Disusun oleh
Kelompok 2 :
FAKULTAS SYARIAH
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan segala rahmat,
taufiq serta inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang merupakan menjadi komponen penilaian dalam perkuliahan Bantuan Hukum
dan Advokat. Dengan judul makalah “Pengertian Profesi Advokat”.
Shalawat beriringkan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta seluruh keluarga,sahabat, dan para pengikutnya hingga
akhir zaman , dan semoga kelak kita mendapatkan syafa’atnya di hari akhir .
Kami menyadari sepenuhnya penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penulisan ataupun dri segi materi. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap segla
kekurangan demi penyempurnaan lebih lanjut. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum wr.wb
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................22
B. Saran ......................................................................................................22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bantun hukum dapat diberikan oleh sesorang yang memahami hukum, atau
yang disebut penasehat hukum, seperti pengecara dan Alvokat. Dalam perkara
Pidana Pemberi Bantuan hukum disebut pembela, yang dileksanakan oleh
penasehat hukum yang disebut Advokat. Seoranf Alvokat adalah penasehat
hukum yang tidak saja dapat bertindak sebagai pengecara dalam perkara perdata
tapi juga dapat dalam bertindak sebagai perkara pidana. Menurut pasal 186 RO
lama Advokat itu diangkat Menteri Kehakiman dan disaratkan berkelar Sarjana
Hukum.Didalam perkara pidana tersangka atau terdakwa berhak mendapat
bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selam dalam waktu dan
pada setiap tingkat pemeriksaan perkara. Untuk mendapatkan penasehat hukum
tersaangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasehat hukumnya (pasal 54-
55 KUHAP). Bagi tersangka dan terdakwa yang disangka atau didakwa
melakukan tindak pidana yang diancam dengan mati, yang tidak mampu dan tidak
mempunyai penasehat hukum sendiri, maka pejabat bersangkutan wajib
menunjuk penasehat hukum bagi mereka yang memberikan bantuan hukumnya
dengan Cuma-Cuma (pasal 56 KUHAP).
1
permasyarakatan (petugas penjara) tanpa mendengar isi pembicaraannya, kecuali
dalam hal kejahatan keamanan Negara (pasal 71 KUHAP). Untuk kepentingan
pembelaan penasehat hukum dapat meminta turunan berita acara pemeriksaan
kepada pejabat bersangkutan (pasal 72 KUHAP). Untuk keperluan pembelaan
tersebut penasehat hukum tidak boleh dikurangi kebebasannya berhubungan
dengan tersangka (pasal 74 KUHAP)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana profesi advokat dan kepengacaraan?
2. Bagaimana lembaga bantuan hukum di Indonesia?
3. Apa fungsi advokat dan lembaga advokat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui profesi advokat dan kepengacaraan
2. Untuk mengetahui lembaga bantuan hukum di Indonesia
3. Untuk mengetahui fungsi advokat dan lembaga advokat
2
BAB II
PEMBAHASAN
Apabila kita telah berbicara tentang profesi hukum pasti yang terbenah di
fikiran kita adalah sesuatu keahlian yang tinggi yang dimiliki seseorang, tentu
saja dalam konteks ini bisa kita sebut dengan advokat. Dalam praktek hukum di
Indonesia, istilah-istilah diatas mempunyai perbedaan pengertian yang cukup
bermakna, walaupun dalam bahasa Inggris semua istilah secara umum disebut
sebagai lawyer atau ahli hukum. Perbedaan pengertian disini adalah antara peran
yang diberikan oleh lawyer yang memakai istilah advokat, pengacara dan
penasehat hukum yang dalam bahasa Inggris disebut trial lawyer dan peran yang
diberikan oleh lawyer yang menggunakan istilah konsultan hukum yang di
Amerika dikenal dengan istilah counselor at law atau di Inggris dikenal dengan
istilah solicitor. (Yudha Pandu, 2004).
Kata advokat itu sendiri berasal dari bahasa latin advocare, yang berarti to
defend, to call to one’s aid, to vouch or to warrant. Sedangkan dalam bahasa
Inggris Advocate, berarti to speak in favor of or defend by argument, to support,
indicate or recommend publicly. (Frans Hendra Winarta, 1995). Sedangkan
menurut UU Advokat Indonesia Pasal 1 ayat 1 menerangkan bahwa advokat
adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undan-undang ini. 1
1
Rudi Santoso, Pengenalan Profesi Advokat dan Kepengacaraan,
https://rudisantosomhi.wordpress.com/2012/01/02/pengenalan-profesi-advokat-dan-
kepengacaraan/amp/, diakses pada tanggal 18 Maret 2021 pukul 13.28
3
mulia, karena ia mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat dan bukan
kepada dirinya sendiri, serta ia berkewajiban untuk turut menegakkan hak-hak
asasi manusia.
4
pemerintah kolonial lebih mendorong terciptanya ketertiban daripada membangun
kepercayaan kemampuan sendiri bagi golongan pribumi. Namun sejak 1920-an
dan 1930-an beberapa orang ahli hukum Indonesia berpendidikan hukum diangkat
sebagai hakim. Pengadilan Indonesia menggunakan KUH Pidana dengan hukum
acara yang dikenal HerzieneInlandse Reglement (HIR), (Daniel S. Lev, 1990)
5
1950. Sehingga ironi dalam pembangunan hukum di Indonesia, tidak mengatur
secara khusus profesi advokat sebagaimana profesi hukum lainnya, padahal
profesi ini sebagai salah satu unsur penegak hukum. Akibatnya menimbulkan
berbagai keprihatinan dan kesimpangsiuran menyangkut profesi tersebut. Seirama
dengan merosotnya wibawa hukum (authority of law) dan supremasi hukum
(supremacy of law), maka profesi hukum ini juga terbawa arus kemerosotan.
Meskipun demikian secara implisit, terdapat beberapa ketentuan yang
mengisyaratkan pengakuan terhadap profesi ini, antara lain sebagai berikut :
6
g. UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, mengakui keberadaan
penasehat hukum dalam memberi bantuan hukum kepada tersangka atau
terdakwa.
h. Surat Edaran dan Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Menteri
Kehakiman, dan sebagainya.
Bahkan sebenarnya Pasal 38 UU Nomor 14 Tahun 1970, telah
mengisyaratkan perlunya pengaturan profesi advokat dalam UU tersendiri.
Namun hal itupun tidak menjadi perhatian pemerintah hingga akhirnya
tuntutan pengaturan tersebut semakin besar di kalangan organisasi advokat.
Setelah 33tahun, barulah perjuangan itu berhasil melalui UU Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat. Berbagai argumentasi yang melatarbelakangi
lambatnya respon pemerintah terhadap pengaturan profesi advokat ini.
Diantaranya terkait dengan tipe kepemimpinan pemerintahan pada masa itu.
Misalnya pemerintahan Bung Karno pada masa orde lama, pernah berkata
kepada Mr. Sartono yang menjadi pembelanya di landraad Bandung 1930,
berikut petikannya :
“Mr. Sartono, aku pujikan segala usaha-usaha kamu, para advokat selalu
berpegang teguh kepada UU. Mereka lebih kuat menganut cara menembus
UU, suatu revolusi menolak UU yang berlaku hari ini dan maju diatas basis
meninggalkan UU itu. Karena sulit untuk melancarkan suatu revolusi beserta
kaum advokat dan pengacara. Adalah juga sulit untuk membangun pertahanan
suatu revolusi dengan para advokat dan pengacara. Yang kami harapkan
adalah luapan semangat peri kemanusiaan. Inilah yang akan kukerjakan”.
7
lainnya dalam prakteknya. Pengaturan ini juga berimplikasi pada rekturtmen
advokat secara sistematis sehingga diharapkan para advokat nantinya dapat
melaksanakan amanat profesi ini sebagai profesi yang mulia (officium nobile).
8
diangkatnya seseorang menjadi advokat, maka ia telah diberi suatu kewajiban
mulia melaksanakan pekerjaan terhormat (mobile officium).
Tanggung jawab secara umum menurut joko Tri Prasetyo, dan kawan kawan
adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatanya yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran atas kewajibanya. 2Berdasarkan pengertian diatas, maka
dapat dijelaskan bahwa tanggung jawab profesi advokat adalah suatu kesadaran
seorang advokat akan tingkah lakunya atau perbuatanya yang disengaja atau yang
tidak disengaja di dalam menjalankan profesi keadvokatan atau kepengacaraan.
