240210160051
Kelompok 9A
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan pengujian sifat fungsional dan sifat
amilografi pati. Sifat fungsional yang diamati meliputi swelling volume dan
kelarutan pati sedangkan sifat amilografi yang diamati adalah suhu awal
gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas pasta panas, viskositas pasta dingin,
viskositas breakdown, dan viskositas setback. Tujuan dilakukannya praktikum ini
adalah membandingkan sifat fungsional dan amilografi dari pati singkong alami
dengan pati singkong yang telah dimodifikasi secara fisik melalui Heat Moisture
Treatment (HMT), Microwave Heat Treatment (MHT), dan Annealing.
9000 120
8000
100
7000
Pati Singkong
6000 80 Alami
Viskositas (cP)
Pati Singkong
Suhu (°C)
5000 HMT
60 Pati Singkong
4000
ANN
3000 40 Pati Singkong
MHT
2000 Suhu
20
1000
0 0
-120 -20 80 180 280 380 480 580 680 780
Waktu (s)
Gambar 1. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan
Termodifikasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan hasil analisis RVA, dapat diketahui bahwa pati singkong
termodifikasi menghasilkan profil amilografi yang berbeda dengan pati singkong
alami. Hasil analisis suhu awal gelatinisasi menunjukkan pati singkong alami
memiliki suhu yang paling rendah dibandingkan dengan pati termodifikasi. Pati
termodifikasi dengan suhu gelatinisasi tertinggi hingga terendah adalah MHT,
ANN, dan HMT. Pati modifikasi MHT memiliki suhu gelatinisasi paling tinggi
dapat disebabkan oleh proses modifikasi MHT menghasilkan interaksi antara
rantai polimer amilosa dan amilopektin pada granula. Interaksi ini dapat
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
meningkatkan stabilitas ikatan antar molekul dalam granula sehingga dibutuhkan
suhu yang lebih tinggi untuk memutuskan ikatan tersebut (Zavareze dan Dias,
2011). Pati modifikasi annealing memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dari
pati alami karena modifikasi annealing menyebabkan transformasi amorf amilosa
menjadi bentuk heliks, peningkatan interaksi antar rantai amilosa dan perubahan
dalam interaksi antar kristalin dan matriks amorf selama annealing. Modifikasi
annealing dapat membuat pati lebih resisten pada saat gelatinisasi (Marta, et al,
2016). Pati modifikasi HMT juga memiliki suhu awal gelatinisasi lebih tinggi dari
pati alami disebabkan karena proses modifikasi HMT menyebabkan rekristalisasi
komponen granula pati. Proses ini menyebabkan adanya interaksi molekular pada
daerah kristalin dan amorf yang membentuk struktur yang kuat dengan ikatan
hidrogen, dan mendorong interaksi antara rantai polimer amilosa dan amilopektin
pada struktur granula yang menghasilkan struktur yang lebih kompak. Pati
menjadi lebih tahan terhadap panas dan membutuhkan suhu yang lebih tinggi
untuk menggelatinisasi (Sunyoto, et al, 2016).
Berdasarkan hasil pengamatan, pati singkong alami, HMT, dan ANN
memiliki viskositas puncak yang sama yaitu 8000 cP sedangkan pati singkong
MHT memiliki viskositas puncak lebih rendah dibandingkan ketiga pati tersebut.
Hal ini menunjukkan pati singkong modifikasi MHT mengalami penurunan
kemampuan untuk mengembang selama pemanasan. Penurunan kemampuan ini
dapat disebabkan karena interaksi rantai amilosa-amilosa dengan rantai amilosa-
amilopektin yang terjadi selama proses modifikasi sehingga ikatan antar molekul
menjadi lebih rapat dan lebih sulit untuk berpenetrasi ke dalam granula.
Penurunan viskositas juga disebabkan oleh meningkatkan ikatan hidrogen karena
terbentuknya kompleks amilosa dengan lemak (Marta, et al, 2016). Menurut
Sunyoto, et al (2016), viskositas pati modifikasi HMT mengalami peningkatan
dan penurunan seiring dengan peningkatan suhu dan lama waktu HMT. Viskositas
puncak mengalami peningkatan tetapi semakin lama proses HMT mengakibatkan
adanya interaksi antara daerah amorf dan kristalin. Interaksi ini menyebabkan
peningkatan kekompakan molekul pati sehingga terjadi penurunan penetrasi air
dan terbatasnya pembengkakan granula pati yang menyebabkan viskositas puncak
menurun.
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
Berdasarkan hasil analisis RVA, pati modifikasi memiliki viskositas pasta
panas lebih tinggi dibandingkan dengan pati alami. Pati singkong annealing
memiliki nilai viskositas pasta panas paling tinggi. Dari nilai viskositas pasta
panas ini dapat diketahui viskositas breakdown. Viskositas breakdown adalah
selisih dari viskositas pasta panas dengan viskositas puncak. Hasil menunjukkan
pati modifikasi memiliki pasta yang lebih stabil dibanding pati alami. Kestabilan
ini dapat ditunjukkan oleh viskositas breakdown pati HMT, ANN, dan MHT lebih
rendah dibandingkan pati alami. Semakin kecil nilai viskositas breakdown
menunjukkan semakin stabil pati tersebut terhadap proses pemanasan dan
pengadukan. Rendahnya viskositas breakdown disebabkan oleh meningkatnya
keteraturan matriks kristalin dan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang
menurunkan kapasitas pembengkakan granula dan memperbaiki stabilitas pasta
selama pemansan. Tingginya nilai viskositas breakdown tidak diharapkan terjadi
selama proses pengolahan karena adanya kekentalan yang tidak merata dan
menyebabkan pasta pati menjadi sangat lengket ketika diaduk (Sunyoto, et al,
2016).
Berdasarkan hasil analisis RVA, pati modifikasi HMT dan ANN memiliki
viskositas dingin atau final viscosity lebih tinggi dibandingkan pati alami. Pati
singkong modifikasi MHT memiliki final viscosity yang lebih rendah dibanding
pati alami. Viskositas dingin menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk
pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendingingan serta ketahanan
pasta terhadap haya geser yang terjadi selama pengadukan. Viskositas dingin
berbanding lurus dengan tingginya kandungan amilosa yang dimiliki pati
(Rahmiati, et al, 2016).
Berdasarkan hasil analisis RVA, pati modifikasi MHT memiliki viskositas
setback yang lebih tinggi dibanding pati alami sedangkan pati HMT dan ANN
memiliki viskotitas setback yang lebih rendah dibanding pati alami. Viskositas
setback merupakan suatu parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan
retrogradasi dan sinersis suatu pasta pati. Retrogradasi adalah proses kristalisasi
kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi, sedangkan sineresis adalah
keluarnya cairan dari suatu gel pati. Tingginya nilai viskositas setback
menunjukkan pati cenderung lebih mudah mengalami retrogradasi, sehingga
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
semakin cenderung membentuk gel selama pendinginan. Viskositas setback
diperoleh dari selisih antara viskositas pasta dingin. Semakin tinggi nilai setback
maka semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel selama
pendinginan (Rahmiati, et al, 2016).
Berdasarkan profil yang terbentuk, tipe gelatinisasi pati dapat digolongkan
menjadi empat tipe yaitu A, B, C, dan D. Tipe A memiliki ciri kemampuan
pengembangan yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas puncak.
namun akan mengalami penurunan viskositas yang tajam selama pemanasan. Tipe
B memiliki kemampuan pengembangan sedang yang ditunjukkan dengan lebih
rendahnya viskositas puncak dan viskositas mengalami penurunan yang tidak
terlalu tajam selama pemanasan. Tipe C memiliki kemampuan pengembangan
terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas puncak dan viskositas
mengalami penurunan bahkan dapat meningkat selama pemanasan. Tipe D
cenderung tidak memiliki kemampuan untuk mengembang sehingga tidak dapat
membentuk pasta apabila dipanaskan (Rahmiati, et al, 2016).
Dari hasil analisis RVA yang menghasil grafik karakteristik pasta pati
menunjukkan pati singkong alami memiliki tipe gelatinisasi tipe A yaitu memiliki
kemampuan pengembangan yang tinggi ditunjukkan viskositas puncak sebesar
8000 cP namun ada penurunan viskositas yang tajam diketahui dari hold viscosity
sebesar 2828 cP. Pati singkong modifikasi HMT dan ANN memiliki tipe
gelatinisasi B karena memiliki kemampuan pengembangan yang sedang dan
penurunan yang tidak terlalu tajam diketahui dari hold viscosity pati HMT 4589
cP dan pati ANN 5169 cP. Pati singkong modifikasi MHT memiliki tipe
gelatinisasi C karena memiliki kemampuan pengembangan yang terbatas
diketahui dari peak viscosity sebesar 4562 cP dan tidak dapat membentuk pasa
apabila dipanaskan (Rahmiati, et al, 2016).
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari praktikum ini adalah praktikan harus lebih
teliti dan rapi dalam praktikum dan mengetahui literatur yang ada agar proses
praktikum berjalan lancar.
Thalia
240210160051
Kelompok 9A
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, B., Kalsum, N., dan Surfiana. 2009. Karakteristik Tepung Ubi Kayu
Mofidikasi yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatiniasasi Parsial.
Jurna Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 14. No.2.
Marta, et al. 2016. Sifat Fungsional dan Amilografi Pati Millet Putih (Pennlsetum
glaucum) Termodifikasi secara Heat Moisture Treatment dan Annealing.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 5:3(76-84). Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Murillo C. E. C., Wang, Y. J., dan Perez, L. A. B. 2008. Morphological,
Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and
Corn Starches. Starch/Starke Vol. 60:634-645.
Rahmiati, et al. 2016. Sifat Fisikokimia Tepung dari 10 Genotipe Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz) Hasil Pemuliaan. Jurnal AGRITECH Vol.
46:4(459-466). Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sunyoto, et al. 2016. Kajian Sifat Fungsional Dan Amilografi Pati Ubi Jalar
(Ipomoea batatas L.) Dengan Perlakuan Suhu dan Lama Waktu Heat
Moisture Treatment Sebagai Bahan Sediaan Pangan Darurat. Seminar
Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Denpasar.
Zavareze, E. R., dan Dias, A. R. G. 2011. Impact of Heat Moisture Treatment and
Annealing in Starches: A Review. Carbohydrate Polymers 83:317-328.