Anda di halaman 1dari 7

Kelompok 2

Nama Anggota :

1. Hikmatul Maghfiroh (15)


2. Lisa Febiana Lestari (18)
3. M. Naufal Fahmi Idris (22)
4. M. Yiko Satriawibawa ()

Kerajaan Aceh

Ketika awal kedatangan Bangsa Portugis di Indonesia tepatnya di Sumatra, terdapat dua
pelabuhan dagang yang besar sebagai tempat transit para saudagar luar negeri, yakni Pasai dan
Pedir. Aceh berdiri pada abad ke-16, dimana jalur pedagangan yang semula melewati laut merah
diganti melewati Tanjung harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan besar bagi
perdagangan Samudera Hindia, khususnya Kerajaan Aceh.

Pada saat itu Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kerajaan Aceh
mulai melakukan peperangan untuk memperluas wilayahnya serta untuk melepaskan diri dari
belenggu penjajahan Bangsa Portugis. Sultan Ali Mughayat syah menyusun strategi untuk
melakukan penyerangan di wilayah sekitarnya.

Sultan Ali :”Kita harus memperluas wilayah kita patih. Kita harus menyusun strategi
untuk menyerang kerajaan sekitar kita.”

Patih sultan ali :”Baiklah baginda raja, hamba akan mengumpulkan semua prajurit dan
mempersiapkan keperluan untuk perang.”

Sultan Ali :”Siapkan dengan segera, kita akan menyerang kerajaan Pedir dan
Samudera Pasai.”

Patih sultan ali :”baik baginda saya akan mempersiapkan dengan matang-matang.”

Pada tahun 1524 Sultan Ali berhasil menaklukan Pedir dan Samuderai Pasai. Setelah
mengalahkan Pedir dan Samuderai Pasai Sultan Ali kembali menyusun strategi untuk menyerang
Malaka yang dikuasai oleh bangsa Portugis.

Patih sultan ali :”baginda kita harus menyerang Malaka segera sebelum bangsa Portugis
menguasai semua wilayah sekitar kerajaan kita.”

Sultan Ali :”baiklah cepat siapkan kapal untuk berlayar ke Malaka, atur strategi
segera kita harus mengalahkan Portugis dengan segera.”

Ketika perjalanan menuju Malaka, awak kapal berhenti sejenak di sebuah kota, disana mereka
dijamu dan dihibur rakyat sekitar.
Rakyat portugis :”Kemana tujuan kisana dengan banyak prajurit?”

Awak kapal :”Saya akan pergi ke Malaka untuk menyerangnya, kerajaan kami akan
mengalahkan bangsa Portugis.”

Rakyat portugis :”Ohh terima kasih atas informasinya.”

Ternyata rakyat tersebut adalah rakyat Portugis. Awak kapal tersebut tidak mengetahuinya. Lalu
rakyat tersebut melaporkannya kepada Gubernur Portugis.

Rakyat portugis :”Maaf gubernur, ada kerajaan Aceh yang menuju kemari yang ingin
menyerang Malaka.”

Gubernur portugis :”Dimana mereka sekarang?”

Rakyat portugis :”Sekarang mereka ada di kota kami gubernur.”

Gubernur portugis :”Kirim pasukan untuk menghalangi pasukan kerajaan Aceh.”

Rakyat portugis :”Baik gubernur.”

Rencana kerjaan Aceh menyerang Malaka gagal, karena awak kapal tak sengaja membeberkan
rencananya. Sultan Ali terus menerus mencari cara untuk memperluas dan dan mengusir bangsa
Portugis. Dengan semua perlawanan tersebut kerajaan aceh berhasil merebut benteng yang
terletak di Pasai.

Hingga akhirnya sultan Ali Mughayat Syah meninggal pada tahun 1528 karena diracuni istrinya
karena membalas perlakuannya terhadap saudara laki-lakinya, Sultan Daya. Dan digantikan oleh
Sultan Alauddin Syah yang merupakan anak sulung dari Sultan Ali Mughayat Syah. Dia juga
berusaha menyerang Malaka pada tahun 1537, tetapi usahanya gagal. Ia mencoba menyerang
Malaka hingga dua kali, yaitu tahun 1547 dan 1568 tetapi tetap gagal. Sultan Alauddin Syah
mulai memerintahkan orang-orang Aru untuk menyelesaikan sebuah kapal untuknya, namun hal
itu tidak dilaksanakan sebagaimana. Orang-orang Aru telah berkomplot dengan Johor untuk
melawan kekuasaan sultan atas wilayahnya.

Sultan Alauddin :”Ternyata Aru berkomplotan dengan kerajaan Johor. Kita tidak bisa
tinggal diam kita harus menyiapkan armada perang untuk
menghukum Aru.”

Patih sultan alauddin :”Baik sultan saya akan menyiapkan armada dengan segera.”

Berangkatlah sultan Alauddin dan para prajuritnya menyerang Aru dan menangkap Sultan Johor.

Sultan Alauddin :”Sultan Johor sebaiknya kau menyerah saja, jangan kamu bujuk Aru lagi
untuk berkompromi denganmu. Prajurit tangkap dia.”
Sultan johor akhirnya ditangkap dan Sultan Alauddin berhasil menaklukan Aru. Hingga akhirnya
Sultan Alaudin wafat tanggal 28 september 1571 dan digantikan oleh Sultan Ali Ri’ayat Syah.
Hubungan dengan Portugis yang berkedudukan di Melaka telah memburuk sejak tahun 1600.
Pihak berwenang Portugis khawatir bahwa Aceh telah membuka hubungan dagang
dengan Perusahaan Hindia Timur Belanda.

Gubernur Portugis :”Keadaaan yang buruk, aku khawatir bahwa kerajaan aceh telah
membuka hubungan dagang dengan Perusahaan Hindia Timur Belanda.”

Patih Portugis :”Gawat sekali ini raja sebaiknya kita cari cara lain untuk
menghancurkannya.”

Gubernur Portugis :”Jangan langsung menyerangnya, kita pakai cara halus saja. Kita coba
membujuk Sultan Ali Ri’ayat untuk mengizinkan kita membangun
benteng strategis di muara Krueng Aceh.”

Patih Portugis :”Ya sudah ayo kita coba, besok saya akan mengantar baginda.”

Keesokan harinya gubernur portugis bersama patihnya pergi ke Kerajaan Aceh untuk meminta
izin kepada Sultan Ali Ri’ayat.

Prajurit Sultan Ali Ri’ayat :”Sultan ada gubernur dari portugis ingin menemui sultan.”

Sultan Ali Ri’ayat :”Suruh ke sini saja.”

Prajurit Sultan Ali Ri’ayat :”Baiklah sultan.”

Sultan Ali Ri’ayat :”Ada perlu apa kamu kesini?”

Gubernur portugis :”Saya mau meminta izin untuk mendirikan benteng strategi
sultan.”

Sultan Ali Ri’ayat :”Maaf saya sangat tidak mengizinkan itu. Saya tidak bisa percaya
dengan mu.”

Sementara hubungan itu memburuk Aceh bahkan mengirimkan perutusan diplomatik atas nama
sultan kepada Belanda,

Sultan Ali Ri’ayat :”tolong kirimkan utusan diplomatic atas nama sultan kepada
Belanda.”

Patih Sultan Ali Ri’ayat :”Baiklah sultan.”

Perutusan diplomatic pun dikirimkan. Utusan diplomatic menemui Belanda.


Utusan diplomatic :”Saya kesini atas nama sultan Ali bertujuan untuk menegosiasikan
hubungan dagang dengan Belanda.”

Pangeran Maurits :”saya akan menerima keputusan Sultan Ali Ri’ayat dengan senang hati,
saya juga akan menerima negosiasi sultan tentang hubungan
dagang dengan kami.”

Utusan diplomatic :”Terima kasih banyak pangeran, saya akan menyampaikan ini kepada
Sultan Ali.”

Pangeran Maurits :”Baiklah.”

Portugis melihat perihal membaiknya hubungan Aceh-Belanda itu sebagai ancaman bagi
kepentingan mereka di Selat Malaka. Pada tahun 1606 Portugis mengerahkan 14 galias, 4 kapal
perang layar dan beberapa kapal pengangkut prajurit dibawah komando Viceroy Martim Afonso
de Castro.

Viceroy :”Tolong kirimkan prajurit ke darat untuk menemui Sultan Ali. Sampaikan
bahwa portugis akan datang, untuk memaksa sultan menyerahkan sebuah benteng pertahanan.”

Patih portugis :”Baiklah.”

Portugis mengirim utusan kedarat dan melakukan pembicaraan dengan sultan namun gagal.
Akibatnya pecah pertempuran.

Patih portugis :”Maaf, kami gagal menemui sultan. Banyak halangan untuk
menemuinya.”

Viceroy :”Kalau begitu kita lansung menyerang kerajaan Aceh saja. Siapkan
pasukan untuk berperang.”

Patih portugis :”Baik, saya akan melakukannya.”

Pertempuran pun terjadi.

Viceroy :”Ayo serang.”

Suasana pun berkecamuk.

Sultan Ali Ri’ayat :”Ini ada apa kenapa portugis tiba-tiba menyerang.”

Prajurit sultan ali ri’ayat :”Viceroy tidak terima dengan penolakan sultan atas
izinnya untuk membangun benteng pertahanan.”

Sultan Ali Ri’ayat :”Ya sudah kita hadapi saja mereka.”


Perang pun berlangsung. Aceh yang tidak siap menyambut serangan ini bisa dikalahkan dan
dipaksa menyerahkan sebuah benteng pertahanan ketangan Portugis. Akhirnya Sultan Ali
menyerahkan muara Krueng Aceh untuk benteng pertahanan Portugis. Sultan Ali mencoba untuk
menyingkirkan Portugis dari Malaka tetapi tencana itu gagal, samapi dua kali tetap saja gagal.
Hingga akhirnya ia tewas pada tahun 1579.

Kerajaan Aceh mulai mengalami masa kejayaan pada masa Sultan Iskandar Muda. kerajaan
Aceh ini memiliki kemegahan yaitu seperti kemampuannya dalam mengembangkan pola dan
system pendidikan militer, perjuangannya yang takterkalahkan dalam mengusir penjajahan dan
imperialism bangsa barat dari tanah serambi Makkah. Kemudian Sultan Ali dibantu dengan
Patihnya akan menyusun system pemerintahan di kerajaan Aceh ini.

Sultan Ali Ri’ayat : “Patih kita harus menyusun sistem pemerintahan kerajaan ini.”

Patih Sultan Ali Ri’ayat : “ Baiklah Sultan, apa yang akan Sultan lakukan untuk menyusun
sistem pemerintahan dikerajaan ini?”

Sultan Ali Ri’ayat : “Kita akan membuat pusat pengkajian untuk ilmu-ilmu pengetahuan.”

Patih Sultan Ali Ri’ayat : “ Baiklah Sultan akan saya bantu.”

Kemudianpenyusunan sistem pemerintahan ini berjalan dengan lancar.Sistem pemerintahan


sudah berjalan dengan teratur, memilikipusatpengkajianilmu-ilmupengetahuan yang
berkembangpesatdanmemilikikemampuandalamhalhubungandiplomatikdengannegara lain.

Pada awalnya Belanda menggunakan ancaman diplomatik, namun cara ini gagal. Lantas
pecahlah perang yang disebut perang Aceh.Pada tahun 1873-1874 terjadi Perang Aceh pertama
kali yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Syah melawan Belanda yang dipimpin oleh
Kohler.

Panglima Polim : “ Apa yang anda inginkan dari peperangan ini?”

Kohler : “ Saya ingin merebut kerajaan ini.”

Sultan Syah : “ Baiklah, tetapi kita harus perang dengan cara yang sehat.”

Kohler : “ Baik, akan saya lakukan.”

Setelah Perang berlalu ternyata Kohler tewas dalam perang tersebut beserta 3000 pasukannya.
Sepuluh hari kemudian Masjid Raya Baiturrahman dapat direbut kembali oleh kerajaan Aceh
yang dibantu oleh beberapa kelompok pasukan.

Pada Perang Aceh kedua (1874-1880), dibawah pimpinan Jend.

Sultan Syah : “ Apakah anda akan melanjutkan Perang kedua ini?”


Jend. van Swieten: “ Kalian tidak perlu khawatir sebentar lagi saya akan menguasai wilayah ini.”

Sultan Syah : “ Baiklah jika itu yang anda inginkan, pasukan serang mereka!”

Kemudia ternyata Jan van Swieten, Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan.Kemudian pada
tanggal 31 januari 1874 Belanda mau mengumumkan kepada pasukan Aceh.

Jend. Van Swieten : “ Pengumumkan kepada rakyat Aceh bahwa sekarang seluruh wilayah
Aceh jadi bagian dari Kerajaan Belanda, Jadi saya sekarang mulai mempunyai kekuasaan
terhadap kerajaan ini.”

Pasukan Aceh : “ Saya paham.”

Jend. Van Swieten : “ Mulai sekarang kalian semua harus menuruti apa yang saya
perintahkan.”

Pasukan Aceh : “ Baik Jendral.”

Suatu saat Belanda mengurus seorang untuk meneliti kehidupan orang Aceh dan mencari tahu
kelemahannya. Orang tersebut bernama Snouck Hurgronjo yang mengaku ulama dari Turki
kepada masyarakat Aceh.

Snouck Hurgronje :” Perkenalkan saya Abdul Gaffar dari Turki.

Sultan Than : “ untuk apa kedatangan anda kesini?”

Snouck Hurgronje : “saya adalah ulama dari Turki. Kedatangan saya untuk mempererat
hubungan diplomat antara Turki dengan Aceh.”

Sultan Than : “Baiklah kalau begitu anda saya perbolehkan berada disini.”

Akhirnya Snouck Hurgronje pun tinggal di Aceh selama beberapa waktu. Setelah mengetahui
kelemahan Aceh Snouck Hurgronje lalu kembali dan menemui pemerintah Belanda.

Pemerintah Belanda : “ Bagaimana apakah kamu sudah berhasil menemukan kelemahannya


kerajaan Aceh?”

Snouck Hurgronje : “ Tentu saja.”

Pemerintah Belanda : “ Apa kelemahan mereka?’

Snouck Hurgronje : “ Ini sudah saya kumpulkan dibuku ini ( De Atjehers)

Pemerintah Belanda : “ Beritahu lansung intinya saja kepada saya.”

Snouck Hurgronje : “ Kita harus gunakan siasat kekerasan menyeluruh.”


Pemerintah Belanda tidak percaya begitu saja. Namun, akhirnya Belanda menunjuk Jendra lVan
Heutz dan membentuk pasukan anti gerilya yang disebut Pasukan Marsose .

Pada tahun 1899, Belanda mulai melancarkan serangan besar-besaran ke berbagai wilayah di
Aceh. Pasukan Belanda melakukan pembunuhan dan memusnakan segalanya.

Sultan Than : “ Bagaimana ini kita semakin terdesak.”

Penasihat Raja: “ Satu-satunya cara adalah kita bertahan di Banteng Kuto Reh.”

Sultan Than : “ Kalau begitu,perintahkan seluruh rakyat Aceh untuk berlindung


disana.”

Penasihat Raja: “ Baiklah akan saya lakukan.”

Pada tahun 1904, para pemimpin Aceh terpaksa menandatangani plakat pendek dengan Belanda.
Inti dari Plakat Pendek itu adalah Kerajaan Aceh mengakui kekuasaan Pemerintahaab Belanda di
Indonesia. Dengan itu runtulah kerajaan Aceh.

Anda mungkin juga menyukai