2
Joko Tri Praseta, Dkk., Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Rineka cita, 2004, Cetakan Ketiga, hlm.154
9
kepercayaan publik, bahwa advokat tersebut akan selalu berperilakuan jujur
dan bermoral tinggi. Oleh karena itu didalam berpikir, bertingkah laku, dan
berbicara seorang advokat terikat oleh masyarakat. Dengan demikian, segala
tingkah laku dan perbuatan seorang advokat harus dipertanggung jawabkan
kepada masyarakat.
3. Tanggung Jawab kepada Pengadilan
Suatu kenyataan bahwa seorang advokat adalah berstatus sebagai penegak
hukum. Dengan demikian advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses
peradilan, yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hokum lainya
dalam menegakkan hokum dan keadilan.Oleh karena itu, seorang advokat
dalam berpikir, bertingkah laku, dan berbicara di persidangan wajib mematuhi
prinsip-prinsip persidangan sebagaimana yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu juga seorang advokat harus
mendukung kewenangan pengadilan dan menjaga kewibawaan sidang.
4. Tanggung Jawab kepada Klien
Advokat yang mendampingi klien di muka pengadilan harus menempatkan
diri sebagai agen of service, yakni pelayanan yang mengabdi kepada keadilan,
serta berkewajiban untuk membela kepentingan klien yang senantiasa ditimpa
dengan nilai-nilai kebenaran dalam menegakkan hokum dan hak-hak asasi
klien. Disamping itu seorang advokat wajib berusaha memperoleh
pengetahuan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya tentang kasusu
kliennya, sebelum memberikan nasihat dan bantuan hukum.
Seorang advokat wajib memberikan pendapatnya secara terus terang tentang
untung ruginya perkara yang akan dilitigasi dan kemungkinan hasilnya.
Dengan demikian segala tindakan dan perbuatan seorang advokat harus
dipertanggungjawabkan kepada klien.
5. Tanggung Jawab kepada Tuhan
Advokat merupakan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan
tuhan advokat dapat mengembangkan diri sendiri dengan sarana-sarana pada
dirinya, yakni pikiran, perasaan, seluruh anggota tubuhnya, dan alam
10
sekitarnya. Dalam mengembangkan dirinya advokat bertingkah laku dan
berbuat. Dalam perbuatanya advokat tentu membuat banyak kesalahan baik
yang disengaja maupun tidak. Sebagai hamba Tuhan, advokat harus
bertanggung jawab atas segala perbuatan yang salah itu, atau dengan istilah
agama atas segala dosanya.
6. Tanggung Jawab kepada Pihak Lawan
Advokat merupakan penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak
hukum lainya. Hubungan antara teman sejawat advokat atau pihak lawan
harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai, dan saling
mempercayai. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau pihak lawan
berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak
menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis,
serta tidak diperkenankan merebut klien dari teman sejawatnya.
Oleh karena itu seorang advokat di dalam berbuat, bertindak, beringkah laku,
serta berkata-kata, harus mempertanggungjawabkan kepada teman sejawat
atau kepada pihak lawan. Selain advokat itu mempunyai tanggung jawab
sebagaimana telah disebutkan diatas, advokat juga berkedudukan sebagai
pegawai konstitusi, sebagai pembela hak asasi manusia, dan profesi hukum
yang paling dekat dengan masyarakat, maka dalam menjalankan profesinya,
seorang advokat harus memegang teguh sumpah advokat dalam rangka
menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran. Sumpah atau janji advokat
sebagaimana lafalnya yang tercantum pada pasal 4 ayat (2) Undang undang
Nomor 18 Tahun 2003 sebagai berikut.
Demi Allah saya bersumpah / saya berjanji :
Bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan pancasila
sebagai Dasar Negara dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia;
Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak
langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga tidak
11
memberikan atau menjanjikan sesuatu barang kepada siapa pun
juga;
Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa
hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab
berdasarkan hukum dan keadilan;
Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar
pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada
hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainya agar memenangkan
atau menguntungkan bagi perkara klien yang sedang atau akan saya
tangani;
Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan
kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung
jawab saya sebagai advokat;
Bahwa saya tidak akan menolak melakkan pembelaan atau memberi
jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya
merupakan bagian dari tanggung jawab profesi saya sebagai
advokat.
