OLEH:
Cahya Risky Abdillah S.Kep
NIM. 2001031029
B. Etiologi
Menurut (Nurarif & Hardhi, dalam Raharjo 2018) etiologi diabetes mellitus,
yaitu :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1
Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-
sel beta pancreas yang disebabkan oleh :
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungangenetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara
pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II
disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b Obesitasc)Riwayat keluargad)Kelompok etnik
H. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah
dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi
dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi
infeksi.
2. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit
terasa gatal.
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar
tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2
cmH2.
4. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat
dan dalam.
5. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
7. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
8. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
9. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa
baal
10. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
I. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Risiko Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
H. Rencana Tindakan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
1 Risiko Setelah dilakukan tindakan Manajemen hiperglikemia
ketidakstabilan keperawatan selama 1x 24 Observasi :
gula darah jam maka ketidakstabilan - Identifikasi kemungkinan
berhubungan gula darah membaik penyebab hiperglikemia
dengan resistensi KH : - Monitor tanda dan gejala
insulin Kestabilan kadar glukosa hiperglikemia
darah membaik Terapeutik :
Status nutrisi membaik - Berikan asupan cairan oral
Tingkat pengetahuan Edukasi :
meningkat - Ajurkan kepatuhan terhadap
diet dan olah raga Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian insulin
6 Iu
Edukasi program
pengobatan
Observasi :
- Identifikasi pengobatan yang
direkomendasi Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk
menjalani program
pengobatan dengan baik dan
benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek
samping pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat
sesuai indikasi
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan Keperawatan 1 x24 jam Observasi :
dengan Agen diharapkan nyeri menurun -Identifikasi lokasi,
cedera fisik KH : karakteristik, durasi,
Tingkat nyeri menurun frekuensi, kualitas,intensitas
Penyembuhan luka nyeri
membaik -Identifikasi skala nyeri
Tingkat cidera menurun Terapeutik :
-Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi:
-Jelaskan penyebab dan
periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
analgetik
Perawatan luka
Observasi :
- Monitor karakteristik luka
(drainase, warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan
plester seccara perlahan -
Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai
kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka
Edukasi:
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur
debridement
4 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas
Aktivitas tintdakan keperawatan Observasi :
berhubungan selama 1x 24 jam - Identifikasi defisit tingkat
dengan imobilitas intoleransi aktivitas aktivitas
membaik - Identifikasi kemapuan
KH : berpartisipasi dalam aktivitas
Toleransi aktivitas tertentu
membaik Terapeutik :
Tingkat keletihan - Fasilitasi pasien dan
menurun keluarga dalam menyesuiakan
lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas
yang di pilih
- Libatkan keluarga dalam
aktivitas
Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
J. Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga
dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana
respon pasien.
K. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi
ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik
yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan
prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
L. Test Diagnostik
Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut
Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:
1. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140
mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai
gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prondial < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
3. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
4. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam <
200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
5. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan
kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi
absorbsi glukosa.
6. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan
penggunaan gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM
kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil
positif.
7. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.
8. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
9. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat
digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian
diabetes.
Daftar Pustaka
Varena, Muthia. 2019. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Tn. Z Dengan
Diabetes Melitus Di Ruang Rawat Inap Ambun Suri Lantai 3 Rs Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi 2019. Program Studi Diii Keperawatan Stikes Perintis
Padang Tahun 2019
Sukarmin & Riyadi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu
Raharjo, Muji. 2018. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Ny. N Dengan
Diabetes Melitus Di Ruang Kirana Rumah Sakit Tk. Iii Dr. Soetarto Yogyakarta.
Prodi D-Iii Keperawatan Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Yogyakarta Tahun 2018.
Marsewa, Novian. 2017. Asuhan Keperwatan Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus.
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palembang, 2017.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu