tentang sudah diadakan pengakuan resmi Baha'i pada tahun
2014).[77][78]
Sikhisme[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Sikhisme di Indonesia
Migrasi kaum Sikh ke Indonesia mulai sejak th 1870-an (kaum menjaga serta pedagang). Ada
beberapa gurdwara (tempat ibadah) dan sekolahnya di Sumatra dan Jawa, semisal gurdwara
di Medan yang dibangun pada tahun 1911. Pada tahun 2005 didirikan “Majelis Tinggi Agama Sikh
Indonesia” (Matasi). Berjumlah sekira 7 ribu orang (atau 10—15 ribu [53]), Sikh tidak termasuk dalam
enam agama yang diakui di Indonesia, para penganut Sikh mengisi kolom agama pada KTP mereka
dengan kata “Hindu”.[79]
Terlepas dari Sikhisme ortodoks di Indonesia mewakili juga gerakan reformis Sikh Radha Soami
Satsang Beas (RSSB).[80]

Jainisme[sunting | sunting sumber]
Di Jakarta ada kelompok kecil agama kuno Jain — “Jain Social Group Indonesia (JSG Indonesia)” di
antara kaum India-Indonesia.[81]

Gerakan agama baru[sunting | sunting sumber]


Gerakan-gerakan agama baru yang paling terkenal di Indonesia adalah: Perhimpunan Teosofi,
[82]
 Meditasi Transcendental,[83] Falun Gong,[53] dan berasal dari Indonesia Komunitas Eden[53][84].

Hubungan antar agama[sunting | sunting sumber]


Walaupun Pemerintah Indonesia mengenali sejumlah agama berbeda, konflik antar agama kadang-
kadang tidak terelakkan. Pada masa Orde Baru, Soeharto mengeluarkan perundang-undangan
yang oleh beberapa kalangan dirasa sebagai anti Tionghoa. Presiden Soeharto mencoba
membatasi apapun yang berhubungan dengan budaya Tionghoa, mencakup nama dan agama. [62]
[85]
 Antara 1966 dan 1998, Soeharto berikhtiar untuk de-Islamisasi pemerintahan, dengan
memberikan proporsi lebih besar terhadap orang-orang Kristen di dalam kabinet. Namun pada
awal 1990-an, isu Islamisasi yang muncul, dan militer terbelah menjadi dua kelompok, nasionalis
dan Islam.[86][87][21]
Semasa era Soeharto, program transmigrasi di Indonesia dilanjutkan, setelah diaktifkan oleh
pemerintahan Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Maksud program ini adalah untuk
memindahkan penduduk dari daerah padat seperti pulau Jawa, Bali dan Madura ke daerah yang
lebih sedikit penduduknya, seperti Ambon, kepulauan Sunda dan Papua. Kebijakan ini mendapatkan
banyak kritik, dianggap sebagai kolonisasi oleh orang-orang Jawa dan Madura, yang membawa
agama Islam ke daerah non-Muslim. Penduduk di wilayah barat Indonesia kebanyakan adalah
orang Islam dengan Kristen merupakan minoritas kecil, sedangkan daerah timur, populasi Kristen
adalah sama atau bahkan lebih besar dibanding populasi orang Islam, terjadinya konflik antar
agama dan ras di wilayah timur Indonesia, seperti kasus kerusuhan Kepulauan
Maluku dan kerusuhan Poso.[88]
Pada tahun 2007—2012 ada serangan dari kaum Sunni terhadap masjid dan rumah-rumah Syiah
dan Ahmadiyyah.[89][90][36] Untuk mencegah hal ini terjadi di masa depan, pada tahun 2011, khususnya,
didirikan Mejlis Sunni dan Syiah (MUHSIN).[91]
Pemerintah telah berniat untuk mengurangi konflik atau ketegangan tersebut dengan pengusulan
kerjasama antar agama. Kementerian Luar Negeri, bersama dengan organisasi Islam terbesar di
Indonesia, Nahdlatul Ulama, yang dipegang oleh Sarjana Islam Internasional, memperkenalkan
ajaran Islam moderat, yang mana dipercaya akan mengurangi ketegangan tersebut. [92] Pada 6
Desember 2004, dibuka konferensi antar agama yang bertema “Dialog Kooperasi Antar Agama:
Masyarakat Yang Membangun dan Keselarasan”. Negara-negara yang hadir di dalam konferensi itu
ialah negara-negara anggota ASEAN, Australia, Timor Timur, Selandia Baru dan Papua Nugini,
yang dimaksudkan untuk mendiskusikan kemungkinan kerjasama antar kelompok agama berbeda di
dalam meminimalkan konflik antar agama di Indonesia. [92]

Daftar kepribadian agama[sunting | sunting sumber]


Tempa
Pemimpin Kitab Hari Libur Hari Agama Pelaksanaan
Agama t
Umat Suci Nasional Nasional Ibadah
Ibadah

Idul Fitri
Idul Adha
Nuzulul Qur'an
Tahun
Ramadan
Ulama Masjid Baru
Shalat Jum'at
Ustadz Mushol Hijriyah
Al Nisfu Sya'ban
Islam Kyai la Maulid Satu hari lima kali
Quran Idul Fitri
Habib Langga Nabi
Idul Adha
Syekh r Muhamma
Tahun Baru
d SAW
Hijriyah
Isra dan
Mi'raj

Alkitab Gereja Kelahiran Natal


Kapel Yesus
Kristus Epifani
Wafatnya
Transfigurasi
Yesus
Kristus
Kristus
Kebangkit Rabu
an Yesus Abu (Calvinis,
Kristus Lutheran)
Kenaikan
Minggu Palma
Yesus
Kristus Kamis
Kristen Putih (Calvinis, Minggu (Sabtu
Pendeta
Protestan Lutheran, Method bagi Adventist)
ist)
Jumat Agung
Sabtu Suci
Minggu Paskah
Kenaikan Yesus
Kristus
Pentakosta
Tritunggal Maha
Kudus

Kristen Romo Lih. Hari raya Perayaan Ekaristi ha


Pastor
Uskup rian dan mingguan
Katolik wajib (Katolik)
Kardinal (wajib dihadiri)
Paus
Deepavali
Galungan
Kuningan
Sulinggih
Saraswati
Hindu Pedanda Weda Pura Nyepi Satu hari tiga kali
Siwaratri
Pandita
Pagerwesi
Thaipusam
Holi
Bhiksu
Dhammad
Waisak Setiap hari & setiap
uta
Tripitak Kathina puja tanggal 1, 8, 15, dan
Buddha Pandita Wihara Waisak
a Asadha puja 23 penanggalan
Bhante
Magha Puja Chandra Sengkala
Rinpoche
Lama
Cap Go Meh
Jing Tian
Gong (Khing Thi
Kong Kong)
Sishu
Xueshi Miao Harlah Khong Hu
Khonghu Wujing Tanggal 1 dan 15
Wenshi Litang Imlek Cu
cu Xiao Yinli /Imlek, Minggu
Jiaosheng Klenten Hari Wafat
Jing
g Khong Hu Cu
Qing Ming
Duan Wu
Dong Zhi

Anda mungkin juga menyukai