Anda di halaman 1dari 4

Nama : Elvany J.

Dangeubun
NIM : 18101101021
Mata Kuliah : Kimia Koordinasi

1. Teori Medan Kristal


Teori Medan Kristal (CFT) muncul sebagai koreksi dan perbaikan dari teori ikatan valensi
(VBT) karena kelemahan-kelemahan yang dimiliki teori ini. Teori Medan Kristal (CFT) terutama
membahas pengaruh ligan yang tersusun berbeda-beda di sekitar ion pusat terhadap energi dari
orbital d. Teori Medan Kristal (CFT) merupakan teori dengan model sederhana yang digunakan
untuk menjelaskan energi kompleks koordinasi, yang didasarkan pada deskripsi ionik ikatan
logam-ligan. Model ini menjadikan kompleks sebagai sebuah ion logam pusat yang didekati oleh
ligan bermuatan negatif. Contoh konfigurasi elektron untuk ion logam transisi yang mengalami
medan kristal adalah Cr3+, ion Cr3+ mempunyai tiga elektron d. Menurut aturan Hund, satu elektron
akan masuk ke tiga tingkat t28 dan tiga elektron akan memiliki spin yang sejajar, sehingga
kompleks Cr3+ akan bersifat paramagnetik. Dalam ion seperti Mn 3+, yang mempunyai elektron d
keempat, dua konfigurasi elektron keadaan dasar dimungkinkan. Elektron keempat dapat
ditempatkan baik dalam tingkat t28 dengan spin berlawanan dengan spin elektron yang sudah ada
pada tingkat tersebut (Oxtoby, dkk, 2001: 154).
Teori medan kristal yang dikemukakan oleh beberapa ahli fisika pada tahun 1930 baru
berkembang dan diterapkan dalam bidang kimia sekitar tahun 1950.5 Teori ini mula-mula
diberikan oleh Bethe pada tahun 1929 yang mengemukakan teori tentang senyawa kompleks dan
Van Vleck sekitar pada tahun 1931-1935 mengemukakan teori tentang medan ligan, tetapi teori ini
baru berkembang pada tahun 1951.[6] Teori ini menumbangkan teori ikatan valensi yang memiliki
kelemahan, antara lain:
1. Terdapatnya warna-warna dalam senyawa kompleks tidak diterangkan pada teori ikatan
valensi.
2. Ion-ion Ni2+, Pd2+, Pt2+, dan Au2+, yang biasanya membentuk kompleks planar segi
empat dapat membentuk kompleks tetrahedral atau kompleks dengan bilangan koordinasi 5.
3. Teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan terjadinya spektra elektronik.
4. Keterangan tentang terjadinya kompleks planar segi empat dari [Cu(N3)4]2+.
Teori medan kristal berhasil menjelaskan beberapa sifat-sifat magnetik, warna, entalpi hidrasi,
dan struktur spinel senyawa kompleks dari logam transisi, namun ia tidak ditujukan untuk
menjelaskan ikatan kimia. Apabila orbital d dari ion logam membentuk kompleks okatahedral
dengan pasangan elektron dari ligan, beberapa elektron akan terusir oleh medan. Sebagai hasilnya
adalah orbital dx2-y2 dan dz2 yang diarahkan dosekeliling ligan. Orbital dxy, dxz dan dyz, yang
diarahkan disekitar ion (Miessler, 2003). Orbital dx2-y2 dan dz2keduanya memilki cuping yang
sangat terkonsentrasi dalam lingkungan muatan, sedangkan Orbital dxy, dxz dan dyz, memiliki cuping
yang terarah diantara muatan yang ditunjukkan dalam gambar 1.

Gambar1. Rapatan elektron dalam kelima orbital dterhadap set tatanan oktahedra muatan
negative
Orbital dx2-y2 dan dz2 mempunyai energi yang sama, orbiatal tersebut disebut orbital eg dan
Orbital dxy, dxz dan dyz disebut orbital t2g, ketiganya memiliki energi yang sama. Energi t2g lebih
rendah dari pada energi eg. perbedaan energi antara orbilal eg dan t2g dinyatakan sebagai Δo,
diamana indeks o menyatakan oktahedra. Tingkat enerhi eg terletak ∆o diatas dan tingkat energi t2g
terletak ∆o dibawah orbital d yang terpisah

