Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

RUANG ALAMANDA RSUD dr. SOEBANDI JEMBER


PERIODE 22 – 27 Maret 2021

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase


Keperawatan Medikal Bedah

OLEH:
Cahya Risky Abdillah S.Kep
NIM. 2001031029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
A. Pengertian
Diabetes Mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia yang ditandai oleh
keadaan absolute insulin yang bersifat kronik yang dapat mempengaruhi
metabolisme karbohidrat. Protein dan lemak yang disebabkan oleh sebuah
ketidak seimbangan atau ketidak adanya persediaan insulin atau tak sempurnanya
respon seluler terhadap insulin ditandai dengan tidak teraturnya metabolisme
(Brunner & Suddarth, dalam Raharjo 2018).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas
tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien
menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar
gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak
terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang
serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung
(penyakit jantung koroner),mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi
gagal ginjal) (WHO, 2011).

B. Etiologi
Menurut (Nurarif & Hardhi, dalam Raharjo 2018) etiologi diabetes mellitus,
yaitu :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1
Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-
sel beta pancreas yang disebabkan oleh :
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungangenetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara
pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II
disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b Obesitasc)Riwayat keluargad)Kelompok etnik

Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan


dibagi menjadi 3 yaitu :

a < 140 mg/dL → normal


b 140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu
c > 200 mg/dL → diabetes

