Shirâth secara etimologi bermakna jalan lurus yang terang[1] . Adapun menurut
istilah, yaitu jembatan terbentang di atas neraka Jahannam yang akan dilewati
oleh manusia ketika menuju Surga[2].
Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan akan mendatangi neraka itu.
Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah
ditetapkan [Maryam/19:71]
Sementara itu, banyak sekali riwayat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang ini, di antaranya:
Dan disebutkan lagi dalam hadits bahwa shirâth tersebut memiliki kait-kait
besar, yang mengait siapa yang melewatinya, sebagaimana disebutkan dalam
hadits berikut ini:
سلِّ ْم
َ سلِّ ْم َ س ِل يَ ْو َمئِ ٍذ اللَّ ُه َّم
ُ الرُّ سلَّ َم فَأ َ ُكونُ أَ َّو َل َمنْ يُ ِجي ُز َو ُدعَا ُء َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو
َ ِ سو ُل هَّللا ُ س ُر َج َهنَّ َم قَا َل َر
ْ ب ِجُ ض َرْ َُوي
س ْعدَا ِن َغ ْي َر أَنَّ َها ال ك َوش ل ْ
ث م
َّ ِ ْ ُ ِ َ ِ َ ِ َ ُ َ َ َاهَّ نإَ ف ل اَ ق هَّللا ل و سر ا ي ى َ لب وا ُ لاَ ق َاند ع س ال َو
ش م تيَ أر ا مَ
ِ ْ َّ ََوبِ ِه كَاَل ِ ُ ِ ُ ْ ِ َّ ْ ِ َ َ ْ ْ ْ ك
ُ أ َاند ع س ال ك َوش ل ْ
ث م يب
# ل
اس بِأ َ ْع َمالِ ِه ْم رواه البخاري َ َّاَل يَ ْعلَ ُم قَد َْر ِعظَ ِم َها إِاَّل هَّللا ُ فَت َْخطَفُ الن
Di samping itu, para Ulama menyebutkan pula bahwa shirâth tersebut lebih halus
daripada rambut, lebih tajam dari pada pedang, dan lebih panas daripada bara
api, licin dan mengelincirkan. Hal ini berdasarkan pada beberapa riwayat, baik
yang disandarkan langsung kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ataupun
kepada para Sahabat tetapi dihukumi marfû’. Sebab, para Sahabat tidak
mungkin mengatakannya dengan dasar ijtihad pribadi mereka tentang suatu
perkara yang ghaib, melainkan hal tersebut telah mereka dengar dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Sa’id Radhiyallahu anhu berkata: “Sampai kepadaku kabar bahwa shirâth
itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang”[4].
Setelah kita amati dalil-dalil tersebut di atas dapat kita ikhtisarkan di sini sifat dan
bentuk shirâth tersebut sebagaimana berikut:
1. Riwayat Pertama:
س ُل اأْل َ َمانَةُ َوال َّر ِح ُم فَتَقُو َما ِن َجنَبَت َْي َ (( َوت ُْر: سلَّ َم َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ س ْول هللا ُ قَا َل َر:ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل ِ عَنْ أَبِ ْي ه َُر ْي َرةَ َر
أَلَ ْم تَ َر ْوا إِلَى:ق ؟ قَا َل ِ ي ش َْي ٍء َك َم ِّر ا ْلبَ ْر ُّ َ قُ ْلتُ بِأَبِي أَ ْنتَ َوأُ ِّمي أ: قَا َل،))ق ِ ش َمااًل فَيَ ُم ُّر أَ َّولُ ُك ْم َكا ْلبَ ْر ِ َو#اط يَ ِمينًا#ِ الص َر
ِّ
الر َجا ِل ت َْج ِري بِ ِه ْم أَ ْع َمالُ ُه ْم َونَبِ ُّي ُك ْم قَائِ ٌم د ش
ِّ ِّ َ َ ِ ْو ر
# ي َّ ط ال ر م َ
ك مُ ث يح الر
ِّ َ َّ ِ ِّ ِّ َ َّ ر م َ
ك م ُ ث ؟ ن ي ع
ٍ َْ ِ ْ ة َ ف ر َ ط ي ِ ُ ِ ْ َ َ ُّ ُ َ َا ْلبَ ْر ِ ْف
ف ع ج ر يو ر م ي يكَ ق
س ْي َر إِاَّل َز ْحفًا قَا َل َوفِي َّ ع ال#ُ ست َِطي ْ َسلِّ ْم َحتَّى تَ ْع ِجزَ أَ ْع َما ُل ا ْل ِعبَا ِد َحتَّى يَ ِجي َء ال َّر ُج ُل فَاَل ي َ سلِّ ْم َ ب ِّ اط يَقُو ُل َر ِّ َعلَى
#ِ الص َر
ُوس فِي النَّا ِر ٌ اج َو َم ْكد ٍ َُوش ن َ ُ
ٌ ورةٌ بِأ ْخ ِذ َمنْ أ ِم َرتْ بِ ِه ف َم ْخد َ ْ ٌ
َ يب ُم َعلَّقَة َمأ ُم
ُ ِاط كَاَل ل ِ ص َرِّ حافت َْي ال. َ َ
2. Riwayat Kedua:
Orang Mukmin (berada) di atasnya (shirâth), ada yang secepat kedipan mata,
ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat kuda yang
amat kencang berlari, dan ada yang secepat pengendara. Maka ada yang
selamat setelah tertatih-tatih dan ada pula yang dilemparkan ke dalam neraka.
Mereka yang paling terakhir merangkak secara pelan-pelan. [Muttafaqun ‘alaih]
3. Riwayat Ketiga:
Di antara mereka ada yang binasa disebabkan amalannya, dan di antara mereka
ada yang tergelincir namun kemudian ia selamat[Muttafaqun ‘alaih]
4. Riwayat Keempat:
س ِل يَ ْو َمئِ ٍذ
ُ الر
ُّ س ُل َو َدع َْوى ُ بَيْنَ ظَ ْه َري َج َهنَّ َم فَأ َ ُكونُ أنَا َوأُ َّمتِ ْي أَ َّو َل َمنْ يُ ِجي ُز َوالَ يَـَت َكلََّ ُم يَ ْو َمئِ ٍذ إِالَّ ال ُر#ُالص َرأط
ِّ ب#ُ ض َر
ْ َُوي
سلِّ ْم فَ ِم ْن ُه ْم ا ْل ُم ُؤ ِمنُ بَقِ َي بِ َع َملِ ِه َو ِم ْن ُه ْم ا ْل ُم َجا َزى َحت َّى يُنَ َّجى
َ سلِّ ْم
َ اللَّ ُه َّم
Melalui riwayat-riwayat yang kita sebutkan di atas dapat kita simpulkan di sini
bagaimana kondisi manusia saat melintasi shirâth :
2. Kecepatan manusia saat melewati shirâth yang begitu halus dan tajam
tersebut sesuai dengan tingkat kecepatan mereka dalam menyambut dan
melaksanakan perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla di dunia ini.
3. Di antara manusia ada yang melewati shirâth secepat kedipan mata, ada yang
secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat burung terbang, dan
ada pula yang secepat kuda yang berlari kencang.
8. Ketika melewati shirat setiap mukmin agar diberi cahaya sesuai dengan
amalnya masing-masing. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu
anhu dalam menafsirkan firman Allâh Azza wa Jalla :
9. س َعى نُو ُر ُه ْم بَيْنَ أَ ْي ِدي ِه ْم َوبِأ َ ْي َمانِ ِه ْم #ِ يَ ْو َم ت ََرى ا ْل ُمؤْ ِمنِينَ َوا ْل ُمؤْ ِمنَا
ْ َت ي
Pada hari itu, engkau melihat orang-orang mukmin cahaya mereka menerangi di
hadapan dan disebelah kanan mereka [al-Hadîd/57:12]
Dari pembahasan shirâth di atas terbukti kebenaran aqidah Ahlus Sunnah dalam
pembahasan masalah iman:
1. Bahwa amal sholeh merupakan bagian dari iman, karena jelas sekali
disebutkan dalam hadits-hadits shirâth tersebut bahwa kecepatan manusia
melewatinya sesuai dengan kadar keimanan mereka masing-masing. Ini
sekaligus membantah paham Murji`ah yang mengeluarkan amal sholeh
sebagai bagian dari iman.
2. Bahwa iman bertambah dan berkurang. Ketika seorang Mukmin berbeda-
beda tingkat kekuatan iman mereka, maka berbeda-beda pula tingkat
kecepatan mereka ketika melewati shirâth.