Gambar 2. Pembelahan medan ligan dalam medan oktahedral dan tetrahedral. (Saito, 1996).
2. Kinetika Senyawa Koordinasi
Pendekatan kinetika lebih menitikberatkan pada mekanisme yang terjadi dalam reaksi dan
kecepatan berlangsungnya reaksi. Selain itu, pendekatan kinetika juga membahas energi aktivasi
dalam reaksi, pembentukan kompleks intermediate, konstanta laju reaksi dan besaran-besaran yang
mempengaruhinya. Dalam pandangan secara kinetika, maka suatu senyawa dapat dikatakan
sebagai suatu senyawa yang labil, atau senyawa inert. Terkait dengan senyawa kompleks, di
klasifikasikan senyawa kompleks menjadi kompleks labil dan kompleks inert berdasarkan laju
pertukaran ligan kompleks tersebut. Kompleks yang labil mengalami pertukaran ligan dengan
cepat. Sebaliknya pada kompleks inert, pertukaran ligan berlangsung dengan sangat lambat atau
bahkan tidak berlangsung sama sekali. Karena tinjauan yang digunakan dalam aspek kinetika dan
termodinamika berbeda, maka bukan tidak mungkin suatu kompleks yang stabil secara
termodinamika jika ditinjau secara kinetika merupakan kompleks yang labil. Sebaliknya, suatu
kompleks yang tidak stabil mungkin saja merupakan kompleks inert.
Kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G) pada substitusi reaksi pertukaran ligan.
Kestabilan kinetika bertambah jika ∆G semakin besar. Kompleks yang ligannya dapat digantikan
oleh ligan lain dengan cepat (kurang dari 1 menit pada suhu 25 oC dan konsentrasi larutan 0,1 M)
disebut kompleks labil, sebaliknya jika reaksi pertukarannya berlangsung lambat disebut kompleks
inert (lembam). Seringkali kompleks stabil bersifat inert dan kompleks tidak stabil bersifat labil,
namun hal itu tidak berhubungan. Bisa saja suatu kompleks stabil namun labil. Sebagai contoh,
CN– membentuk kompleks yang sangat stabil dengan Ni2+, hal ini tercermin dari harga K yang
besar untuk reaksi berikut :

[Ni(H2O)6]2+ + 4CN– ↔ [Ni(CN–)4]2- + 6H2O

Namun jika ke dalam larutan ditambahkan ion berlabel 13CN– , ternyata terjadi reaksi
pertukaran ligan yang sangat cepat antara CN– dengan 13CN– seperti ditunjukkan pada
persamaan reaksi berikut :

[Ni(CN–)4]2- + 4 13CN– ↔ [Ni(13CN–)4]2- + 4CN–

Kasus sebaliknya, kompoleks [Co(NH3)6]3+ tidak stabil dalam larutan asam, sehingga reaksi
berikut hampir sempurna berjalan ke kanan.

4[Co(NH3)6]3+ + 20H+ + 26H2O ↔ 4[Co(H2O)6]3+ + 24NH4+ + O2

Akan tetapi [Co(NH3)6]3+ dapat tinggal dalam larutan asam pada suhu kamar selama beberapa
hari dengan tanpa terjadi perubahan. Ini berarti bahwa kestabilan suatu kompleks tidak menjamin
keinertannya, sebaliknya kompleks yang tidak stabil dapat saja inert.. Kestabilan kinetika
kompleks oktahedral dapat diprediksi berdasarkan Aturan Taube, yaitu :
Kompleks oktahedral labil bilamana pada atom pusatnya
a. mengandung elektron pada orbital eg atau
b. mengandung elektron pada orbital d kurang dari 3.
Kompleks oktahedral inert bilamana pada atom pusatnya
a. tidak mengandung elektron pada orbital eg dan
b. mengandung elektron pada orbital d minimal 3.

3. Soal
1. Jelaskan sejarah perkembangan Teori Medan Kristal!
Teori medan kristal yang dikemukakan oleh beberapa ahli fisika pada tahun 1930 baru
berkembang dan diterapkan dalam bidang kimia sekitar tahun 1950.5 Teori ini mula-mula
diberikan oleh Bethe pada tahun 1929 yang mengemukakan teori tentang senyawa
kompleks dan Van Vleck sekitar pada tahun 1931-1935 mengemukakan teori tentang
medan ligan, tetapi teori ini baru berkembang pada tahun 1951.[6] Teori ini
menumbangkan teori ikatan valensi yang memiliki kelemahan, antara lain:
a. Terdapatnya warna-warna dalam senyawa kompleks tidak diterangkan pada teori
ikatan valensi.
b. Ion-ion Ni2+, Pd2+, Pt2+, dan Au2+, yang biasanya membentuk kompleks planar segi
empat dapat membentuk kompleks tetrahedral atau kompleks dengan bilangan
koordinasi 5.
c. Teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan terjadinya spektra elektronik.
d. Keterangan tentang terjadinya kompleks planar segi empat dari [Cu(N3)4]2+.

2. Senyawa kompleks menjadi kompleks labil dan kompleks inert berdasarkan?


Berdasarkan laju pertukaran ligan kompleks tersebut. Kompleks yang labil mengalami
pertukaran ligan dengan cepat. Sebaliknya pada kompleks inert, pertukaran ligan
berlangsung dengan sangat lambat atau bahkan tidak berlangsung sama sekali.

Anda mungkin juga menyukai