Anda di halaman 1dari 2

BAB 3 PERAN VEGETASI TERHADAP CADANGAN KARBON.

URAIKAN TENTANG CADANGAN


KARBON PADA BERBAGAI SYSTEM PENGGUNAAN LAHAN DAN KETERKAITAN ANTARA DIVERSITAS
POHON DENGAN CADANGAN KARBON

Keanekaragaman hayati dapat mendorong berbagai fungsi ekosistem pada berbagai skala
spasial dan temporal. Dalam penggunaan lahan yang berbeda hanya memiliki cadangan
karbon yang berbeda pula. Penggunaan lahan berupa hutan tentu memiliki biodiversitas
yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Dalam ekosistem hutan
memungkinkan setiap spesies saling berinteraksi. Berbagai jenis pohon menghasilkan
berbagai jens seresah yang berperan untuk melindungi permukaan tanah serta memasok
bahan organik untuk mendukung siklus hara. Adanya masukan seresah dapat menjaga
kesuburan tanah, mendorong pertumbuhan bimassa, serta meningkatkan penyerapan CO2
dari atmosfer. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara
keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem (termasuk stok C) di hutan tropis utuh. Dalam
lanskap hutan tropis yang dikelola, hubungan antara keanekaragaman hayati dan
penyimpanan C mungkin kurang jelas. Hutan tropis utuh dikenal karena keanekaragaman
hayatinya yang tinggi (termasuk keanekaragaman pohon) dan stok C yang tinggi. Mengubah
hutan menjadi lahan pertanian dapat dimulai dengan penebangan dan / atau pembukaan
lahan melalui pertanian tebang-dan-bakar yang mengurangi keanekaragaman hayati di atas
permukaan tanah serta stok C menjadi nol atau kata lain mengurangi stok karbon terestrial.
Murdiyarso dkk. (2013) menilai hubungan antara stok C relatif dan keanekaragaman hayati
tingkat petak relatif untuk berbagai penggunaan lahan yang berasal dari hutan di daerah
tropis lembab, dan menemukan bahwa hilangnya stok C lebih tinggi daripada hilangnya
kekayaan spesies tanaman. Penggunaan lahan lainnya, yaitu sistem agroforestri dinilai
cukup mendukung keanekaragaman hayati yang tinggi. Agroforestri di Indonesia dapat
menampung ratusan spesies pohon di mana arus masuk benih yang tinggi dari hutan dapat
memberikan peluang bagi petani untuk secara selektif mempertahankan jenis tanaman yang
dinilai menguntungkan. Berdasarkan data pada sumber referensi menunjukkan pada hutan
terdegradasi memiliki 28 jenis tanaman, pada agroforestri komplesk kakao memiliki 18 jenis
tanaman, pada agroforestri sederhana kakao memiliki 4 jenis tanaman, dan pada kakao
monokultur memiliki hanya 2 jenis tanaman saja. Penggunaan lahan yang berbeda seta
biodiversitas yang berbeda akan menghasilkan stok C yang berbeda juga. Dimana total stok
C tertinggi adalah pada hutan terdegradasi yaitu sekitar 282 Mg/ha, urutan kedua tertinggi
adalah agroforestri kompleks kakao yaitu sekitar 89 Mg/ha, urutan ketiga adalah agroforestri
sederhana kakao yaitu sekitar 75 Mg/ha, urutan selanjutnya adalah kakao monokultur yaitu
sekitar 56 Mg/ha, dan urutan terakhir adalah tanaman tahunan yaitu sekitar 40 Mg/ha. Stok
C ini dipengaruhi oleh banyaknya jenis pohon, biomassa pohon, biomassa tanaman penutup
tanah, nekromassa, dan seresah yang berbeda pada setiap jenis penggunaan lahan.
Konversi hutan menjadi sistem pertanian intensif menyebabkan penurunan yang signifikan
pada keanekaragaman hayati dan stok karbon karena hilangnya pohon. Akan tetapi,
penanaman pohon pelindung, dengan demikian pembentukan sistem wanatani atau
agroforestri (sederhana dan kompleks), secara bertahap dapat meningkatkan
keanekaragaman pohon. Stok karbon dalam sistem tanaman tahunan hampir 85% lebih
rendah daripada di hutan terdegradasi karena rendahnya biomassa pohon. Kerapatan dan
keragaman pohon yang lebih tinggi dalam sistem berbasis kakao menghasilkan stok karbon
yang lebih tinggi. Sedangkan pohon pelindung memainkan peran penting dalam
berkontribusi terhadap stok karbon dalam sistem wanatani atau agroforestri. Perubahan
penggunaan lahan dari hutan ke sistem tanam lainnya dapat menurunkan C di bawah tanah
melalui paparan permukaan tanah, penurunan input bahan organik dan degradasi C organik
tanah

Murdiyarso, D. and U.R. Wasrin. 1996. Estimating land use change and carbon release from tropical
forests conversion using remote sensing technique. J. Biogeography 22: 715-721

Anda mungkin juga menyukai