Anda di halaman 1dari 17

Thalia

240210160051
Kelompok 9A
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan modifikasi pati dan tepung secara fisik.
Modifikasi secara fisik merupakan proses yang melibatkan penggunaan suhu
panas, baik dibawah suhu gelatinisasi atau suhu diatasnya serta penggunaan air
dalam jumlah terbatas atau berlebih sebagai pembatas terjadinya perubahan
granula pati. tujuan dari modifikasi pati secara fisik adalah menghasilkan pati
yang dapat larut dalam air dingin, memiliki viskositas yang lebih rendah
dibanding pati alami, dan dapat digunakan untuk formulasi makanan bayi dan
pudding. Kelebihan dari modifikasi pati secara fisik adalah lebih aman karena
tidak merusak granula pati serta lebih alami dibandingkan perlakuan kimia (Putri
dan Zubaidah, 2017). Modifikasi fisik yang dilakukan pada praktikum kali ini
adalah heat moisture treatment (HMT), microwave heating treatment (MHT), dan
annealing. Modifikasi fisik ini dilakukan pada sampel pati dan tepung dari bahan
beras dan singkong.

5.1 Heat Moisture Treatment (HMT)


Heat moisture treatment (HMT) adalah proses modifikasi menggunakan
proses pemanasan tinggi dengan kadar air terbatas (<35%). Proses modifikasi pati
diawali dengan ditimbangnya sampel sebanyak 100 g dan pengaturan kadar air
sampel sebesar 30%. Pengaturan kadar air ini dilakukan dengan ditambahkan air
dan diaduk secara bersamaan. Penambahan air dihitung dengan menggunakan
prinsip kesetimbangan massa. Pengadukan dilakukan agar air yang ditambahkan
dapat merata tersebar ke seluruh bagian sampel. Pengaturan kadar air 25-30%
dapat meningkatkan suhu gelatinisasi, menurunkan kelarutan dan perubahan
struktur kristalin. Perubahan akan terjadi lebih besar apabila kondisi kadar air
pada modifikasi HMT semakin meningkat. Hal ini disebabkan air mempengaruhi
proses perubahan isotermal pada pati yang dimodifikasi dengan teknik radiasi
microwave (Putri dan Zubaidah, 2017). Pati yang telah memiliki kadar air 30%
dibungkus dengan alumunium foil dan ditempatkan di loyang. Pati didinginkan
dalam refrigerator pada suhu 4-5°C selama 24 jam. Proses ini bertujuan untuk
menyeragamkan dan menyeimbangkan kadar air pada sampel (Fetriyuna, et al,
2016). Selanjutnya, pati dipanaskan pada suhu 110°C selama 16 jam. Proses
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
pemanasan ini menyebabkan ikatan hidrogen inter- dan intramolekul amilosa dan
amilopektin dalam granula pati melemah. Kondisi ini menyababkan air dapat
berimbibisi ke granula pati. Imbibisi air selama modifikasi HMT menyebabkan
adanya pengarutan kembali molekul amilosa dan amilopektin di dalam granula
pati. Proses ini yang menyebabkan pati modifikasi HMT memiliki perubahan sifat
fisik dan kimia pati. Modifikasi pati dengan suhu yang digunakan saat praktikum
dengan kadar air 26% dapat menghasilkan pati dengan karakteristik gelatinisasi
tipe C yaitu pati yang dapat mempertahankan viskositasnya selama pemanasan
dan pengadukan. Pati yang dihasilkan juga akan memiliki kelaturan yang lebih
rendah dan kekuatan gel yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati yang
dimodifikasi dengan waktu dan suhu yang berbeda (Putri dan Zubaidah, 2017).
Sampel dikeringkan pada suhu 50°C selama 4 jam dengan oven blower.
Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada
sampel hingga kadar air sampel menjadi 12%. Pati yang telah dikeringkan
selanjutnya digiling untuk memperkecil ukuran dan memudahkan proses
pengayakan sehingga didapatkan pati atau tepung dengan ukuran yang seragam.
Pengayakan dilakukan untuk mendapatkan pati atau tepung dengan ukuran
partikel lolos 100 mesh (Fetriyuna, et al, 2016). Hasil pati atau tepung modifikasi
ditimbang, diamati rendemen, warna, dan kadar air akhirnya. Berikut hasil
pengamatan dari pati dan tepung dengan modifikasi HMT.
Tabel 1. Hasil Modifikasi Tepung dan Pati dengan HMT
Karakteristik Kenampakan
Sampel Kadar Air
Rendemen Warna Keterangan
Akhir
L* = 93,46
a* = 0,83
b* = 5,85
Tepung 68%
Singkong
8,8%

Pati 60% L* = 82,15 9,2 %


Singkong a* = 4,56
b* = 23,44
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
Karakteristik Kenampakan
Sampel Kadar Air
Rendemen Warna Keterangan
Akhir

L*= 76,15
a*= 8,705
b*= 26,675
Tepung Di bawah
44%
Beras 10%

L*= 81,95
a*= 6,95
b*=22,84
Pati
Beras 88% 8,6%

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


Berdasarkan hasil pengamatan, tepung singkong yang dimodifikasi dengan
HMT mendapatkan rendemen sebesar 68%, nilai chroma L* = 93,46, a* = 0,83,
b* = 5,85, dan kadar air akhir 8,8 %. Hasil rendemen ini lebih kecil apabila
dibandingkan dengan literatur yang mendapatkan rendemen tepung singkong
modifikasi HMT sebesar 93%. Perbedaan nilai rendemen dapat disebabkan oleh
varietas singkong yang digunakan dan faktor genetik tanaman seperti kadar
amilosa pada singkong. Warna yang dihasilkan dari tepung singkong modifiaksi
HMT menunjukkan warna paling putih bila dibandingkan dengan pati singkong,
tepung beras, dan pati beras modifikasi HMT. Modifikasi HMT dapat
mempengaruhi derajat putih dari tepung modifikasi. Tingginya derajat putih dapat
menunjukkan kalitas tepung yang lebih baik (Sabrina, 1990). Pengukuran warna
pati dan tepung hasil modifikasi dilakukan dengan alat chromameter. Sebelum
mengukur warna, chromameter terlebih dahulu dikalibrasi dengan standar warna
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
putih pada alat. Plat putih standar memiliki nilai L=90.45; a=1.32; dan b=-4.15.
Hasil analisis derajat putih yang dihasilkan berupa nilai L*, a*, b*. Uji warna
dilakukan dengan sistem warna Hunter L* (warna putih), a* (warna merah), b*
(warna kuning). Nilai L (lightness) pada tepung singkong paliing tinggi
dibandingkan dengan sampel lainnya. Nilai a menunjukkan warna merah
sedangkan nilai b menunjukkan warna kuning pada sampel. Kadar air tepung
singkong hasil modifikasi HMT dipengaruhi oleh proses pemanasan dan
pengeringan selama modifikasi. Pemanasan dengan oven menyebabkan adanya
evaporasi uap air. Uap air yang terlepas dari bahan terperangkap pada dinding
wadah gelas sehingga terkondensasi. Uap air yang terkondensasi dapat terimbibisi
ke dalam granula terutama pada bagian pati yang berada di bawah penutup dan
sekeliling permukaan wadah. Akibat adanya pemanasan granula yang terimbibisi
uap air dapat tergelatinisasi dan membentuk gel basah yang jernih. Gel tersebut
semakin banyak ditemukan seiring meningkatnya kadar air dan waktu pada
perlakuan HMT (Zondag 2003). Setelah proses modifikasi selesai, gel basah yang
ditemukan kemudian dipisahkan lalu pati termodifikasi dikeringkan dengan oven
pada suhu 50°C selama 4 jam. Pengeringan dilakukan untuk memperoleh kadar air
penyimpanan yang aman bagi pati termodifikasi HMT. Menurut Fardiaz (1989),
batas kadar air mikroba tidak dapat tumbuh ialah 14- 15%. Tepung singkong
memiliki kadar air akhir dibawah 10% sehingga sudah memenuhi batas kadar air
penyimpanan yang aman agar tidak tumbuh mikroba selama penyimpanan.
Berdasarkan hasil pengamatan, pati singkong yang dimodifikasi dengan
HMT menghasilkan rendemen sebesar 60%. Hasil rendeman pati singkong
modifikasi HMT lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Mustafa (2015)
dimana rendemen tapioka berkisar antara 18,744%. Perbedaan hasil rendemen
yang jauh ini disebebabkan oleh perbedaan vatietas singkong, tingkat
kematanganm dan faktor genetik seperti kadar amilosa. Pati singkong
termodifikasi HMT juga mengandung kadar air akhir 9,2% dari kadar air awal
30%. Kehilangan kadar air ini diakibatkan oleh adanya proses pengeringan
dengan oven cabinet suhu 50°C selama 4 jam tanpa pelapisan alumunium foil
sehingga air lebih mudah teruapkan. Hasil kadar air ini telah memnuhi syarat
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
mutu standar Nasional Indonesia SNI 01-3741-2004 yaitu kadar air maksimal
tepung tapioka 15%.
Berdasarkan hasil pengamatan derajat putih pati singkong dengan
chromameter didapatkan data pati singkong memiliki derajat putih L* = 82,15, a*
= 4,56, b* = 23,44. Interpretasi dari data yang dihasilkan ini diketahui kecerahan
pati singkong 82,15 %, kemerahan atau gelap 4,56% dan cenderung kekuningan
23,44%. Hasil pati singkong yang memiliki kecenderungan putih kekuningan ini
bila dibandingkan dengan syarat mutu SNI 01-3741-2004 warna pati tapioca
adalah putih dengan derajat putih (BaSO4=100%) yaitu minimal 94,5. Adapun
kekuningan yang dihasilkan dipengaruhi oleh pemanasan tinggi dan waktu lama
yang dilakukan sesuai metode HMT berpengaruh terhadap penurunan derajat
putih pada pati termodifikasi dilihat dari warna pati beras agak kecoklatan.
Semakin lama waktu pemanasan maka derajat putih semakin menurun.
Pemanasan selama modifikasi mendorong terjadinya reaksi browning yang dipicu
oleh adanya komponen non karbohidrat (lemak, protein, dan enzim polifenolase).
Reaksi browning menyebabkan pati termodifikasi menjadi lebih gelap. Faktor
lain yang menurunkan derjaat putih pati singkong menyatakan bahwa derajat
putih sangat dipengaruhi kemurnian proses ekstraksi pati. Ketidakmurnian pati
yang terekstrak dapat disebabkan oleh tingginya kandungan serat dan pengotor
lainnya sehingga pati terlihat kurang cerah (Sarbina, 1990)
Berdasarkan hasil pengamatan, tepung beras yang dimodifikasi dengan
HMT menghasilkan rendemen sebesar 44%. Hasil ini lebih rendah bila
dibandingkan dengan penelitian Indriyani dkk (2013) yaitu tepung beras memiliki
rendemen 63,504 %-65,470 %. Perbedaan hasil rendemen yang jauh ini
disebebabkan oleh ayakan mess yang digunakan berbeda dengan penelitian yang
dilakukan Indriyani dkk, 2013. Tepung beras termodifikasi HMT juga
mengandung kadar air akhir <10% dari kadar air awal 30%. Kehilangan kadar air
ini diakibatkan oleh adanya proses pengeringan dengan oven cabinet suhu 50 C
selama 4 jam tanpa pelapisan alumunium foil sehingga air lebih mudah teruapkan.
Hasil kadar air ini telah memnuhi syarat mutu Standar Nasional Indonesia 01-
3549-2009 dimana kadar air maksimal tepung beras 13%.
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
Berdasarkan hasil pengamatan derajat putih tepung beras dengan
chromameter didapatkan data pati singkong memiliki derajat putih L: 76,15, a :
8,705, b : 26,675. Interpretasi dari data yang dihasilkan ini diketahui kecerahan
tepung beras 76,15 %, kemerahan atau gelap 8,705 % dan cenderung kekuningan
26,8%. Hasil pati beras yang memiliki kecenderungan putih kekuningan ini bila
dibandingkan dengan syarat mutu SNI 01-3549-2009 warna tepung beras adalah
