Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang focus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi
mendasar dari teori adalah prilaku Caring.

Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan


pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan
(kultur-culture) yang spesifik dan universal (Leininger, 1978). Kebudayaan yang spesifik
adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok
lain seperti pada suku Osing, Tengger, ataupun Dayak. Sedangkan, kebudayaan yang
universal adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang diyakini dan dilakukan oleh
hampir semua kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa itu transkultural keperawatan ?
1.2.2. Apa tujuan trankultural keperawatan ?
1.2.3. Bagaimana paradigma pada transkultural keperawatan ?
1.2.4. Bagaimana sejarah lahirnya transkultural keperawatan ?
1.2.5. Apa konsep dan prinsip dalam trankultural keperawatan ?
1.2.6. Bagaimana macam – macam transkultural menurut para ahli ?
1.2.7. Bagaimana proses transkultural keperawatan?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui tentang transkultural keperawatan.
1.3.2. Mengetahui tujuan transkultural keperawatan.
1.3.3. Mengetahui paradigma dalam trankultural keperawatan.
1.3.4. Mengetahui sejarah lahirnya transkultural keperawatan.
1.3.5. Mengetahui konsep dan prinsip transkultural keperawatan.

1
1.3.6. Mengetahui macam – macam transkultural menurut para ahli.
1.3.7. Mengetahu proses transkultural keperawatan.

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

.1. Pengertian Transkultural Keperawatan.

Menurut Asriwati (2019), transkulutural terdiri atas dua kata dasar yaitu “trans” yang
berarti “berpindah” atau “suatu perpindahan” dan satu kata lagi yaitu “kultur” yang berarti
“kebudayaan”. Secara singkat keperawatan transkutural atau transkultural nursing dapat
diartikan sebagai keperawatan lintas budaya.

Keperawatan Transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada


analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya (Leininger, 1978).

Keperawatan Transkultural merupakan ilmu dan kiat yang humanis, yang difokuskan
pada prilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan
prilaku sehat atau prilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya
(Leininger, 1984).

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang focus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Asumsi
mendasar dari teori adalah prilaku Caring.

.2. Tujuan Transkultural Keperawatan.

Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan


pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan
(kultur-culture) yang spesifik dan universal (Leininger, 1978). Kebudayaan yang spesifik
adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok
lain seperti pada suku Osing, Tengger, ataupun Dayak. Sedangkan, kebudayaan yang
universal adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang diyakini dan dilakukan oleh
hampir semua kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan.

3
Negosiasi budaya adalah intervensi dan implementasi keperawatan untuk membantu
klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan status kesehatan. Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan
untuk makan makanan yang berbau amis seperti ikan, maka klien tersebut dapat mengganti
ikan dengan sumber protein nabati yang lain.

Restrukturisasi budaya perlu dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan klien. Perawat berupaya melakukan strukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan
dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup
yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

.3. Paradigma Transkultural Keperawatan.

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara


pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan
yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan
(Andrew and Boyle,1995), yaitu :

.3.1. Konsep manusia dalam prespektif transkultural

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan. Menurut leininger (1984)
manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
diamanapun dia berada (Geiger and Davidhizar,1995). Klien yang dirawat dirumah sakit harus
belajar budaya baru, yaitu budaya rumah sakit, selain membawa budayanya sendiri. Klien
secara aktif memilih budaya dari lingkungan, termasuk dari perawat dan semua pengunjung
dirumah sakit. Klien yang sedang dirawat belajar agar cepat pulih dan segera pulang ke rumah
untuk memulai aktivitas hidup yang lebih sehat.

4
.3.2. Konsep keperawatan dalam perspektif transkultural
Keperawatan adalah ilmu dan kiat yang diberikan kepada klien dengan landasan
budaya ( Andrew & Boyle,1995 ). Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan, didasarkan pada kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual
yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sehat maupun
sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan dalam praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan
keperawatan dilakukan dengan menggunakan proses keperawatan sebagai pendekatan
penyelesaian masalah ( leinenger 1984 Kelompok Kerja Keperawatan CHS,1994). Asuhan
keperawatan dipandang sebagai pembelajaran kemanusiaan yang memfokuskan pada
pelayanan diri dalam berprilaku hidup sehat atau penyembuhan penyakit. Strategi yang
digunakan dalam intervensi dan implementasi keperawatan, yaitu mempertahankan,
menegosiasi, dan implementasi keperawatan, diberikan sesuai dengan nilai-nilai relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan dan mempertahankan status
kesehatannnya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.

.3.3. Konsep sehat sakit dalam perspektif transkultural

Kesehatan adalah keseluruhan aktivitas yang dimiliki klien dalam mengisi


kehidupannya, terletak pada rentang sehat dan sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan,
nilai,pola kegiatan dalam konteks budaya yang diguanakan untuk menjaga dan memelihara
keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat
mempunyai tujuan yang sama yaitu inigin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang
sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle,1995).

Kesehatan adalah keseluruhan aktivitas yang dimiliki klien dalam mengisi


kehidupannya, yang terletak pada rentang sehat-sakit (leininger, 1978). Kesehatan merupakan
suatu kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan yang didalam konteks
budaya digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat, yang dapat
diamati dalam aktivitas sehari-hari. Kesehatan menjadi fokus dalam interaksi antara perawat
dan klien.

5
Rentang sehat sakit menurut model holistik-health sejahtera sehat-sakit,menengah
yang sekali-sekali normal sakit.

Tahapan sakit menurut Suchman terbagi menjadi 5 tahap yaitu:

1. Tahap Transisi

Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh merasa dirinya tidak sehat/merasa
timbulnya berbagai gejala merasa adanya bahaya.

Mempunyai 3 aspek :

a) Secara fisik : nyeri, panas tinggi


b) Kognitif : interprestasi terhadap gejala
c) Respon emosi terhadap ketakutan/kecemmasan. Konsultasi dengan orang
terdekat: gejala perasaan, kadang-kadang mencoba pengobatan di rumah.
2. Tahap asumsi terhadap peran sakit (sick rok)

Penerimaan terhadap sakit, individu mencari kepastian sakitnya dari keluarga atau
teman : menghasilkan peran sakit.

Mencari pertolongan dari profesi kesehatan yang lain mengobati sendiri, mengikuti
nasehat teman/keluarga.Akhir dari tahap ini dapat ditentukan bahwa gejala telah berubah dan
merasa lebih buruk. Individu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya.
Rencana pengobatan dipengaruhi/dipenuhi oleh pengetahuan dan pengalaman.

3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan

Individu yang sakit: meminta nasehat dari profesi kesehatan atas inisiatif sendiri.

Tiga tipe informasi :

a) Validasi keadaan sakit


b) Penjelasan tentang gejala yang tidak dimengerti
c) Keyakinan bahwa mereka akan baik
4. Tahap ketergantungan

6
Jika profesi kesehatan memvalidasi (menetapkan) bahwa seseorang sakit: menjadi
pasien yang ketergantungan untuk memperoleh bantuan. Setiap orang mempunyai
ketergantungan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
Perawat → mengkaji kebutuhan ketergantungan pasien di kaitkan dengan tahap
perkembangan: support terhadap perilaku pasien yang mengarah pada kemandirian.
5. Tahap penyembuhan
Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali. Klien dan perawat
mempunyai tujuan yang sama, yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang
sehat-sakit yang adaptif (Leininger, 1978). Asuhan keperawatan yang diberikan bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan klien memilih secara aktif budaya yang sesuai dengan
status kesehatannya. Untuk memilih secara aktif budaya yang sesuai dengan status
kesehatannya, klien harus mempelajari lingkungannya. Sehat akan dicapai adalah kesehatan
yang holistik dan humanistik karena melibatkan peran serta klien yang lebih domainan.

.3.4. Konsep lingkungan dalam perspektif transkultural

Lingkungan didefenisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi


perkembangan, kepercayaan dan prilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas
kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk
lingkungan yaitu : fisik, social dan simbolik.

Lingkungan adalah keseluruhan fenomena yang memengaruhi perkembangan,


keyakinan, dan prilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehiupan klien
dengan budayannya. Menurut Andrew & Boyle (1995) ada 3 bentuk lingkungan :

1. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau lingkungan yang diciptakan oleh
manusia, seperti daerah khatulistiwa, pegunungan, pemukiman padat, dan iklim tropis.
Lingkungan fisik dapat membentuk budaya tertentu, misalnya bentuk rumah di daerah panas
yang hampir tertutup rapat. Daerah pedesaan atau perkotaan dapat menimbulkan pola
penyakit terntentu, seperti infeksi saluran pernapasan akut pada balita di indonesia lebih
tinggi di daerah perkotaan ( depkes,1999). Bring ( 1984 dalam kozier & Erb, 1995)

7
menyatakan bahwa respon klien terhadap lingkungan baru, misalnya rumah sakit
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini klien.

2. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosil yang berhubungan dengan
sosialisasi individu atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas seperti keluarga,
komunitas, dan mesjid atau gereja. Di dalam lingkungan sosial, individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Keluarga adalah tempat
pertama kali klien berinteraksi dan dipandang sebagai pilar utama untuk mencapai klien
bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih besar. Keberhasilan klien bersosialisasi di
dalam keluarga merupakan pengalaman yang digunakan untuk bersosialisasi dengan
kelompok lain seperti saat dirawat di rumah sakit. Klien yang dirawat di rumah sakit
melakukan sosialisasi antar individu di ruangannya dan klien dari ruangan yang lain.
3. Lingkungan Simbolik

Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk atau simbol yang menyebabkan


individu atau kelompok merasa bersatu, seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa, atau
atribut yang digunakan (Andrew & Boyle,1995 ; putt,2002). Penggunaan lingkungan
simbolik bermakna bahwa individu memiliki tenggang rasa dengan kelompoknya, seperti
penggunaan bahasa pengantar, identifikasi nilai-nilai dan norma, serta penggunaan atribut-
atribut, slogan-slogan. Rumah sakit umumnya memiliki bentuk lingkungan simbolik,
misalnya penggunaan baju seragam dan atributnya.

.4. Sejarah Lahirnya Transkultural Keperawatan

Madeleine lahir di Sutton, Nebraska pada 13 Juli 1925, di sebuah lahan pertanian hidup
dengan empat saudara laki-laki dan seorang saudari. Tahun 1945, dia bersama saudarinya
menjadi kadet di korps perawat dan mengambil program diploma di sekolah perawat St.
Anthony, Denver. Hal yang juga mendorong dia menjadi seorang perawat di karenakan salah
satu bibinya menderita penyakit jantung bawaan, dia ingin membuat suatu perbedaan dalam
kehidupan manusia, khususnya di bidang perawatan. Tahun 1948, menyelesaikan diploma
keperawatan. Tahun 1950, menerima gelar sarjana dalam ilmu biologi, ilmu filsafat dan
humaniora dariBenedictine College di Atchison, Kansas. Membuka pelayanan keperawatan
dan program pendidikan jiwa di Creighton University di Omaha , Nebraska. Tahun 1953,

8
Menerima gelar master dalam ilmu keperawatan dari University chatolik of America, di
Washington DC, pindah ke Cincinnati dan memulai program pendidikan jiwa pertama di
Amerika. Tahun antara 1954-1960, menjadi professor keperawatan dan direktur program
pasca sarjana di Universitas Cincinnati. Juga menerbitkan buku tentang keperawatan
psikiatrik, di sebut Konsep Dasar Keperawatan Jiwa, dalam sebelas bahasa dan digunakan di
seluruh dunia. Tahun 1965, Madeleine menjadi perawat pertama mendapat gelar Ph.D dalam
antropologi, di Washington University. sebagai bagian dari proses beliau mencari
penyelesaian masalah tidak cukup adekuat intervensi kejiwaan tradisional menjawab
kebutuhan anak-anak dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Tahun 1966, di
tunjuk sebagai professor keperawatan dan antropologi di University of Colorado, di mana
untuk pertama kalinya perawatan transkultural di perkenalakan di dunia keperawatan. Tahun
1969-1974, sebagai dekan,professor keperawatan dan dosen antropologi di University Of
Washington school of Nursing. Tahun 1974-1980, menjabat sebagai dekan dan professor
Utah University dan membuka program pertama untuk master dan doktoral transkultural
keperawatan. Tahun 1981, professor dan direktur pusat penelitian kesehatan di Wayne State
University. Saat berkarya di sini Madeleine mendapat beberapa penghargaan, antara lain :

1. Penghargaan bergengsi dari Presiden dalam keunggulan dalam mengajar.


2. The Board of Governor’s Distinguished Faculty Award.

3. Gershenson’s Research Fellowship Award.

Tahun 1990, di angkat sebagai “the Women in Science Award” oleh California State
University. Tahun 1991, sebagai seoarang ahli teori keperawatan beliau menerbitkan
teorinya tentang perawatan keanekaragaman budaya dan universal dan menciptakan istilah
“culturally congruent care’sebagai tujuan dari teorinya. Teori ini diuraikan dalam buku
keanekaragaman budaya perawatan dan universal. Mengembangkan metode Ethnonursing
dan melakukan penelitian di lapangan dengan membaur hidup bersama suku Gadsup di
dataran tinggi Timur di New Guinea tentang perawatn transkultural.

