Anda di halaman 1dari 22

MOCHAMAD ARYA SURYA LAKSANA

1188020118

MANAJEMEN 4D

A. TEORI EVOLUSI

Evolusi budaya merupakan suatu proses evolusi atau proses perubahan budaya
yang terjadi hingga saat ini. Kita bisa mengamati bagaimana fakta akan evolusi
tersebut dalam banyak hal, seperti dalam bahasa, gaya hidup hingga ke dinamika
dalam sistem ekonomi.

Evolusi dapat didefinisikan sebagai urutan temporal bentuk: satu bentuk tumbuh
dari bentuk lain; budaya berkembang dari satu tahap ke tahap lainnya. Dalam proses
ini waktu adalah sebagai faktor integral seperti perubahan bentuk. Proses evolusionis
bersifat irreversible dan non-repetitive .... Proses evolusionis seperti proses historis,
atau difusionis, dalam arti keduanya tempora ~ dan karenanya tidak dapat dibalikkan
dan tidak berulang. Tetapi mereka berbeda bahwa yang pertama bersifat nomotetis,
sedangkan yang kedua bersifat idiografis .... Yang pasti, proses evolusionis selalu
terjadi di suatu tempat dan dalam kontinum temporal, tetapi waktu dan tempat
tertentu tidak signifikan. Ini adalah urutan temporal dari bentuk-bentuk yang
diperhitungkan. (white) 12

Teori evolusi menggambarkan bahwa perubahan kebudayaan terjadi secara


perlahan-lahan dan bertahap. Setiap masyarakat mengalami proses evolusi yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, masing-masing masyarakat menunjukkan kebudayaan
yang berbeda-beda. Salah satu masyarakat dikenal telah maju, sedangkan masyarakat
yang lain masih dianggap atau tergolong sebagai masyarakat yang belum maju.
Dalam teori evolusi, kemudian dibagi menjadi dua:
a. Teori Evolusi Universal

Sebuah kebudayaan yang ada dalam sebuah komunitas masyarakat manusia


adalah dampak atau hasil hasil dari pemakaian atau penggunaan energi dan teknologi
yang mereka gunakan dalam kehidupan mereka pada fase-fase perkembangannya.

b. Teori Evolusi Multilinier

Menurut teori multilinier, terjadinya evolusi kebudayaan berhubungan erat


dengan kondisi lingkungan, dimana setiap kebudayaan memiliki culture core, berupa
teknologi dan organisasi kerja. Dengan demikian, terjadinya evolusi dalam sebuah
kebudayaan ditentukan oleh adanya interaksi yang terjalin antara kebudayaan tersebut
dengan lingkungan yang ada di dalamnya.

B. TEORI KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL

Konstruksi sosial menggambarkan proses di mana melalui tindakan dan interaksi,


manusia menciptakan secara terusmenerus suatu kenyataan yang dimiliki bersama
yang dialami secara faktual objektif dan penuh arti secara subjektif.
Berber dan luckmann memandang masyarakat sebagai proses yang berlangsung
dalam tiga momen dialektis yang simultan, yaitu ekternalisasi, Objektivasi,
Internalisasi.
a. Ekternalisasi
Secara sederhana momen eksternalisasi dapat dipahami sebagai proses
visualisasi atau verbalisasi pikiran dari dimensi batiniah ke dimensi lahiriah.
Eksternalisasi merupakan proses pengeluaran gagasan dari dunia ide ke dunia
nyata. Dalam momen eksternalisasi, realitas sosial ditarik keluar individu.
Didalam momen ini, realitas sosial berupa proses adaptasi dengan teks- teks
suci, kesepakatan ulama, hukum, norma, nilai dan sebagainya, yang hal itu
berada diluar diri manusia. sehingga dalam proses konstruksi sosial
melibatkan momen adaptasi diri atau diadaptasikan antara teks tersebut
dengan dunia sosio-kultural. Adaptasi tersebut dapat melalui bahasa, tindakan
dan pentradisian yang dalam khazanah ilmu sosial disebut interpretasi atas
teks atau dogma. Karena adaptasi merupakan proses penyesuaian berdasar
atas penafsiran, maka sangat dimungkinkan terjadinya variasi-variasi adaptasi
dan hasil adaptasi atau tindakan pada masing-masing individu
b. Objektivasi
Obyektivasi ialah proses mengkristalkan kedalam pikiran tentang
suatu obyek, atau segala bentuk eksternalisasi yang telah dilakukan dilihat
kembali pada kenyataan di lingkungan secara obyektif. Jadi dalam hal ini bisa
terjadi pemaknaan baru ataupun pemaknaan tambahan. proses objektivasi
merupakan momen interaksi antara dua realitas yang terpisahkan satu sama
lain, manusia disatu sisi dan realitas sosio kultural disisi lain. kedua entitas
yang seolah terpisah ini kemudian membentuk jaringan interaksi
intersubyektif. Momen ini merupakan hasil dari kenyataan eksternalisasi yang
kemudian mengejawantah sebagai suatu kenyataan objektif yang sui generis,
unik.
c. Internalisasi.
Internalisasi adalah individu-individu sebagai kenyataan subyektif
menafsirkan realitas obyektif. Pada momen ini, individu akan menyerap
segala hal yang bersifat obyektif dan kemudian akan direalisasikan secara
subyektif. Internalisasi ini berlangsung seumur hidup seorang individu dengan
melakukan sosialisasi. Pada proses internalisasi, setiap indvidu berbeda-beda
dalam dimensi penyerapan. Ada yang lebih menyerap aspek ekstern, ada
juga juga yang lebih menyerap bagian intern. Selain itu, proses internalisasi
dapat diperoleh individu melalui proses sosialisasi primer dan sekunder.
Soaialisasi Primer merupakan sosialisasi awal yang dialami individu masa
kecil, disaat ia diperkenalkan dengan dunia sosial pada individu. Sosialisasi
sekunder dialami individu pada usia dewasa dan memasuki dunia publik,
dunia pekerjaan dalam lingkungan yang lebih luas. Sosialisasi primer
biasanya sosialisasi yang paling penting bagi individu, dan bahwa semua
struktur dasar dari proses sosialisasi sekunder harus mempunyai kemiripan
dengan struktur dasar sosialisasi primer.

Dua istilah dalam sosiologi pengetahuan Berger adalah kenyataan dan


pengetahuan. Berger dan Luckmann mulai menjelaskan realitas sosial dengan
memisahkan pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Sedangkan pengetahuan
didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan memiliki
karakteristik yang spesifik. Menurut Berger dan Luckmann, terdapat dua obyek
pokok realitas yang berkenaan dengan pengetahuan, yakni realitas subyektif dan
realitas obyektif.

C. TEORI PILIHAN RASIONAL


Rasionalitas adalah cara berpikir menggunakan akal dalam
mempertimbangkan sesuatu. Kunci utama dalam pemikiran Weber adalah rasionalitas
tersebut. Weber menjabarkan bagaimana rasionalitas dapat menjadi sebuah tindakan
sosial dalam memberi pertimbangan dalam memilih sesuatu tindakan. Dalam teori
pilihan rasional sendiri menurut coleman bahwa yang memainkan peranan penting
dalam pilihan rasional adalah aktor dan sumber daya. Aktor memainkan peranan
penting dalam hal sumber daya. Sumber daya ini diperlukan oleh orang-orang
sehingga terjadi suatu hubungan saling menguntungkan diantara keduanya. Dalam
teori pilihan rasionalitas, agama dilihat dari perspektif ekonomi. Dimana agama
berada dalam posisi untuk memperebutkan massa sebanyak-banyak mungkin.
Disinilah aktor memainkan peranan penting dalam memberikan sumber daya yang
dapat menarik banyak massa dengan memberikan penawaran-penawaran menarik
terkait dengan kehidupan. dapat dikatakan juga bahwa sistim ini seperti sebuah pasar
agama. Di mana ketika sebuah agama dapat memberikan sebuah penawaran yang
menarik diantara agama lain, maka agama tersebut akan mendapatkan massa yang
lebih banyak.
Mengapa orang beragama menurut teori pilihan rasional? Maka dapat
dikatakan bahwa orang-orang berperilaku keagamaan karena ada aktor yang
meminkan peranan penting dalam memberikan pengharapan-pengharapan kepada
manusia melalui sumberdaya. Sumber daya itu sendiri adalah agama. Dengan
memberikan pengharapan-pengharapan pasti yang ada dalam agama, maka manusia
mulai tertarik dengan agama karena manusia berpikir kalau agama dapat memberikan
suatu harapan yang pasti. Hal inilah yang membuat orang-orang tertarik dengan
agama.

D. TEORI STRUKTURALISME
Teori Strukturalisme termasuk teori Sosiologi Modern dan juga Post Modern,
karena dalam perkembangannya, teori ini terus dikembangkan dan menjadi teori Post
Strukturalisme. Walaupun teori ini jelas memusatkan perhatiannya pada struktur,
tetapi tidak sepenuhnya sama dengan struktur yang menjadi sasaran perhatian teoritisi
Fungsionalisme Struktural (salah satu teori Sosiologi klasik). Perbedaanya pada
tekanannya, yaitu Fungsionalisme Struktural memusatkan perhatiannya pada struktur
sosial, sedangkan Teori Strukturalisme memusatkan pada struktur linguistik (Ritzer,
2004 : 603).
Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai
pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur
yang sama dan tetap.
Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek
melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh
waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui
pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu
obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat) (Bagus,
1996: 1040)
Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam
memajukan studi interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam
mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi
metode struktural dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang
sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis.
Strukturalisme termasuk dalam teori kebudayaan yang idealistik karena
strukturalisme mengkaji pikiran-pikiran yang terjadi dalam diri manusia.
Strukturalisme menganalisa proses berfikir manusia dari mulai konsep hingga
munculnya simbol-simbol atau tanda-tanda (termasuk didalmnya upacara-upacara,
tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya) sehingga membentuk sistem bahasa. Bahasa
yang diungkapkan dalam percakapan sehari-hari juga mengenai proses kehidupan
yang ada dalam kehidupan manusia, dianalisa berdasarkan strukturnya melalui
petanda dan penanda, langue dan parole, sintagmatik dan paradikmatik serta
diakronis dan sinkronis. Semua relaitas sosial dapat dianalisa berdasarkan analisa
struktural yang tidak terlepas dari kebahasaan.
Dengan adanya perbedaan pendapat dalam teori strukturalisme sendiri dapat
dibagi menjadi tiga jenis yaitu strukturalisme formalis , strukturalisme genetik,
strukturalisme dinamik yang pada dasarnya secara global strukturalisme menganut
paham penulis paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Sausessure, yang
memunculkan konsep bentuk dan makna ( sign and meaning). Pemikiran mengenai
teori strukturalisme berbeda-beda akan tetapi semua pemikiran strukturalisme dapat
dipersatukan dengan adanya pembaruan dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh
Ferdinand de Saussure.
Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk (form) dan isi
(cntent) atau makna (significante) yang otonom. Artinya pemahaman karya sastra
dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman harus mampu
mengaitkan kebertautan antar unsur pembangun karya sastra. Kebertautan unsur itu
akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang
oleh kaum strukturalisme.

E. TEORI KONFLIK

Teori konflik yang muncul pada abad ke sembilan belas dan dua puluh dapat
dimengerti sebagai respon dari lahirnya dual revolution, yaitu demokratisasi dan
industrialisasi, sehingga kemunculan sosiologi konflik modern, di Amerika
khususnya, merupakan pengikutan, atau akibat dari, realitas konflik dalam
masyarakat Amerika (Mc Quarrie, 1995: 65). Selain itu teori sosiologi konflik adalah
alternatif dari ketidakpuasaan terhadap analisis fungsionalisme struktural Talcot
Parsons dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan paham konsensus
dan integralistiknya.
Perspektif konflik dapat dilacak melalui pemikiran tokoh-tokoh klasik seperti
Karl Marx (1818-1883), Emile Durkheim (1879-1912), Max Weber (1864-1920),
sampai George Simmel (1858-1918). Keempat pemikiran ini memberi kontribusi
sangat besar terhadap perkembangan analisis konflik kontemporer. Satu pemikiran
besar lainnya, yaitu Ibnu Khouldoun sesungguhnya juga berkontribusi terhadap teori
konflik. Teori konflik Khouldun bahkan merupakan satu analisis komprehensive
mengenai horisontal dan vertikal konflik.
Marx adalah satu tokoh yang pemikirannya mewarnai sangat jelas dalam
perkembangan ilmu sosial. Pemikiran Marx berangkat dari filsafat dialektika Hegel.
Hanya saja ia menggantikan dialektika ideal menjadi dialektika material, yang
diambil dari filsafat Fuerbach, sehingga sejarah merupakan proses perubahan terus
menerus secara material. Sebagaimana dijelaskan Cambell dalam Tujuh Teori Sosial
(1994), bahwa Marx menciptakan tradisi materialisme historis yang menjelaskan
proses dialektika sosial masyarakat, penghancuran dan penguasaan secara bergilir
kekuatan-kekuatan ekonomis, dari masyarakat komunis primitif kepada feodalisme,
berlanjut ke kapitalisme, dan terakhir adalah masyarakat komunis.
Berkaitan dengan konflik, Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang
masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara
panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke 19 di
Eropa dimana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja
miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial
hirarkhis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi
kapitalis. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis, false
consiousness, dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan
dan cita-cita akhirat. Dengan ini Marx mejadi orang yang tidak tertarik pada agama
karena itu candu yang mengantar manusia pada halusinasi kosong dan menipu, untuk
itulah komunisme selalu diintepretasikan dengan politik anti Tuhan (atheisme).
Teori konflik Karl Marx didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi
sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Kelompok yang memiliki
sarana produksi (borjuis) dan kelompok pekerja miskin (proletar) Karl Marx
berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam satu individu-
individu yang sama.
Konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. Coser
sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam
pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya
dapat memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan
bahwa ketiadaan konflik sebagai indicator dari kekuatan dan kestabilan suatu
hubungan.
Menurut Dahrendorf hubungan- hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan
dan atasan menyediakan rasti bagi kelahiran kelas. Dahrendorf mengakui terdapat
perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan
dominasi itu dapat terjadi secara statis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas
sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai.

F. TEORI INTERAKSI SIMBOLIK


Sejarah Teori Interaksi Simbolik tidak bisa dilepaskan dari pemikiran George
Harbert Mead (1863-1931). Mead dilahirkan di Hadley, satu kota kecil di
Massachusetts. Karir Mead berawal saat beliau menjadi seorang professor di kampus
Oberlin, Ohio, kemudian Mead berpindah pindah mengajar dari satu kampus ke
kampus lain, sampai akhirnya saat beliau di undang untuk pindah dari Universitas
Michigan ke Universitas Chicago oleh John Dewey.
Generasi setelah Mead merupakan awal perkembangan interaksi simbolik, dimana
pada saat itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi dua Mahzab (School), dimana
kedua mahzab tersebut berbeda dalam hal metodologi, yaitu (1) Mahzab Chicago
(Chicago School) yang dipelopori oleh Herbert Blumer, dan (2) Mahzab Iowa (Iowa
School) yang dipelopori oleh Manfred Kuhn dan Kimball Young (Rogers. 1994:
171).
Mahzab Chicago yang dipelopori oleh Herbert Blumer. Blumer melanjutkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Mead. Blumer melakukan pendekatan kualitatif,
dimana meyakini bahwa studi tentang manusia tidak bisa disamakan dengan studi
terhadap benda mati, dan para pemikir yang ada di dalam mahzab Chicago banyak
melakukan pendekatan interpretif berdasarkan rintisan pikiran George Harbert Mead.
Mahzab Iowa dipelopori oleh Manford kuhn dan mahasiswanya (1950-1960an).
Kuhn yakin bahwa konsep interaksi simbolik dapat dioprasionalisasi, dikuantifikasi,
dan diuji. Mahzab ini mengembangkan beberapa cara pandang yang baru mengenai
konsep diri.
Mahzab Iowa baru dipelopori oleh Carl Couch, dimana pendekatan yang
dilakukan mengenai suatu studi tentang interaksi struktur tingkah laku yang
terkoordinir, dengan menggunakan sederetan peristiwa yang direkam dengan
rekaman video (video tape).
Ralph LoRossa dan Donald C.Reitzes (1993) telah mempelajari Teori Interaksi
Simbolik yang berhubungan dengan kajian mengenai keluarga. Mereka mengatakan
bahwa tujuh asumsi mendasar SI (Social Interaction Theory) dan bahwa asumsi-
asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar :
 Pentingnya makna bagi perilaku manusia
 Pentingnya konsep mengenai diri
 Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) interaksi simbolik pada
intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana
manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana
cara dunia membentuk perilaku manusia. Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar
dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri
(Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk
memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana
individu tersebut menetap.

G. TEORI EKONOMI LIBERAL


Ekonomi liberal adalah teori ekonomi yang diuraikan oleh tokoh-tokoh penemu
ekonomi klasik seperti Adam Smith atau French Physiocrats. Sistem ekonomi klasik
tersebut mempunyai kaitannya dengan "kebebasan (proses) alami" yang dipahami
oleh sementara tokoh-tokoh ekonomi sebagai ekonomi liberal klasik. Meskipun
demikian, Smith tidak pernah menggunakan penamaan paham tersebut sedangkan
konsep kebijakan dari ekonomi (globalisasi) liberal ialah sistem ekonomi bergerak
kearah menuju pasar bebas dan sistem ekonomi berpaham perdagangan bebas dalam
era globalisasi yang bertujuan menghilangkan kebijakan ekonomi proteksionisme.
Garis berpaham ekonomi liberal telah pernah dipraktikan oleh sekolah-sekolah di
Austria dengan berupa demokrasi di masyarakat yang terbuka. Paham liberali
kebanyakan digunakan oleh negara-negara di benua Eropa dan Amerika Serikat
Amerika. Seperti halnya di Amerika Serikat, paham liberal dikenali dengan sebutan
mild leftism estabilished.
Sistem ekonomi liberal klasik adalah suatu filosofi perekonomian kebebasan
individu.Teori itu juga bersifat membebaskan individu untuk bertindak sesuka hati
sesuai kepentingan dirinya sendiri dan membiarkan semua individu untuk melakukan
pekerjaan tanpa pembatasan yang nantinya dituntut untuk menghasilkan suatu hasil
yang terbaik, yang cateris paribus, atau dengan kata lain, menyajikan suatu benda
dengan batas minimum dapat diminati dan disukai oleh masyarakat (konsumen).
Ekonomi liberal memiliki ciri ciri sebagai berikut:
• Semua sumber produksi adalah milik masyarakat individu.
• Masyarakat diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi.
• Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan
ekonomi.
• Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber
daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh).
• Timbul persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan.
• Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar.
• Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonomi.
• Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.
Kelebihan ekonomi liberal
 Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan
ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah/komando
dari pemerintah.
 Setiap individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi, yang
nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.
 Timbul persaingan semangat untuk maju dari masyarakat.
 Menghasilkan barang-barang bermutu tinggi, karena adanya persaingan
semangat antar masyarakat.
 Efisiensi dan efektivitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan
motif mencari keuntungan.
Kekurangan ekonomi liberal
 Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat bilamana birokratnya korup.
 Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
 Banyak terjadinya monopoli masyarakat.
 Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi
sumber daya oleh individu.
 Pemerataan pendapatan sulit dilakukan karena persaingan bebas tersebut.

H. TRIAS POLITICA TEORI


Trias politika adalah suatu faham kekuasaan yang digulirkan filsuf, konsep
tersebut untuk pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan
Montesquieu (1684-1755) yang terdiri dari 3 bagian, yaitu legislatif, eksekutif dan
yudikatif.
Di era modern ini, dapat terlihat bahwa teori pemisahan kekuasaan yang
diungkapkan oleh Montesquieu lah yang diterima. Pasalnya, Montesquieu tidak
menggunggulkan posisi satu lembaga. Ketiga lembaga negara yang menjalankan
fungsi yang berbeda, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif bekerja secara terpisah
dan melakukan kontrol satu dan lainnya dengan check and balance.
Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di
masa kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia),
House of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris).
Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan
secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.
Melalui apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al,
termasuk beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking,
Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, dan
Representation.
Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat
oleh Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of
state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat,
Dispenser of appointments, dan Chief legislators.
Eksekutif di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana
Menteri. Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana
Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan
seorang Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang
bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan
memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian
konflik, dan sejenisnya
Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun
memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa
dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense,
misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak);
Constitution law (masalah seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum
yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian internasional).
Lembaga legislatif diharapkan dapat menghasilkan hukum dan kebijakan yang
sesuai dengan rakyat. Lembaga legislatif dengan klaim wakil rakyat akan
mengkoreksi kebijakan pemerintah. Lembaga eksekutif akan memperhatikan rakyat
sepenuhnya, karena jika tidak, rakyat tidak akan memilih mereka.lembaga yudikatif
pun diharapkan mandiri dan independen untuk mengadili pelanggaran hukum yang
terjadi.
Tetapi dalam penerapannya di Indonesia tidak berjalan seuai dengan yang
diharapkan, karena system KKN yang mendarah daging di Indonesia sehingga
diharuskannya menambah lembaga untuk mengontrol keadaan tersebut.

I. TEORI ETNOSENTRISME
Etnosentrisme adalah doktrin sosial yang universal yang menyatakan bahwa
kultur atau masyarakatnya sendiri sebagai kultur atau masyarakat yang unggul di atas
yang lain (dalam buku Makrososiologi, 2000: 620). Ada penekanan yang terjadi pada
dirinya sendiri bahwa “kelompok (etnis) saya adalah yang terbaik dari kelompok
yang lain”. Summer (1940) mendefinisikan etnosentrisme sebagai “suatu sudut
pandang yang menempatkan kelompok sendiri di atas segala-galanya dan yang
menilai kelompok lain dengan memakai kelompok sendiri sebagai acuan” (Kamanto
Sunarto, 2004: 147). Etnosentrisme tidak akan terjadi apabila adanya toleransi antar
masyarakat dengan menyeimbangkan kebudayaan kelompoknya sendiri dengan
kelompok yang lain.

Samovar dkk, berpandangan bahwa etnosentrisme memiliki tiga tingkatan, yaitu


tingkatan positif, tingkatan negatif, dan tingkatan sangat negatif (Rini Darmastuti,
2013: 73). Pandangan yang positif, merupakan kepercayaan (paling tidak menurut
kita sendiri) bahwa budaya kita lebih baik dari budaya lain. Pandangan yang negatif,
seringkali kita melakukan evaluasi secara sebagian. Seringkali kita percaya bahwa
budaya kita merupakan pusat dari segalanya dan budaya lain harus dinilai dan diukur
sesuai dengan standar budaya kita. Pandangan yang terakhir dari etnosentrisme
adalah sangat negatif. Tingkat terakhir etnosentrisme jenis ini bukan hanya melihat
budaya kita yang paling bagus dan paling benar, tetapi juga menganggap bahwa
budaya kita yang paling berkuasa.
Memiliki sifat etnosentrisme dalam diri membuat individu sulit untuk
membangun hubungan dengan individu yang memiliki perbedaan budaya, agama,
ataupun bahasa karena mereka akan cenderung bersikap egois dalam membangun
hubungan berkomunikasi dan hanya menimbulkan kesalahpahaman saat
berkomunikasi. Etnosentrisme yang dipelihara dalam diri individu dapat
menimbulkan permasalahan yang besar apabila dari diri individu tidak memiliki
kontrolnya sendiri untuk membatasi sifat etnosentris yang ada.

J. EKOLOGI PERILAKU MANUSIA

Ekologi mempelajari rumah tangga mahluk hidup (oikos), istilah yang digunakan
oleh Ernts Haeckel sejah tanhun 1869 (Odum 1983 : 2). Dan menurut Ernest Haeckle
ekologi adalah “ilmu yang mempelajari seluk beluk ekonomi alam, suatu kajian
hubungan anorganik serta lingkungan organik di sekitarnya”. Subagja dkk,
(2001:1.3). “Ekologi merupakan bagian ilmu dasar”.

Sedangkan Resosoedarmo dkk, (1985:1)“ekologi adalah ilmu yang mempelajari


hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa ekologi adalah ilmu dasar yang mempelajari tentang hubungan
timbal balik antar makhluk hidup dengan lingkungannya.

Sinekologi adalah mempelajari mahluk hidup dalam komunitasnya, artinya


ekologi yang ditujukan pada lebih satu jenis mahluk hidup, misalnya ekologi hutan,
di mana terdapat tumbuhan dari berbagai jenis, jati, rotan, karet dan segala jenis
komunitas lain yang ada di dalamnya,termasuk kijang, harimau, gajah, burung,
serangga dan sebagainya. Autokogi adalah ekologi tentang satu jenis mahluk hidup
misalnya ekologi nyamuk, ekologi manusia dan seterusnya.

Ekologi manusia adalah ilmu yang mempelajari rumah tangga manusia secara
objektif, apa adanya. Ekologi Manusia menurut para ahli :
Amos H Hawley (1950:67) dikatakan, “Ekologi manusia, dengan demikian bisa
diartikan, dalam istilah yang biasa digunakan, sebagai studi yang mempelajari
bentuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi manusia.” (Human
ecology may be defined, therefore, in terms that have already been used, as the
study of the form and the development of the community in human population).

Menurut Gerald L Young (1994:339) dikatakan, Dengan demikian ekologi


manusia, adalah suatu pandangan yang mencoba memahami keterkaitan antara
spesies manusia dan lingkungannya.” (Human ecology, then, is “an attempt to
understand the inter-relationships between the human species and its
environment).

Sebagaimana kita maklumi bahwa manusia dalam pengertian ekologi manusia


merupakan sosok yang memegang fungsi dan peranan penting dalam konteks
lingkungan hidupnya. Namun perlu diingat pula bahwa manusia secara fisik
merupakan makhluk yang lemah. Perikehidupan dan kesejahteraannya sangat
tergantung kepada komponen lain. Artinya keberhasilan manusia dalam mengelola
rumah tangganya dengan baik, ditentukan oleh berhasilnya manusia dalam mengelola
makhluk hidup lainnya secara keseluruhan dengan baik pula

Untuk memperkuat kelemahan manusia, ia diberi kelebihan akal atau alam pikiran
(noosfer). Dengan akal pikirannya manusia memiliki budaya serta dengan budayanya
(yang disebut extra somatic tool) manusia mampu menguasai dan mengalahkan
makhluk yang lebih besar dan menaklukan alam yang dahsyat.

Masalahnya apabila noosfer dengan prilakunya digunakan untuk kepentingan


kesejahteraan diri dan makhluk hidup lainnya dan didukung oleh rasa tanggung jawab
terhadap kelestarian kemampuan daya dukung lingkungannya, maka sejahteralah
manusia dan makhluk hidup lainnya. Sebaliknya, dengan noosfer (extra somatic tool)
yang dikembangkan manusia dalam mempermudah hidup dan memenuhi kebutuhan
pokok (primery biological needs) manusia dapat bersifat tamat, egois, serakah
mengeksploitasi sumber daya alam dengan semena-mena, tanpa pertimbangan
dampak yang akan terjadi kelak. Bahkan merasa dirinyalah yang paling memerlukan,
dengan memanfaatkan sumber daya alam itu yang pada gilirannya mereka terancam
hidupnya dan makhluk hidup lain, kini dan generasi mendatang.

Lingkungan hidup manusia adalah sistem kehidupan yang merupakan kesatuan


ruang dengan segenap pengada (entity), baik pengada ragawi abiotik atau benda
(materi), maupun pengada insani, biotik atau makhluk hidup termasuk manusia
dengan perilakunya, keadaan (tatanan alam baca kosmologi), daya (peluang,
tantangan dan harapan) yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Filosofi tentang lingkungan hidup adalah kecintaan, pencarian dan penerapan


kearifan (wisdom) terhadap lingkungan hidup dimana kita berada. Pengertian dan
paham apapun yang kita miliki harus diaplikasikan dengan kearifan, karena hanya
dengan kearifanlah akhirnya kita memperoleh maknanya untuk bersikap dan
berperilaku sebaik-baiknya dalam kehidupan.

Ilmu yang mengkaji tentang tempat dan peranan manusia di antara makhluk hidup
dan komponen kehidupan lainnya, dapat juga disebut ekologi terapan. Atau
mempelajari bagaimana manusia harus menempatkan dirinya dalam ekosistem atau
dalam lingkungan hidupnya.

Ilmu lingkungan diartikan pula sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara
jasad hidup (termasuk manusia) dengan lingkungannya dengan melibatkan berbagai
disiplin ilmu yang ikut menyusun sintesa terhadap ilmu lingkungan seperti sosiologi,
fisika, kimia, geografi, meteorologi, hidrologi, pertanian, kehutanan, kesehatan,
masyarakat, dan lain-lain.

Menurut Riyadi, ilmu lingkungan ialah ilmu yang mampu menerapkan berbagai
disiplin (fragmen berbagai ilmu dasar) melalui berbagai pendekatan ekologis terhadap
masalah lingkungan hidup yang diakibatkan karena aktivitas manusia sendiri. Ilmu
lingkungan lebih kepada penerapannya.

Ekologi merupakan ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organisme dan


lingkungannya. Atau ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap
jasad hidup. Ekologi dapat juga dikatakan ekonomi alam yang melakukan transaksi
dalam bentuk materi, energi dan informasi. Namun demikian manusia juga tidak
dapat terlepas dari kebutuhan materi, energi dan informasi yang terus beredar. Ruang
lingkup ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistem, hingga biosfer. ekologi
manusia, yaitu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan
lingkungan hidupnya. Sedangkan lingkungan hidup adalah segenap faktor dan
kondisi fisik, sosial dan budaya yang mempengaruhi eksistensi (keberadaan) serta
perkembangan sutu makhluk hidup atau sekumpulan makhluk.

K. TEORI STRUKTURASI

Sudah menjadi perdebatan sejak dulu mengenai mana yang lebih kuat apakah
struktur atau actor/agen. Muncul berbagai teori sosiologi yang mencoba menjawab
pertanyaan tersebut. Seakan tercipta dua kubu teori sosiologi yang tiap kubunya
mempunyai pandangan berbeda mengenai mana yang lebih kuat antara struktur dan
actor/agen. Seolah tidak mempunyai titik temu antara mana yang lebih kuat. Ada
yang melihat struktur lebih kuat lantaran struktur lebih besar dari pada actor. Lainya
melihat actor lebih kuat daripada struktur lantaran tanpa adanya actor maka struktur
tidak akan ada.

Teori structural-fungsional, teori system, dan teori lain yang perparadigma


naturalis melihat struktur lebih dominan dibandingkan actor. Dalam paradigm ini,
actor direduksi menjadi produk kekuatan social yang impersonal (struktur) yang
determinative (Lubis, 2014). Actor layaknya objek pasif yang menjalankan segala
keinginan dan sesuatu yang ingin dicapai oleh struktur. Manusia seperti boneka yang
didalangi oleh struktur.

Pada pemikiran yang berparadigma interpretative seperti hermeneutika,


fenomenologi, dan dalam teori interaksionis simbolik cenderung mengedepankan
actor sebagai sosok yang determinan. Cara pandang yang terlalu menekankan pada
actor, seolah mengabaikan peran struktur yang ada pada masyarakat. Terlampau
berfokus pada actor menyebabkan paradigm interpretative condong kearah
subjektivitas.

Anthony Giddens melihat dua kutub cara pandang yang lebih memberatkan
pada salah satu aspek tidak akan dapat menjawab fenomena social jaman sekarang
yang telah berubah. Giddens menganggap struktur dan agen layaknya sebuah koin
yang mempunyai dua sisi yang berbeda. Walaupun berbeda, akan tetapi mereka tidak
dapat dipisahkan. Teori strukturasi muncul sebagai jawaban atas perdebatan mana
yang lebih kuat antara struktur dan agen.

Teori strukturasi mencoba menjawab masalah dualitas antara agen dan


struktur yang menjadi perdebatan. Giddens melihat adanya hubungan dialektis yang
terjadi antara agen dengan struktur. Tidak ada yang lebih kuat ataupun lebih
mendominasi diantara mereka. Agen mempunyai peran penting dalam terbentuknya
struktur. Walaupun agen mempunyai peran dalam pembentukan sturtur, akan tetapi ia
tidak bebas dalam bentindak. Agen tidak sepenuhnya bebas dalam bertindak karena
struktur yang ia bentuk tadi nantinya juga akan mempengaruhi tindakan agen
berikutnya. Meskipun struktur yang telah terbentuk akhirnya juga akan
mempengaruhi agen, bukan berarti struktur lebih dominative. Agen tetap mempunyai
kebebasan dimana agen dapat merefleksikan dirinya dalam struktur yang telah
terbentuk.

Refleksi diri dalam strukturasi adalah kapasitas agen untuk menjalankan


struktur ataupun menentang struktur. Menentang disini bukan berarti melawan,
melainkan menyesuaikan struktur dengan berbagai perubahan social yang ada sesuai
dengan keadaan pada saat itu. Dengan kemampuan agen untuk merefleksi diri dalam
struktur, sebenarnya ia mempunyai dua peran dalam struktur. Selain menjalankan
struktur, agen juga mereproduksi struktur tersebut melalui releksi diri.

Posisi agen dalam strukturasi adalah subjek yang bebas. Mereka bisa
memodifikasi struktur mengikuti segala perubahan social yang ada. Ketika struktur
yang lama dirasa tidak dapat memenuhi kebutuhan agen dimasa sekarang, maka agen
dapat menggunakan kebebasanya untuk merubah setruktur. Bukan berarti strktur
yang telah dimodifikasi ini akan rusak, melainkan diperbarui dan akan diteruskan
oleh agen-agen lain dimasa mendatang selama struktur itu masih dapat menjawab
kebutuhan jaman.

Teori strukturasi tidak lepas dari dimensi historis, ruang, dan waktu. Struktur
yang terbentuk , berkaitn dengan tindakan social dari agen yang dilakukan secara
terus menerus dan rutin. Selain itu, Giddens juga memperhatikan dampak laten dari
tindakan social agen. Tindakan yang dilakukan secara terus menerus dan ajeg,
ternyata tanpa disadari dapat berdampak lebih pada masyarakat. Tindakan yang
dilakukan oleh agen tersebut, dapat menjadi standar dan patokan perilaku berikutnya.

Patokan tindakan inilah yang bisa dikatakan sebagai sebuah struktur. Giddens
melihat struktur sebagai kumpulan aturan-aturan dan sumber yang diorganisasi
sedemikian rupa secara berulang-ulang. Tindakan yang berulang tadi akan menjadi
sumber patokan tindakan bagi agen-agen berikutnya. Tindakan yang sama dilakukan
terus menerus oleh berbagai agen lintas generasi, akan menciptakan suatu struktur
dalam masyarakat. Struktur akan terus eksis hal ini berkaitan dengan sifat struktur
yang timeless ,spaceless dan virtual/abstract. Struktur seperti gambaran ideal akan
sesuatu hal. Selama masih dianggap sesuai dengan keadaan zaman, maka struktur
tersebut akan tetap eksis, apabila tidak, struktur akan terus direproduksi oleh agen.
Penjelasan tindakan berulang agen dapat menciptakan struktur berkaitan
dengan kesadaran manusia. Giddens membagi kesadaran manusia dalam tiga bentuk,
yaitu unconsciousness motives, practical consciousness, dan discursive consciousness
Motivasi tidak sadar (unconsciousness motives) berkaitan dengan keinginan atau
kebutuhan yang berpotensi mengarahkan tindakan, tapi bukan tujuan asli dari
tindakan itu sendiri (Priyono, 2002). Hampir tidak pernah kita mengenakan seragam
kesekolah dengan motivasi untuk menyeragamkan diri kita dengan siswa lain.
Tindakan berulang mengenakan seragam setiap hari, dapat mempengaruhi kesadaran
kita mengenai tindakan menggunakan seragam kesekolah. Motivasi menggunakan
seragam bisa keluar dari tujuan penggunaan seragam yang semestinya. Motivasi tak
sadar yang terbentuk ini akan menciptakan struktur dalam sekolah mengenai
penggunaan seragam.

Berbeda dengan diskursif consciousness ( kesadaran diskursif) . kesadaran


diskursif berkaitan dengan kapasitas kemampuan pikiran rasional kita untuk
menjelaskan tindakan yang manusia lakukan. Ketika kita ditanya alasan mengenakan
seragam kesekolah, kita bisa menjawab karena apabila tidak memakainya, maka akan
dianggap melanggar aturan. Ketika rasionalitas dapat dipakai untuk menjelaskan
suatu tindakan, maka tindakan dapat dilakukan terus menerus dan mendukung
terciptanya struktur.

Terakhir adalah practical consciousness ( kesadaran praktis). Kesadaran ini


berkaitan dengan tindakan berulang yang menciptakan kesadaran yang secara praktis
melekat pada manusia dan dapat diterima tanpa perlu adanya penjelasan. Tindakan
yang dilakukan terus menerus dapat memicu tindakan yang sama pada manusia lain
tanpa perlu mengetahui mengapa tindakan itu dilakukan. Masih berkaitan dengan
seragam sekolah, kesadaran praktis adalah ketika kita mengenakan seragam lantaran
teman-teman yang lain juga menggunakanya. Kesadaran praktis ada untuk menjawab
kebutuhan identitas ketika tidak ada alasan yang jelas untuk melakukan tindakan
tersebut.
Dari uraian diatas, kita telah mengetahui bahwa agen dan struktur sebenarnya
saling melengkapi. Mereka layaknya koin dengan dua sisi yang berbeda. Struktur dan
agen bukanlah komponen yang saling bertentangan, melainkan komponen yang
saling mempengaruhi melalui hubungan yang dialektis.

Anda mungkin juga menyukai