Anda di halaman 1dari 27

\Laporan Kasus

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DECOM CORDIS DI RUANG FRESIA

Dosen Pembimbing:
Anggriyana Tri Widianti, S.Kep., Ners., M.Kep

Oleh
Resti Septini
102018006

Untuk memenuhi tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah I


Program Studi Vokasi Diploma III Keperawatan

PROGRAM STUDI VOKASI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Deompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi
jantung mengalami kegagalan dalam memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (kekurangan fungsi oksigen) dan saat istirahat atau latihan
(Black&Hawks, 2005).
Deompensasi cordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan
fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Prince,
2006).
Kondisi dimana jantung tidak mampu mempertahankan cardiac output/ memompa
darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh begitu juga dengan venous
return. Cardiac output tidak bisa mencukupi kebutuhan metabolik tubuh(kegagalan
pemompaan), sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi,
instrumen yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat
kontraktilitas jantung yang berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar
darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume pada saat
diastolic akhir ventrikel secara progresif bertambah (Nurarif, 2015).
B. Klasifikasi Decompensasi Cordis
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa tingkatan parahannya.
Dibawah ini tabel gambaran sitem klasifikasi yang paling umum digunakan, menurut
New York Heart Association (NYHA) Fungsional Classification :
1. Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan gejala
a. I: Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
menyebabkan kelelahan yang berarti, palpitasi, dyspnea (sesak napas).
b. II: Sedikit keterbatasan terhadap aktivitas fisik sehari - hari. Nyaman saat
istirahat. Aktivitas biasa dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan dyspnea.
c. III: Ditandai dengan pembatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat. Sedikit
aktivitas dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan dyspnea.
d. IV : Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa ketidaknyamanan. Gejala
gagal jantung saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan
meningkat ( NYHA, 2016)
2. Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan penilaian obyektif
a. A: Tidak ada tanda objektif penyakit kardiovaskular. Tidak ada gejala dan
tidak ada batasan dalam aktivitas fisik biasa.
b. B: Tanda obyektif penyakit kardiovaskular minimal. Gejala ringan dan
keterbatasan sedikit selama aktivitas biasa. Nyaman saat istirahat.
c. C:Tanda obyektif penyakit kardiovaskular cukup parah. Ditandai keterbatasan
dalam aktivitas karena gejala yang meningkat, bahkan selama aktivitas yang
minimal. Nyaman hanya pada saat istirahat.
d. D:Tanda obyektif penyakit kardiovaskular yang berat. Keterbatasan parah.
Bahkan gejala dapat muncul ketika beristirahat. ( NYHA, 2016 )
C. Etiologi
Penggolongan penyebab gagal jantung menurut apakah gagal jantung tersebut
menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau gagal dominan sisi kanan. Dominan
sisi kiri : penyakit jantung iskemik, amiloidosis jantung, penyakit jantung hipertensif,
penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, keadaan
curah tinggi (anemia ,tirotoksikosis, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal
jantung kiri, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), penyakit paru kronis, stenosis
katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, hipertensi pulmonal, emboli pulmonal
masif (Majid, 2017).
D. Manifestasi Klinis
Berikut adalah manifestasi klinis gagal jantung, (Majid, 2017):
1. Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat
tekanan arteri dan vena meningkat karena penurunan curah jantung. Manifestasi
kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan yang terjadi di ventrikel.
2. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol, hal ini disebabkan ketidak mampuan
ventrikel kiri memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang
terjadi yaitu :
a. Dispnea : Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas, bisa juga terjadi ortopnea. Beberapa pasien bisa mengalami
kondisi ortopnea pada malam hari yang sering disebut Paroksimal Nokturnal
Dispnea (PND).
b. Batuk.
c. Mudah lelah : Terjadi karena curah jantung berkurang dan menghambat
jaringan dari sirkulasi normal, serta terjadi penurunan pada pembuangan sisa
dari hasil katabolisme yang diakibatkan karena meningkatnya energi yang
digunakan saat bernafas dan terjadinya insomnia karena distress pernafasan.
d. Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stress akibat kesakitan saat bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi bagaimana semestinya.
3. Gagal jantung kanan
a. Kongestif pada jaringan perifer dan jaringan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah, biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada abdomen di kuadran kanan atas, terjadi
karena adanya pembesaran vena di hepar.
d. Anoreksia dan mual. Terjadi karena adanya pembesaran vena dan statis vena
di dalam rongga abdomen.
e. Nokturia (sering kencing malam hari).
f. Kelemahan.
E. Patofisiologi
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Apabila curah jantung
berkurang, maka sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
tetap mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
dapat mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantung-lah yang harus menyesuaikan diri untuk tatap bisa mempertahankan curah
jantung. Volume sekuncup merupakan jumlah darah yang dipompa pada setiap
jantung berkontraksi, hal ini tergantung pada 3 faktor, yaitu: preload (jumlah darah
yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung), kontraktilitas (beracuan pada perubahan
kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium), afterload (mengacu pada 9 besarnya
tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan). Tubuh mengalami beberapa adaptasi pada jantung dan hal ini terjadi secara
sistemik, jika terjadi gagal jantung. Volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam
kedua ruang jantung meningkat, apabila terjadi pengurangan volume sekuncup kedua
ventrikel akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat. Hal
ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan
menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Akan terjadi dilatasi ventrikel jika
kondisi ini berlangsung lama. Pada saat istirahat, cardiac output masih bisa berfungsi
dengan baik, akan tetapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama
(kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Yang pada akhirnya tekanan kapiler akan meningkat dan menyebabkan transudasi
cairan serta timbul edema paru atau edema sistemik (Oktavianus & Rahmawati,
2014).

