Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama
dimana sangat mempengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu hamil serta mengakibatkan dampak
yang luas. Provinsi Sulawesi utara khususnya Kabupaten kepulauan sangihe merupakan salah satu daerah
endemis malaria dimana hampir setiap tahun kasus malaria meningkat hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
dan salah satunya yaitu faktor lingkungan. Karakteristik lingkungan di kecamatan manganitu sangat berpotensi
sebagai breeding place dan resting place bagi vektor malaria dan sangat rentan terhadap penyebaran malaria.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisa hubungan antara faktor lingkungan dengan kejadian penyakit
malaria pada pasien rawat jalan di puskesmas Manganitu kabupaten kepulauan sangihe. Penelitian ini
menggunakan desain cross sectional dengan metode observasional analitik. Populasi pada penelitian ini yaitu
seluruh pasien rawat jalan di puskesmas manganitu pada bulan Januari-Februari 2013 yang berjumlah 840 dan
diambil 100 sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
prevalensi malaria di Kecamatan Manganitu yaitu 12,4% dan berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan fisher exact test dengan α = (0,05) dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan (kebiasaan keluar
rumah malam hari, kebiasaan penggunaan bahan anti nyamuk, keberadaan lingkungan perindukkan nyamuk,
keberadaan kandang ternak, dan kebiasaan penggunaan kelambu berinsektisida) merupakan faktor resiko
terjadinya penyakit malaria pada pasien rawat jalan di Puskesmas Manganitu Kabupaten kepulauan Sangihe,
sehingga disarankan agar melakukan upaya pencegahan dengan menghindari kontak dengan nyamuk serta
memperhatikan keadaan lingkungan sekitar yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan dan tempat
peristirahatan nyamuk sebagai vektor penyakit malaria.
Kata Kunci : Faktor lingkungan, Kejadian Penyakit Malaria
Abstract
Malaria is a contagious disease that remains a major public health problem which greatly affects the high infant
mortality rate, under five and pregnant women as well as resulting in a broad impact. North Sulawesi province in
particular districts Sangihe archipelago is one of the most malaria-endemic areas where malaria cases increased
every year it is influenced by several factors and one of them is environmental factors. Characteristics of the
environment in the district Manganitu potential as a breeding place and resting place for malaria vectors and so
susceptible to the spread of malaria. The purpose of this study is to analyze the relationship between
environmental factors with the incidence of malaria in the outpatient of Puskesmas Manganitu Sangihe
archipelago. This study uses cross-sectional design with analytic observational method. Population in this study
are all patients at the outpatient of Puskesmas Manganitu in January-February 2013, which amounted to 840 and
100 samples were taken using simple random sampling technique. The results showed that 12,4% the prevalence
of malaria in the district Manganitu and based on the results of statistical tests using the Fisher exact test with an
error rate 5% (α=0.05) it can be concluded that environmental factors (night going habit, the use insect repellent
habits, the breeding place of mosquito, existence of cattle, and the use of insecticide-treated nets habits) is a risk
factor for malaria in outpatient health center Manganitu District of Sangihe Island so it can be suggested that
prevention efforts to avoid contact with mosquitoes and considering the state of the environment as a potential
breeding sites and resting places of mosquitoes as malaria vector.
Keywords : Environmental Factors, Incidence of malaria
PENDAHULUAN berpengaruh besar terhadapa ada tidaknya malaria di
suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang
hutan, pesawahan, tambak ikan, pembukaan hutan, dan
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan
utama dimana sangat mempengaruhi tingginya angka
kemungkinan timbulnya malaria karena tempat-tempat
kematian bayi, balita dan ibu hamil serta
tersebut merupakan tempat perindukkan nyamuk
mengakibatkan dampak yang luas dan memungkinkan
sebagai vektor penyakit malaria (Prabowo, 2004).
sebagai penyakit emerging dan reemerging karena
adanya kasus import dan vektor potensial pada Karakterisktik lingkungan di wilayah Kecamatan
penularan dan penyebarannya. Malaria tersebar luas Manganitu Kabupaten Kepulauan Sangihe merupakan
hampir di seluruh belahan dunia terutama di Negara- daerah yang sangat berpotensi sebagai breeding place
negara yang beriklim tropis dan subtropis. Setiap tahun dan resting place bagi vektor malaria dan sangat rentan
lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria terhadap penyebaran malaria karena wilayah
dan lebih dari 100.000 orang meninggal dunia kecamatan Manganitu merupakan daerah pegunungan,
(WHO,2008). hutan dan beberapa aliran sungai dan air payau bahkan
masih terdapat bekas tambak atau kolam ikan yang
Indonesia sebagai salah satu Negara beriklim tropis
sudak tidak terawat di sekitar pemukiman penduduk.
termasuk Negara yang rawan terhadap penularan
Sementara itu, dari segi lingkungan sosial penduduk
penyakit malaria. Pada tahun 2007, terdapat 396
yaitu kebiasaan penggunaan kelambu berinsektisida
Kabupaten endemis dari 495 Kabupaten yang ada,
yang telah menjadi salah satu program pemerintah
dengan perkiraan sekitar 45% penduduk berdomisili di
daerah dimana setiap rumah tangga telah dibagikan
daerah yang beresiko tertular malaria. Menurut hasil
kelambu berinsektisida tetapi sebagian besar penduduk
Riskesdas tahun 2010, prevalensi (Period Prevalence)
di kecamatan Manganitu tidak menggunakan kelambu
malaria di Indonesia yaitu 10,7% (Depkes, 2011).
tersebut sebagaimana mestinya. Penelitian ini
Di Provinsi Sulawesi utara, tahun 2010 prevalensi dilaksanakan di wilayah kecamatan Manganitu dengan
malaria juga masih cukup tinggi yaitu 1,9% pertimbangan masih tingginya kasus kejadian malaria
dibandingkan dengan prevalensi nasional tahun 2010 dan terus menunjukan peningkatan setiap tahun dan
0,6%. Sementara itu prevalensi malaria di Kabupaten hingga saat ini belum diketahui dengan jelas hubungan
Kepulauan Sangihe khususnya wilayah Kecamatan antara faktor lingkungan dengan kejadian penyakit
Manganitu juga menunjukkan angka yang cukup tinggi malaria di wilayah kecamatan Manganitu Kabupaten
Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian 2.0. dilakukan analisis univariat dan bivariat.
hari yaitu dengan persentase 80%. Dari data yang ada Keberadaan kandang
menunjukkan 80% responden tidak menggunakan ternak
kelambu berinsektisida pada saat tidur malam hari dan Ya 93,3% 6,7% 0,000
20% responden memiliki kebiasaan menggunakan Tidak 30,0% 70,0%
kelambu berinsktisida. Sementara itu data tentang Keberadaan
kebiasaan responden menggunakan bahan anti nyamuk Lingk.perindukkan
menunjukkan 80% responden tidak menggunakan nyamuk
bahan anti nyamuk pada saat beraktifitas dimalam hari Ya 90,3% 9,7% 0,003
namun ada 20% responden yang memiliki kebiasaan Tidak 42,9% 57,1%
menggunakan bahan anti nyamuk pada saat tidur di
Ket. p = probabilitas
malam hari. dan untuk variabel keberadaan kandang
ternak di sekitar rumah 55% di sekitar tempat tinggal Setelah di uji statistik dengan menggunakan uji fisher
responden terdapat kandang ternak dengan jarak yang exact hubungan kebiasaan keluar rumah malam hari
dekat sementara 45% responden lainnya tidak ada dengan kejadian penyakit malaria diperoleh hasil nilai p
kandang ternak di sekitar tempat tinggal data ini dapat (0,004) dengan OR sebesar 6,64. maka dapat
dilihat pada tabel 1. Sementara itu, 59% dari responden disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan
di sekitar tempat tinggalnya terdapat lingkungan keluar rumah malam hari dengan kejadian penyakit
perindukkan nyamuk seperti genangan air, semak malaria dimana responden yang memiliki kebiasaan
keluar rumah malam hari memiliki risiko 6,64 kali lebih Seperti Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
besar menderita malaria dibandingkan dengan oleh Babba, dkk (2005) di Papua hasilnya menunjukkan
responden yang tidak memiliki kebiasaan keluar rumah bahwa keberadaan ternak di sekitar rumah merupakan
malam hari. faktor resiko terjadinya malaria dengan nilai OR : 2,44
yang berarti adanya kandang ternak di sekitar rumah
Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari dapat
memiliki resiko 2,44 kali menderita malaria. Demikian
meningkatkan risiko terinfeksi penyakit malaria karena
halnya dari hasil uji statistik hubungan antara
sifat dari vektor malaria yaitu eksofilik yaiu nyamuk
keberadaan lingkungan perindukkan nyamuk dengan
yang lebih memilih habitat di luar rumah dan eksofagik
kejadian penyakit malaria dapat disimpulkan terdapat
yaitu nyamuk yang suka menggigit manusia di luar
hubungan antara keberadaan lingkungan perindukkan
rumah. Hal ini didukung dengan penelitian yang pernah
nyamuk dengan kejadian penyakit malaria karena
dilakukan oleh Ernawati, dkk (2010) pada 414 sampel
responden yang di sekitar tempat tinggalnya terdapat
di provinsi Lampung, dimana hasil penelitian
lingkungan perindukkan nyamuk beresiko 12,4 kali
menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi malaria
menderita malaria. penelitian yang sama pernah
pada kelompok responden yang memiliki aktivitas
dilakukan di Thailand tahun 2003 yang dilakukan oleh
keluar rumah pada malam hari lebih tinggi dari proporsi
Honraddo et al, menunjukkan bahwa rumah yang dekat
kelompok responden yang tidak memiliki kebiasaan
dengan tempat perkembangbiakkan nyamuk
beraktivitas keluar rumah malam hari dengan
menyebabkan meningkatnya risiko penularan malaria
prevalence ratio 1,04. Sementara hasil tabulasi antara
2,37 kali.
kebiasaan penggunaan bahan anti nyamuk dengan
kejadian penyakit malaria menunjukkan responden yang Kesimpulan
memiliki kebiasaan tidak menggunakan bahan anti
Responden yang memiliki kebiasaan keluar rumah
nyamuk pada saat beraktifitas dimalam hari memiliki
malam hari memiliki risiko 6,64 kali menderita malaria
peluang sebesar 1,56 kali menderita malaria. Sejalan
dengan nilai p (0,004); responden yang memiliki
dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Masra
kebiasaan menggunakan bahan anti nyamuk berpeluang
(2002) di Kota Bandar lampung dimana hasil penelitian
1,56 kali menderita penyakit malaria dengan nilai p
menunjukkan makin rendah tingkat penggunaan bahan
(0,000) ; responden yang tidak menggunakan kelambu
anti nyamuk, semakin besar risiko untuk terinfeksi
berinsektisida pada malam hari berisiko 2,10 kali
penyakit malaria karena kebiasaan tidak menggunakan
menderita malaria ; responden yang disekitar tempat
bahan anti nyamuk memiliki risiko 1,75 kali menderita
tinggalnya ada kandang ternak memiliki peluang 32,6
malaria. Sementara untuk hubungan antara keberadaan
kali menderita malaria ; responden yang di sekitar
kandang ternak dengan kejadian penyakit malaria
tempat tinggal terdapat lingkungan perindukkan nyamuk
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh (p=0,000)
berisiko 12,4 kali menderita malaria dibandingkan
dengan OR sebesar 32,6 hal ini menunjukkan terdapat
dengan responden yang di sekitar tempat tinggalnya
hubungan antara keberadaan kandang ternak dengan
tidak ada lingkungan perindukkan nyamuk.
kejadian penyakit malaria dimana responden yang di
sekitar tempat tinggalnya terdapat kandang ternak
memiliki peluang 32,6 kali menderita penyakit malaria.
Daftar Pustaka Kedokteran Masyarakat. Vol. 24. No. 1. Maret
2008: 38-43.
Arsin, A. 2012. Malaria di Indonesia tinjauan aspek
epidemiologi. Makassar : Masagena Press Honrado ER, Fungladda W. 2003. Social and
behavioral risk factor related to malaria in
Babba, I, Hadisaputro, S, Sawandi, S .2006. Faktor-
southeast Asia Countries. Bangkok : department
faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian
of tropical medicine, mahidal university.
Malaria (Studi Kasus diWilayah Kerja
Puskesmas Hamadi Kota Jayapura), Artikel Masra, F. 2002. Hubungan tempat perindukkan
Publikasi , Tesis S2. Universitas Diponegoro nyamuk dengan kejadian malaria di kecamatan
Semarang. Teluk Betung Barat kota Bandar Lampung
[tesis]. Jakarta : Program pasca sarjana ilmu
Chin. 2000 , Control of Comunicable Desease Manual
kesehatan masyarakat UI.
edisi 17. American Public Health Association,
Washington Nalim, S. 2002 Rapid Assesment of Correlation
between remotly sensed data and Malaria
Depkes. 2011. Riset Kesehatan Dasar 2010.
Prevalence in the Monoreh Hill Central Java,
Duarsa, A. 2007. Pengaruh perpaduan berbagai Indonesia, Final Report, Geneva 2002.
Erdinal, Susanna D, Wulandari RA, 2006 Faktor- Soedarto, 2012. Protozoologi Kedokteran. Bandung:
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian KPD
Malaria Di Kecamatan Kampar Kiri Tengah,
Sucipto, C D. 2011. Vektor penyakit tropis.
Kabupaten Kampar, 2005/2006, Makara,
Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Kesehatan, Vol. 10, No. 2, Desember 2006: 64-
70 Sutanto, I, Ismid, IS, Sjarifuddin, PK, Sungkar, S.
2008. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:
Ernawati K, Soesilo B, Duarsa A, Rifqatussa A. 2010.
Fakultas Kedookteran UI.
Hubungan faktor risiko individu dan lingkungan
rumah dengan malaria di Punduh Pedada WHO. 2008. WHO Recomended Surveilance Second
Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. edition, Geneva
Makara kesehatan, vol.15 no.2, Desember 2011:
51-57 Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya.
Handayani L, Pebrorizal, Soeyoko. 2008. Faktor Jakarta : Erlangga.
Risiko Penularan Malaria Vivak. Berita