Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

TYPOID
Tugas Keperawatan Anak
Dosen pembimbing : Idayati

Disusun Oleh Kelompok V :

1. ISNA SEPTIANA (2020206203161P)


2. RENITA MAYA (2020206203162P)
3. METI EVA FICTORI (2020206203162P)
4. MUHAFIDZ RAHMAD GUNAZA
(2020206203166P)
5. ENDANG PRIYANTI PUTRI
(2020206203172P)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjakan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya kepada kami sehingga kami dapa menyelesaikan makalah ini denga tepat waktu.
Makalah ini berisi tentang Asuhan Keperawatan Dengan typoid. Dalam makalah ini
diterangkan tentang pengertian typoid,penyebab typoid, tanda dan gejala typoid. Selain itu
makalah ini juga menjelaskan tentang salah satu asuhan keperawatan pasien dengan typoid
mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi serta evaluasi.
Di akhir makalah ini sengaja kami sertakan rangkuman agar mempermudah dalam proses
pembelajaran.
Demikian makalah ini kami buat semoga bisa membantu dalam proses belajar dan
mengajar. Saran dan kritikan yang membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaannya
makalah ini.

Kalianda,17 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................i
Daftarisi........................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan........................................................................................................1
1.1.Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2.RumusanMasalah...................................................................................................1
1.3.Tujuan.....................................................................................................................2
1.4. Manfaat..................................................................................................................3
1.5. Metode Penulisan..................................................................................................3
Bab II Tinjauan Teori...................................................................................................4
2.1. Definis...................................................................................................................4
2.2. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan............................................................4
2.3. Etiologi..................................................................................................................8
2.4. Fatofisiologi...........................................................................................................9
2.5. Manifestasi klinik................................................................................................10
2.6. Komplikasi..........................................................................................................10
2.7. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................13
2.8. Penatalaksanaan..................................................................................................13
2.9. Therapi Terkini demam typoid...........................................................................14
2.10. Therapi Modalitas.............................................................................................15
2.11. Faktor-faktor yang mempengaruhi....................................................................16
Bab III Asuhan Keperawatan.....................................................................................18
3.1. Pengkajian...........................................................................................................18
3.2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan................................................................20
3.3. Implementasi.......................................................................................................24
3.4. Evaluasi...............................................................................................................25
Bab III Penutup..........................................................................................................26
3.1 Kesimpulandan Saran..........................................................................................26
DaftarPustaka.............................................................................................................27

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara tropis dan sering sekali terjadi bencana seperti banjir
sehingga mudah sekali kuman berkembangbiak, juga kesadaran masyarakat yang sangat
rendah untuk menjaga kebersihan sehingga penyebaran penyakit sangat mudah.
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak-
anak maupun orang dewasa. Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan
kebersihan rendah,cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyakit
typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan seseorang
yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan makanan,
susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk pembiakan
bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan kondisi saniter
yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit typhus.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam dunia
kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada umumnya
kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan menyebabkan pendarahan serta
bisa mengakibatkan kebocoran usus.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah bagaimana
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem gastrointestinal
khususnya pada pasien demam tifoid, pembahasan tentang:
1. Apakah pengertian Demam Tifoid?
2. Apakah penyebab Demam Tifoid?
3. Bagaimana patofisiologi Demam Tifoid?
4. Bagaimana gejala klinis pada Demam Tifoid?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada Demam Tifoid?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada Demam Tifoid?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Demam Tifoid
8. Terapi terkini demam typoid dan factor – factor yang mempengaruhi peningkatan
penyembuhan pada penyakit typoid.
1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mempelajari dan memahami konsep materi mengenai sistem
gastrointestinal dan gangguannya, khusunya mengenai demam tifoid.
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami definisi demam tifoid.
2. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami etiologi demam tifoid.
3. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami fatofisiologi demam tifoid.
4. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami manifestasi klinis demam
tifoid.
5. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami komploikasi demam tifoid.
6. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami penatalaksaan demam tifoid.
7. Mahasiswa mampu mengidentifikasi  masalah keperawatan yang muncul pada
klien yang menderita demam tifoid.
8. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan kepada pasien
yang menderita demam tifoid.
9. Mampu menyebutkan dan memahami anatomi serta fisiologi sistem
gastrointestinal.
D. Manfaat
1. Keilmuan / Teori
Menambah ilmu pengetahuan terutama dalam keperawatan keluarga yang
berhubungan dengan penyakit demam tifoid.
2. Bagi Perawat / Mahasiswa
Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan
khususnya mahasiswa ilmu keperawatan mnegenai demam tifoid.
3. Bagi Masyarakat / Keluarga
Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan gejala serta
penyebab penyakit demam tifoid di masyarakat sehingga dapat melakukan
pencegahan terhadap penyakit tersebut.
E. Metode penulisan
Metode yang kelompok gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode
deskriptif. Kajian pustaka dilakukan dengan mencari literature di internet dan buku-
buku panduan.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Demam Tifoid (entric fever) adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Thypii, parathypii A, B, C pada
saluran pencernaan. (Suratum, 2010)
Penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam
kurang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Penyakit infeksi dari Salmonella (Salmonellosis) ialah segolongan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus Salmonella,
biasanya mengenai saluran pencernaan (Hasan dan Atlas, 1991). Pertimbangkan demam
tifoid pada anak yang demam dengan dan memiliki salah satu tanda seperti diare
(konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit kepala (batuk). Hal ini terutama bila demam
telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan penyakit lain sudah disisihkan
(WHO,2005).

B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan


Saluran pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkan untuk diserap oleh tubuh melalui proses pencernaan (pengunyahan,
penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari
mulut sampai anus (Syafuddin, 2006 : 167). Alat-alat pencernaan terdiri dari saluran
pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan memanjang mulai dari mulut
hingga anus yang meliputi.
(Gambar 2.1) :
 

3
 
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan.
 
1) Mulut
Didalamnya terdapat gigi, lidah dan kelenjar air liur. Mulut merupakan jalan masuk
untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit
2) Tekak atau Faring
Penghubung rongga mulut dengan kerongkongan, pada bagian ini terdapat
persimpangan antara saluran pencernaan dan saluran pernapasan.
3) Kerongkongan atau Esofagus
Saluran memanjang yang menghubungkan tekak dengan lambung atau ventrikel.
4) Lambung atau gaster/ventrikel

4
Pembesaran saluran pencernaan yang membentuk kantong. Lambung merupakan
organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kacang kedelai, terdiri dari 3
bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari
kerongkonan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan
menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung
ke dalam kerongkongan.
5) Usus halus
Usus halus adalah saluran yang memiliki panjang 12 kaki (± 6 m). Usus halus
memanjang dari pyloric sphincter lambung sampai sphincter ileocaecal, tempat
bersambung dengan usus besar (gambar 2.1). Usus ini mengisi bagian tengah dan
bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm tetapi
semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5
cm. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaitu: duodenum, jejunum, ileum.
Duodenum, bagian terpendek (25 cm), yang dimulai dari pyloric sphincter di perut
sampai jejunum. Berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini
terdapat pancreas dan duodenal papilla, tempat bermuaranya pancreas dan kantung
empedu.
Jejunum memiliki panjang antara 1,5 m – 1,75 m. Di dalam usus ini, makanan
mengalami pencernaan secara kimiawi oleh enzim yang dihasilkan dinding usus.
Getah usus yang dihasilkan mengandung lendir dan berbagai macam enzim yang
dapat memecah makanan menjadi lebih sederhana. Di dalam jejunum, makanan
menjadi bubur yang lumat dan encer.
Usus penyerapan (ileum), panjangnya antara 0,75 m – 3,5 m terjadi penyerapan sari–
sari makanan. Permukaan dinding ileum dipenuhi oleh jonjot-jonjot usus/vili. Adanya
jonjot usus mengakibatkan permukaan ileum menjadi semakin luas sehingga
penyerapan makanan dapat berjalan dengan baik.
Dinding lapisan luar (tunika serosa) adalah membran serosa yaitu peritoneum yang
membalut usus dengan erat dan membran mukosa ini membatasi dinding abdomen
dan rongga pelvis.
Lapisan otot polos terdiri atas 2 lapisan serabut, lapisan luar yang memanjang
(longitudinal) dan lapisan dalam yang melingkar (serabut sirkuler). Kontraksi otot
polos dan bentuk peristaltic usus yang turut serta dalam proses pencernaan mekanis,
pencampuran makanan dengan enzim-enzim pencernaan dan pergerakkan makanan
sepanjang saluran pencernaan.
5
Submukosa terdiri dari jaringan ikat yang mengandung syaraf otonom, yaitu plexus of
meissner yang mengatur kontraksi muskularis mukosa dan sekresi dari mukosa
saluran pencernaan.
Mukosa dalam terdiri dari epitel selapis kolumner goblet yang mensekresi getah usus
halus (intestinal juice). Intestinal juice merupakan kombinasi cairan yang disekresikan
oleh kelenjar-kelenjar usus (glandula intestinalis) dari duodenum, jejunum, dan ileum.
6) Usus besar
Terdiri atas usus tebal atau kolon dan poros usus atau rectum. Usus besar terdiri dari :
Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum).
7) Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Anus merupakan lubang di
ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Fungsi usus halus menurut Syaifuddin, 2006 : 174 meliputi :
1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-
kapiler darah dan saluran-saluran limfe
2. Menyerap protein dalam bentuk asam amino
3. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
4. Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang berfungsi sebagai enzim pencernaan,
yaitu : 
 

No Enzim Substrat Hasil

1 Aminopeptisidase Polipeptida Polipeptida yang lebih kecil

2 Dipeptidase Dipeptide asam amino

3 Maltase Maltosa Glukosa

4 Laktase Laktosa Glukosa dan Galaktosa

5 Sukrase Sukrosa Glukosa dan Frukrosa

6
6 Lipase usus Lemak Gliserida asam lemak

7 Nukleotidase Nukleotida Nukleotida, Asam fosfat


 

C. Etiologi
Bakteri Salmonella Typhi
Wujud dari bakteri tersebut adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut
getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik
yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41°C
(optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan
tiga macam antibodi yang lazim disebut Aglutinin.  Ada 3 tipe spesis utama pada
salmonela yaitu : salmonella typosa(satu serotip), salmonella choleraesius (satu
serotipe) dan salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe) (Rampengan, 2008 : 47).
Kuman penyebab penyakit ini adalah kuman salmonella thyposa, yang dapat menular
dengan mudah melalui 5 F yaitu : food ( makanan ), fingers (jari tangan/kuku ), fomitus
( muntah ), fly ( lalat ), dan melalui feses.
D. Patofisiologi
1. Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan
oleh asam HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon
imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil Salmonella akan
menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina propia dan
berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah
bening mesenterika.
2. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.

7
3. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali).
Di organ ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler,
dan gangguan mental koagulasi).
4. Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi usus.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan
komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan, dan
gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi
jyperplasia (pembesaran sel-sel) plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis
pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam
minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan
sikatriks (jaringan parut).

8
Gambar Siklus Patofisiologi

9
E. Manifestasi Klinik
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan
penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat adalah empat
hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, masa tunas terlama berlangsung
30 hari, jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan
gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, nyeri kepala, lesu, pusing, dan tidak
bersemangat.
Walaupun gejala penyakit Typhus Abdominalisi, secara garis besar gejala-gejala yang
timbul dapat dikelompokan :
1. Demam berlangsung 3 minggu, selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur
naik (38,8OC-40OC), biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
dan malam hari. Minggu kedua masih berada dalam keadaan demam dan pada
minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu
ketiga.
2. Gangguan saluran pencernaan, pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih, kotor, ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut
kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering
terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3. Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam
yaitu apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah. Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli
basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.
Kadang-kadang ditemukan bradikardia dan epistaksis pada anak besar. (Ngastiyah,
2005 : 237).

10
F. Komplikasi Typhus Abdominalis
 Sistem Pencernaan
Bakteri masuk kemulut melalui makanan yang mengakibatkan terjadinya
peradangan pada usus, selain itu juga bakteri masuk melalui aliran darah sistemik
lalu masuk organ hati yang pada akhirnya menyebabkan peradangan pada hati dan
limpa. Pada sistem pencernaan akan didapatkan pada mulut terdapat nafas berbau
tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih
kotor (coated tongue), ujung tepinya kemerahan jarang disertai tremor. Pada
abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa
membesar disertai nyeri daerah perut, konstipasi, diare atau bisa juga normal
disamping itu disertai mual, muntah, dan anoreksia. Pada klien dengan typhus
abdominalis akan terjadi  keluhan mual, muntah, anorexia dan perasaan tidak enak
di perut
Komplikasi pada usus halus umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
1) Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut
dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian
distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan
bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan
terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
3) Peritonitis
Biasanya disertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.
(Ngastiyah, 2005 : 237)
Dampak Terhadap Sistem Tubuh Lain
 Sistem Persyarafan
Klien dengan penyakit typhus abdominalis ini dapat mengakibatkan terjadinya
peradangan oleh bakteri yang mengenai seluruh organ tubuh melalui pembuluh
limfa diantaranya, saraf pusat atau otak. Dan hal ini dapat menyebabkan

11
menurunnya kesadaran klien dari apatis, somnolen hingga sopor apabila penyakit
tersebut terlambat dalam penanganannya (Ngastiyah, 2005 : 237).
 Sistem Kardiovaskuler
Kuman salmonella masuk kedalam usus halus dan berkembang biak. Bila respon
imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman menembus sel
epitel (terutama sel M) dan selanjutnya kelamina  propia. Dilamina propia kuman
di fagosit oleh sel-sel fagosit terutama makrophage. Makrophage pada penderita
akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines, selanjutnya monokines
ini dapat menyebabkan instabilitas vaskuler dan mengakibatkan adanya gangguan
sirkulasi yaitu perubahan tanda-tanda vital seperti bradikardi pada perabaan nadi
(Rampengan 2008 : 63).
 Sistem Pernafasan
Jika klien dalam keadaan demam biasanya frekuensi dan kedalaman nafas
meningkat. Peningkatan tersebut dapat juga terjadi akibat nyeri karena peradangan
usus halus. Hal ini merangsang sinyal dari sumsum tulang belakang dihantarkan
melalui dua jalur yaitu spinal thalamus traktus (STT) ke spinal respiratori traktus
(SRT), dari spinal respiratori traktus dihantarkan ke medulla oblongata hingga
mengakibatkan neural inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi nafas
(Mansyur, 2002 : 42).
 Sistem Muskuloskeletal
Pada typhus abdominalis kemungkinan akan terjadi keluhan yang berhubungan
dengan sistem musculoskeletal berupa nyeri otot, kelemahan fisik akibat produksi
makrophage yang menghasilkan monokises yang mengakibatkan nekrosis seluler.
Biasanya klien mengalami osteomielitis yang disebabkan oleh bakteri yang masuk
pada jaringan tulang melalui pembuluh darah (Rampengan : 2008 : 56)

 Sistem Perkemihan
Pada penderita typhus abdominalis ini biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh
sehingga akan mengakibatkan terjadinya diaforesis yang berlebih lewat keringat
akibatnya penderita biasanya lebih banyak minum dan ini akan meningkatkan kerja
ginjal, sehingga klin akan sering mengalami BAK (Ngastiyah, 2005 : 237 ).
 Sistem Integumen

12
Klien dengan penyakit typhus abdominalis ini dapat terjadi kerusakan integritas
kulit seperti lesi. Hal ini disebabkan karena klien mengalami bedrest. Selain itu
emboli basil dalam kapiler kulit terutama pada daerah punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan adanya roseola yaitu berupa bintik-bintik kemerahan yang dapat
ditemukan pada minggu pertama demam (Ngastiyah, 2005 : 237).

G. Pathway Demam Typoid

13
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tubex TF, spesifik mendeteksi Ig M antibody S thypiii 09 LPS antigen Sthypii dan
salmonella sero group D bakteri
2. Uji Widal : untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella Thypi
3. Pemeriksaan darah tepi : untuk melihat tingkat leukosit dalam darah, adanya
leukopenia, dll.
4. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya bakteri Salmonella Thypi dan leukosit
5. Pemeriksaan feses : untuk melihat adanya lendir dan darah yang dicurigai akan
bahaya perdarahan usus dan perforasi
6. Pemeriksaan sumsum tulang : untuk mendeteksi adanya makrofag
7. Serologis : untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin)
8. Radiologi : untuk mengetahui adanya komplikasi dari Demam Thypoid
9. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
10. SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

I. Penatalaksanan
1. Perawatan
a. Bedrest kurang lebih 14 hari : mencegah komplikasi perdarahan usus
b. Mobilisasi sesuai dengan kondisi
c. Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam sekali untuk mencegah decubitus
2. Diet
Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan
penderita. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai
dengan keadaan penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, protein,
elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas
selulose, menghindari makanan yang iritatif. Pada penderita gangguan kesadaran
maka pemasukan makanan harus lebih di perhatikan

14
3. Obat-obatan
Obat pilihan adalah kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sum-sum tulang,
dosis 50-100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efek sampingnya adalah Anaplastik anemia
Obat lain : - Kotrimoksazol ( TMP 8-10 mg/kgBB dibagi 2 dosis)
a)      Ampisilin
b)      Amoxicillin

I. Terapi terkini demam typoid


Pengobatan terkini untuk demam tifoid Kloramfenikol telah lama digunakan untuk
demam tifoid. Tetapi saat ini muncul masalah resistensi terhadap antibiotika ini. Di
samping itu, angka kekambuhan tinggi, gambaran klinis tidak jelas dan risiko
komplikasi. Resistensi muncul akibat penggunaan antibiotik yang salah, penggunaan
berlebihan (overuse), salah penggunaan (misuse), dan underuse. Quinolone, seperti
levofl oxacin, merupakan pilihan lain untuk demam tifoid.
Penelitian Prof. RHH Nelwan tahun 2009 yang membandingkan levofloxacin dengan
ciprofloxacin, memperlihatkan bahwa demam menghilang di hari ke tujuh pada semua
pasien yang menggunakan levofloxacin. Sedangkan pada kelompok ciprofloxacin
masih ada 12 pasien mengalami demam. Dari hasil pemeriksaan mikrobiologi, di
kelompok levofloxacin 100% pasien klirens S. typhi berdasarkan pemeriksaan darah
dan feses.
Efek samping yang umum terjadi bersifat ringan, berupa mual muntah, nyeri epigastrik,
insomnia dan sefalgia. Efek samping levofloxacin lebih sedikit dibanding ciprofl
oxacin. Dari hasil pemeriksaan hati, 2 pasien pada kelompok levofl oxacin
menunjukkan gangguan fungsi hati, sementara pada pengguna ciprofl oxacin, 6 orang
mengalami kelainan fungsi hati. “Konsensus PETRI menganjurkan pemberian
levofloxacin oral 500 mg/hari 1 kali sehari”. Pada kasus ringan maupun kasus berat
Levofl oxacine diberikan selama 7 hari. Levofl oxacine tidak dianjurkan diberikan pada
remaja kurang dari 18 tahun. Untuk pasien carrier, levofl oxacine dianjurkan diberikan
750 mg dua kali sehari selama 28 hari. (Dr. Muchlis Achsan Udji Sofro, Sp.PD-KPTI,
dari RSUP dr. Kariadi, Semarang,epatuhan penggobatan pada Kalbe Academia. CDK-
217/ vol. 41 no. 6, th. 2014)

15
J. Therapi modalitas
Bahan alami untuk mengobati typoid dengan cara tradisional
1. Cacing kalung : cacing kalung merupakan jenis cacing tanah dengan ukuran yang
tergolong besar, pemanfaatan cacing kalung sebagai obat typoid sudah terbukti
manjur sejak nenek moyang kita ternyata. Cara tradisional membuat ramuan cacing
ini yaitu dengan merebus cacing kalung yang sudah dibersihkan, agar rasa dan bau
amisnya tidak terlalu menyengat, sekarang ini sudah banyak cara membuat ramuan
ini sepeeti dibuat syrop, teh, dengan rasa bervariasi sesuai keinginan yang
memesan. Dengan kemajuan teknologi seorang dokter membuat kapsul yang
berisikan serbuk cacing yang dikeringkan terlebih dahulu, jika sudah masuk ke
daftar medis obat typoid berbentuk kapsul ini bisa dijual dengan harga yang lebih
mahal.
2. Sambiloto : hasiat dari sambiloto sudah terbukti keampuhannya, sehingga
sambiloto menjadi pilihan untuk mengobati berbagai macam penyakit, salah
satunya adalah sakit typoid/typus. Caranya pun sangat mudah yaitu dengan cara
meminum air rebusan sambiloto secara rutin 2 kali setiap hari sampai demam
turundan sampai typus sembuh.
3. Cengkeh : Hasiatnya yang bersifat menghangatkan, menjadikan cengkeh ini
sebagai pilihan untuk mengobati sakit typus. Caranya yaitu dengan merebus
cengkeh dengan 2 gelas air, didihkan dan dinginkan kemudian minum sedikit demi
sedikit setiap hari.
4. Kunyit : Kunyit merupakan tanaman rimpang yang memiliki banyak khasiat dan
manfaat dalam mengobati berbagai macam penyakit. Penyakit typus pun dapat
diatasi dengan kunyit ini. Caranya rebus kunyit dengan air 3 gelas, didihkan sapai
air tersisa segelas saja saring dan dinginkan kemudian minum dalam keadaan
hangat, 2 kali se hari sampai typus atau demam terasa sembuh.
5. Bawang putih : Ternyata bawang putih bisa meningkatkan sistem imun atau
kekebalan tubuh. Bawang putih juga dipercaya dapat melawan dan membunuh
bakteri penyebab penyakit, salah satunya adalah bakteri penyebab penyakit
typoid/typus, caranya yaitu tumbuk atau blender 1 siung bawang putih sampai
halus kemudian tambahkan sedikit air hangat lalu peras, minum air rebusan
bawang putih setiap hari sampai sakit dirasa sembuh.
16
K. Faktor- factor yang mempengaruhi peningkatan kesembuhan pasien demam
tyopoid dalam perawatan dan pengobatan
1. Kepatuhan pasien dalam pengobatan
Menurut Armelia Hayati (2011) Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan
partisipasi aktif pasien dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara
pasien dan petugas kesehatan. Untuk mencapai keberhasilan pengobatan bukan
semata-mata menjadi tanggung jawab pasien. Namun patuhnya pasien terhadap
pengobatan dan aturan petugas kesehatan akan memberikan dampak yang positif
terhadap kesembuhan pasien. Berhasilnya suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh
diagnosis atau pemilihan obat yang tepat tetapi juga oleh kepatuhan pasien untuk
mengikuti terapi yang telah ditentukan.
2. Status gizi pada pasien demam tifoid
Menurut Rochman S (2012) menyatakan bahwa di masa lampau, pasien demam
tifoid diberi bubur saring untuk menjaga gizinya, kemudian bubur kasar dan
akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang
wajar sesuai dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas
maupun kuantitas ternyata dapat diberikan dengan aman. Ternyata pemberian
makanan padat dini banyak memberikan keuntungan seperti dapat menekan
turunnya berat badan selama perawatan, masa di rumah sakit diperpendek, dapat
menekan penurunan kadar albumin dalam serum, dapat mengurangi kemungkinan
kejadian infeksi lain selama perawatan dan juga status gizi pasien tetap terjaga.
semakin baik status gizi penderita demam tifoid, maka lama perawatan di rumah
sakit akan semakin cepat. Untuk menjaga status gizi gizi pasien demam tifoid, pola
makan juga harus tetap terjaga.
3. Dukungan keluarga dalam perawatan dan pengobatan pasien typoid
Menurut Syamsiah (2012) menyatakan bahwa dukungan emosional keluarga
sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian, mendengarkan dan didengarkan. Dukungan keluarga yang optimal
dipercaya dapat membantu seseorang melewati situasi yang sulit. Menurut
Soetjiningsih (2011) keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya
sangat penting untuk membangun kebudayaan yang sehat. Sehingga keluarga
17
dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling
berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan
mempengaruhi pula keluarga-keluarga lain atau bahkan masyarakat yang ada di
sekitarnya.

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. registrasi, status
perkawinan, agama, pekerjaan, TB, BB, dan tanggal masuk RS.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apatis sampai somnolen, dan
gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada
perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa
lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau terkontaminasi
dengan minuman.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita demam
tifoid dan menularkan kepada  janin melalui darah. Umumnya bersifat fatal.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang berkembang dengan
kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan sedangkan dari
kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas.
3. Pola-pola Fungsi Keperawatan
a. Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan
rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
19
c. Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien
akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d.   Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas
yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
e.  Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah
akan terjadi perubahan.
f.   Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan
dan kemampuan dalam merawat diri.
g.  Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
4.  Pemeriksaan Fisik
a.   Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual,
perut tidak enak, anorexia.
b.  Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva
anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi
dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
c.   Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan
nyeri tekan.
d.  Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping
hidung.
e.  Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh.
20
f.   Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
g.   Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien
bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
h.  Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
i.    Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
j.  Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita
penyakit thypoid.

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1. Hipertermi sehubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor kulit
kembali membaik.
Intervensi :
a. Observasi suhu tubuh
b. Berikan pakaian yang tipis
c. Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuhnya  menurun.
d. Atur ruangan agar cukup ventilasi.
e. Berikan kompres dingin.
f. Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau apa yang disukai
anak).
g. Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuhnya  menurun.
h. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian obat secara mencukupi.

2. Perubahan nutrisi atau cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan mual muntah.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi
yang adekuat.
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, Pasien mampu menghabiskan
21
makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi :
a. Observasi intake output.
b. Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi
protein, dan tidak menimbulkan gas.
c. Jika kesadaran klien masih membaik Berikan makanan lunak dengan lauk
pauk yang dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang
dimasak lunak sekali. Boleh juga diberikan tahu, telur setengah matang atau
matang yang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas/lebih, jika makanan tidak
habis berikan susu extra.
d. Jika kesadaran klien menurun, berikan makanan cair per sonde dan berikan
kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam
termasuk makanan ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang
dihaluskan. Jika kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap dari
cair ke lunak.
e. Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah
(memburuk), seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah tenang  berikan
makanan per sonde, disamping infus masih diteruskan. Makanan per sonde
biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori, sementara setengahnya lagi
masih perinfus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, bentuk
makanan beralih ke makanan biasa.
f. Konsul dengan ahli diet untuk menentukan kalori/kebutuhan nutrisi .

3. Intoleransi Aktivitas sehubungan dengan tirah baring.


Hasil yang diharapkan :
a. Menyatakan pemahaman situasi/faktor resiko dan program pengobatan
individu.
b. Penghematan energi: Tingkat pengelolaan energi aktif.
Intervensi :
a. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
b. Pantau/dokumentasikan pola istirahat pasien dan lamanya.
c. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas fisik , kognitif, social dan spiritual
yang spesifik.
d. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
22
e. Lakukan tindakan dengan cepat dan sesuai toleransi.
f. Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton tv, radio dan membaca.
g. Ajarkan keluarga atau orang terdekat pasien tentang tehnik perawatan diri.
h. Dapatkan bantuan dari keluarga dalam usaha mendukung dan mendorong
pasien dalam menyelesaikan aktivitas.
i. Kolaborasi dengan ahli gizi berdasar program diet yang dicanangkan.
j. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.

4. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakitnya sehubungan dengan kurang


informasi.
Tujuan : pengetahuan klien dan orang tua klien bertambah
dengan adanya informasi.
Kriteria hasil : klien akan menyatakan pemahaman proses penyakit,
pengobatan, mengidentifikasi situasi stres dan tindakan
khusus untuk menerimanya dan berpartisipasi dalam
program pengobatan serta melakukan perubahan pola
hidup tertentu.

Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
b. Dorong penggunaan tehnik relaksasi dan manajemen stress lain, mis.
Visualisasi, bimbingan imajinasi, umpan balik biologi.
c. Berikan penyuluhan kepada orang tua tentang hah-hal sebagai berikut : pasien
tidak boleh tidur dengan anak-anak lain, pasien harus istirahat mutlak,
pemberian obat dan pengukuran suhu dilakukan seperti dirumah sakit, feses
dan urin harus dibuang kedalam lubang WC dan di siram air sebanyak-
banyaknya.
5. Nyeri sehubungan dengan proses peradangan
Kriteria hasil : - Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
- Tampak rileks dan mampu tidur dan istirahat dengan
tepat.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.

23
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga
merelaksasikan otot-otot.
b.   Ajarkan   tehnik   nafas    dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
c.  Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya
visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian

d.  Kolaborasi obat-obatan analgetik


R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri

6. Resti infeksi sekunder sehubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan
bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan
infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan
infuse.
b. Awasi batas pengunjung sesuai indikasi.
c.  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
d. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.

C. Implementasi
Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun setiap
tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar
tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu cara pendekatan kepada klien efektif, teknik komunikasi terapi serta
penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu independen,
dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga
kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang sehubungan dengan tindakan
24
pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen adalah tindakan keperwatan
yang menjelaskan suatu kegiatan

yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga
sosial, ahli gizi dan dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam
melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kongnitif dan sifat psikomotor.

D.    Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah
masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul
masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaituevaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap
tindakan. Sedangkan, evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak-
anak maupun orang dewasa. Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan
kebersihan rendah,cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyebabnya
adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B, dan C.
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan
penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat adalah empat
hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, masa tunas terlama berlangsung
30 hari, jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan
gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, nyeri kepala, lesu, pusing, dan tidak
bersemangat.

B. Saran
Dalam melakukan perawatan pada pasien dengan typoid, seorang perawat harus mampu
mengajak keluarga untuk aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan keperawatan. Hal
ini bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada keluarga karena setelah keluar dri
Rumah Sakit maka keluargalah yang dituntut untuk bisa melakukan perawatan
dirumah.

26
DAFTAR PUSTAKA

 
               Anonim, (2007), Defenisi Typhoid Abdominalis, (online)
(http://www.laboratorium          klinik prodia.com, diakses 07 Agustus 2011
 
               Anonim,  (2007), Epidemiologi Typhoid Abdominalis, (online)
(http://www.pontianak       post.com, diakses 07 Agustus 2011
 
               Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 2), Jakarta,
Salemba      Medika.
 
               Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 1), Jakarta,
Salemba      Medika.
 
               Ngastiyah, (2005), Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, Jakarta, EGC.
 
               Nursalam dkk, (2005), Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Salemba    
Medika.
 
               Pearce C, (2004), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta, PT. Gramedia.
 
               Saifuddin, (2006), Anatomi Fisilogi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3,
Jakarta      : EGC.

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014


JurnalKalbe Academia CDK-217/ vol. 41 no. 6, th. 2014

27
28

Anda mungkin juga menyukai