Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tentang Politik


pengertian politik secara umum , yaitu sebuah tahapan dimana
untuk membentuk atau membangun posisi-posisi kekuasaan didalam
masyarakat yang berguna sebagai pengambil keputusan-keputusan yang
terkait dengan kondisi masyarakat.politik adalah pembentukan dan
pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses pembuatan
keputusan, terkhusus pada negara.
Pengertian politik dalam islam yaitu, dalam bahasa Arab disebut as
siyasah yang berarti mengelola, mengatur, memerintah dan melarang
sesuatu. Atau secara definisi berarti prinsip-prinsip dan seni mengelola
persoalan publik.
Seperti yang kita ketahui, istilah politik tidak pernah ada dalam
islam. Akan tetapi, esensi politik ada dalam islam yaitu memimpin dan
dipimpin. Imam syafii tidak setuju dengan adanya istilah politik,
melainkan lebih sepakat dengan syariat. Pengertian syariat itu sendiri
adalah semua arahan, batasan, perintah, dan larangan yang diberikan
Rasul. Pengertian politik dalam islam adalah segala aktivitas dalam
mengelola persoalan public atau masyarakat yang sesuai dengan syariat
islam

B. Landasan Teori Politik Islam


Pemikiran politik islam secara umum merupakan produk
“khilafiyyah” yang terfokus pada masalah religio politik tentang imamah
dan kekhilafahan. Madinah merupakan tempat ideal bagi Nabi Muhammad
untuk menetap dan mengembangkan aspirasinya setelah mendapat respon
positif dari masyarakat setempat. Dalam teori maupun praktek, Nabi
Muhammad saw adalah pemimpin dan sumber spiritual undang-undang
ketuhanan dan sekaligus juga pemimpin pemerintahan islam pertama.
Setting sosial madinah yang plural terdiri dari berbagai suku, agama, dan
ras, merupakan inspirator bagi Rasulullah untuk mengadakan konsolidasi
dan negosiasi dengan berbagai kelompok-kelompok di Madinah. Negosiasi
dan konsolidasi tersebut terungkap dalam sebuah dokumen yang disebut
konstitusi Madinah atau piagam madinah.
Piagam tersebut memuat beberapa prinsip universal bagi
konferensi sosial kehidupan umat manusia di masyarakat yang majemuk
(pluralistic). Secara ideal, piagam tersebut bertujuan menciptakan suatu
tatanan sosial-politik di Madinah yang ditegakan di atas landasan moral
iman dengan menjamin hak kebebasan setiap kelompok untuk
mengaktualisasikan pola-pola budaya yang mereka pilih sesuai dengan
agama dan keyakinan masing-masing. Prinsip-prinsip yang tercantum
dalam piagam itu sevara eksplisit dapat dikatakan modern untuk ukuran
zaman itu, bahakn cukup relevan dan actual hingga saat ini karena nilai-
nilainya yang bersifat univerasal.
Secara umum, Islam diistilahkan sebagai aqidah dan syariah.
Aqidah sebagai landasan pokok yang pertama kali harus menjelma dalam
jiwa setiap muslim. Sedangkan syariah adalah sesuatu yang diturunkan
Allah untuk manusia dan dituntut agar berpegang teguh denganya guna
mengatur hubungan manusia dengan pencipta, keluarga, masyarakat, alam
lingkungan dan lain sebagainya. Dengan demikian pengertian syariah
dalam iltizam begitu luas, sehingga bukan saja menjangkau urusan-urusan
politik dan pemerintahan, tetapi juga menembus hal-hal yang tidak dapat
disentuh oleh tangan undang-undang atau teks pidana.
Keleluasaan hukum islam tampak pada nama yang dipilih dan yang
diberikan para pemeluknya, yaitu syariah. Kata itu berarti sebuah jalan
yang lurus atau cara hidup. Al-qur’an sebagai rujukan hukum islam, tidak
saja berperan sebagai undang-undang perilaku keagamaan, tetapi lebih
spesifik lagi, kitab suci itu merupakan hukum dasar tertinggi. Susmber
hukum konstitusi islam kedua yang tidak kalah pentingnya adalah as-
sunnah atau segala ucapan dan praktek kehidupan nabi Muhammad, sosok
yang dipilih Allah unruk menyampaikan risalah-Nya. Pada momen-momen
tertentu terdapat kesepakatan umum yang berkembang di kalangan unsure-
unsur politik Islam atau ummah berkaitan dengan permasalahan yang
timbul dan secara kolektif mencapai kesepakatan. Hal inilah yang disebut
dengan ijma’ atau consensus yang merupakan sumber otoritatif peringkat
ketiga. Sedangkan sumber hukum keempat adalah qiyas atau analogi.

1. Al-Qur’an
Sumber utama dari segala prinsip perundangan dalam islam adalah
kitab suci al-quran. Menurut keyakinan setiap muslim, al-quran adalah
sebuah kitab suci yang diberi wahyu dari Allah dan segala aspek
hukum yang terkandung dalamnya berada di atas hukum apapun yang
diciptakan manusia. Tak dapat disangkal, bahwa al-quran merupakan
sumber primer dalam menata kehidupan masyarakat untuk
mengimplementasika hukum-hukum allah, walaupun metode untuk
merealisasikan tujuan tersebut tergantung kepada interpretasi akal
masyarakat muslim. Bahkan, kalau diteliti secara komprehensif dan
objektif, al-qur’an mengandung ajaran dasar yang mengatur segala
aspek kehidupan termasuk politik, ekonomi, sistem sosial dan lain
sebagainya.
Secara implicit, banyak ayat al-qur’an menerangkan tentang dasar-
dasar hukum politik islam. Ada beberapa ayat menernagkan tentang
signifikasi memelihara kemaslahatan dan tindakan preventif yang dapat
merusak eksistensi umat dalam bermasyarakat dan bernegara. Sebgai
konsekuensi logis dari tujuan tersebut, islam membutuhkan institusi
politik yang dapat mengendalikan dan menertibkan kondisi sosial
untuk menciptakan stabilitas kehidupan ummat. Karena al-quran
diyakini berasal dari Allah dan teks-teksnya dianggap suci, setiap
muslim wajib mengakuinya sebagai fondasi segala macam
seperstruktur islam termasuk dasar pemerintahan.
Firman Allah :

  ‫َه لِ َه ا َو إِ ذَ ا َح َك ْم تُ ْم‬ ِ
ْ ‫َن ُت َؤ ُّد وا ا أْل َ َم انَ ات إِ ىَل ٰ أ‬
ْ ‫إِ َّن اللَّ هَ يَ أْ ُم ُر ُك ْم أ‬

‫ إِ َّن‬2ۗ ‫ إِ َّن اللَّ هَ نِعِ َّم ا يَعِ ظُ ُك ْم بِ ِه‬2ۚ‫َن حَتْ ُك ُم وا بِ الْ َع ْد ِل‬ ِ َّ‫َب نْي َ الن‬
ْ ‫اس أ‬
ِ ‫ان مَسِ يع ا ب‬
‫ص ًري ا‬ َ ً َ ‫اللَّ هَ َك‬
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu). Apabila menetapkan
hukum diantara manusia supaya menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah member pengajaran yang sebaik-baiknya itu
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar dan maha
melihat”. ( Q.S An nisa: 58 )

Berdasarkan ayat di atas, landasan legitimasi pemerintahan islam,


menurut pemahaman penulis memberikan pengertian bahwa amanah
yang dipikul manusia harus disampaikan kepada orang yang memiliki
kredabilitas dan integritas untuk menegakan keadilan sesuai dengan
prinsip dasar yang ditentukan Allah. Dalam ayat lain, Allah
menegaskan :

‫ب اَل ْن َفضُّوا ِم ْن‬ ِ ‫ت فَظًّا َغلِي َظ الْ َق ْل‬ َ ‫ت هَلُ ْم ۖ َولَ ْو ُكْن‬
ِِ ٍِ
َ ‫فَبِ َما َرمْح َة م َن اللَّه لْن‬
ِ ‫حولِك ۖ فَاعف عْنهم و‬
‫ت َفَت َو َّك ْل‬َ ‫اسَت ْغف ْر هَلُ ْم َو َشا ِو ْر ُه ْم يِف اأْل َْم ِر ۖ فَِإ َذا َعَز ْم‬
ْ َ ْ ُ َ ُ ْ َ َْ
ِ ُّ ِ‫َعلَى اللَّ ِه ۚ إِ َّن اللَّهَ حُي‬
َ ‫ب الْ ُمَت َو ِّكل‬
‫ني‬
Artinya: “ bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah
kepada Allah”. ( Q.S Ali Imran:159 )
Ayat diatas mengisyaratkan kepada manusia untuk melaksanakan
musyawarah dengan mengambil berbagai keputusan seperti dalam
menetapkan kebijakan politik, ekonomi, ketertiban dan lain sebagainya.
Musyawarah yang diisyaratkan oleh nash itu pada hakikatnya bukan
hanya mencari kesepakatan bersama, akan tetapi juga
pertanggungjawaban terhadap resiko yang akan terjadi.

Dalam ayat lain Allah berfirman :

ِ‫ول َو أُو يِل ا أْل َ ْم ر‬ ِ ‫َط يع وا اللَّ ه و أ‬


ِ ِ َّ
َ ‫الر ُس‬
َّ ‫َط يعُ وا‬ َ َ ُ ‫آم نُ وا أ‬ َ ‫يَ ا أَيُّ َه ا ال ذ‬
َ ‫ين‬
‫ول إِ ْن‬ ِ ‫الر س‬ ِ ِ ٍ ِ ِ
ُ َّ ‫ فَ إ ْن َت نَ َاز ْع تُ ْم يِف َش ْي ء َف ُر ُّد وهُ إ ىَل اللَّ ه َو‬2ۖ ‫م ْن ُك ْم‬
ِ ِ
‫َح َس ُن تَ أْ ِو ي اًل‬ َ ‫ ٰذَ ل‬2ۚ ‫ون بِ اللَّ ِه َو الْ َي ْو م ا آْل ِخ ِر‬
ْ ‫ك َخ ْي ٌر َو أ‬ َ ُ‫ُك ْن تُ ْم تُ ْؤ ِم ن‬
Artinya: “ hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul
Nya dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-quran)
dan Rasul (as sunna) jika kamu demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” ( Q.S Ani Nisa: 59 )
Selanjutnya Allah berfirman :

‫ت‬ ِ َّ ‫َو إِ ذَ ا قِ ي َل هَلُ ْم َت َع الَ ْو ا إِ ىَل ٰ َم ا أَ ْن َز َل اللَّ هُ َو إِ ىَل‬


َ ْ‫الر ُس ول َر أَي‬
‫ود ا‬ َ ‫ص ُّد‬ ِِ
ً ‫ص ُد‬
ُ ‫ك‬
َ ‫ون َع ْن‬ ُ َ‫ني ي‬
َ ‫الْ ُم نَ اف ق‬
Artinya : “ apabila dikatakan kepada mereka marilah kamu (tunduk)
kepada hukum yang telah Allah turunkan dan kepada hukum rasul,
niscaya kamu melihat orang-orang munafik manghalangi (manusia)
dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” ( Q.S An Nisa: 61 )

Dari ayat-ayat diatas, jelas bahwa dasar pemerintahan dalam islam


tetap menjadikan al-qur’an sebagai otoritas dan rujukan tertinggi
sebagai landasan. Karena Allah mengekspresikan kalamNya dalam Al-
qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad merukapan landasan
untuk bagi setiap muslim untuk tunduk terhadapnya. Dan sejarah
mencatat bahwa al-qur’an dianggap sebagai satu-satunya otoritas
tertinggi dalam setiap diskusi yang berkaitan dengan prinsip-prinsip
islam.

2. Al-Sunnah
Secara etimologi, al-sunnah yaitu cara atau jalan yang terpuji atau
tercela). Secara terminologi Abdul Wahhab al-Khallaf menegaskan
yang dimaksud al-sunnah adalah: segala sesuatu yang datang dari
Rasulullah baik berupa ucapan, perbuatan, atau taqrirNya. Segala
sesuatu disandarkan kepada perilaku nabi dan tindaknya, baik di bidang
muamalah atau dalam bidang ibadah yang dapat dijadikan landasan
umatnya disebut sunnah.
Al-sunnah adalah perkataan, perbuatan atau ikrar dari Rasulullah.
Karena al-qur’an memuat seluruh rincian ajaran yang memberikan
solusi alternatif bagi setiap persoalan yang muncul pada setiap waktu,
peranan hadits nabi sangat diperlukan. Firman Allah :

ِ ِ‫ث ف‬
‫يه ْم َر ُس و اًل ِم ْن أَ ْن ُف ِس ِه ْم‬ َ ‫ني إِ ْذ َب َع‬ ِِ
َ ‫لَ َق ْد َم َّن اللَّ هُ َع لَ ى الْ ُم ْؤ م ن‬
‫اب َو ا حْلِ ْك َم ةَ َو إِ ْن‬ ِ
َ َ‫ِّم ُه ُم الْ ك ت‬ ِ ِِ ِ
ُ ‫َي ْت لُ و َع لَ ْي ه ْم آيَات ه َو يُ َز كِّيه ْم َو يُ َع ل‬
ٍ ِ‫ض اَل ٍل ُم ب‬
‫ني‬ ِ ِ
َ ‫َك انُوا م ْن َق ْب ُل لَ ف ي‬
Artinya: “sungguh Allah telah member karunia kepada orang-orang
yang beriman ketika Allah mengutus diantara kamu seorang rasul dari
golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan jiwa dan mengajarkan kepada mereka al-kitab
dan al-hikmah dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,
mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Ayat diatas menunjukan kedudukan sunnah adalah sebagai
mubayyin (menjelaskan beberapa perkara yang belum terincikan dalam
al-qur’an). Hal tersebut menjadikan posisi sunnah berada di peringkat
kedua setelah al-qur’an sebagai penjelasan terhadap persoalan-
persoalan yang tidak dirincikan dalam al-qur’an. Karena al-qur’an
dalam beberapa kasus tertentu hanya memaparkan prinsip-prinsip
umum serta petunjuk dasar.
Rasulullah dalam hadisnya juga menunjukan beberapa prinsip
dasar tentang masalah yang berkaitan dengan bidang mua’amalah
(politik dan bermasyarakat) yang dapat dijadikan sebagai landasan
dalam berinteraksi sosial, di antaranya adalah :

‫ ا ذا خ رج‬: ‫ م ق ال‬. ‫عن ا يب س عيدا ا خلدر ى ق ال ا ن رس ول ا هلل ص‬

‫ثالثة ىف سفر فليعمر وا ا حدهم‬


Artinya: “apabila ada tiga orang berpergian keluar, hendaklah salah
seorang diantara mereka menjadi pemimpin (H.R. Abu Daud)

‫ كلكم راع و كلكم‬: ‫م‬. ‫ قا ل ر س و ل ا هلل ص‬: ‫عن ا يب ه ر ي ر ة قا ل‬

‫مسعو ل عن ر عيته فا ال ما راع و هو مسعو ل عن رعيته والر جل رايف‬

‫اهله و هو مسعول عن رعيته‬


Artinya: “tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab
terhadap yang dipimpinya, seorang kepala negara yang memimpin
rakyatnya bertanggung jawab atas mereka, dan seorang laki-laki adalah
pemimpin penghuni rumahnya dan bertanggung jawab atas mereka.”
‫ فا ذا‬, ‫ السم و الطاعة حق ما مل يؤ مر باملعصيه‬: ‫ م‬. ‫قال رسول ا هلل ص‬

‫امر مبعصية فال مسع و ال طا عة‬


Artinya: “wajib atas seorang muslim mendengarkan dan mentaati
perintah baik disenangi atau tidak, kecuali jika ia diperintahkan untuk
melakukan maksiat. (HR Bukhari)

‫اذا استشا ر احد كم ا خا ه فا ليشر عليه‬: ‫م‬. ‫قال رسول ا هلل ص‬


Artinya : “ apabila salah seorang diantara kamu meminta nasehat
kepada saudaranya, maka hendaklah ia memberikan petunjuk kepada
orang itu.” (HR Ibn Majah).

Hadis-hadis di atas, secara eksplisit tidak memberikan keterangan


tentang sistem dan bentuk pemerintahan tertentu mengenai kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang harus diikuti oleh umat islam, akan
tetapi lebih dari itu, hadis di atas telah memberikan wacana untuk
menganalisa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dasar dan
prinsip-prinsip itu dapat dikembangkan kepada sistem sosial,
pemerintahan dan sistem ekonomi sesuai dengan tuntutan zaman.
Sistem dan bentuk pemerintahan serta teknis pengaturanya
dipercayakan kepada umat sesuai dengan kondisi sosial, budaya
setempat.

3. Ijma’
Secara etimologi, ijma’ berarti kesepakatan atau consensus dari
sejumlah orang untuk menetapkan masalah-masalah tertentu yang tidak
memiliki penjelasan dari Al-qur’an atau sunnah.
Menurut Imam Al-ghazali, secara terminologi, ijma’ dapat
didefinisikan dengan “kesepakatan umat nabi muhammad atas suatu
perkara yang berhubungan dengan urusan agama”

Ijma’ dalam hal ini berarti kesepakatan universal atau consensus yang
bersifat umum. Ijma’ melibatkan upaya kolektif yang terdiri dari
anggota-anggota suatu kelompok untuk mencapai sebuah kesepakatan
hukum tentang suatu masalah tertentu.
Rasyid Ridha menyatakan bahwa ijma’ merupakan dasar hukum
dalam islam. Bahkan menurutnya, kekhalifahan adalah wajib
hukumnya dan kewajiban ini didasarkan pada syariah dan consensus
(ijma’). Menurut Taufiq al-Syawi bahwa kesepakatan (ijma’) umat
tentang kewajiban syura bukanlah hal yang baru, karena syara’
merupakan prinsip pertama yang telah disepakati dan ditetapkan oleh
para sahabat, setelah nabi wafat, para sahabat berkumpul di saqifah
Bani Sa’idah untuk bermusyawarah mengenai apa yang harus
dikerjakan mengatur negara madinah dan menjaga kepentingan umat
islam setelah wahyu terhenti dengan wafatnya nabi. Dalam hal ini para
sahabat telah berusaha sungguh-sungguh agar persoalan yang sangat
krusial ini dapat diselesaikan dan disepakati sebelim jenazah
Rasulullah dimakamkan, demi menjamin kelangsungan sistem sosial
politik yang fondasinya telah ditegakan nabi.
Adanya konsep ijma’ yang merupakan salah satu keistimewaan
syariat islam, dan adanya yang diakui oleh islam, memperkuat
statement bahwa islam memberikan tempat khusus bagi umet dan
aspirasinya dalam sistem isla, yang lebih tinggi dari pada apa yang
mungkin dapat dicapai dalam sistem demokrasi manapun, sesempurna
apapun sistem domokrasi itu.

4. Qiyas
Secara etimologi, qiyas diartikan dengan menukur sesuatu atas
sesuatu yang lain dan kemudian mengamalkanya.
Secara terminologi, Muhammad Abdul Gani al-bayiqani
menyebutkan menghubungkan sesuatu persoalan yang tidak ada
ketentuan hukumnya dalam nash dengan segala suatu persoalan yang
telah disebutkan oleh nash, karena diantara keduanya terdapat
pertauatan. Sementara menurut Muhammad Khudari Beik qiyas adalah
memberlakukan ketentuan hukum yang ada pada pokok (asas) kepada
cabang (persoalan baru yang tidak disebutkan nash) karena terdapat
pertautan ‘illat antara keduanya”

Anda mungkin juga menyukai