C. Tanda dan Gejala


Menurut (Perkeni dalam Varena 2019) gejala dan tanda tanda DM dapat
digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala
yang ditunjukan meliputi:
a. Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemasukan gula
kedalam sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun
kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh
berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa
lapar sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan
b. Sering merasa haus(polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air
atau dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga
orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman
manis akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin
tinggi.
c. Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan
keluar bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang
mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air
sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga volume urin yang keluar
banyak dan kencing pun sering.Jika tidak diobati maka akan timbul
gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai
berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg
dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas
diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015) .
2. Gejala kronik penyekit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI,
2015) adalah:
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c. Rasa tebal dikulit
d. Kram
e. Mudah mengantuk
f. Mata kabur
g. Biasanya sering ganti kaca mata
h. Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j. Kemampuan seksual menurun
k. Dan para ibu hamil sering mengalami keguguranatau
kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih
dari 4kg
D. Klasifikasi
Menurut (Riyadi, S. dan Sukarmin, dalam Marsewa 2017) , klasifikasi
Diabetes Melitus dan penggolongan intoleransi glukosa yang alain yaitu :
1. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel - sel Langerhans yang
berhubungan dengan tipe HLA ( Human Leucocyte Antigen ) spesifik,
predisposisi pada insulitis fenomena autoimun. Kelainan ini terjadi karena
kerusakan sistem imunitas ( kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel -
sel Langerhans di pankreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi
insulin
2. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM)
Yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi dapat terjadi
Pada semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada
kecenderungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik
selama stress.
3. Diabetes Melitus tipe yang lain
Diabetes Melitus tipe yang lain yaitu DM yang berhubungan dengan
keadaan atau sindrom tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain,
penyakit pankreas, hormonal, obat atau bahan kimia, endoktrinopati, kelainan
reseptor insulin, sindrom genetik tertentu.
Penyakit pankreas seperti pankreatitis akan berdampak pada kerusakan
anatomis dan fungsional organ pankreas akibat aktivitas toksik baik karena
bakteri maupun kimia. Kerusakan ini berdampak pada penurunan insulin.
Menurut Nanda 2015 pankreatitis akut adalah peradangan yang terjadi
di dalam pankreas. Penyakit hormonal seperti kelebihan hormon glikokortoid
(dari Korteks adrenal) akan berdampak pada peningkatan glukosa dalam
darah. Peningkatan glukosa darah ini akan meningkatkan beban kerja dari
insulin untuk memfasilitasi glukosa masuk dalam sel. Peningkatan beban
kerja ini akan berakibat pada penurunan produksi insulin. Pemberian zat
kimia / obat - obatan seperti hidrokortison akan berdampak pada peningkatan
darah karena dampaknya seperti glukokortikoid ( Riyadi, S. dan Sukarmin,
2011 )
4. Impaired Glukkosa Tolerance ( gangguan toleransi glukosa )
Kadar glukosa anatara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes
atau menjadi normal atau tetap tidak berubah.
5. Gastrointestinal Diabetes Melitus ( GDM )
Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan,terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohifrat yang menunjang pemanasan makanan
bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin
meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang
ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin
maka mengakibatkan hiperglikemi. Resistensi insulin juga disebabkan oleh
adanya hormon estrogen, progresteron,prolaktin dan palsenta laktogen
hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga
mengurangi aktivitas insulin.
E. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien
denganDiabetes Mellitusmeliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah,untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respon kadarglukosa darah.
2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadapulkusantara
lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskanulkusdengan larutan klorida atau larutan antisepticringan.
Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg
danpenutupanulkusdengan kassa steril.Alat-alat ortopedi yang
secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang
lukaamputasi mungkin diperlukan untuk kasusDM.
MenurutSmeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utamapenatalaksanaan
terapi padaDiabetes Mellitusadalah menormalkanaktifitas insulin dan
kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangkapanjangnya adalah untuk
menghindari terjadinya komplikasi.Adabeberapa komponen dalam
penatalaksanaanUlkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar
untukmemberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi
kebutuhanenergi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan
menurunkankadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur
akanmenurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilanglukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar
insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara
mandiridiharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur
terapinya secaraoptimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari
untukmengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan
dan padamalam hari.
e. PendidikanTujuan
Dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat
mempelajariketerampilan dalam melakukan penatalaksanaan
diabetes yang mandiridan mampu menghindari komplikasi
daridiabetesitu sendiri.
f. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan
dalampenyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia
akanberpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb
diatas12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet
padapenderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein
tinggiyaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan
fluktuasi kadar guladarah yang besar. Pembedahan dan pemberian
antibiotika pada absesatau infeksi dapat membantu mengontrol
gula darah. Sebaliknyapenderita dengan hiperglikemia yang tinggi,
kemampuan melawaninfeksi turun sehingga kontrol gula darah
yang baik harus diupayakansebagai perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) padaulkus.
Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch,
kursiroda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien
yangistirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi
sertakedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan
karenakaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri,
sehingga akanterjadi trauma berulang ditempat yang sama
menyebabkan bakterimasuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka
tindakanpengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai
berikut:
1. Derajat 0:perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2. Derajat I - V:pengelolaan medik dan bedah minor.
F. WOC
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut
harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi
nama pasien,umur, keluhan utama
2. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
3. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infark miokard
4. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
5. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap
diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan
terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
(Debra Clair,Jounal Februari 201)
6. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat
badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui status
kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek
, mual muntah.
7. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
8. Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas
sehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
9. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang
luka,sehingga klien mengalami kesulitan tidur
10. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
11. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh , lamanya
perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem)
12. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
13. Seksualitas
Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun
ereksi seta memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya
peradangan pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada
pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropatai.
14. Koping
Toleransi Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik,
persaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
kontruktif/adaptif.
15. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.

H. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah
dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi
dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi
infeksi.
2. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit
terasa gatal.
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar
tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2
cmH2.
4. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat
dan dalam.
5. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
7. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
8. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
9. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa
baal
10. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)

I. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Risiko Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
H. Rencana Tindakan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
1 Risiko Setelah dilakukan tindakan Manajemen hiperglikemia
ketidakstabilan keperawatan selama 1x 24 Observasi :
gula darah jam maka ketidakstabilan - Identifikasi kemungkinan
berhubungan gula darah membaik penyebab hiperglikemia
dengan resistensi KH : - Monitor tanda dan gejala
insulin Kestabilan kadar glukosa hiperglikemia
darah membaik Terapeutik :
 Status nutrisi membaik - Berikan asupan cairan oral
Tingkat pengetahuan Edukasi :
meningkat - Ajurkan kepatuhan terhadap
diet dan olah raga Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian insulin
6 Iu