putih dengan derajat putih (BaSO4=100%) yaitu minimal 94,5%. Adapun
kecoklatan yang dihasilkan dipengaruhi oleh pemanasan tinggi dan waktu lama
yang dilakukan sesuai metode HMT berpengaruh terhadap penurunan derajat
putih pada pati termodifikasi dilihat dari warna tepung beras agak kecoklatan.
Semakin lama waktu pemanasan maka derajat putih semakin menurun.
Pemanasan selama modifikasi mendorong terjadinya reaksi browning yang dipicu
oleh adanya komponen non karbohidrat (lemak, protein, dan enzim polifenolase)
(Sabrina, 1990). Reaksi browning menyebabkan pati termodifikasi menjadi lebih
gelap dan pekat sehingga disimpulkan penggunaan metode HMT tidak cocok
untuk tepung beras karena penyimpangan warna yang dihasilkan sehingga tidak
sesuai dengan syarat mutu tepung beras yang ada.
Berdasarkan hasil pengamatan, pati beras yang dimodifikasi dengan HMT
menghasilkan rendemen sebesar 88%, nilai chroma L*= 81,95, a*= 6,95,
b*=22,84, dan kadar air akhir 8,6%. Hasil rendemen lebih banyak bila
dibandingkan dengan penelitian Indriyani dkk (2013) dimana tepung beras
memiliki rendemen 63,504 %-65,470 %. Perbedaan hasil rendemen yang cukup
jauh ini disebebabkan oleh ayakan mess yang digunakan berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Indriyani dkk (2013). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa rendemen pati beras hasil modifikasi fisik HMT memiliki kandungan
rendemen yang tinggi disebabkan karena pati beras asli juga memiliki rendemen
yang tinggi. Pati beras termodifikasi HMT juga mengandung kadar air akhir 8,6%
dari kadar air awal 30%. Kehilangan kadar air ini diakibatkan oleh adanya proses
pengeringan dengan oven cabinet suhu 50°C selama 4 jam tanpa pelapisan
alumunium foil sehingga air lebih mudah teruapkan. Hasil kadar air ini telah
memnuhi syarat mutu Standar Nasional Indonesia 01-3549-2009 dimana kadar air
maksimal tepung beras 13%.
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
Berdasarkan hasil pengamatan derajat putih pati beras dengan chromameter
didapatkan data pati singkong memiliki derajat putih L: 81,9, a: 6,95, b : 22,84.
Interpretasi dari data yang dihasilkan ini diketahui kecerahan pati beras 81,9 %,
kemerahan atau gelap 6,95 % dan cenderung kekuningan 22,84%. Hasil pati beras
yang memiliki kecenderungan putih kekuningan ini bila dibandingkan dengan
syarat mutu SNI 01-3549-2009 warna pati beras adalah putih dengan derajat putih
(BaSO4=100%) yaitu minimal 94,5. Adapun kecoklatan yang dihasilkan
dipengaruhi oleh pemanasan tinggi dan waktu lama yang dilakukan sesuai metode
HMT berpengaruh terhadap penurunan derajat putih pada pati termodifikasi
dilihat dari warna pati beras agak kecoklatan. Semakin lama waktu pemanasan
maka derajat putih semakin menurun. Pemanasan selama modifikasi mendorong
terjadinya reaksi browning yang dipicu oleh adanya komponen non karbohidrat
(lemak, protein, dan enzim polifenolase). Reaksi browning menyebabkan pati
termodifikasi menjadi lebih gelap. Faktor lain yang menurunkan derjaat putih pati
beras menyatakan bahwa derajat putih sangat dipengaruhi kemurnian proses
ekstraksi pati. Ketidakmurnian pati yang terekstrak dapat disebabkan oleh
tingginya kandungan serat dan pengotor lainnya sehingga pati terlihat kurang
cerah (Sabrina, 1990)