3
Ishaq,Pendidikan Keadvokatan,Jakarta: Sinar Grafika , 2012, hlm.43
12
tidak berkembang karena hambatan kultural. Universitas seperti Universitas
Indonesia, Universitas Padjajaran, dan Universitas Brawijaya yang hanya
memberikan bantuan hukum di luar sidang khusus kepada mereka yang tidak
mampu, kemudian mengubah dirinya juga memberikan bantuan hukum di sidang
pengadilan. Pada dekade tahun 1950-an dan 1960-an, hanya dikenal dua Biro
Bantuan Hukum (BBH), yaitu: Sin Ming Hui dan Universitas Indonesia yang
dimulai atas prakarsa Ting Swan Tiong, yang kemudian disusul oleh Universitas
Padjajaran yang didirikan atas prakarsa Mochtar Kusumaatmadja.
13
Biro bantuan hukum di perguruan tinggi negeri tidak dapat berkembang
dengan baik karena jumlah dana yang dialokasikan oleh perguruan tinggi
kepada biro bantuan hukum tersebut tidak memadai untuk mencukupi
kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti pengadaan perpustakaan hukum yang
representatif, pelatihan dan pendidikan kepada tenaga-tenaga lawyer pada
biro bantuan hukum tersebut tentang masalah-masalah hukum aktual, dan
hal lain yang dibutuhkan untuk perkembangan biro bantuan hukum
tersebut.
d. Profesionalitas tenaga advokat di biro bantuan hukum di perguruan tinggi
negeri.
Adanya penerapan kurikulum pendidikan tinggi hukum yang kurang
mendukung dan kurang mengarahkan para advokat di biro bantuan hukum
semasa mereka masih kuliah, untuk mengembangkan kemampuan
(competence) atau kemahiran hukum (legal skills) sebagai praktisi hukum,
telah menimbulkan masalah baru bagi advokat (lawyer) di biro bantuan
hukum dalam menghadapi permasalahan hukum yang ditanganinya.
Menurut Mardjono Reksodiputro, citra dari sarjana dan praktisi hukum
akan sangat didukung oleh sifat accountability dan juga sifat-sifat lain,
seperti dapat dipercaya (reliability) dan setia pada permasalahan hukum
4
yang diwakilinya. Sebaliknya, para advokat (lawyer) di biro bantuan
hukum kebanyakan tidak memiliki sifat-sifat sebagaimana dikemukakan
diatas, akibatnya ketika mereka menjalankan tugasnya sebagai advokat,
timbul masalah ketidakprofesionalan yang menghambat perkembangan
dari biro bantuan hukum tersebut.
Biro bantuan hukum biasanya mempekerjakan dosen-dosen muda sebagai
tenaga advokat (lawyer) sehingga mereka sering kali belum siap untuk
4
Mardjono Reksodiputro, “Rapat Kerja Bidang Ilmu Hukum se-Koperlis Wilayah XI”,
Banjarmasin, 3-4 April 1994, Kumpulan Karangan, dalam Buku Pembaharuan Pendidikan Tinggi
Hukum Di Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Abad Ke-21, Konsorsium Ilmu Hukum
Departemen Pendidikan Tantangan Abad Ke-21, Konsorsium Ilmu Hukum Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan Dan Pengabdian Hukum, Universitas Indonesia, November 1995, hlm. 50.
14
mengatasi permasalahan hukum yang dihadapi oleh kliennya, yang terdiri
atas masyarakat kecil yang mencari perlindungan dan bantuan hukum.
e. Kurangnya kepercayaan masyarakat.
Bertolak dari keterbatasan-keterbatasan biro bantuan hukum di perguruan
tinggi negeri sebagaimana dikemukakan dalam butir-butir sebelumnya, hal
ini menimbulkan kurangnya kepercayaan masyarakat biro bantuan hukum
untuk menangani permasalahan mereka. Kondisi ini didukung oleh
lahirnya LSM dibidang bantuan hukum yang dicetuskan oleh tokoh-tokoh
hukum yang sangat concern terhadap perlindungan hak asasi manusia dan
kepentingan rakyat kecil yang tertindas oleh rezim yang berkuasa.
15
dibalik layar mana kala kliennya menghadapi masalah melawan pemerintah yang
berkuasa. Akibatnya, biro bantuan hukum ditinggalkan oleh masyarakat kecil
sehingga perkembangannya semakin lambat dibanding LBH-LBH lain.
Menurut UUD 1945 dalam pasal 34, fakir miskin adalah menjadi tanggung
jawab negara bantuan hukum yang di dunia barat dikenal sebagai bagian dari
profesi advokat (penasehat hukum) dalam rangka pro bono publico dianggap
merupakan katup pengaman (safet value) untuk meredam keresahan sosial (social
unrest) yang dapat berakibat buruk seperti huru hara gejolak sosial. Hal ini belum
mendapatkan tempat yang layak dalam sistem hukum di Indonesia c.q. sistem
peradilan pidana. huru-hara selama tahun 1996, 1997 dan 1998 di berbagai tempat
di tanah air membuktikan bahwa masyarakat prestasi karena tidak dapat
menyampaikan aspirasi dan keluhannya sehingga mengakibatkan ledakan sosial
yang destruktif. Orang mampu dapat membayar advokat yang profesional dan ahli
dalam hukum sebaliknya fakir miskin tidak mampu membayar advokat untuk itu
lembaga bantuan hukum (legal aid) dapat memegang peranan yang penting dalam
pemerataan keadilan sehingga baik orang kaya maupun fakir miskin dapat
memperoleh pembelaan yang sama dan perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Dalam konteks Indonesia institusi-institusi hukum tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya dan menampung keluhan serta aspirasi dari masyarakat
terutama fakir miskin. Karenanya, lembaga bantuan hukum dapat dianggap
sebagai alternatif untuk meredam segala keresahan sosial dan gejolak sosial. Jelas
di dalam keadaan seperti ini pemerintah dan masyarakat harus turut bertanggung
jawab dalam membiayai operasi lembaga bantuan hukum di seluruh Indonesia. 5
5
Frans hendra winata, Bantuan Hukum, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011,hlm.57
16
bantuan hukum pun mempunyai keterbatasan. Namun setidaknya lembaga
bantuan hukum dapat membela masyarakat yang mempunyai kasus-kasus hukum
baik itu pembelaan di luar pengadilan maupun di dalam pengadilan. Para birokrat
mengakui keberadaan lembaga bantuan hukum sebagai institusi hukum yang
dapat membantu pemerataan keadilan di dalam masyarakat dalam rangka
mencapai keadilan sosial sebagai konsepsi pemilihan atau fakir miskin bantuan
hukum justru memerlukan dana operasional dari kelompok yang tergolong kuat
secara ekonomi seperti pengusaha, industrialis, banjir, asosiasi advokat,
masyarakat hukum, organisasi kemanusiaan dan pemerintah. Oleh karena itu
adalah wajar kalau dana bantuan hukum dimasukkan dalam anggaran pendapatan
belanja negara secara proporsional.
Dari sekitar 300 organisasi bantuan hukum yang ada di Indonesia sebagian
besar pada praktik dan berfungsi seperti kantor advokat (penasihat hukum) serta
menggalang dana dari klien atas jasa hukum yang diberikan dengan tidak
membedakan strata sosioekonomi mereka. Padahal bantuan hukum itu sifatnya
prodeo (demi Tuhan) tidak dipungut biaya karena disediakan untuk fakir miskin,
dan oleh karena itu bersifat nonkomersial kecuali dipungut biaya untuk ongkos
administrasi. Melalui pembentukan undang-undang advokat yang mengatur
profesi advokat dan bantuan hukum dapat diharapkan adanya persepsi yang sama
tentang bantuan hukum di antara polisi, jaksa, advokat pengadilan petugas
pemasyarakatan dan masyarakat. Di negeri Belanda sudah ada undang-undang
tentang advokat yang disebut Advokatenwet yang dalam undang-undang itu juga
diatur mengenai bantuan hukum sebagai bagian dari profesi advokat. Dengan
adanya undang-undang advokat selain tugas dan kewajiban advokat serta
kewajiban advokat di masyarakat menjadi jelas, kewajibkan untuk membela
orang miskin yang diatur dalam kode etik advokat dikuatkan lagi dalam undang-
undang advokat. Dan untuk menutupi kekurangan waktu dan jangkauan para
advokat pembela orang miskin LBH dapat mensubtitusinya sebagai organisasi
pembelaan bagi orang miskin secara konsepsional dengan jangkauan yang luas
17
dan sebagai institusi hukum baru yang dapat mendorong terciptanya rule of law di
Indonesia.
6
Ropaun Rambe , Teknik Praktek Advokat , Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001, hlm 33.
18
hakim mempunyai tugas akhir memutuskan perkara, sedangkan advokat dalam
menjalankan tugasnya berada pada posisi masyarakat (klien).
Dalam rangka membela klien, seorang advokat harus memegang teguh prinsip
equality before the law (kesejajaran di depan hukum) dan asas presumption of
innocene (praduga tidak bersalah), agar di dalam pembelaan dan tugasnya sehari-
hari ia berani menjalankan profesi dan fungsinya dengan efektif. Adapun fungsi
advokat/pengacara dalam membela kepentingan masyarakat dan kliennya dalam
perkara pidana terdiri dari pemeriksaan tingkat penyidikan dan pengadilan. Pada
tingkat pemeriksaan penyidikan telah disebutkan dalam Pasal 114 KUHAP yang
berbunyi:
Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya
pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang
haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu
wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.7
7
M.Budiarto, K. Wantjik Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1981, hlm.77.
8
M.Budiarto,K. Wantjik Saleh, ibid.
19
oleh jaksa penuntut umum kepada terdakwa, apalagi bagi terdakwa yang diancam
dengan pidana lima tahun atau lebih, tanpa pengacara tentu terdakwa itu akan
menerima ancaman hukuman yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum,
sehingga keputusan hakim akan terasa sumbang, karena hanya mendengar dari
sebelah pihak saja yakni dari pihak jaksa selaku penuntut umum. Padahal, tujuan
hukum acara pidana adalah untuk mencari kebenaran yang materiil, yaitu
kebenaran yang nyata atau betul-betul kebenaran dalam perbuatan pidana yang
dilakukan oleh terdakwa, atau hubungan antara pihak yang terkait dalam
perbuatan pidana tersebut. Bertitik tolak dari keterangan di atas, dapat dijelaskan
bahwa fungsi pengacara itu dapat ditinjau dari dua segi, yaitu sebagai berikut.
Dari segi ini pengacara berfungsi mendampingi dan membela hak- hak
tersangka (klien) dalam menjalani seluruh tahapan proses system peradilan
pidana (criminal justice system), yaitu mulai dari proses monitoring, evaluasi,
penyelidikan, penyidikan dan penahanan di kepolisian, penahanan dan
penuntutan di kejaksaan, proses peradilan di pengadilan, hingga pelaksanaan
eksekusi.
20
umat manusia akan kembali memasuki zaman purba yang penuh dengan
anarki, siapa yang kuat maka dialah yang selalu benar.
Telah dikemukakan, bahwa harus ada suatu kesediaan bagi Advokat Indonesia
untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang
memerlukannya secara non-diskriminatif tanpa mengadakan perbedaan Agama,
kepercayaan, suku, keturunan, keyakinan politik atau kedudukan sosialnya.
Dalam kongres-kongres dari International Commission Of Jurist yang
menginginkan adanya “Rule Of Law” sebagai konsep secara “Supra-national”
dalam hasil-hasil dan konklusinya telah menyinggung peranan dari Advokat
dalam hal ini.
Peran advokat sebagai profesi hukum yaitu memberi jasa hukum (baik di
dalam maupun di luar pengadialan dan memberi bantuan hukum secara cuma-
cuma kepada masyarakat yang tidak mampu. 9
9
Oemar Seno Adji, Profesi Advokat, Jakarta : Erlangga , 1991, hlm.30
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
Joko Tri Praseta, Dkk., Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Rineka cita, 2004.
Frans hendra winata, Bantuan Hukum, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011.
23