F. Komplikasi decompensasi cordis


Berikut komplikasi dari gagal jantung menurut (Wijaya & Putri 2013) antara lain :
1. Adema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri.
2. Syok kardiogenik. Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang
tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak
3. Episode trombolik. Thrombus terbentuk akibat imobilitas pasien dan gangguan
sirkulasi, trombus dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah.
4. Efusi pericardial dan tamponade jantung. Masuknya cairan ke kantung
pericardium, cairan dapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal.
Cardiac output menurun dan aliran balik vena ke jantung.
G. Pathaway

Kelaian otot
jantung(perikarditis,t Stenosis aorta
Aterosklerosi Coroner
amponade
jantungpenyakit,
miokard degenratif
Aliran ke miokard Afterload meningkat
terganggu

Beban kerja jantung meningkat


Hipoksia Miokard

Hypertrophy Miokard
Infark Miokard

Miokard tidak berfungsi normal

Penurunan Kontraktilitas jantung


Decom Cordis sinistra
Decomp Cordis dextra

Sistem pernafasan Cardiac Output menurun


Ventrikel kanan tidak mampu
mengosongkan volume darah
adekuat Ventrikel kiri tidak Perfusi jaringan menurun
mampu mengosongkan
volume normal darah yg
datang dari paru-paru Sistem urologi Jaringan
Sistem
Preload meningkat kurang o2
neurologi

Darah menumpuk pada


vena pulmonalis Perfusi ginjal Perfusi otak
Ventrikel kanan tidak mampu menurun menurun Ganggua
mengakomodasi darah yang n perfusi
kembali ke vena cava jaringan
Terjadi pningkatan GFR Kerusakan
tekanan vena pulmonalis menurun sel otak

Darah menumpuk dalam


vena cava Frekuensi BAK Gangguan
Peningkatan cairan menurun kesadaran
Parenkim paru

Tekanan vena sistemik


Gangguan Resiko
meningkat
Pola cedera
Penimbunan cairan di eliminasi
alveoli

Sistem vaskuler
Sesak nafas Gangguan
pertukaran gas

Tekanan dalam vena Hati Keterbatasan


meningkat aktivitas /kelemahan

Cairan terdorong Pembesaran Intoleransi


dari vena vena porta aktivitas

hepatomegali Sistem pencernaan Tekanan vena porta


Edema ferifer
meningkat

Kelebihan volume
cairan Cairan keluar dr pembuluh
darah ke rongga peritonium
Asites

Tekanan pada organ


penambahan berat dalam abdomen
badan

Rasa penuh di
abdomen
Keebihan
volume cairan

anorexia

Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh

H. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan decompensasi cordis. Tidak ada pengobatan secara
spesifik untuk proses penyembuhan penyakit gagal jantung, akan tetapi secara umum
ada beberapa penatalaksanaan pengobatan untuk gagal jantung adalah sebagai berikut
(Nurarif, 2015) :
1. Perawatan
a. Tirah baring/bedrest Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-
benar dikurangi, mengingat kebutuhan oksigen yang relatif meningkat.
b. Pemberian oksigen Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2
liter/menit dalam keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
c. Diet Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam.
Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan
tinggi kalori tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
2. Pengobatan medik
a. Digitalisasi Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat
dan memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung. Dosis
digitalis :
1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4 – 6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 – 4 hari.
2) Cedilanid IV 1,2 – 1, 6 mg dalam 24 jam. Dosis penunjang untuk gagal
jantung : Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal
dosis disesuaikan. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25
mg.
b. Diuretik Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian
yang berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang
berlebihan. Yang digunakan : furosemid 40 – 80 mg. Pemberian dosis
penunjang bergantung pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
c. Vasodilator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.
Preparat vasodilator yang digunakan :
1) Nitrogliserin 0,4–0,6 mg sublingual atau 0,2–2 mg/kgBB/menit IV 2.
2) Nitroprusid 0,5 – 1 mg/kgBB/menit IV
d. Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik
1) Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan pemberian sulfa
ferosus, atau tranfusi darah jika anemia berat.
2) Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotik Untuk penderita gagal
jantung anak-anak yang gelisah, dapat di-berikan penenang; luminal dan
morfin dianjurkan terutama pada anak yang gelisah. (Long, Barbara C,
Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, 2013).
3) Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
a) Revaskularisasi (perkutan, bedah).
b) Operasi katup mitral.
c) Aneurismektomi.
d) Kardiomioplasti.
e) External cardiac support.
f) Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
g) Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
h) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
I. Pemeriksaan penunjang
1. Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis.
2. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan
guna mengkaji kompensaai seperti hipertropi ventrikel. Irama sinus atau atrium
fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta
tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
3. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik
pada penyakit jantung kotoner
4. Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran
jantung
5. esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk
menyajikan data tentang fungsi jantung.
6. Foto polos dada
a. Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi
arteria pulmonalis.
b. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan
pembesaran ventrikel kanan.
7. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol.
Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan
mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara
atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia,
keringat malam hari).
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu,
dispneu.
b. Sirkulasi
Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi,
kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung
dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia,
riwayat shock hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang
keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.
c. Integritas Ego
Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut
akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna.
kepribadian neurotic.
d. Makanan/Cairan
Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising
terdengar krakela dan mengi.
e. Neurosensoris
Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
Tanda: Kelemahan
f. Pernafasan
Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak
darah, gelisah.
g. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
Tanda: Kelemahan tubuh
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
Tanda: Menunjukan kurang informasi.
2. Diagnosa
a. Menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi
elektrikat.
b. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen
dengan kebutuhan miokardium sekunder daru penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
c. Kerusakan pertukaran gas yang berhungan dengan perembesan cairan,
kongesti paru sekunder, perubahan membran kapiler alveoli, dan retensi cairan
interstisial.
d. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema paru akut.
e. Gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya gurah
jantung.
f. Penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan aliran
darah ke otak.
g.   Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan
sistemik.
3. Intervensi
a. Menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi
elektrikat.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat
teratasi.
kriteria hasil : Klien akan melaporkan penurunan episode dispnea.
Intervensi :

1)  Kaji dan laporkan tanda penurunan curah jantung.


2)  Catat bunyi jantung.
3)  Palpasi nadi perifer.
4)  Istirahkan pasien dengan tirah baring optimal.
Rasionalisasi :
1) Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang
lebih dari 24 jam pertama.
2) S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama
gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam
serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis mitral.
3) Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi, radial,
popliteal, dorsalis pedis, dan postibial.
4) Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-benar
istirahat untuk sembuh seperti luka pada patah tulang, maka hal
terbaik yang dilakukan adalah mengistirahatkan klien. Melalui
inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung.
b. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen
dengan kebutuhan miokardium sekunder daru penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan :Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat
penurunan respons nyeri dada
Kriteria hasil :Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada.
Intervensi :
1) Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, dan penyebarannya.
2)   Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
3)   Lakukan manajemen nyeri keperawatan:
4)   Atur posisi fisilogis.
5) Istirahatkan pasien.
6) Ajarkan teknik telaksasi pernapasan dalam
7) kolaborasi pemberian terapi farmakologis antiangina.
Rasionalisasi:
1) Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai
temuan pengkajian.
2) Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada
kematian mendadak.
3) Posisi fisiologis akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer.
4) Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia jaringan otak.
5) Obat-obatan antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah, baik
dengan menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan
miokardium akan oksigen.

c. Kerusakan pertukaran gas yang berhungan dengan perembesan cairan,


kongesti paru sekunder, perubahan membran kapiler alveoli, dan retensi cairan
interstisial.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat
penurunan respons sesak napas.
Kriteria hasil :Secara subjektif klien menyatakan penurunan sesak napas.
Intervensi :
1) Berikan tambahan O2 6 liter/menit.
2) Koreksi keseimbangan asam basa.
3) Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan napas dalam.
4) Kolaborasi
-     RL 500 cc/24 jam
-     Digoxin 1-0-0
Rasionalisasi :
1) Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.
2) Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan.
3) Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga
berdampak pada timbulnya hipoksia.
4) Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat mengurangi
timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan pertukaran gas.
d. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema paru akut.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas.
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi napas (krakles).
2) Kaji adanya edema.
3) Ukur intake dan output.
4) Kolaborasi dalam pemberian diet tanpa garam.
Rasionalisasi :
1) Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2) Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
3) Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air, dan penurunan keluaran urine.
4) Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang
berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan membuat
kebutuhan miokardium meningkat.

e.  Gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya gurah


jantung.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi perifer meningkat.
Kriteria hasil : klien tidak mengeluh pusing,TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1) Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan.
2) Kaji warna kulit, suhu, sianosis
3) Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang sonde.
4) Pantau urine output.
5) Kolaborasi : Pertahankan cara masuk heparin (IV) sesuai indikasi.
Rasionalisasi :
1) Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel.
2) Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
3) Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi urine.
4) Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat.

f. Penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan aliran


darah ke otak.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan tingkat
kesadaran.
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji status mental klien secara teratur.
2) Observasi perubahan sensori dan tingkat kesadaran pasien.
3) Kurangi aktivitas yang merangsang timbulnya respons valsava/aktivitas.
4) Catat adanya keluhan pusing.
Rasionalisasi :
1) Mengetahui derajat hipoksia pada otak.
2) Bukti aktual terhadap penurunan aliran darah ke jaringan serebral
adalah adanya perubahan respons sensori dan penurunan tingkat
kesadara.
3) Respons valsava akan meningkatkan beban jantung sehingga akan
menurunkan curah jantung ke otak.
4) Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan suplai darah ke
jaringan otak yang parah.

g. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan


sistemik.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan
sistemik.
Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas
Intervensi :
1) Kaji adanya edema ekstremitas.
2) Kaji tekanan darah.
3) Kaji distensi vena jugularis.
4) Ukur intake dan output.
5) Kolaborasi berikan diet tanpa garam.

Rasionalisasi :
1) Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2) Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan
yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung.
3) Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat
dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.
4) Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air, dan penurunan keluaran urine.
5) Namun meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma.
BAB II
PEMBAHASAN KASUS

DEKOM CORDIS

Seorang perempuan usia 51 tahun dirawat diruang inap RS dengan keluhan utama pusing.
Pasien mengeluh pusing terus menerus sejak 1 hari yang lalu, bila pusing langsung tidur
namun saat bangun kembali pusing. Sebulan yang lalu pasien berobat ke dokter dengan
keluhan sesak nafas, bengkak ekstremitas bawah, atas dan perut, riwayat hipertensi tidak
diketahui. Pasien berkata tidak mampu berjalan ke kamar mandi karena lelah. Riwayat
merokok 20 tahun terakhir. Pemeriksaan fisik tekanan darah 95/70mmHg, RR 22x/menit,
nadi 50x/menit, Suhu 340, konjungtiva anemis, sclera ikterik, mukosa mulut lembab, jvp 5+3
cm H2O, suara nafas ronchi, pekak saat perkusi, abdomen cembung, ascites, lingkar perut
102cm, bising usus 6x/menit, CRT <2 detik, akral dingin.
Pemeriksaan lab: pH 7,476, pCO2 25, pO2 154, HCO3 18,2, TCO2 34,7, saturasi 99,3, base
ekcess -3-+3. Hb 13,2, ureum 17, kreatinin 0,94, natrium 134, kalium 3,5.
Terapi yang diberikan furosemid 1x 40 mg IV, captopril 3x 25 mg, aspilet 1x 81 po, diet
1500 kkal/hr, cairan<1000ml/hr, omeprazole 2x20 mg PO.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
DECOM CORDIS DI RUANG FRESIA
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Ny.S
Tanggal Lahir : 24 Januari 1970
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : kota Bandung
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTA
Status : Menikah
Nomor RM : 001209
Diagnosa Medis : decom cordis
Tanggal Pengkajian : 15 Maret 2021
Tanggal masuk RS : 14 Maret 2021
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn.K
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SLTA
Hubungan dengan pasien : Suami
Alamat : Kota Bandung
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh pusing satu hari yang lalu
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengeluh pusing terus menerus sejak 1 hari yang lalu, bila pusing
langsung tidur namun saat bangun kembali pusing. . Pasien berkata tidak
mampu berjalan ke kamar mandi karena lelah. Pemeriksaan fisik tekanan
darah 95/70mmHg, RR 22x/menit, nadi 50x/menit, Suhu 340, konjungtiva
anemis, sclera ikterik, mukosa mulut lembab, jvp 5+3 cm H2O, suara nafas
ronchi, pekak saat perkusi, abdomen cembung, ascites, lingkar perut 102cm,
bising usus 6x/menit, CRT <2 detik, akral dingin.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebulan yang lalu pasien berobat ke dokter dengan keluhan sesak nafas,
bengkak ekstremitas bawah, atas dan perut. Riwayat merokok 20 tahun
terakhir
d. Riwayat kesehatan keluarga
Psien tidak memiiki riwayat penyakit keluarga seperti hipertensi
4. Riwayat psikososial spiritual
a. Data psikologis
Tidak terkaji
b. Data sosial
Tidak terkaji
c. Data spiritual
Tidak terkaji

5. Riwayat Activity daily living (ADL)

No Pola aktivitas Sebelum Sakit Sesudah Sakit

1. Nutrisi Tidak terkaji diet 1500 kkal/hr


a. Makan
1) Jenis
2) Frekuensi
3) Jumlah
4) Keluhan
b. Minum
cairan<1000ml/hr
1) Jenis Tidak terkaji
2) Jumlah
3) Frekuensi
4) Keluhan
5) Masalah
2. Elimminasi Tidak terkaji, Tidak terkaji,
a. BAK
1) Frekuensi
2) Warna
3) Bau
4) Keluhan

b. BAB
1) Frekuensi
2) Bau
3) Jumlah
4) Konsistensi
5) Warna
6) Keluhan
3. Istirahat tidur Tidak terkaji, Tidak terkaji,
a. Tidur siang
b. Tidur malam
c. Keluhan
4. Peronal hygene Tidak terkaji, \ Tidak terkaji,
a. Mandi
1) Frekuensi
2) Mandiri/dibantu
3) Keluhan

b. Mencuci rambut
1) Frekuensi Tidak terkaji, Tidak terkaji,
2) Mandiri / di
bantu
3) Keluhan

c. Gosok gigi
1) Frekuensi Tidak terkaji, Tidak terkaji,
2) Mandiri / di
bantu
3) Keluhan
5. Aktivitas Tidak terkaji Pasien berkata tidak
mampu berjalan ke
kamar mandi karena
lelah

6. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Penampilan umum :
TTV : TD : 95/70mmHg
HR : 50x/menit
RR : 22x/menit
S : 340
b. Sistem pernafasan
RR 22x/mnt,pekak saat diperkusi,suara nafas ronchi,
c. Sistem kardio vaskuler
Konjungtiva anemis, , jvp 5+3 cm H2O , CRT <2 detik,
d. Sistem pencernaan
mukosa mulut lembab ,abdomen cembung, ascites, lingkar perut 102cm,
bising usus 6x/menit,
e. Sistem edokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar getah bening
f. Sistem Persarafan
Tidak terkaji
1) N1 (Olfaktorius) : pasien dapat membedakan bau kopi.
2) N2 (Optikus) : pasien mampu membaca papan nama perawat dalam
jarak 30 cm tanpa mengguanakan alat bantu.
3) N3, N4, N6 (Okulomotoris, Trokhealis, Abdusen): Gerak bola mata ke
segala arah, respon pupil miosis (mengecil)
4) N5 (Trigeminus):mata klien berkedip saat diberi pilinan kapas yang
diusapkan pada kelopak mata, klien dapat membedakan sensasi kasar,
halus, tajam, dan tumpul pada area wajah. Reflek mengedip (+).
5) N7 (Fasialis): wajah simetris, tidak ada kelumpuhan di muka
g. Sistem Muskuloskeletal
Bengkak pada ektremitas atas dan bawah
h. Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang,turgor kulit eastis,tidak ada luka,akral terba dingin
i. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada area genital
7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Hematologi
Hemoglobin 13,2 13,5-17,5 g/dL

Kimia Kinik
Ureum 17 15-50 mg/dL
Kreatinin 0,94 0,7-1,2 mg/dL
Natrium 134 135-145 mEq/dL
Kalium 3,5 3,6-5,5 mEq/dL

Analisa Gas
Darah

pH 7,476 7,34-7,44
PCO2 25 35-45 mmHg
PO2 154 69-116 mmHg
HCO3 18,2 22-26 mEq/L
TCO2 34,7 22-29 mmol/L
Base excess -3-+3 (-2)-( + 3) mEq/L
Saturasi O2 99,3 95-98 %

b. Program terapi

Nama Obat Dosis Manfaat


Furosemide 1x 40 mg IV untuk mengatasi edema
(penumpukan cairan di
dalam tubuh)
Captopril 3x 25 mg Mengatasi hipertensi dan
gagal jantung, mencegah
komplikasi setelah
serangan jantung,
menangani nefropati
diabetik.
Aspilet 1x 81 po 1.Meredakan nyeri ringan
hingga sedang.

2.Menurunkan demam.

3.Membantu mencegah
kerusakan otot jantung.

4.Mengobati serangan
jantung atau penyakit
jantung.

5.Mencegah penyumbatan
pembuluh darah yang dapat
menyebabkan penyakit
jantung koroner (angina
pektoris).

6.Menghambat terjadinya
pembekuan darah (agregasi
trombosit).
Omeprazol 2x20 mg PO Mengurangi kadar asam
lambung

B. Analisa data

NO Data Etiologi Masalah

1. Ds: Fx:perikarditis stenosis Penurunan


Do : aorta,hipertensi,ateroskerosis curah jantung
- Edema coroner
ekstremitas
bawah
,ekstremitas atas Airan mikard terganggu
- TD :
95/70mmHG
- Distensi vena Afterload meningkat
jugularis
jvp 5+3 cm H2O
- Nad 50x/mnt Baban kerja jantung
meningkat

Miokard tidak berfungsi


dengan normal

Penurunan kontraktilitas
jantung

Penurunan curah jantung

2. Ds: pasien mengeluh Fx:perikarditis stenosis Gangguan


sesak aorta,hipertensi,ateroskerosis pertukaran gas
Do: coroner
- PCO2 25
(menurun)
- PO2 154 Airan mikard terganggu
(meningkat)
- Ph 7,476
(meningkat) Afterload meningkat
- Bunyi nafas
tambahan : Baban kerja jantung
ronchi meningkat

- RR 22x/mnt
Miokard tidak berfungsi
dengan normal

Penurunan kontraktilitas
jantung

Decom cordis sinistra

Sistem pernafasan

Ventrikel kiri tidak dapat


mengosongkan volume
darah norma yang masuk ke
paru

Penumpukan airan vena


pulmonalis

Peningkatan tekanan vena


pumonalis

Penimbunan cairan di
alveoli

Gangguan pertukaran gas

3. Ds : Decom cordis sinistra Intoleransi


- Pasien mengeluh aktivitas
pusing terus
menerus sejak 1 Sistem pernafasan
hari yang lalu
- bila pusing
langsung tidur Ventrikel kiri tidak dapat
namun saat mengosongkan volume
bangun kembali darah norma yang masuk ke
pusing paru
- Pasien berkata
tidak mampu
berjalan ke
kamar mandi Penumpukan airan vena
karena lelah pulmonalis

Do :

- TD: 95/70mmHg Peningkatan tekanan vena


- N : 50x/mnt pumonalis
- RR : 22x/mnt
Penimbunan cairan di
alveoli

Sesak nafas

Keterbatasan
aktivitas/keemahan

Gangguan aktivitas

Intoleransi aktivitas

C. Diagnosa Keperawatan Prioritas


1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas
2. Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membran alveous kapiler
3. Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Penurunan curah Curah jantung Perawatan jantung


jantung b.d Setelah dilakukan tindakan Obsevasi
perubahan keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi tanda gejaa 1. Untuk mengetahui adanya
kontraktilitas jam klien mampu primer penurunan curah gejaa penurunan curah
mempertahankan jantung seperti jantung pada pasien
keadekuatan jantung dipsnea,kelelahan 2. Dengan mengidentifikasi
memompa darah untuk edema tanda dan gejala untuk
memenuhi kebutuhan 2. Identifikasi tanda dan menentukan pengobatan
metabolisme tubuh dengan gejala sekunder yang tepat
kriteria hasil: penurunan curah jantung
1. Tidak ada edema seperti distensi vena
2. Tidak ada jugularis,ronkhi,peningk 3. Untuk mengetahui adanya
peningkatan vena atan berat badan penurunan atau peningkatan
jugularis 3. Monitor tekanan darah pada tekanan darah
3. TD normal
( 100/60-120/80) 4. Untuk mengetahui jika
4. Nadi normal 60- 4. Monitor ekg 12 sadapan terjadi penurunan
100x/mnt kontraktiitas yang dapat
5. RR 22x/mnt Terapeutik mempengaruhi curah jantung

1. Posisi semi fawler


mampu membuat
1. Posisikan pasien semi
hemodinamik tubuh
fawler
lebih stabi dan mampu
meningkatkan saturasi
oksigen dalam darah
2. Diet natrium mampu
mengurangi edema
2. Berikan diet jantung
seperti pembatasan
natrium 1. Dengan mengukur berat
bdan harian bisa
Edukasi mengetahui adanya
1. Anjurkan mengukur penambahan berat badan
berat badan harian berlebih
2. Anjurkan pasien dan 2. Dengan mengukur intake
keluarga untuk output dapat mengetahui
mengukur intake dan adanya retensi urine yang
output cairan menyebabkan edema

1. Untuk menentukan
pengobatan yang tepat
Kolaborasi

1. Rujuk ke program
rehabilitas jantung

2. Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi


Gas b.d perubahan keperawatan selama 3x24 Observasi
membran alveous jam pasien mampu 1. Monitor frekuensi
mempertahankan ,irama,kedalaman dan 1. Untuk mengetahui
kapiler oksigenasi dan atau upaya nafas
kedalaman dan upaya napas
eliminasi karbondioksida pasien
pada membran alveoli- 2. Untuk mengetahui adanya
kapiler dalam batas normal 2. Monitor adanya sumbatan padea paru - paru
dengan kriteria hasil: sumbatan jalan nafas
1. RR daam batas 3. Untuk mebgetahui adanya
norma 16-20x/mnt 3. Auskultasi bunyi nafas suara nafas tambahan seperti
2. Pco2 dalam batas ronkhi
normal 35-45 4. Monitor nilai AGD
3. Po2 dalam batas 4. Dengan memonitor nilai
normal 69-116 AGD dapat mengetahui
4. Tidak ada suara adanya kenaikan ataun
nafas tambahan penurunan pada nilai
Terapeutik ph,Pco2,Po2

1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien 1. Untuk mengetahui
perubahan respirasi pada
Edukasi psien
2. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Agar klien mengetahui
tujuan pemantauan untuk
memastikan kepatenan jaan
nafas

Anda mungkin juga menyukai