5.2 Microwave Heat Treatment (MHT)


Proses modifikasi MHT, tepung/pati dipanaskan dengan microwave
dengan power level 180 W selama 5 menit dengan ditutup alumunium foil. Tujuan
penutupan dengan alumunium foil adalah untuk mencegah uap air yang terdapat
pada tepung/pati terkeluarkan. Penyimpanan digunakan wadah PP Container
karena tahan panas sehingga tidak akan meleleh saat pemanasan dengan
mircrowave. Pengukuran power level dilakukan berdasarkan penelitian Deka dan
Sit (2016) untuk mencapai suhu terbaik gelatinisasi pati. Proses pengeringan pada
modifikasi MHT bertujuan untuk mengurangi kadar air pada tepung/pati. Untuk
mengurangi kadar air pada pegeringan, maka alummunium foil yang terdapat pada
loyang harus dibuka untuk menguapkan kadar air yang terdapat pada tepung/pati.
Pengeringan dilakukan selama 12 jam sesuai pada penenlitian Deka dan Sit
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
(2016) untuk mencapai kadar air tepung/pati termodifikasi sesuai dengan standar
yang berlaku atau diinginkan.
Tabel 2. Hasil Modifikasi Tepung dan Pati dengan MHT
Karakteristik Kenampakan
Sampel Kadar Air
Rendemen Warna Keterangan
Akhir
L* = 98,53
a* = -0,225
b* = 2,245
Tepung
104% 10,35%
Singkong

L* = 95,74
a* = -0,265
b* = 9,965
Pati
94% 8,3%
Singkong

L*= 93,16
a*= -0,09
b*= 7,59
Tepung
96 % 8,1%
Beras

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi penurunan kadar air pada tepung
beras dan tepung/pati singkong setelah modifikasi MHT dibandingkan dengan
sebelum modifikasi dengan kadar air menjadi 8.1%, 10.35%, dan 8.3% . Kadar air
pada tepung/pati beras setelah modifikasi lebih rendah dibandingkan kadar air
tepung/pati singkong sebelum modifikasi. Penurunan kadar air pada pati/tepung
termodifikasi MHT dikarenakan proses pengeringan (Rosdaneli, 2005).
Berdasarkan SNI 3549-2009, tepung beras memiliki kadar air maksimal 13%, Hal
tersebut menunjukan bahwa tepung beras termodifikasi MHT memiliki kadar air
yang memenuhi SNI. Sementara berdasarkan 2997-1996, tepung/pati singkong
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
memiliki kadar air maksimal 12%, Hal tersebut menunjukan bahwa tepung dan
pati singkong termodifikasi MHT memiliki kadar air yang memenuhi SNI.
Berdasarkan hasil pengamatan, tepung beras termodifikasi MHT memiliki
rendemen 96%. Sementara, tepung dan pati singkong memiliki rendemen 104%
dan 94%. Rendemen tepung singkong setelah modifikasi lebih besar daripada
rendemen sebelum modifikasi, hal tersebut mungkin disebabkan ayakan dan
erlaatan yang digunakan tidak bersih sehingga ada cemaran tepung dari kelompok
lain. Faktor pengolahan juga sangat berpengaruh pada rendemen yang dihasilkan,
misalnya pengayakan, biasanya pada proses ini apabila tidak ditangani dengan
baik maka banyak tepung yang terbuang karena ukuran butiran yang kecil dan
halus sehingga mudah keluar akibat tiupan udara melalui celah-celah yang
terdapat pada sepanjang aliran tepung sampai pada kemasan (Mustafa, 2015).

5.3 Annealing
Modifikasi tepung dan pati annealing merupakan perlakuan fisik terhadap
granula tepung atau pati dengan air berlebih (>65% w/w) atau air sedang (40-
55% w/w) pada suhu dibawah suhu gelatinisasi pada waktu yang telah
ditentukan (Hoover dan Vasanthan, 1994). Modifikasi tepung/pati
menggunakan metode annealing dilaporkan dapat menurunkan swelling power
dan kelarutan pati, dan menghambat gelatinisasi (Siswoyo dan Morita, 2010).
Modifikasi tepung/pati dengan metode annealing dilakukan tahap
pemanasan dalam waterbath yang bertujuan pembuatan suspensi pati dengan
proses gelatinisasi pati. Proses gelatinisasi dilakukan dengan cara memanaskan
pati melalui pemasakan bertekanan, perebusan dalam air mendidih, dan metode
pemasakan lainnya. Menurut Marta dkk (2016), Pembuatan suspensi pati
dilakukan dengan proses pemanasan yang dilakukan pada suhu 50 0C selama 24
jam untuk proses modifikasi annealing.
Setelah proses pemanasan, pati/tepung disentrifugasi guna memisahkan air
dengan endapan tepung/pati pada larutan tepung/pati (Marta dkk,2016). Alat
sentrifugasi (sentrifugator) merupakan alat pemisah yang digunakan untuk
memisahkan campuran padat/cair atau cair/cair yang tidak saling larut akibat gaya
sentrifugasi dengan cara diputar dengan kecepatan tinggi. Objek diputar secara
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
horizontal pada jarak radial dari titik dimana titik tersebut dikenakan gaya. Saat
objek diputar, partikel-partikel yang ada akan berpisah dan berpencar sesuai berat
jenis masing-masing partikel. Prinsip kerja alat ini adalah melawan gaya tarik
bumi dengan kekuatan sentrifugal sehingga partikel yang terlarut dalam cairan
akan terlempar dari pusat putaran dan terpisah. Sentrifugasi dilakukan dengan
kecepatan 3000 rpm selama 30 menit yang mana pada kecepatan dan waktu
tersebut dianggap dapat memisahkan fraksi tepung/pati yang larut dalam air
(Chung,2009).
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada
tepung/pati dan dilakukan pada suhu 50˚C selama 24 jam. Pengeringan dilakukan
dengan menggunakan oven digital. Sebelum dimasukkan dalam oven, loyang
yang berisi tepung/pati ditutup dengan alumunium foil yang betujuan untuk
mencegah kekeringan berlebih pada tepung/pati. Pengukuran kadar air sebelum
dan sesudah modifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh atau
perubahan pada kadar air tepung/pati sesudah modifikasi. Pengaturan kadar air
dilakukan dengan perhitungan menggunakan prinsip kesetimbangan. Berikut hasil
pengaamtan modifikasi tepung dan pati denan annealing.
Tabel 3. Hasil Modifikasi Tepung dan Pati dengan Annealing
Karakteristik Kenampakan
Sampel Kadar Air
Rendemen Warna Keterangan
Akhir
L*= 96,29
a*= -0,69
b*= 6,27

80%
Tepung
8,8%
Singkong
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
Karakteristik Kenampakan
Sampel Kadar Air
Rendemen Warna Keterangan
Akhir
L* = 96,28
a* = -0,08
b* = 3,2
Pati 92% <10%
Singkong

L* = 95,16
a* =-0,085
b* = 5,085
Tepung
72% 9,8%
Beras

L*= 98,15
a*= -0,18
b*= 2,50
Pati Di bawah
87%
Beras 10%

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi penurunan kadar air pada tepung
/pati beras dan singkong setelah modifikasi dibandingkan dengan sebelum
modifikasi dengan kadar air menjadi dibawah 10%. Kadar air pada tepung/pati
beras setelah modifikasi lebih rendah dibandingkan kadar air tepung/pati singkong
sebelum modifikasi. Penurunan kadar air pada pati/tepung termodifikasi
annealing dikarenakan proses pengeringan. Pengeringan berlangsung dengan
memecahkan ikatan molekul-molekul air yang terdapat di dalam bahan. Apabila
ikatan molekul-molekul air yang terdiri dari unsur-unsur dasar oksigen dan
hydrogen dipecahkan, maka molekul tersebut akan keluar dari bahan. Akibatnya,
bahan tersebut akan kehilangan air yang dikandungnya (Rosdaneli, 2005).
Berdasarkan SNI 3549-2009, tepung/pati beras memiliki kadar air maksimal 13%.
Hal ini menunjukan bahwa tepung/pati beras termodifikasi annealing memiliki
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
kadar air yang memenuhi SNI. Sementara berdasarkan 2997-1996, tepung/pati
singkong memiliki kadar air maksimal 12%, Hal tersebut menunjukan bahwa
tepung/pati singkong termodifikasi annealing memiliki kadar air yang memenuhi
SNI.
Berdasarkan hasil pengamatan, tepung dan pati beras termodifikasi
annealing memiliki rendemen 72% dan 87%. Sementara , tepung dan pati
singkong memiliki rendemen 80% dan 90%. Menurut Chayati (2008), rendemen
pada tepung/pati dipengaruhi oleh serat yang terkandung pada bahan, semakin
tinggi serat kasar yang terdapat pada bahan semakin sukar dihaluskan, maka
semakin banyak yang tidak lolos pengayakan dan mempengaruhi rendemen yang
dihasilkan.
Thalia
240210160051
Kelompok 9A

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah
 Terjadi penurunan kadar air pada tepung /pati beras dan singkong setelah
modifikasi dibandingkan dengan sebelum modifikasi dengan kadar air
menjadi dibawah 10%
 Rendemen yang dihasilkan dari proses modifikasi cukup besar kecuali
tepung beras modifikasi MHT hanya 40%.
 Derajat putih sampel yang dimodifikasi dengan annealing dan MHT lebih
tinggi dibandingkan dengan sampel yang dimodifikasi dengan HMT

6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari praktikum ini adalah praktikan harus lebih
teliti dan rapi dalam praktikum dan mengetahui literatur yang ada agar proses
praktikum berjalan lancar
Thalia
240210160051
Kelompok 9A

DAFTAR PUSTAKA
Chayati I, Handayani THW, Nugraheni M, dan Ratnaningsih N. 2008. Teknologi
Pengolahan Pati Garut dan Diversifikasi Produk Olahannya Dalam Rangka
Peningkatan Ketahanan Pangan. Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan
Busana. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Chung, H.J., Q. Liu, and R. Hoover. 2009. Impact of Annealing and HMT on
Rapidly Digestible, Slowly Digestible, and Resistant Starch Levels in
Native and Gelatinized Corn, Pea, and Lentil Starches. Carbohydrate
Polymers 75 436-447
Deka, D. and Sit, N., 2016, Dual modification of taro starch by microwave
and other heatmoisture treatments. International Journal of Biological
Macromolecules, 92, pp. 416–422.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Fetriyuna, dkk. 2016. Pengaruh Lama Modifikasi Heat- Moisture Treatment
Terhadap Sifat Fungsional dan Sifat Amilografi Pati Talas Banten
(Xanthosoma undipes K.) Jurnal Penelitian Pangan Vol. 1:1(44-50).
Sumedang.
Indriyani, F, dkk. 2013. Karakteristik Fisik, Kimia dan Sifat Organoleptik Tepung
Beras Merah Berdasarkan Variasi Lama Pengeringan. Jurnal Pangan dan
Gizi Vol. 04.
Marta H, Marsetio,Cahyana, Pertiwi A.G. 2016. Sifat Fungsional dan Amilografi
Pati Millet Putih (Pennisetum glaucum) Termodifikasi secara Heat
Moisture Treatment dan Annealing. Vol 5 (3) : 76-84.
Mustafa, A. 2015. Analisis Proses Pembuatan Pati Ubi Kayu (Tapioka) Berbasis
Neraca Massa. Agrointek Volume 9, No. 2 Agustus 2015
Putri, W. D. R., dan Zubaidah, E. 2017. Pati Modifikasi dan Karakteristiknya. UB
Press. Malang.
Rosdaneli, H. 2005. Proses Pengeringan. Program Studi Teknik Kimia Fakultas
Teknik USU. Sumatera Utara.
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
Sabrina E. 1990. Karakterisasi Tepung Singkong dari Beberapa Varietas Ubi
Kayu. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fateta IPB. Bogor.
Siswoyo, T.A. and N. Morita. 2010. Influence Of Annealing On
Gelatinization Properties, Retrogradation And Susceptibility Of
Breadfruit Starch (Artocarpus Communis) International Journal of
Food Properties, 13: 553–561.
Zondag MD. 2003. Effect of microwave heat moisture and annealing treatments
on buckwheat starch characteristics. Research Paper. University of
Wisconsin.

LAMPIRAN

Rumus perhitungan pengaturan kadar air


(100% - KA1) x BP1 = (100 – KA2) x BP2
Keterangan:
KA1: kadar air kondisi awal (%b/b)
KA2: kadar air pati yang diinginkan (%b/b)
BP1: bobor pati kondisi awal
BP2: bobot pati setelah mencapai KA2

Pengaturan kadar air MHT


(100% - KA1) x BP1 = (100 – KA2) x BP2
(100% - 11%) x 100 = (100 – 30%) x BP2
89 x 100 = 70 BP2
BP2 = 127, 14 g

Bair = BP2 - BP1


Bair = 127,14 g – 100 g
Bair = 27,14 g
Thalia
240210160051
Kelompok 9A

JAWABAN PERTANYAAN
1. Menurut saudara apa tujuan dilakukan modifikasi secara fisik pada pati dan
tepung?
Modifikasi tepung dan pati merupakan cara yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki karakteristik dari tepung dan pati itu sendiri. Tujuan dan
aplikasi modifikasi pati adalah aplikasi pregelatinisasi yang mana
menghasilkan pati yang dapat terdispersi dalam air dingin (bersifat instan)
makanan bayi, food powder, salad dressing, cake mixes, pudding, ikatan
silang yang memperkuat ikatan hidrogen pada granula pati menghasilkan
pati dengan viskositas yang stabil terhadap suhu tinggi.

2. Apa fungsi tahapan penyeimbangan kadar air pada modifikasi fisik?


Penyeimbangan kadar air dilakukan sebagai penentu seberapa jauh suatu
bahan dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air
tertentu) dan sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya
mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan bahan saat penyimpanan.

3. Apa yang menyebabkan perbedaan warna pada pati modifikasi yang anda
lakukan?
Perbedaan warna ini dapat terjadi karena proses pemanasan dan pengeringan
pada pati selama modifikasi. Umumnya bahan pangan yang mengalami
proses pengeringan akan mengalami perubahan warna menjadi coklat.
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
Perubahan warna mendekati kecoklatan inilah disebabkan oleh reaksi
pencoklatan non enzimatis pada pati.

Anda mungkin juga menyukai