Edukasi program
pengobatan
Observasi :
- Identifikasi pengobatan yang
direkomendasi Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk
menjalani program
pengobatan dengan baik dan
benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek
samping pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat
sesuai indikasi
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan Keperawatan 1 x24 jam Observasi :
dengan Agen diharapkan nyeri menurun -Identifikasi lokasi,
cedera fisik KH : karakteristik, durasi,
 Tingkat nyeri menurun frekuensi, kualitas,intensitas
 Penyembuhan luka nyeri
membaik -Identifikasi skala nyeri
 Tingkat cidera menurun Terapeutik :
-Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi:
-Jelaskan penyebab dan
periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
analgetik

Edukasi teknik nafas dalam


Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
mamafaat teknik nafas dalam -
Jelaskan prosedur teknik nafas
dalam
3 Risiko Infeksi b.d Setelah dilakukan Pengcegahan Infeksi
peningkatan tintdakan keperawatan Observasi
Leukosit selama 1x 24 jam maka - Monitor tanda dan gejala
tingkat infeksi menurun infeksi lokal dan sistematik
KH : Terapetik
 Tingkat nyeri menurun - Berikan perawatan kulit
 Integritas kulit dan pada area edema
jaringan membaik - Cuci tangan sebelum dan
 Kontrol resiko sesudah kontak dengan pasien
meningkat dan lingkungan pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik

Perawatan luka
Observasi :
- Monitor karakteristik luka
(drainase, warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan
plester seccara perlahan -
Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai
kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka
Edukasi:
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur
debridement
4 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas
Aktivitas tintdakan keperawatan Observasi :
berhubungan selama 1x 24 jam - Identifikasi defisit tingkat
dengan imobilitas intoleransi aktivitas aktivitas
membaik - Identifikasi kemapuan
KH : berpartisipasi dalam aktivitas
 Toleransi aktivitas tertentu
membaik Terapeutik :
 Tingkat keletihan - Fasilitasi pasien dan
menurun keluarga dalam menyesuiakan
lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas
yang di pilih
- Libatkan keluarga dalam
aktivitas
Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih

Manajenen program latihan


Observasi :
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Identifikasi kemampuan
pasien beraktivitas Terapeutik
:
- Motivasi untuk memulai/
melanjutkan aktivitas fisik
Edukasi:
- Jelaskan mamnfaat aktivitas
fisik
5 Distress Spiritual Setelah dilakukan Observasi :
b.d sakit fisik tintdakan keperawatan - Identifikasi perasaan
selama 1x 24 jam khawatir, kesepian dan
intoleransi aktivitas ketidakberdayaan
membaik - identifikasi pandangan
KH : tentang hubungan
 Mampu melakukan antara
tayamum Terapeutik :
 Mampu melakukan - ajarkan berwudhu
ibadah di atas dengan tayamum
kasur - ajarkan beribada di
atas kasur
- fasilitasi melakukan
kegiatan beribadah
Edukasi :
- Anjurkan berinteraksi
dengan keluarga,
teman, dan/atau orang
lain
- .Ajarkan metode
relaksasi, meditasi, dan
imajinasi terbimbing

J. Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga
dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana
respon pasien.

K. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi
ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik
yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan
prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
L. Test Diagnostik
Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut
Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:
1. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140
mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai
gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prondial < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
3. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
4. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam <
200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
5. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan
kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi
absorbsi glukosa.
6. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan
penggunaan gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM
kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil
positif.
7. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.
8. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
9. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat
digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian
diabetes.
Daftar Pustaka

Varena, Muthia. 2019. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Tn. Z Dengan
Diabetes Melitus Di Ruang Rawat Inap Ambun Suri Lantai 3 Rs Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi 2019. Program Studi Diii Keperawatan Stikes Perintis
Padang Tahun 2019

Sukarmin & Riyadi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu

PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


di Indonesia. Jakarta :PERKERNI

Raharjo, Muji. 2018. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Ny. N Dengan
Diabetes Melitus Di Ruang Kirana Rumah Sakit Tk. Iii Dr. Soetarto Yogyakarta.
Prodi D-Iii Keperawatan Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Yogyakarta Tahun 2018.

Marsewa, Novian. 2017. Asuhan Keperwatan Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus.
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palembang, 2017.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai