Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

NON HEMORRHAGIC STROKE (NHS)


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1
LONTARA 3 BAWAH BELAKANG (NEUROLOGI)
RSUP DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO

OLEH :
Dwi Maulidta
R014172049

PRESEPTOR INSTITUSI PRESEPTOR KLINIK

( Dr. Elly L Sjattar S.Kep.,M.Kes ) ( Astrib F. S.Kep Ns )

FAKULTAS KEPERAWATAN
PRODI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu tanda

klinis yang berkembang dengan cepat berupa gangguan fokal (atau global)

fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih dan

menyebabkan kematian, tanpa penyebab yang jelas selain asal vaskuler

[ CITATION Tru10 \l 1057 ]. American Heart Association (AHA)/ American

Stroke Association (ASA) menyebutkan bahwa stroke terjadi akibat pembuluh

darah yang membawa darah dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan

ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang

dikendalikan oleh otak tidak berfungsi [ CITATION AHA17 \l 1057 ].

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh

gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat

menimbulkan cacat atau kematian [ CITATION Ari17 \l 1033 ]. Pada

dasarnya klasifikasi stroke terbagi dua yaitu adanya gangguan fungsi otak

yang gejala klinisnya tergantung lokasi otak yang mengalami kerusakan dan

pembuluh darah otak yang mengalami kerusakan yang berakibat terjadinya

kerusakan pada otak.

Menurut AHA/ASA (2017) stroke di bagi menjadi 2 berdasarkan

penyebabnya, yaitu Stroke hemoragik yaitu stroke yang disebabkan oleh

perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhniod karena pecahnya

pembuluh darah otak pada area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan
otak. Dan yang kedua stroke iskemik atau biasa dikenal dengan Non

Hemoragic Stroke (NHS) merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu

gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang

menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan. Disini penulis

berfokus pada stroke dengan Tipe NHS.

B. Klasifikasi

Menurut Brunner dan Suddarth, 2006 NHS dapat diklasifikasikan

berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu sebagai berikut.

1. TIA’S (Trans Ischemic Attack)

Yaitu gangguan neurologis sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja

dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

Gangguan atau serangan ini menimbulkan beragam gejala bergantung

pada lokasi jaringan otak yang terkena dan disebabkan oleh gangguan

vaskular yang sama dengan yang menyebabkan stroke.

2. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Deficit)

Gangguan neurologis setempat yang akan hilang secara sempurna dalam

waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.

3. Stroke in Volution

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang

muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan

dalam beberapa jam atau beberapa hari.

4. Stroke Komplit

Gangguan neurologis yang timbul bersifat menetap atau permanen.

C. Etiologi
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi menurut Price

dan Wilson, 2006 yaitu sebagai berikut.

1. Hipertensi

Dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini

dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus

sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada

satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah

penipisan dengan manouver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

3. Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan

endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output

dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses

embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu

terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran

darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga

berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah

serebral.

5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah,

termasuk pembuluh darah otak.

6. Policitemia

Pada policitemia, viskositas darah meningkat dan aliran darah

menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan

terbentuknya embolus dari lemak.

8. Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar

kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh

darah, salah satunya pembuluh darah otak.

9. Perokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh

nikotin, sehingga terjadi aterosklerosis.

10. Kurang aktivitas fisik

Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik

termasuk kelenturan pembuluh darah (pembuluh darah menjadi kaku),

salah satunya pembuluh darah otak.

D. Manifestasi Klinik
Tanda utama stroke atau cerebrovascular accident (CVA) adalah

munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit neorologik lokal. Defisit

tersebut mungkin mengalami perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan

progresif, atau menetap. Aktivitas kejang biasanya bukan merupakan

gambaran stroke.

Gejala umum Brunner dan Suddarth, 2002 dapat berupa :

1. Baal atau lemas mendadak di wajah, lengan, atau tungkai terutama di

salah satu sisi tubuh.

2. Gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat

pada satu atau kedua mata.

3. Bingung mendadak.

4. Tersandung selagi berjalan.

5. Pusing bergoyang.

6. Hilangnya keseimbangan atau koordinasi.

7. Nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas.

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan

luasnya daerah otak yang terkena.

1. Pengaruh terhadap status mental

a. Tidak sadar : 30% - 40%.

b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar.

2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia

(30%-80%).
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%).

c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominan (30%).

3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

a. Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama

tungkai (30%-80%).

b. Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung

hemisfer mana yang terkena.

4. Daerah arteri serebri posterior

a. Nyeri spontan pada kepala

b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang

otak.

b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia.

c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata,

kesulitan menelan, emosi labil).

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

1. Stroke hemisfer kanan

a. Hemiparese sebelah kiri tubuh.

b. Penilaian buruk.

c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi

kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan.

2. stroke hemisfer kiri


a. Mengalami hemiparese kanan.

b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati.

c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan.

d. Disfagia global.

e. Afasia.

f. Mudah frustasi

E. Komplikasi

Pasien yang telah menderita stroke beresiko mengalami komplikasi

lanjut yang terjadi akibat imobilitas, serta masalah – masalah yang

berhubungan dengan kondisi medis umumnya. Komplikasi yang ditimbulkan

jika kita lihat dari pada pernafasan seperti pneumonia, subluksasi sendi bahu,

trombosis vena profunda, shoulder hand syndrome, spastisitas, ulcer

decubitus.

1. Pneumonia

Salah satu masalah yang paling serius dari stroke adalah radang paru-

paru/ pneumonia. Itu dibuktikan pada penelitian yang telah menemukan

bahwa dari 58 % kematian pasien stroke penyebab utamanya adalah

radang paru-paru.

2. Subluksasi sendi bahu

Subluksasi sendi bahu yang terjadi akibat adanya gangguan faktor

biomekanik stabilitas sendi bahu karena kelemahan otot rotator cuff

mengakibatkan perlindungan terhadap sendi bahu tidak ada.

3. Trombosis vena profunda


Kira–kira 30%-50% pasien stroke menderita trombosis vena profunda

pada deep vein trombosis (DVT) pada tungkai. Resiko terjadinya emboli

paru dengan DVT kurang lebih 10% pada pasien stroke. Hal ini

disebabkan thrombus dari pembuluh darah balik terlepas membentuk

emboli, bersama darah menuju keparu-paru sehingga terjadilah emboli

paru

4. Shoulder hand syndrome

Shoulder hand syndrome/sindroma tangan bahu merupakan suatu bentuk

komplikasi pascastroke yang telah dikenal secara baik walaupun kondisi

ini jarang ditemui pada pasien pascastroke. Gejala ini ditandai dengan

adanya nyeri pada gerak aktif dan pasif pada bahu yang terkena, diikuti

nyeri pada gerakan ekstensi pergelangan tangan dan bengkak pada

pergelangan tangan dan tangan.

5. Spastisitas

Spastisitas terjadi karena pengaruh hambatan kortikal dimana terjadi

peningkatan tonus lebih tinggi dari normal karena terputusnya aktifitas

strech refleks karena hilangnya kontra supraspinal (sistem

ekstrapiramidalis).

6. Ulcer decubitus

Ulcer decubitus terjadi karena gangguan sensoris sehingga tidak

merasakan adanya tekanan pada daerah yang menonjol pada tubuh yang

kontak langsung dengan bed dalam waktu lama, pembuluh darah

tertekan, dan terjadilah nekrosis pada daerah yang tertekan.


A. Pemeriksaan Penunjang

Adapun beberapa pemeriksaan yang menunjang dalam pendiagnosaan

stroke antara lain sebagai berikut.

1. X-Ray thorax

Merupakan prosedur standar karena pemeriksaan ini dapat

mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrat paru yang

berkaitan dengan gagal jantung kongestif.

2. Pungsi lumbal

Melibatkan pemeriksaan CSS yang sering memberi petunjuk

bermanfaat tentang kausa stroke, terutama apabila pasien datang dalam

keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan anamnesis.

3. Ultrasonografi karotis

Merupakan evaluasi standar untuk mendeteksi gangguan aliran

darah karotis dan kemungkinan memperbeiki kausa stroke.

4. Angiografi serebrum

Memberi informasi penting dalam mendiagnosis kausa dan lokasi

stroke. Secara spesifik, angiografi serebrum dapat mengungkapkan lesi

ulseratif, stenosis, displasia fibromuskular, fistula arteriovena, vaskulitis

dan pembentukan trombus di pembuluh besar.

5. Doppler transkranium
Ultrasonografi yang menggambungkan citra dan suara,

memungkinkan kita menilai aliran di dalam arteri dan mengidentifikasi

stenosis yang mengancam aliran ke otak.

6. Ekokardiogram

Sangat sensiif dalam mendeteksi sumber kardioembolus potensial.

Ekokardiogram telah menjadi komponen rutin dalam evaluasi stroke

iskemik apabila dicurigai kausa stroke adalah kardioembolus tetapi

fibrilasi atrium sudah disingkirkan sebagai penyebab embolisasi.

7. Laboratorium

Mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol,

dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dan sebagainya.

8. CT scan kepala

Mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark. CT scan

menunjukkan perdarahan intraserebral dengan intraventricular terkait

perdarahan. CT scan potongan otak kanan menunjukkan belahan otak

iskemik stroke (sebelah kiri gambar).

9. MRI

Mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur

otak

B. Penatalaksanaan

Terapi medis pada menanganan stroke menurut gayton, 2012 dapat

berupa sebagai berikut.

1. Neuroproteksi
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu

sebagian besar cedera jaringan neuron dapat dipulihkan.

Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut

sebagai strategi neuroprotektif. Hipotermia adalah terapi neuroprotektif

yang sudah lama digunakan pada kasus trauma otak dan terus diteliti

pada stroke. Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktivitas

metabolisme dan tentu saja kebutuhan oksigen sel-sel neuron. Dengan

demikian, neuron terlindung dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia

berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang

glutamat yang biasanya timbul setelah cedera sel neuron. Pendekatan lain

untuk mempertahankan jaringan adalah pemakaian obat neuroprotektif.

Banyak riset stroke yang meniliti obat yang dapat menurunkan

metabolisme neuron, mencegah pelepasan zat-zat toksik dari neuron yang

rusak atau memperkecil respon hipereksitatorik yang merusak dari

neuron-neuron di penumbra iskemik yang mengelilingi daerah infark

pada stroke.

2. Antikoagulasi

The European Stroke Initiative (2000) merekomendasikan bahwa

antikoagulan oral (INR 2,0 sampai 3,0) diindikasikan pada stroke yang

disebabkan oleh fibrilasi atrium. Diperlukan antikoagulasi dengan derajat

yang lebih tinggi (INR 3,0 samapi 4,0) untuk pasien stroke yang

memiliki katup prostetik mekanis.

3. Trombolisis intravena
Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh the US Food and Drug

Administration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator

plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan.

4. Terapi perfusi

Serupa dengan upaya untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus

vasospasme saat pemulihan dari perdarahan subarakhnoid, pernah

diusahakan induksi hipertensi sebagai usaha untuk meningkatkan tekanan

darah arteri rata-rata sehingga perfusi otak dapat meningkat.

5. Terapi bedah

Dekompresi bedah merupakan suatu intervensi drastis yang masih

menjalani uji klinis dan dicadangkan untuk stroke yang paling massif.

Pada prosedur ini, salah satu sisi tengkorak diangkat (suatu

hemikraniektomi) sehingga jaringan otak yang mengalami infark dan

edema mengembang tanpa dibatasi oleh struktur tengkorak yang kaku.

Dengan demikian prosedur ini mencegah tekanan dan distorsi pada

jaringan yang masih sehat dan struktur batang otak.

Pembedahan pada kepala dikenal dengan trenapasi/craniotomy

yaitu suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai

otak untuk tindakan pembedahan definitif.

Indikasi operasi ini berupa :

a. Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata.

b. Adanya tanda herniasi/lateralisasi.


c. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi,

dimana CT Scan kepala tidak bisa dilakukan.

C. Pencegahan

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stroke yaitu

sebagai berikut.

1. Kontrol tekanan darah

Hipertensi merupakan hal utama penyebab serangan stroke.

2. Kurangi atau hentikan merokok

Nikotin dan tar dapat menempel di pembuluh darah dan membentuk plak

yang dapat menyumbat pembuluh darah.

3. Olahraga teratur

Olahraga teratur dapat meningkatkan ketahanan jantung dan

menurunkan berat badan, sehingga jantung menjadi kuat dan dapat

mencegah obesitas.

4. Perbanyak makan sayur dan buah

Sayur dan buah mengandung banyak antioksidan dan yang bisa

menangkal radikal bebas, selain itu sayur dan buah rendah kolesterol.

5. Suplai Vitamin E yang cukup

Para peneliti dari Columbia Presbyterian Medical Center

melaporkan bahwa konsumsi vitamin E tiap hari dapat menurunkan

resiko stroke sampai 50%.


6. Kontrol kadar kolesterol

Bila dari hasil pemeriksaan darah menunjukkan kadar kolesterol

dalam darah ternyata tinggi, maka harus diturunkan kadarnya sampai

batas normal (di bawah 200 mg/dl) dengan cara mengatur makanan

sehari-hari yang dikonsumsi. Kadar kotesterol yang tinggi di dalam darah

dapat menyebabkan pengerasan dinding pembuluh darah dan dapat

menyumbat aliran darah ke organ tubuh, akibatnya antara

lain,meningkatkan risiko stroke dan seranganjantung.

Cara menurunkan kadar kolesterol dengan mengontrol berat badan.

Berat badan yang berlebih dapat meningkatkan LDL-kolesterol (normal

= di bawah 150 ml/dl) dan triglyceride (normal - di bawah 200 mg/dl).

Pilih bahan makanan yang rendah kandungan lemaknya dan menghindari

jeroan (hati, otak, ginjal, usus, jantung, dan sebagainya), kuning telur,

udang, dan lemak hewani (minyak ikan, minyak ayam, minyak samin,

dan sebagainya). Semua  bahan  makanan  ini jadi penyebab 

meningkatnya kolesterol dalam darah.


BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

keluarga, dan pengkajian psikososial.

1. Pemeriksaan Fisik: Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada

keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk

mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya

dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada

pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-

keluhan dari klien.

2. B1 (Breathing): Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan

produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan

peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan

seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan

kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke

dengan penurunan tingkat kesadaran koma.


3. B2 (Blood): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan

(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah

biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan

darah >200 mmHg).

4. B3 (Brain): Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung

pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang

perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau

aksesori).

5. B4 (Bladder): Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine

sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan

kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih

karena kerusakan kontrol motorik dan postural.

6. B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual muntah pada fase akut.

7. B6 (Bone): Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan

kontrol volunter terhadap gerakan motorik.

8. Pengkajian Tingkat Kesadaran: Kualitas kesadaran klien merupakan

parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang

membutuhkan pengkajian.

9. Pengkajian Fungsi Serebral: Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi

intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

10. Pengkajian Saraf Kranial

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.


a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi

penciuman.

b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori

primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-

spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area

spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien

mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidak

mampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

c. Saraf III, IV, dan VI: Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada

satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan

konjugat unilateral di sisi yang sakit.

d. Saraf V: Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf

trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,

penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu

sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.

e. Saraf VII: Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,

dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

f. Saraf VIII: Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

g. Saraf IX dan X: Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan

membuka mulut.

h. Saraf XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,

serta indra pengecapan normal.


11. Pengkajian Sistem Motorik: Stroke adalah penyakit saraf motorik atas

(UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan

motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter

pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi

yang berlawanan dari otak

12. Pengkajian Sistem Sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi

terdapat

ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi

visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks

visual.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (domain 4 kelas 4; 00201)

2. Hambatan mobilitas fisik (domain 4, kelas 2: 00085) b/d gangguan

neuromuskular; hemiparese dextra

3. Nyeri akut (Domain 12 kelas 1; 00132)

4. Hambatan Komunikasi verbal (domain 5, kelas 5; 00051) b/d kerusakan

tonus/ kontrol otot pada N V,VII, X

5. Risiko jatuh (domain11 kelas 2: 00155) dengan faktor risiko penurunan

kekuatan ekstremitas bawah


C. Rencana/Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Rencana Asuhan Keperawatan


tujuan dan kriteria hasil intervensi

1. Resiko NOC: NIC :

ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan  Secara rutin mengecek

perfusi jaringan otak keperawatan selama 3x24 pasien baik secara

(domain 4 kelas 4; jam diharapkan : fisik dan psikologis

00201) 1.Pompa jantung efektif sesuai dengan

dengan kriteria hasil : kebijakan pelayanan

a. tekanan darah sistol  pastikan tingkat

normal aktivitas klien yang

b. tekanan darah diastol tidak membahayakan

normal curah jantung atau

c. tekanan vena sentral memprovokasi

normal serangan jantung

d.keseimbangan intake dan  pantau ukuran pupil,

output dalam 24 jam normal bentuk, kesimetrisan

1. dan reaktivitas

 monitor tingkat

kesadaran
 monitor tanda-tanda

vital : suhu, tekanan

darah, denyut nadi,

dan respirasi.

2. Hambatan mobilitas NOC NIC

fisik (domain 4, a. Klien mampu a. Klien mampu

kelas 2: 00085) b/d menyampaikan secara menyampaikan secara

gangguan lisan kemampuan untuk lisan kemampuan

neuromuskular; menyesuaikan terhadap untuk menyesuaikan

hemiparese dextra disabilitas terhadap disabilitas

b. Klien mampu b. Klien mampu

beradaptasi dengan beradaptasi dengan

keterbatasan secara keterbatasan secara

fungsional fungsional

c. Klien mampu c. Klien mampu

mengidentifikasi risiko mengidentifikasi risiko

komplikasi yang komplikasi yang

berhubungan dengan berhubungan dengan

disabilitas disabilitas

d. Mengidentifikasi d. Mengidentifikasi

rencana untuk rencana untuk

memenuhi aktivitas memenuhi aktivitas

sehari-hari (ADL)
e. Menerima kebutuhan sehari-hari (ADL)

akan bantuan fisik e. Menerima kebutuhan

akan bantuan fisik

3. Nyeri Akut NOC : NIC :

Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian

keperawatan selama 3x24 nyeri secara

jam diharapkan : komprehensif termasuk

1. Nyeri lokasi, karakteristik,

terkontrol dengan kriteria durasi, frekuensi,

hasil : kualitas dan faktor

presipitasi

a. Mengenali kapan nyeri  Observasi reaksi

terjadi nonverbal dari

b. Menggambarkan faktor ketidaknyamanan

penyebab nyeri  Bantu pasien dan

c. Menggunakan tindakan keluarga untuk mencari

pengurangan nyeri dan menemukan

tanpa analgesik dukungan

d. Menggunakan analgesik  Kontrol lingkungan

yang direkomendasikan yang dapat

mempengaruhi nyeri

2.Mengetahui tingkat nyeri seperti suhu ruangan,

dengan kriteria hasil : pencahayaan dan


a. Tidak ada nyeri yang kebisingan

dilaporkan  Kurangi faktor

b. Tidak merinyit presipitasi nyeri

c. Tidak ada kehilangan  Kaji tipe dan sumber

nafsu makan atau nafsu nyeri untuk menentukan

makan meningkat intervensi

 Ajarkan tentang teknik

non farmakologi: napas

dala, relaksasi,

distraksi, kompres

hangat/ dingin

 Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri

 Tingkatkan istirahat

 Berikan informasi

tentang nyeri seperti

penyebab nyeri, berapa

lama nyeri akan

berkurang dan

antisipasi

ketidaknyamanan dari

prosedur

 Monitor vital sign


sebelum dan sesudah

pemberian analgesik

pertama kali.
4. Hambatan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor kecepatan

Komunikasi verbal keperawatan selama 3x24 bicara, tekanan,

(domain 5, kelas 5; jam diharapkan : kecepatan, kuantitas,

00051) b/d a. Klien mampu bicara volume dan diksi

kerusakan tonus/ dengan jelas b.Monitor proses kognitif,

kontrol otot pada N b. Klien mampu mengenali anatomi dan fisiologis

V,VII, X pesan yang diterima terkait dengan

c. Klien mampu kemampuan berbicara

mengarahkan pesan pada (memmori, pendengaran

penerima yang tepat dan bahasa)

d. Pertukaran pesan yang c. Monitor pasien terkait

akurat dengan orang lain dengan perasaan

frustasi, kemarahan,

depresi atau respon-

respon lain disebabkan

karena adanya gangguan

kemampuan bicara

d.Sesuaikan gaya

komunikasi untuk

memenuhi kebutuhan

klien misalnya berdiri di


depan atau samping

pasien, mendengarkan

dengan penuh perhatian,

menyampaikan satu ide

atau pemikiran pda satu

waktu dan bantuan

keluarga dalam

memahami pembicaraan

pasien)

e. Ulangi apa yang

disampaikan pasien

untuk menjamin akurasi

f. Jaga lingkungan yang

terstruktur dan

pertahankan rutinitas

misalnya daftar harian

yang konsisten,

penyediaan kalender,dll)

g.Modifikasi lingkungan

untuk bisa

meminimalkan distress

emosi (misalnya

pembatasan
pengunjung).

5. risiko jatuh Setelah dilakukan tindakan a. kaji kembali riwayat

(domain11 kelas 2: keperawatan selama 3x24 kesehatan masa lalua

00155) dengan jam diharapkan : dan doumentasikan

faktor risiko - klien bukti yang

penurunan kekuatan diharapkan tidak jatuh dari menunjukkan adanya

ekstremitas bawah tempat tidur penyakit medis,

6.- klien mampu diagnosa keperawatan

menyeimbangkan gerakan seperti perawatannya

tubuh b. pertimbangkan

ketersedian dan kualitas

sumber – sumber yang

ada (psikologis,

finansial, tingkat

pendidikan dan

keluarga)

c. identifikasi adanya

sumber-sumber agensi

yang dapat membantu

menurunkan faktor

risiko

d. identifikasi risiko
biologis, lingkungan

dan perilaku serta

hubungan timbal balik

e. pertimbangkan status

pemenuhan ADL

f. Rencanakan monitor

kesehatan dalam jangka

panjang

DAFTAR PUSTAKA

AHA. (2017). Let’s talk about Risk Factors for Stroke. Retrieved September 11,

2017,fromwww.strokeassociation.org:https://www.strokeassociation.org/i
dc/groups/strokepublic/@wcm/@hcm/documents/downloadable/ucm_309

713.pdf

AHA/ASA. (2017). About Stroke. Retrieved September 12, 2017, from

www.strokeassociation.org:http://www.strokeassociation.org/STROKEOR

G/AboutStroke/AboutStroke_UCM_308529_SubHomePage.jspArisetjion

o, E., & Munir, B. (2017). Buku ajar neurologi. Malang: Sagung

Seto.Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan

berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta: Mediaction

Publishing.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofiologi; konsep klinis Proses-Proses

Penyakit Vol.2. Jakarta: EGC.

Setyopranoto, I. (2011). Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK, 185/Vol.38

no.4/Mei-Juni. Hal 247-250.Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2).

Jakarta: EGC.

Truelsen, T., Begg, S., & Mathers, C. (2010). The global burden of

cerebrovascular disease. Retrieved September 12, 2017, from

www.who.int:

http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestroke

.pdf.

Wardhana, W. A. (2011). Strategi Mengatasi dan Bangkit dari Stroke.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai