1188020118
MANAJEMEN 4D
A. TEORI EVOLUSI
Evolusi budaya merupakan suatu proses evolusi atau proses perubahan budaya
yang terjadi hingga saat ini. Kita bisa mengamati bagaimana fakta akan evolusi
tersebut dalam banyak hal, seperti dalam bahasa, gaya hidup hingga ke dinamika
dalam sistem ekonomi.
Evolusi dapat didefinisikan sebagai urutan temporal bentuk: satu bentuk tumbuh
dari bentuk lain; budaya berkembang dari satu tahap ke tahap lainnya. Dalam proses
ini waktu adalah sebagai faktor integral seperti perubahan bentuk. Proses evolusionis
bersifat irreversible dan non-repetitive .... Proses evolusionis seperti proses historis,
atau difusionis, dalam arti keduanya tempora ~ dan karenanya tidak dapat dibalikkan
dan tidak berulang. Tetapi mereka berbeda bahwa yang pertama bersifat nomotetis,
sedangkan yang kedua bersifat idiografis .... Yang pasti, proses evolusionis selalu
terjadi di suatu tempat dan dalam kontinum temporal, tetapi waktu dan tempat
tertentu tidak signifikan. Ini adalah urutan temporal dari bentuk-bentuk yang
diperhitungkan. (white) 12
D. TEORI STRUKTURALISME
Teori Strukturalisme termasuk teori Sosiologi Modern dan juga Post Modern,
karena dalam perkembangannya, teori ini terus dikembangkan dan menjadi teori Post
Strukturalisme. Walaupun teori ini jelas memusatkan perhatiannya pada struktur,
tetapi tidak sepenuhnya sama dengan struktur yang menjadi sasaran perhatian teoritisi
Fungsionalisme Struktural (salah satu teori Sosiologi klasik). Perbedaanya pada
tekanannya, yaitu Fungsionalisme Struktural memusatkan perhatiannya pada struktur
sosial, sedangkan Teori Strukturalisme memusatkan pada struktur linguistik (Ritzer,
2004 : 603).
Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai
pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur
yang sama dan tetap.
Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek
melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh
waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui
pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu
obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat) (Bagus,
1996: 1040)
Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam
memajukan studi interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam
mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi
metode struktural dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang
sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis.
Strukturalisme termasuk dalam teori kebudayaan yang idealistik karena
strukturalisme mengkaji pikiran-pikiran yang terjadi dalam diri manusia.
Strukturalisme menganalisa proses berfikir manusia dari mulai konsep hingga
munculnya simbol-simbol atau tanda-tanda (termasuk didalmnya upacara-upacara,
tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya) sehingga membentuk sistem bahasa. Bahasa
yang diungkapkan dalam percakapan sehari-hari juga mengenai proses kehidupan
yang ada dalam kehidupan manusia, dianalisa berdasarkan strukturnya melalui
petanda dan penanda, langue dan parole, sintagmatik dan paradikmatik serta
diakronis dan sinkronis. Semua relaitas sosial dapat dianalisa berdasarkan analisa
struktural yang tidak terlepas dari kebahasaan.
Dengan adanya perbedaan pendapat dalam teori strukturalisme sendiri dapat
dibagi menjadi tiga jenis yaitu strukturalisme formalis , strukturalisme genetik,
strukturalisme dinamik yang pada dasarnya secara global strukturalisme menganut
paham penulis paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Sausessure, yang
memunculkan konsep bentuk dan makna ( sign and meaning). Pemikiran mengenai
teori strukturalisme berbeda-beda akan tetapi semua pemikiran strukturalisme dapat
dipersatukan dengan adanya pembaruan dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh
Ferdinand de Saussure.
Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk (form) dan isi
(cntent) atau makna (significante) yang otonom. Artinya pemahaman karya sastra
dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman harus mampu
mengaitkan kebertautan antar unsur pembangun karya sastra. Kebertautan unsur itu
akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang
oleh kaum strukturalisme.
E. TEORI KONFLIK
Teori konflik yang muncul pada abad ke sembilan belas dan dua puluh dapat
dimengerti sebagai respon dari lahirnya dual revolution, yaitu demokratisasi dan
industrialisasi, sehingga kemunculan sosiologi konflik modern, di Amerika
khususnya, merupakan pengikutan, atau akibat dari, realitas konflik dalam
masyarakat Amerika (Mc Quarrie, 1995: 65). Selain itu teori sosiologi konflik adalah
alternatif dari ketidakpuasaan terhadap analisis fungsionalisme struktural Talcot
Parsons dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan paham konsensus
dan integralistiknya.
Perspektif konflik dapat dilacak melalui pemikiran tokoh-tokoh klasik seperti
Karl Marx (1818-1883), Emile Durkheim (1879-1912), Max Weber (1864-1920),
sampai George Simmel (1858-1918). Keempat pemikiran ini memberi kontribusi
sangat besar terhadap perkembangan analisis konflik kontemporer. Satu pemikiran
besar lainnya, yaitu Ibnu Khouldoun sesungguhnya juga berkontribusi terhadap teori
konflik. Teori konflik Khouldun bahkan merupakan satu analisis komprehensive
mengenai horisontal dan vertikal konflik.
Marx adalah satu tokoh yang pemikirannya mewarnai sangat jelas dalam
perkembangan ilmu sosial. Pemikiran Marx berangkat dari filsafat dialektika Hegel.
Hanya saja ia menggantikan dialektika ideal menjadi dialektika material, yang
diambil dari filsafat Fuerbach, sehingga sejarah merupakan proses perubahan terus
menerus secara material. Sebagaimana dijelaskan Cambell dalam Tujuh Teori Sosial
(1994), bahwa Marx menciptakan tradisi materialisme historis yang menjelaskan
proses dialektika sosial masyarakat, penghancuran dan penguasaan secara bergilir
kekuatan-kekuatan ekonomis, dari masyarakat komunis primitif kepada feodalisme,
berlanjut ke kapitalisme, dan terakhir adalah masyarakat komunis.
Berkaitan dengan konflik, Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang
masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara
panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke 19 di
Eropa dimana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja
miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial
hirarkhis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi
kapitalis. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis, false
consiousness, dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan
dan cita-cita akhirat. Dengan ini Marx mejadi orang yang tidak tertarik pada agama
karena itu candu yang mengantar manusia pada halusinasi kosong dan menipu, untuk
itulah komunisme selalu diintepretasikan dengan politik anti Tuhan (atheisme).
Teori konflik Karl Marx didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi
sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Kelompok yang memiliki
sarana produksi (borjuis) dan kelompok pekerja miskin (proletar) Karl Marx
berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam satu individu-
individu yang sama.
Konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. Coser
sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam
pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya
dapat memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan
bahwa ketiadaan konflik sebagai indicator dari kekuatan dan kestabilan suatu
hubungan.
Menurut Dahrendorf hubungan- hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan
dan atasan menyediakan rasti bagi kelahiran kelas. Dahrendorf mengakui terdapat
perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan
dominasi itu dapat terjadi secara statis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas
sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai.
I. TEORI ETNOSENTRISME
Etnosentrisme adalah doktrin sosial yang universal yang menyatakan bahwa
kultur atau masyarakatnya sendiri sebagai kultur atau masyarakat yang unggul di atas
yang lain (dalam buku Makrososiologi, 2000: 620). Ada penekanan yang terjadi pada
dirinya sendiri bahwa “kelompok (etnis) saya adalah yang terbaik dari kelompok
yang lain”. Summer (1940) mendefinisikan etnosentrisme sebagai “suatu sudut
pandang yang menempatkan kelompok sendiri di atas segala-galanya dan yang
menilai kelompok lain dengan memakai kelompok sendiri sebagai acuan” (Kamanto
Sunarto, 2004: 147). Etnosentrisme tidak akan terjadi apabila adanya toleransi antar
masyarakat dengan menyeimbangkan kebudayaan kelompoknya sendiri dengan
kelompok yang lain.
Ekologi mempelajari rumah tangga mahluk hidup (oikos), istilah yang digunakan
oleh Ernts Haeckel sejah tanhun 1869 (Odum 1983 : 2). Dan menurut Ernest Haeckle
ekologi adalah “ilmu yang mempelajari seluk beluk ekonomi alam, suatu kajian
hubungan anorganik serta lingkungan organik di sekitarnya”. Subagja dkk,
(2001:1.3). “Ekologi merupakan bagian ilmu dasar”.
Ekologi manusia adalah ilmu yang mempelajari rumah tangga manusia secara
objektif, apa adanya. Ekologi Manusia menurut para ahli :
Amos H Hawley (1950:67) dikatakan, “Ekologi manusia, dengan demikian bisa
diartikan, dalam istilah yang biasa digunakan, sebagai studi yang mempelajari
bentuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi manusia.” (Human
ecology may be defined, therefore, in terms that have already been used, as the
study of the form and the development of the community in human population).
Untuk memperkuat kelemahan manusia, ia diberi kelebihan akal atau alam pikiran
(noosfer). Dengan akal pikirannya manusia memiliki budaya serta dengan budayanya
(yang disebut extra somatic tool) manusia mampu menguasai dan mengalahkan
makhluk yang lebih besar dan menaklukan alam yang dahsyat.
Ilmu yang mengkaji tentang tempat dan peranan manusia di antara makhluk hidup
dan komponen kehidupan lainnya, dapat juga disebut ekologi terapan. Atau
mempelajari bagaimana manusia harus menempatkan dirinya dalam ekosistem atau
dalam lingkungan hidupnya.
Ilmu lingkungan diartikan pula sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara
jasad hidup (termasuk manusia) dengan lingkungannya dengan melibatkan berbagai
disiplin ilmu yang ikut menyusun sintesa terhadap ilmu lingkungan seperti sosiologi,
fisika, kimia, geografi, meteorologi, hidrologi, pertanian, kehutanan, kesehatan,
masyarakat, dan lain-lain.
Menurut Riyadi, ilmu lingkungan ialah ilmu yang mampu menerapkan berbagai
disiplin (fragmen berbagai ilmu dasar) melalui berbagai pendekatan ekologis terhadap
masalah lingkungan hidup yang diakibatkan karena aktivitas manusia sendiri. Ilmu
lingkungan lebih kepada penerapannya.
K. TEORI STRUKTURASI
Sudah menjadi perdebatan sejak dulu mengenai mana yang lebih kuat apakah
struktur atau actor/agen. Muncul berbagai teori sosiologi yang mencoba menjawab
pertanyaan tersebut. Seakan tercipta dua kubu teori sosiologi yang tiap kubunya
mempunyai pandangan berbeda mengenai mana yang lebih kuat antara struktur dan
actor/agen. Seolah tidak mempunyai titik temu antara mana yang lebih kuat. Ada
yang melihat struktur lebih kuat lantaran struktur lebih besar dari pada actor. Lainya
melihat actor lebih kuat daripada struktur lantaran tanpa adanya actor maka struktur
tidak akan ada.
Anthony Giddens melihat dua kutub cara pandang yang lebih memberatkan
pada salah satu aspek tidak akan dapat menjawab fenomena social jaman sekarang
yang telah berubah. Giddens menganggap struktur dan agen layaknya sebuah koin
yang mempunyai dua sisi yang berbeda. Walaupun berbeda, akan tetapi mereka tidak
dapat dipisahkan. Teori strukturasi muncul sebagai jawaban atas perdebatan mana
yang lebih kuat antara struktur dan agen.
Posisi agen dalam strukturasi adalah subjek yang bebas. Mereka bisa
memodifikasi struktur mengikuti segala perubahan social yang ada. Ketika struktur
yang lama dirasa tidak dapat memenuhi kebutuhan agen dimasa sekarang, maka agen
dapat menggunakan kebebasanya untuk merubah setruktur. Bukan berarti strktur
yang telah dimodifikasi ini akan rusak, melainkan diperbarui dan akan diteruskan
oleh agen-agen lain dimasa mendatang selama struktur itu masih dapat menjawab
kebutuhan jaman.
Teori strukturasi tidak lepas dari dimensi historis, ruang, dan waktu. Struktur
yang terbentuk , berkaitn dengan tindakan social dari agen yang dilakukan secara
terus menerus dan rutin. Selain itu, Giddens juga memperhatikan dampak laten dari
tindakan social agen. Tindakan yang dilakukan secara terus menerus dan ajeg,
ternyata tanpa disadari dapat berdampak lebih pada masyarakat. Tindakan yang
dilakukan oleh agen tersebut, dapat menjadi standar dan patokan perilaku berikutnya.
Patokan tindakan inilah yang bisa dikatakan sebagai sebuah struktur. Giddens
melihat struktur sebagai kumpulan aturan-aturan dan sumber yang diorganisasi
sedemikian rupa secara berulang-ulang. Tindakan yang berulang tadi akan menjadi
sumber patokan tindakan bagi agen-agen berikutnya. Tindakan yang sama dilakukan
terus menerus oleh berbagai agen lintas generasi, akan menciptakan suatu struktur
dalam masyarakat. Struktur akan terus eksis hal ini berkaitan dengan sifat struktur
yang timeless ,spaceless dan virtual/abstract. Struktur seperti gambaran ideal akan
sesuatu hal. Selama masih dianggap sesuai dengan keadaan zaman, maka struktur
tersebut akan tetap eksis, apabila tidak, struktur akan terus direproduksi oleh agen.
Penjelasan tindakan berulang agen dapat menciptakan struktur berkaitan
dengan kesadaran manusia. Giddens membagi kesadaran manusia dalam tiga bentuk,
yaitu unconsciousness motives, practical consciousness, dan discursive consciousness
Motivasi tidak sadar (unconsciousness motives) berkaitan dengan keinginan atau
kebutuhan yang berpotensi mengarahkan tindakan, tapi bukan tujuan asli dari
tindakan itu sendiri (Priyono, 2002). Hampir tidak pernah kita mengenakan seragam
kesekolah dengan motivasi untuk menyeragamkan diri kita dengan siswa lain.
Tindakan berulang mengenakan seragam setiap hari, dapat mempengaruhi kesadaran
kita mengenai tindakan menggunakan seragam kesekolah. Motivasi menggunakan
seragam bisa keluar dari tujuan penggunaan seragam yang semestinya. Motivasi tak
sadar yang terbentuk ini akan menciptakan struktur dalam sekolah mengenai
penggunaan seragam.