Sepanjang karianya sebagai perawat terlebih ahli dalam teori keperawatan mulai
mengadakan sertifikasi gelar perawatan transkultural dan telah mendirikan organisasi
organisasi professional termasuk perawatan transkultural Masyarakat pada tahun 1974,

9
asosiasi perawatan manusia internasional pada tahun1978 dan menjabat sebagai presiden
secara penuh pertama dariAmerican Association of Colleges of Nursing. Mendirikan dan
menjabat editor pertama dari Journal of Transkultural Nursing pada tahun 1989-1995.
Penghargaan terakhir yang di terima adalah anugerah Lifetime Achievement Award untuk
kualitatif metodologi.

Dr. Madeleine Leininger adalah Guru besar yang terkenal di seluruh dunia, penulis,
pengembang teori, penelitidan pembicara publik. Menjadi professor dari sekitar 70
perguruan tinggi, menulis 25 buku dan menerbitkan lebih dari 220 artikel yang sekarang bisa
kita lihat sebagai arsip di Wayne State University digunakan juga sebagai bahan
penelitian.Memberikan lebih dari 850 kuliah umum di seluruh dunia dan telah
mengembangkan software sendiri untuk perawat. Bidang keahliannya adalah keperawatan
transkultural,perawatan manusia komparatif, teori perawatan budaya, budaya di bidang
keperawatan dan kesehatan, antropologi dan masa depan dunia keperawatan. Teori ini
berasal dari disiplin ilmu antropologi dan oleh Dr. M. leininger dikembangkan dalam
konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang didasari oleh
pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat.
Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya
dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut
diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan
dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi. Kebutaan budaya
yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan
keperawatan yang diberikan.

.5. Konsep dan Prinsip dalam Keperawatan Transkultural

10
.5.1. Konsep dan prinsip dalam transcultural nursing menurut Tomey & Alligod
(1998)
1. Budaya

Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta
memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

2. Nilai budaya

Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang
dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan

3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan

Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan

4. Etnosentris

Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki individu 
menganggap budayanya adalah yang terbaik

5. Etnis

Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan
menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim

6. Ras

Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal


manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid.

7. Etnografi: Ilmu budaya

Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk


mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu.

8. Care

11
Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada
individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhikebutuhan baik
actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia

9. Caring

Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan


individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk
meningkatkan kondisi kehidupan manusia.

10. Culture care

Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi


digunakan untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu, keluarga
atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup
dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai

11. Cultural imposition

Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai


karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain.

.5.2. Konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan transkultural menurut Kozier
(2004)

Menjelaskan beberapa konsep yang berhubungan dengan asuhan keperawatan


transkultural ini. Diantaranya:

1. Subkultur

Sebuah subkultur biasanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai suatu identitas
yang berbeda. Namun masih dihubungkan dengan suatu kelompok yang lebih besar.

2. Enkultural

12
Enkultural digunakan untuk mendeskripsikan orang yang menggabungkan
(persilangan) dua budaya, gaya hidup, dan nilai-nilai (Giger & Davidhizar, 1999).

3. Akulturasi

Proses akulturasi terjadi saat seseorang beradaptasi dengan ciri budaya lain. Anggota
dari sebuah kelompok budaya yang tidak dominan seringnya terpaksa belajar kebudayaan
baru untuk bertahan. Hal ini juga dapat didefinisikan sebagai perubahan pola kebudayaan
terhadap masyarakat dominannya (Spector, 2000).

4. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses seorang individu berkembang identitas


kebudayaannya. Asimilasi berarti menjadi seperti anggota dari kebudayaan yang dominan.
Beberapa aspeknya, seperti tingkah laku, kewarganegaraan, ciri perkawinan, dan
sebagainya. Di sini, seseorang atau kelompok kehilangan beberapa kebudayaan aslinya
untuk kemudian membentuk kebudayaan baru bersama dengan yang lain. Hal ini ditujukan
untuk membentuk interaksi yang baik.

.6. Macam- macam Transkultural Keperawatan Menurut Para Ahli

.6.1. Sunrise model (Leininger)


Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada matahari terbit sebagai lambang/ symbol
perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan
keistimewaan struktur sosial untuk mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini
dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada
keperawatan profesional dan sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti
mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis putus-putus pada model ini
mengindikasikan sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak
terpisahkan/tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka.
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak tampak pada teori
dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger adalah agar seluruh terminologi
tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih
tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan,
demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien.

13
Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan
perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.Leininger Sunrise Model
merupakan pengembangan dari konseptual model asuhan keperawatan transkultural.

Terdapat 7 (tujuh) komponen dalam sunrise model tersebut, yaitu :


1. Faktor Teknologi ( Technological Factors )
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan pemanfatan
teknologi kesehatan, maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi individu tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini, alasan mencari kesehatan,
persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan.
2. Faktor keagamaan dan falsafah hidup ( Religous and Philosofical Factors)
Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi yang realistis bagi
para pemeluknya. Agama memberikan motivasi kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya di
atas segalanya bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti :
agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan, berikhtiar untuk
sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)
Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan nama panggilan
dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan
keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang
dilakukan rutin oleh keluarga.
4. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan
buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah posisi
dan jabatan, bahasa yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang
berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari.
5. Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor)
Peraturan dan kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu
dalam asuhan keperawatan transkultural. Misalnya peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang menunggu.
6. Faktor ekonomi ( Economical Faktor )
Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai
sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi yang ada pada umumnya dimanfaatkan klien antara

14
lain asurannsi, biaya kantor, tabungan.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan klien, sumber biaya
pengobatan.
7. Faktor pendidikan (Educational Factor)
Latar belakang pendidikan individu adalah pengalaman individu dalam menmpuh jalur pendidikan
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu, maka keyakinannya harus didukung
oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan dapat beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya.
Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis pendidikan,
serta kemampuan belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang
kembali.

.6.2. Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar

Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu
kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini meliputi:

1. Komunikasi (Communication)
Bahasa yang digunakan, intonasi, dan kualitas suara, pengucapan (pronouncation),
penggunaan bahasa non verbal, penggunaan diam.

2. Space (ruang gerak)Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi


tentang ruang gerak dan pergerakan tubuh.
3. Orientasi social (social orientastion)
Budaya , etnisitas, tempat, peran, dan fungsi keluarga, pekerjaan, waktu luang,
persahabatan dan kegiatan sosial keagamaan.

4. Waktu (time)
Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk bekerja dan menjalin
hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa lalu dan yang akan datang.

5. Kontrol lingkungan (environmental control)

Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan dengan


sehat-sakit.

15
6. Variasi biologis (Biological variation)

Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti; eksistensi enzim
dan genetic,penyakit yang spesifik pada populasi terntentu,kerentanan terhadap penyakit
tertentu,kecenderungan pola makan dan karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social.

.6.3. Keperawatan transkultural model Andrew & Boyle


Komponen-komponenya meliputi:

1. Identitas budaya
2. Ethnohistory
3. Nilai-nilai budaya
4. Hubungan kekeluargaan
5. Kepercayaan agama dan spiritual
6. Kode etik dan moral
7. Pendidikan
8. Politik
9. Status ekonomi dan social
10. Kebiasaan dan gaya hidup
11. Faktor/sifat-sifat bawaan
12. Kecenderungan individu
13. Profesi dan organisasi budaya

Komponen-komponen diatas perlu dikaji pada diri perawat (self assessment) dan pada
klien, Kemudian perawat mengkomunikasikan kompetensi transkulturalnya melalui media:
verbal, non verbal & teknologi, untuk tercapainya lingkungan yang kondusif bagi kesehatan
dan kesejahteraan klien.

.7. Proses Keperawatan Transkultural

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelasskan asuhan


keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit(Sunrise
Model).Geisser(1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oeleh perawat sebagai
landasan berfikir dan memeberikan solusi terhadap masalah klien(Andrew and

16
Boyle,1995).Pengelolan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,
diagnosakeperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

.7.1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,1995).Pengkajian dirancang
bedasarkan tujuh komponen yang ada pada (Sunrise Model) yaitu:
1. Faktor teknologi(technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapatkan penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.Perawat perlu mengkaji:Persepsi sehat
sakit,kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan ,alasan mencari batuan kesehatan,alasan
klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan
teknologi untuk mengatasi permasalah kesehatan ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup(religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amal reslitis bagi para
pemeluknya.Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas
segalanya,bahkan diatas kehidupannya sendiri.Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah
agama yang dianut,status perkawinan,cara pandang klien terhadap penyebab penyakit,cara
pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan .
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinshop and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor :nama lengkap,nama panggilan,umur dan
tempat tanggal lahir,jenis kelamin,status,tipe keluarga,pengambilan keputusan dalam keluarga dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Nilai-nilai buday dan gaya hidup(cultural value and life ways)
Nilai-nilai buday adala sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang di
anggap baik atau buruk.Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan
terbatas pada penganut budaya terkait.Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan
yang dipegang oleh kepala keluarga ,bahasa yang digunakan ,kebiasaan makan,makanan yang
dipatang dalam kondisi sakit,perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku(political and factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawtan lintas budaya(Andrew and Boyle,1995).Yang perlu
dikaji pada tahap ini adlah :peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung ,jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu,cara pembayaran untuk klien yang dirawat.

17
6. Faktor ekonomi(economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
diantaranya:pekerjaan klien,sumber biaya pengobatan,tabungan yang dimiliki oleh keluarga,biaya
sumber lain misalnya asuransi ,penggantian biaya kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan(educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalamann klien dalam menempuh jalur formal
tertinggi saaat ini.Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh
bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptassi terhadap buaday
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.Hal yang perlu dikaji pada tahap ini: tingkat pendidikan
klien,jenis pendidikan serta kemampuan nya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman
sedikitnay sehingga tidak terulang kembali.
8. Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
a. Jangan menggunakan asumsi
b. Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya:orang padang pelit,orang jawa
halus.
c. Menerima dan memahami metode komunikasi.
d. Menghargai perbedaaan individu.
e. Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien
f. Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.
.7.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah,diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan .(Giger and Davidhizar,1995).Tedapat
tiga diagnose keperawtan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transcultural
yaitu:gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur ,gangguan interaksi sosial
berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini.
.7.3. Perancanaaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksaanan dalam keperawtan transcultural adalah suatu proses keperawatn
yang tidak dapat dipisahkan.Perencanaan adalah suatu proesse memilih strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalah melaksnakan tindkan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar,1995).Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural(Adrew and
Boyle,1995) yaitu: mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan,mengakomodasikan budaya klien bila budaya klien kurang

18
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan
dengan kesehatan.
1. Cultrural care preservation/maintenance
a) Identifikasi perbedaaan konsep antara klien dan perawat
b) Bersikap tenag dan tidak terburu –buru saat berinteraksi dengan klien.
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
2. Cultural careaccomodation/negotiate
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan.
c) Apabila konflik tidak terselesaikan,lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis,pandangan klien dan standar etik.
3. Cultural care repartening/reconstruction
a) Tentukan tingkat perbedaaan pasien melihat dirinya darai budaya kelompok
b) Gunakan pihak ketiga bila perlu
c) Terjemahkan terminology gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang diapami
oleh klien dan orang tua.
d) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
e) Perawat dank lien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui
proses akulturasi,yaitu:prosses mengidentifikasikan persamaan dan perbedaan
budaya yang akhirnya akaan memperkaya budaya mereka.
f) Bila perawat tidak memahami budaya klien makan akan timbul rasa tidak percaya
sehingga hubungan teraupetik antara perawat dank lien akan terganggu.Pemahaman
budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan
perawat dank lien yang bersifat teraupetik.
.7.4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan dilakukan terhadap kkeberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan,menguarangi budaya klien yang tidak sesuai
dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya yang dimiliki klien.Melalui evaluasi bisa
diketahui latar belakang pasien.

19
BAB III

PENUTUP

.1. Kesimpulan
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Keperawatan Transkultural merupakan ilmu dan kiat yang humanis, yang difokuskan
pada prilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau
meningkatkan prilaku sehat atau prilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai
latar belakang budaya (Leininger, 1984).
2. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan
pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada
kebudayaan (kultur-culture) yang spesifik dan universal (Leininger, 1978).
3. Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral
keperawatan.

20
Daftar Pustaka

Andrews, MM. (1998). Trancultural Concepts in Nursing Care (3rded) Philadelphia: Lippincott
Company.

Iskandar, Rahayu. (2008). Aplikasi Teori Transkultural Nursing dalam Keperawatan.Dikutip dari
http://ayubth.blogspot.com/, 17 Maret 2011

Effendi.F, & Makhfudli, ( 2009) Keperawatan komunitas : Teori dan praktik keperawatan.
Jakarta : Salemba medika.

Asriwati, & Israwati. (2019). Buku ajar antropologi kesehatan dalam keperawatan. Yogyakarta :
Deepublish.

Mahyar Suara. 2011.Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta.Trans Info Media.

Sudiharjo. 2017. Asuhan Keperawatan dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta


.EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai