Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek
yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu
perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun
hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja
unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan
hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan
menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral
yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena
itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan
biaya serendah-rendahnya.
Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak
dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari
apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak
adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara
kelompok.
- Dalam aspek berbisnis harus menuju inovasi, keadilan, dan komunitas dunia
Barang yang tersedia dalam keadaan melimpah ruah tidak mungkin akan muncul masalah ekonomi
karena barang itu tidak akan diperjual belikan dan akibatnya tidak akan diberikan harga ekonomi
sebagai ilmu yang akan didefinisikan sebagai berikut. “Ekonomi adalah studi tentang cara bagaimana
masyarakat menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksikan komoditas-komoditasnya
yang berharga dan mendistribusikannya antara orang-orang yang berbeda Ekonom dan politikus dari
Belgia Mark Eyskens, menyajikan definisi yang senada ; ilmu ekonomi tak lain adalah refleksi
tentang cara manusia menggunakan dengan optimal sarana-sarana yang mengemukakan lebih banyak
definisi.
Seandinya tidak ada kelangkaan, tidak akan ada ekonomi. Tetapi hal yang sama dapat dikatakan juga
tentang keadilan (atau sekurang-kurangnya tentang tipe keadilan yang paling penting yaitu keadilan
tributif);
1. Hakikat Keadilan
Di jaman Kekaisaran Roma dan malah mempunyai akar-akar lebih tua bagi(3). Orang-orang Roma
kuno yang terkenal dengan menciptakan suatu sistem hukum yang bagus (lus Romanum) , yang lebih
dikagumi dan pelajaran yang sekarang ini juga, bukan saja oleh prasejarahwan tetapi juga oleh para
ahli hukum. “Definisi” yang akan dimaksudkan ini yang justru akan dikemukakan dalam konteks
hukum itu. Pengarang Roma. Ulpianus yang dalam hal ini mengutip orang yang bernama Celcus,
menggambarkan keadilan dengan singkat sekalai sebagai “Tribuere cuiqe sum” terutama kata ketiga
kalimat bahasa latin yang tidak mudah untuk diterjemahkan. Dalam bahasa Inggris terjemahan itu
akan berbunyi “To give everbody his own” atau dalam bahasa Indonesia “Memberikan kepada setiap
orang yang dia empunya”
Ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan tertuju pada orang lain:
Pertama keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan selalu di tandai oleh other-directedness
(J. Finnis).
Masalah keadilan atau ketidakadilan hanya bisa timbul dalam konteks antar manusia untuk itu
diperlakukan sekurang-kurangnua dua orang manusia bila pada suatu saat hanya tinggal satu manusia
di bumi ini, masalah keadilan atau ketidakadilan sudah tidak berperan lagi.
Kedua keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan, jadi keadilan tidak diharapkan saja atau
dianjurkan saja keadilan mengiat kita sehingga kita mempunyai kewajiban dan ciri khas yang khusus
disebabkan karena keadilan selalu berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi.
Menekankan bahwa konteks keadilan kita selalu berurusan dengan hak orang lain. Kita akan
memberikan sesuatu karena alasan keadilan kita selalu harus atau wajib memberikan sedangkan kalau
kita memberikan sesuatu karena alasan lain, kita tidak akan wajib dan akan memberikannya.
Ketiga keadilan menuntut persamaan (equality), atas dasar keadilan kita harus memberikan kepada
setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa kecuali.
Orang baru pantas disebut orang yang adil, bila ia berlaku adil terhadap semua orang. Dewi Iustitia
yang memegang timbangan dalam tanganya, dalam mitologi Romawi digambarkan juga dengan
matanya yang tertutup dengan kain. Sifat yang terakhir ini akan menunjukkan kepada ciri ketiga.
Keadilan harus dilaksanakan terhadap semua orang tanpa melihat orangnya siapa.
1 Pembagian Fisik
Pembagian ini disebut klasik karena mempunyau tradisi yang panjang Cara membagi keadilan ini
terutama ditemukan dalam kalangan thomisme, aliran filsafat yang mengikuti jejak Filsuf dan teolog
besar.
Keadilan umum (general justice) , berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat
diwajibkan untuk memberikan kepada masyarakat (secara kongkret berarti : negara) apa yang
akan menjadi haknya. Keadilan yang umumnya ini akan menyajikan landasan untuk paham
common good (kebaikan umum atau kebaikan bersama). Karena adanya common good kita
harus menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Hal ini yang merupakan
kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar karena dasarnya adalah keadilan.
Sebagai contoh kedua kami mengajukan pembagian keadilan yang dikemukakan oleh beberapa
pengarang modern tentan etis bisnis, khusunya John Boatrigth dan oleh beberapa pengarang yang
modern tentang etis bisnis, khususnya John Boatrigth dan Manuel Velasquez(8). Mereka pun
menandaskan bahwa pembagian itu akan melanjutkan pemikirannya Aristoteles dari situ dan akan
sudah dapat diperkirakan betapa pentingnya peran Aristoteles dalam teori keadilan.
Keadilan distributif (distributive justice) yang akan dimengerti dengan cara yang sama seperti dalam
pembagian klasik tadi. Benfits and burdens hal-hal yang enak untuk didapatkan maupun hal-hal yang
menuntut pengorbanan, harus dibagi dengan adil
Keadilan retributif (retributive justice), berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Hukuman atau denda
yang diberikan kepada orang yang bersalah haruslah hukuman atau denda yang akan diberikan
kepada orang yang bersalah haruslah bersifat adil. Dasar etis untuk menghukum sudah lama
dibicarakan dalam filsafat dan menimbulkan diskusi-diskusi yang rumit (9). Hal itu akan berlaku di
bidang kehakiman, tetapi juga dalam lingkup terbatas seperti perusahaan. Tiga syarat yang harus
dipenuhi supaya hukuman dapat dinilai adil(10). (a) Orang atau instansi yang dikukum harus tahu apa
yang dilakukannya dan harus dilakukannya dengan bebas. (b) harus dipastikan bahwa orang yang
dihukum benar-benar melakukan perbuatan yang salah dan kesalahannya harus dibuktikan dengan
meyakinkan. (c) Hukuman harus konsisten dan proposional dengan pelanggaran yang dilakukan.
Keadilan Kompensatoris (Compensatory Justice) menyangkut juga kesalahan yang dilakukan tetapi
menurut aspek lain. berdasarkan keadilan ini orang yang akan mempunyai kewajiban moral untuk
memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang dirugikan.
Pembagian ketiga ini merupakan pembagian tersendiri yang tidak bertumpang tindih dengan
pembagian-pembagian sebelumnya bagi kita di negara berideologi Pancasila, keadilan sosial tentu
akan mempunyai makna sendiri. Dalam rangka teori keadilan, pengertian “Keadilan Sosial” sering
dipersoalkan dan diliputi ketidakjelasan cukup besar. Ada yang akan menganggap keadilan sosial
sebagai nama lain untuk keadilan distributif. Ada pemikiran lain justri yang berpendapat bahwa
keadilan sosial harus dibedakan dari keadilan distributif.
Cara yang paling baik untuk menguraikan keadilan sosial adalah membedakannya dengan keadilan
individual(12). Dua macam keadilan ini berbeda, karena pelaksanaanya berbeda. Pelaksanaan keadilan
individual juga tergantung pada kemauan dan keputusan satu orang (atau bisa juga beberapa orang)
saja dalam pelaksanaan keadilan sosial, satu orang atau beberapa orang saja tidak berdaya.
Pelaksanaan keadilan sosial tergantung dari struktur-struktur masyarakat di bidang sosial – ekonomi,
politik, budaya, dan sebagainya. Keadilan sosial tidak akan terlaksana, kalau struktur-struktur
masyarakatnya tidak memungkinkan. Karena itu disini orang berbicara juga tentang ketidakadilan
struktual dan kemiskinan struktual. Pada kenyataanya ketidakadilan sosial. Baru jika struktur-sturktur
masyarakat yang tidak akan menghasilkan keadaan yang adil, dirasakan adanya masalah keadilan
sosial.
Dalam teori etika yang modern, sering disebut dua macam prinsip untuk keadilan distributif;
prinsip formal dan prinsip material.(14). Prinsip formal hanya ada satu. Prinsip formal ini yang
akan mempunyai tradisi yang lama sekali, karena sudah ditemukan pada Aristoteles.
Dirumuskan dalam bahasa Inggris prinsip formal ini yang akan berbunyi “Equals ought to be
treated equally and unequals may be treated unequally”. Equals bisa dimengerti sebagai
“orang-orang yang sama” kasus-kasus yang sama, dan sebagainya jadi prinsip formal akan
menyatakan bahwa kasus-kasus yang sama harus diperlakukan dengan cara yang sama
sedangkan kasus-kasus yang tidak sama boleh saja diperlakukan dengan cara yang sama.
Boleh saja diperlakukan dengan cara tidak sama.
Liberalisme adalah ideologi yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai
polittik yang utama. Nilai inti dari liberalisme adalah individualisme, rasionalisme,
kebebasan, keadilan dan toleransi. Liberal percaya bahwa manusia adalah yang pertama dan
utama, individual, membantu dengan alasan, menyuatakan bahwa setiap individu akan
menikmati kemungkinan kebebasan maksimum yang tetap dengan merdeka. Walaupun Hal-
hal yang menarik dari liberalisme adalah komitmennya pada kebebasasn individual, dan
seimbang dengan perbedaan. Liberalisme tidak hanya ideologi tetepi ’meta-ideologi’ dengan
kata lain, liberalisme nekerja keras untuk mencapai kondisi dimana orang dan kelompok
dapat mendapat kehidupan yang baik.
individu dilahirkan sederajat dalam arti moral yang sama, dan harus menikmati kesempatan
yang sama, tetapi mereka harus di beri penghargaan sesuai level talenta atau kemampuan
bekerja, yang merupakan prinsip ”meritokrasi”.
B.Sosialime
Sosialisme adalah paham yang bertujuan membentuk negara kemakmuran dengan usaha kolektif yang
produktif dan membatasi milik perseorangan. Inti dari paham sosialisme adalah suatu usaha untuk
mengatur masyarakat secara kolektif. Artinya semua individu harus berusaha memperoleh layanan
yang layak demi terciptanya suatu kebahagiaan bersama. Hal ini berkaitan dengan hakikat manusia
yang bukan sekedar untuk memperoleh kebebasan, tetapi manusia juga harus saling tolong-menolong.
Ciri utama sosialisme adalah pemerataan sosial dan penghapusan kemiskinan. Ciri ini merupakan
salah satu faktor pendorong berkembangnya sosialisme. Hal ini ditandai dengan penentangan terhadap
ketimpangan kelas-kelas sosial yang terjadi pada negara feodal. Gerakan sosialis secara tradisional
menyumbang perhatian dari kelas pekerja industri/buruh. Gerakan sosialis bertujuan untuk
mengakhiri pembagian kelas atau class division.
Unsur unsur yang mencolok dalam gerakan sosialis adalah sebagai berikut:
1. Agama
Attle menulis dalam bukunya The labour Party in prespective “tempat pertama bagi pengaruh-
pengaruh yang membangun gerakan sosialis harus diberikan kepada agama. Christian socialist
movement yang dipimpin oleh dua orang pebdeta Feredirck Maurice daan Charles Kingsley
memberikan konsep yang mengatakan sosialisme harus di Kristenkan dan agama Kristen di
sosialisasikan.
Idealisme Etis dan Estetis adalah sumber penting dalam sosialisme. Idealime etis bukanlah satu
program politik atau ekonomi, melainkan satu pemberontakan terhadap kehidupan yang kotor,
membosankan, miskin dibawah kapitalisme industri. Berkembang mula-mula di inggris, kapitalisme
enghasilkan kejelekan karena kaum industrialis tidak membayangkan apa yang akan di perbuat cara
hidup yang baru itu terhadap keindahan alam. Betapa cepat kota-kota dan kampung yang indah
menjadi cacat dengan munculnya daerah perkampungan yang padat dan pusat-pusat pabrik.
Maksimalisasi keuntungan merupakan tema penting dalam ilmu manajemen ekonomi. Ekonomi
terapan justru mencapai coraknya sebagai ilmu yang sistematis dan memiliki kerangka logis yang
ketat, karena hanya memandang keuntungan sebagai tujuan perusahaan, sambil melewati semua
tujuan lain yang mungkin.
Pekerjaan yang dilakukan oleh anak merupakan topik yang banyak implikasi etis, tetapi masalah ini
sekaligus juga sangat kompleks, karena faktor-faktor ekonomis disini dengan aneka macam cara
bercampur baur dengan faktor-faktor budaya dan sosial. Pekerjaan anak baru menjadi suatu masalah
etis yang serius dalam zaman industrialisasi.
Betapa pun banyaknya upaya menetapkan batas minimum usia pekerja, di banyak negara – khususnya
dunia ketiga – anak-anak harus bekerja pada umur terlalu muda. Seorang anak harus bisa bermain,
tidak pantas ia diharuskan bekerja. Pekerjaan adalah wilayah orang dewasa. Pekerjaan adalah
kegiatan manusiawi yang serius dan dilakukan karena terpaksa.
3. Relativasi keuntungan
Pertimbangan etis mau tidak mau membatasi peranan keuntungan dalam bisnis. Usaha ekonomis baru
bisa dianggap berhasil bila memungkinkan laba. Semuanya ini bisa diterima, asalkan tetap disertai
pertimbangan etis.
Beberapa cara untuk melukiskan relativitas keuntungan dalam bisnis, sambil tidak mengabaikan
perlunya, adalah sebagai berikut:
Keuntungan merupakan tolok ukur untuk menilai kesehatan perusahaan atau efisiensi
manajemen dalam perusahaan.
Keuntungan adalah pertanda yang menunjukkan bahwa produk atau jasanya dihargai oleh
masyarakat.
Pihak berkepentingan internal: “orang dalam” dari suatu perusahaan; orang atau instansi
yang secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti pemegang saham, manajer,
dan karyawan.
Pihak berkepentingan eksternal: “orang luar” dari suatu perusahaan; orang atau instansi yang
tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti para konsumen, masyarakat,
pemerintah, lingkungan hidup.
KEWAJIBAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN
A. Kewajiban Karyawan Terhadap Perusahaan
1. Kewajiban ketaatan
Karyawan harus mematuhi perintah dan petunjuk atasannya. Namun ada beberapa hal yang
tidak harus dipatuhi karyawan, seperti : 1. Karyawan tidak perlu bahkan tidak boleh
mematuhi perintah yang menyuruhnya melakukan sesuatu yang tidak bermoral. 2. Karyawan
tidak wajib mematuhi perintah atasannya yang tidak wajar, walaupun dari segi etika tidak ada
keberatan. Maksud tidak wajar adalah perintah yang tidak diberikan demi kepentingan
perusahaan. 3. Karyawan tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan
perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati ketika ia menjadi karyawan
di perusahaan itu.
2. Kewajiban konfidensialitas
Konfidensialitas berasal dari kata Latin “confidere” yang berarti “mempercayai”. Kewajiban
konfidensialitas adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat rahasia yang telah
diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Kewajiban konfidensialitas tidak saja berlaku selama
karyawan bekerja di perusahaan, tetapi berlangsung terus setelah ia pindah kerja. Dasar untuk
kewajiban konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual property rights dari perusahaan.
3. Kewajiban loyalitas
Dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggis kata loyal selalu dikaitkan dengan “setia”.
Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan
(conflict of interest), artinya konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan
perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersaing dengan
kepentingan perusahaan. Berdasarkan kontrak kerja atau persetujuan implisit (kalau tidak ada
kontrak resmi), karyawan wajib melakukan perbuatan-perbuatan tertentu demi kepentingan
perusahaan. Tidak boleh melibatkan dib. Melaporkan kesalahan perusahaan
Dalam literatur etika bisnis berbahasa Inggris masalah ini dikenal sebagai whistle blowing
(meniup peluit). Istilah ini sering digunakan dalam arti kiasan: membuat keributan untuk
menarik perhatian orang banyak. Dalam etika, whistle blowing mendapat arti lebih khusus:
menarik perhatian dunia luar dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah
organisasi.
B. Kewajiban Perusahaan Terhadap Karyawan
Istilah ini berasal dari suatu kata Latin discernere yang berarti membedakan, memisahkan, memilah.
Dalam konteks perusahaan, dengan diskriminasi dimaksudkan: membedakan antara pelbagai
karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar dalam prasangka. Latar belakang terjadinya
diskriminasi adalah pandangan rasisme, sektarianisme, atau seksisme.
Penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena kondisi historis, sosial atau budaya
dalam masyarakat. Diskriminasi berbeda dengan favoritisme, dalam konteks perusahaan
favoritisme adalah kecenderungan untuk mengistimewakan orang tertentu (biasanya saudara)
dalam menyeleksi karyawan, menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus, dsb. Favoritisme
tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru preferensi.
Keselamatan kerja bisa terwujud bila tempat kerja itu aman, artinya bebas dari resiko terjadinya
kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan kerja dapat
direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat, artinya bebas dari resiko terjadinya gangguan
kesehatan atau penyakit (occupational diseases) sebagai akibat kondisi kurang baik di tempat kerja.
2. Pertimbangan etika
Yang menjadi dasar etika bagi kewajiban perusahaan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan
para pekerja:
1. Setiap pekerja berhak atas kondisi kerja yang aman dan sehat.
2. Berdasarkan dasar pemikiran deontologi Kant : manusia harus diperlakukan sebagai tujuan
pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka.
3. Menunjukan dasar itu dengan suatu argumentasi utilitarian, bahwa tempat kerja yang aman
dan sehat paling menguntungkan bagi masyarakat sendiri, khususnya bagi ekonomi negara.
Pandangan ini dilatarbelakangi konsepsi liberalistis yaitu upah atau gaji dapat dianggap adil,
bila merupakan imbalan untuk prestasi. Sedangkan pandangan sosialistis dikemukakan dari
sudut pandang pekerja. Mereka menekankan bahwa gaji baru adil, bila sesuai dengan
kebutuhan si pekerja beserta keluarga.
2. Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu atau daerah tertentu. Kriteria yang baik
adalah gaji atau upah bisa dinilai adil, jika rata-rata diberikan dalam sektor industri
bersangkutan.
3. Kemampuan perusahaan. Perusahaan yang menghasilkan laba besar harus memberi gaji yang
lebih besar pula daripada perusahaan yang mempunyai margin laba yang kecil.
4. Sifat khusus pekerjaan tertentu. Beberapa tugas dalam perusahaan hanya bisa dijalankan oleh
orang yang mendapat pendidikan atau pelatihan khusus, sehingga wajar saja jika orang
dengan pelatihan khusus mendapat gaji lebih besar daripada yang tidak mempunyai pelatihan
khusus.
5. Perbandingan dengan upah/gaji lain dalam perusahaan. Perusahaan yang mempunyai sistem
penggajian yang fair akan membayar gaji/upah yang kira-kira sama untuk pekerjaan yang
sejenis. Disini berlaku prinsip equal pay for equal work. Kalau tidak perusahaan
mempraktekan diskriminasi.
6. Perbandingan gaji/upah yang fair. Perundingan langsung antara perusahaan dan karyawan
merupakan cara yang ampuh untuk mencapai gaji dan upah yang fair.
MASALAH ETIS SEPUTAR KONSUMEN
A.PERHATIAN UNTUK KONSUMEN
Kesadaran akan kewajiban bisnis terhadap para konsumen belum begitu lama timbul dalam dunia
bisnis dan di banyak tempat belum berakar dalam dan belum begitu kuat . Suatu bisnis dimulai
dengan mencurahkan segala perhatianya kepada produk yang dihasilkan bukan kepada konsumen .
Hak – hak konsumen yang dipandang sebagai jalan masuk yang tepat dalam masalah etis seputar
konsumen sangat diperlukan . Hak – hak tersebut adalah sebagai berikut
Konsumen berhak atas produk produk yang aman , artinya produk yang tidak mempunyai kesalahan
tekhnis atau kesalahan lainya yang bisa merugikan kesehatanya atau bahkan mengancam jiwanya .
seperti adanya obat pengawet pada makanan , mainan anak , dll
Konsumen berhak mengetahui segala informasi yang relevan mengenai produk yang dibelinya , baik
apa sesungguhnya produk itu maupun bagaimana cara memakai yang benar dan maupun resiko yang
ditimbulkan dari produk tersebut .
Konsumen berhak untuk memilih antara berbagai produk dan jasa yang ditawarkan , kualitas
dan harga produk bisa berbeda sehingga konsumen berhak membandingkanya sebelum
mengambil keputusan untuk membeli.
Konsumen berhak keinginanya tentang produk atau jasa didengarkan dan dipertimbangkan ,
terutama keluhanya dan produsen harus menerima baik keluhan tersebut . hak ini merupakan
hak legal yang dapat dituntut di pengadilan .
Melalui produk yang digunakanya konsumen memanfaatkan sumber daya alam . konsumen
berhak bahwa produk dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu lingkungan atau
merugikan keberlanjutan proses alam .
Konsumen mempunyai hak untuk secara positif dididik ke arah yang baik terutama di sekolah
adan melalui media massa , masyarakat harus dipersiuapkan menjadi konsumen yang kritis
dan sadar akan haknya
TANGGUNG JAWAB BISNIS UNTUK MENYEDIAKAN PRODUK YANG AMAN
Kerugian konsumen sebagai akibat dari pemakaian produk tertentu menjadi tanggung jawab produsen
. akan tetapi produsen hanya bertanggung jawab kalau kerugian disaebabkan karena kesalahan
produksi atau konstruksi. jika produk disalahgunakan oleh konsumen , maka produsen tidak
bertanggung jawab . Produsen juga tidak bertanggung jawab bila alat yang berbahaya mengakibatkan
kerugian karena konsumen tidak berhati – hati .
Ada tiga pandangan dasar teoritis bagi pendekatan etis maupun yuridis mengenai hubungan antara
produsen dan konsumen , khususnya dalam hal tanggung jawab atas produk yang ditawarkan oleh
produsen dan dibeli oleh konsumen yaitu :
1. Teori kontrak
Menurut pandangan ini hubungan antara produsen dan konsumen sebaiknya dilihat sebagai
semacam kontrak dan kewajiban produsen terhadap konsumen didasarkan atas kontrak itu .
jika konsumen membeli sebuah produk , ia seolah olah mengadakan kontrak dengan
perusahaan yang menjual produk tersebut . Transaksi jual beli harus dijalankan sesuai dengan
apa yang tertera dalam kontrak itu dan hak pembeli maupun kewajiban penjual memperoleh
dasarnya dari apa yang tertera .
Agar kontrak tersebut menjadi sah , kontrak harus memenuhi beberapa syarat lagi .
1. Kedua belah pihak harus mengetahui betul baik arti kontrak maupun sifat
produk
2. Kedua belah pihak harus melukiskan dengan benar fakta yang menjadi obyek
kontrak .
3. Ketiga tidak boleh ada paksaan antar kedua belah pihak .
1.Kualitas produk
Produk harus sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh Produsen ( melalui iklan atau informasi
lainya) dan apa yang secara wajar boleh diharapkan oleh konsumen . Konsumen berhak atas
produk yang berkualitas , karena ia membayar untuk itu . Dan bisnis berkewajiban untuk
menyampaikan produk yang berkualitas , misalnya seperti produk yang tidak kadaluwarsa.
Salah satu cara yang biasanya ditempuh oleh produsen adalah dengan cara memberikan
jaminan kulaitas produk berupa garansi dari produk tersebut . Akhirnya bahwa kualitas
produk tidah hanya merupakan suatu tuntutan etis melainkan juga suatu sayarat untuk
mencapai sukses dalam bisnis .
a.Harga
Harga yang adil merupakan sebuah topik etika yang sudah tua . Dalam zaman yunani kuno ,
masalah etis sudah dibicarakan dengan cukup mendalam . karena itu masalah harga pun
menjadi kenyataan ekonomis sangat kompleks yang ditentukan oleh banyak faktor namun
masalah ini tetap mempunyai implikasi etis yang penting .
Dalam situasi harga yang adil terutama merupakan hasil dari penerapan dua prinsip tersebut :
pengareuh pasar dan stabilitas harga . Harga menjadi tidak adil setidaknya karena 4 faktor ;
1. penipuan
2.Ketidaktahuan
Ketidak tahuan pada pihak konsumen juga mengakibatkan harga menjadi tidak adil
3.Penyalahgunaan kuasa
Terjadi dengan banyak cara . salah satunya adalah pengusaha besar yang merasa dirinya kuat
memasang harga murah hingga sainganya tergeser dari pasaran
4.Manipulasi emosi
Merupakan faktor lain yang bisa mengakibatkan harga menjadi tidak adil . memanipulasikan keadaan
emosional seorang untuk memperoleh untung besar melalui harga tinggidan tak lain mempermainkan
konsumen itu sendiri .
Tujuan iklan sendiri yaitu sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan
konsumen perihal produk produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas
kebutuhan.
A. Fungsi periklanan
1. Informatif :
2. Persuasif:
3. Pengingat (Reminder)
Mengingatkan pembeli bahwa produk yang dibutuhkan tersedia dalam waktu dekat
Mengingatkan pembeli akan tempat atau outlet penjualan
Membuat pembeli tetap ingat walau sedang tidak ada promosi
Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau pejuang
kebenaran. Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan
bahkan menipu publik.
Pada intinya, masalah kebenaran dalam periklanan tidak bisa dipecahkan dengan cara hitam
putih. Banyak tergantung pada situasi konkret dan kesediaan publik untuk menerimanya atau
tidak.
1. Subliminal advertising
Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu
cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di bawah ambang kesadaran.
Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio.
Teknik subliminal bisa sangat efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di New Jersey yang
menyisipkan sebuah pesan subliminal dalam film yang isinya “Lapar. Makan popcorn”. Dan
konon waktu istirahat popcorn jauh lebih laris dari biasa.
2. Iklan yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang etis, Karena anak mudah dimanipulasi dan
dipermainkan. Iklan yang ditujukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain daripada
manipulasi saja dan karena itu harus ditolak sebagai tidak etis.
Pengontrolan ini terutama harus dijalankan dengan tiga cara berikut ini :
Tugas penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan
periklanan. Di Amerika Serikat instansi-instansi pemerintah mengawasi praktek periklanan
dengan cukup efisien, antara lain melalui Food and Drug Administrationdan Federal Trade
Commission. Di Indonesia iklan diawasi oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.
Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah pengaturan
diri (self regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya dilakukan dengan menyusun sebuah
kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh para periklan, khususnya oleh
asosiasi biro-biro periklanan.
Masyarakat luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dengan
mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, kita bisa menetralisasi efek-
efek negatif dari periklanan.
Laporan-laporan oleh lembaga konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif
sebagai kontrol atas kualitasnya dan serentak juga atas kebenaran periklanan.
Ada empat faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip etis
jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan.
1. Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik
juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklannya
menjadi tidak etis.
2. Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan.
Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun
demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena
itu informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti laporan dari instansi netral
Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai
informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan.
Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat
dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu,
tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan
rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah
biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah lama
dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah di terima daripada
dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar.
KESIMPULAN
Iklan merupakan bagian dari stategi pemasaran yaitu memberikan informasi kepada
masyarakat atau calon konsumen untuk mempromosikan produknya sehingga konsumen akan
membeli produk tersebut sebagai pemuas kebutuhan. Iklan memiliki beberapa fungsi diantara
nya fungsi informatif, fungsi persuasif, dan fungsi pengingat (reminder).
Namun saat ini banyak terjadi manipulasi yang dilakukan oleh pengiklan, manipulasi tersebut
dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu subliminal advertising dan iklan yang ditujukan
kepada anak. Untuk mengatasi manipulasi tersebut perlu dilakukan pengontrolan terhadap
iklan, yaitu kontrol yang dilakukan oleh pemerinah, kontrol oleh para pengiklan, kontrol oleh
masyarakat
Banyaknya manipulasi terhadap iklan menyebabkan kebenaran iklan tidak dapat di pecahkan
secara hitam putih. Penilaian terhadap iklan banyak tergantung pada situasi konkret dan
kesediaan publik untuk menerimanya atau tidak. Selain itu penilaian etis terhadap iklan dapat
dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu maksud si pengiklan, isi iklan, keadaan publik
yang tertuju, dan kebiasaan di bidang periklanan.
MAKALAH
ETIKA BISNIS
DISUSUN OLEH :