Anda di halaman 1dari 28

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Kepulauan Meranti sebuah kabupaten yang terdiri dari kumpulan

pulau-pulau kecil. Tanah gambut dan pantai lumpur juga menjadi ciri khas

kabupaten ini. Kabupaten Kepulauan Meranti menyimpan berbagai kekayaan

alam yang sangat melimpah. Salah satunya adalah sumber daya alam bakau yang

dapat digunakan untuk bahan bakau arang yang memiliki nilai ekonomis sangat

tinggi di pasar luar negeri. Namun pemanfaatan hutan bakau di kepulauan ini

sangat mengkhawatirkan, karena sering dimanfaatkan oleh oknum atau pihak-

pihak yang hanya mementingkan kepentingan sendiri tanpa mengutamakan

kepentingan umum (Tarigan, 2011).

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pendukung utama bagi kehidupan

di wilayah pesisir. Secara ekologis, hutan mangrove mempunyai peranan dalam

ekosistem yang berfungsi sebagai pelindung terhadap hempasan gelombang dan

arus, sebagai daerah pemijahan, mencari makan, dan asuhan berbagai jenis ikan,

udang dan biota laut lainnya. Secara ekonomis, kayu mangrove dimanfaatkan

sebagai bahan bangunan dan pembuatan arang, selain itu hutan mangrove juga

dimanfaatkan sebagai lahan pemukiman masyarakat, tambak dan lokasi

pariwisata.

Pertumbuhan penduduk yang tinggi di wilayah pesisir dan pulau kecil

mengakibatkan kebutuhan akan pemukiman, lahan perikanan dan pariwisata

semakin meningkat sehingga ekosistem pesisir khususnya mangrove mengalami

degradasi. Demikian pula kondisi ekosistem mangrove di Pulau Rangsang,


2

khususnya di Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat. Terdegradasinya

hutan mangrove di Desa Anak Setatah diakibatkan oleh pemanfaatan yang tidak

terkontrol karena ketergantungan masyarakat di daerah pesisir di Desa Anak

Setatah sangat tinggi. Pembabatan hutan mangrove yang akan dimanfaatkan untuk

pembuatan arang, bahan tiang bangunan serta kayu bakar. Pemanfaatan hutan

mangrove secara berlebihan tersebut akan berujung pada terjadinya kerusakan dan

berkurangnya luas hutan mangrove.

Rusaknya hutan mangrove di Desa Anak Setatah akan berdampak pada

semakin mundurnya garis pantai di Pulau Rangsang khususnya di Kecamatan

Rangsang Barat mengingat Pulau Rangsang yang berbatasan dengan Selat

Malaka. Gelombang laut yang berasal dari Selat Malaka akan menggerus daratan

Pulau Rangsang dikarenakan tidak ada lagi hutan mangrove sebagai pelindung

hempasan gelombang laut. Rusaknya hutan mangrove juga dapat mengakibatkan

terjadinya intrusi air laut yang akan mengancam keberlangsungan hidup

masyarakat di Desa Anak Setatah karena air tawar yang tercemar intrusi air laut

akan menyebabkan keracunan bila dikonsumsi.

Mengingat pentingnya keberadaan ekosistem mangrove untuk

mempertahankan fungsi ekologis suatu kawasan, maka perlu dilakukan upaya

untuk mempertahankan fungsi ekologis mangrove sebagai pengendali kerusakan

lingkungan di kawasan pesisir. Sebagai upaya awal untuk mencegah dan

menanggulangi kerusakan ekosistem mangrove diperlukan data dan informasi

yang akurat tentang keberadaan ekosistem mangrove di suatu kawasan. Namun

kegiatan pemantauan dan inventarisasi mangrove di lapangan tidaklah mudah.


3

Kesulitan pemantauan di lapangan merupakan kendala kelangkaan data

mangrove, sebagai alternatifnya dikembangkan teknik penginderaan jauh.

Tegas adalah kelompok yang didirikan masyarakat Anak Setatah dalam upaya

melawan musibah gundulnya hutan mangrove di Rangsang Barat yakni Kelompok

Pelestari Wilayah Pesisir "Tegas"  itulah nama sebuah kelompoknya yang

didirikan warga Desa Anak Setatah, yang didukung oleh pemerintah desa

setempat yang hingga saat ini masih eksis melakukan penanaman dalam upaya

mencegah gundulnya hutan mangrove, selain itu kelompok Tegas ini juga

menggalakkan pembibitan pohon mangrove untuk ditanam di areal-areal tepian

laut. Kelompok ini merupakan kelompok aktif dalam upaya reboisasi hutan bakau

dan api-api yang kini semakin hari semakin kritis, dikarenakan penebangan kayu

yang cukup tinggi karena tingginya permintaan.

Sebagian kawasan pesisir Desa Anak Setatah telah mengalami abrasi yang

dipengaruhi secara alami oleh faktor alam, salah satu pengaruh alam yaitu pada

musim utara terjadi angin kencang dan menyebabkan kuatnya hempasan

gelombang yang menggerus pesisir di Desa Anak Setatah sehingga mengalami

abrasi pantai. Daerah ini masih berada dikawasan perairan Selat Malaka yang

memiliki gelombang besar dan kontur pantai yang berlumpur serta tanah

bergambut sehingga dari penomena ini menyebabkan menghilangnya hampir 100

hektar luasan pesisir pantai Desa Anak Setatah.

1.2. Tujuan Praktek Magang

Praktek magang ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan

meningkatkan keterlampiran tentang teknik rehabilitasi ekosistem mangrove di


4

Desa Anak Setatah (Kelompok Pelestari Wilayah Pesisir Tegas) Kecamatan

Rangsang Barat Kabupaten Kepulauan Meranti.

1.3. Manfaat Pratek Magang

Praktek magang ini diharapkan penulis mempunyai pengetahuan dan

keterlampilan dalam teknik rehabilitas hutan mangrove.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Mangrove

Menurut Nyabakken (1993), hutan mangrove adalah sebutan umum yang

digunakkan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang

didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang

mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Menurut Bengen

(2000), hutan mangrove meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8

famili yang terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga yaitu : Avicennia,

Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera,

Laguncularia, Aegiceras, Aegatilis, Snaeda dan Conocarpus.

Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan

pantai, hutan pasang surut, hutan payau dan hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri

dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan

mangrove yaitu Rhizopohora spp (Arief, 2009). Hutan mangrove merupakan

sumber alam daerah tropis yeng mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh luas

ditunjukan dari aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Besarnya peranan hutan

mangrove atau ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahuai dari

banyak jenis hewan baik yang hidup diperairan, diatas lahan maupun ditajuk-tajuk

pohon mangrove serta manusia yang tergantung pada hutan mangrove (Naamin,

1991).

Para ahli berpendapat bahwa hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik

dengan fungsi bermacam-macam, yaitu : fungsi fisik, fungsi biologi dan fungsi

ekonomi atau produksi (Naamin, 1991). Fungsi fisik dari hutan mangrove atau
6

ekosistem mangrove, yaitu : menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi

pantai dan tebing sungai, mencega teradinya erosi pantai sera sebagai perangkap

zat-zat pencemran limbah. Fungsi biologi dari hutan atau ekosistem mangrove,

yaitu sebagai daerah pasca larva dan yuwana jenis-jenis tertentu dari ikan, udang

dan bangsa krustacea lainnya serta menjadi tempat bersarangnya burung-burung

dan menjadi habitat alam barbagai jenis biota. Sementara itu pula ekosistem yang

memiliki produktivitas yang tinggi adalah termasuk ekosistem mangrove

(Pariyono, 2006).

Fungsi ekonomi atau produksi menurut Naamin (1991), mengelompok

menjadi bahan yang dapat dimanfaatkan secara langsung dan tidak secara

langsung. Pemanfaatan mangrove secara langsung , meliputi : bahan bakar (kayu

bakar, arang, alkohol); bahan bangunan (kayu bangunan, tiang-tiang, pagu-pagu,

pagar) alat penangkap ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tanin untuk penyamak);

tekstil dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit);

makanan, minuman dan obat-obatan; produksi kertas; bahan untuk membuat alat-

alat rumah tangga; bahan unyuk kegiatan pertanian (pupuk), lainnya (bok untuk

pengepakan). Sedangkan untuk pemanfaatan tidak langsung meliputi : ikan,

udang, molluska, lebah madu, burung, mamalia, reptil, dan fauna lainnya

(amphibi dan insekta) (Pariyono, 2006).

Berdasarkan karekterstik ekologi maupun biologi ekositem mangrove

memiliki fungsi yang sangat penting antara lain (Bengan, 2002) :

a. Melindungi garis pantai dan kehidupan di belakangnya dari gempuran

tsunami dan angin, kerena kondisi tajuknya yang relatif rapat, dan kondisi

perakarannya yang kuat dan rapat mampu mencekram dan menstabilkan


7

tanah habitat tumbuhnya, dan sekaligus mencegah teradinya salinitasi pada

wilayah-wilayah di belakangnya.

b. Melindungi padang lamun dan terumpu karang, karena sistem

perakarannya yang mampu menahan lumpur sungai dan menyerap

berbagai bahan polutan yang secara ekologi pada akhirnya akan dapat

melindungi kehidupan berbagai jenis flora dan fauna yang berasosiasi

dengan padang lamun dan terumpu karang.

c. Melindungi tempat buaya dan berpijahnya berbagai jenis ikan dan udang

komersial, termasuk melindungi tempat tinggal, baik tetap maupun

sementara berbagai jenis burung, mamalia, ikan, kepiting, udang, dan

reptil, yang banyak diantaranya termasuk jenis bintang yang dilindungi

undang-undang.

Menurut Kusmana (1994), ada tiga faktor utama penyebab kerusakan hutan

mangrove, yaitu : pertama adalah pencemaran, yang meliputi pencemaran minyak

dan pencemaran logam berat ; yang kedua adalah konversi hutan mangrove yang

kurang memperhatikan faktor lingkungan, meliputi : budidaya perikanan,

pertanian, jalan raya, industri serta jalur dan pembangkit listrik, produksi garam,

perkotaan, pertambangan dan penggalian pasir ; dan yang ketiga adalah

penebangan yang berlebihan.

2.2. Jenis-jenis Mangrove

Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 2002 jenis tumbuhan mangrove,

meliputi 89 enis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44

jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis diantaranya

mangrove sejati (true mangrove) yang terdiri dari jenis pohon dan beberapa jenis
8

perdu, sementara jenis lain ditemukan di sekitar mangrove dan dikenal sebagai

jenis mangrove ikutan (asociate mangrove). Di seluruh dunia, (Saenger et al,.

1983), mencatat sebanyak 60 jenis tumbuh mangrove sejati dengan demikian

terlihat bahwa Indonesia memiliki keragaman jenis yang tinggi. (Noor et al,.

2006).

Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, enis mangrove ditemukan

antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rizhophora sp.), tancang

(Bruguiera sp.), dan bogam atau pedada (Sonneratia sp.), merupakan tumbuhan

mngrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah

kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah

habitatnya (Irwanto, 2006).

Jenis-jenis mangrove yang ada di Indonesia

a. Avicennia

Belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan ketinggian mencapai

25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran horizontal dan akar

nafas yang rumit. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk ari (atau seperti

asparagus) uang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu berwarna keabu-abuan atau

gelap kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain

kadang-kadang memiliki permukaaan yang halus. Pada bagian batang yang

tua, kadang-kadang ditemukan serbuk tipis.


9

Gambar 1. Avicennia (Cronquist, 1981)

Klasifikasi : Aveceninia Alba

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Ancanthaceae

Genus : Avecennia

Sumber : Cronquist, 1981

b. Bruguera

Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 30

m. Kulit kayu memiliki lentisial, permukaannya halus hingga kasar, berwarna

abu-abu tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan

melebar ke samping dibagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar

lutut.
10

Gambar 2. Bruguiera (Wetlands, 2006)

Klasifikasi : Bruguiera

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Spermatophyta

Ordo : Malpighiales

Famili : Rhizophoraceae

Genus : Bruguiera

Sumber : Wetlands, 2006

c. Ceriops

Pohon kecil atau semak dengan ketinggian mencapai 25 m. Kulit kayu

berarna abu-abu, kadang-kadang coklat, halus dan pangkalnya

menggelembung. Pohon seringkali memiliki akar tunjang yang kecil.


11

Gambar 3. Ceriops (Wetlands, 2006)

Klasifikasi : Ceriops

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Spermatophyta

Ordo : Malpighiales

Famili : Rhizophoraceae

Genus : Ceriop

Sumber : Wetlands, 2006

d. Rhizopora

Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang

memiliki diameter 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan

terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari

percabangan bagian bawah.


12

Gambar 4. Rhizopora (Wetlands, 2006)

Klasifikasi : Rhizopora

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Spermatophyta

Ordo : Malpighiales

Famili : Rhizophoraceae

Genus : Rhizopora

Sumber : Wetlands, 2006

e. Sonneratia

Pohon selalu hijau, tumbuh terbesar, ketinggian kadang-kadang hingga 15

m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudial yang

halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai

akar nafas yang berbentuk kerucut dan tingginya mencapai 25 cm.


13

Gambar 5. Sonneratia (Wetlands, 2006)

Klasifikasi : Sonneratia

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Spermatophyta

Ordo : Mytales

Famili : Lythreceace

Genus : Sonneratia

Sumber : Wetlands, 2006

f. Aegiceras

Semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan

ketinggian mencapai 6 m. Akar menjalar di permukaan tanah. Kulit kayu

bagian luar bewarna abu-abu hingga coklat kemerahan, bercerlah, serta

memiliki sejumlah lentisial.


14

Gambar 6. Aegiceras (Wetlands, 2006)

Klasifikasi : Aegiceras

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Spermatophyta

Ordo : Primulales

Famili : Myrsinacea

Genus : Sonneratia

Sumber : Wetlands, 2006

2.3. Zonasi Mangrove

Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh pada 4 zona, yaitu pada zona

terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir

tawar, serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar (Tomlinson, 1986).

a. Mangrove Terbuka

Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Zona ini

didominasi oleh Sonneratia alba yang tumbuh pada areal yang benar-

benar dipengaruhi oleh air laut.

b. Mangrove Tengah
15

Mangrove di zona ini terletak di belakang mangrove zona terbuka.

Zona ini biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora spp.

c. Mangrove Payau

Mangrove berada di sepanjang sungai berair payau hingga tawar. Zona

ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa.

d. Mangrove Daratan

Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di

belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis yang umum

mendominasi di zona ini ialah Lumnitzera racemosa dan Pandanus spp.

Zona ini memiliki keanekaragaman jenis yang lebih tinggi dibandingkan

dengan zona lainnya.

2.4. Pengertian Rehabilitasi

Menurut UU NO 30 tahun 2009, yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah

upaya pemulian untuk mengembalikan nilai, fungsi dan manfaat lingkungan hidup

termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan

memperbaiki eksosistem.

Restorasi dan rehabilitasi lahan atau bekas lahan hutan mangrove adalah hal

yang sangat penting saat ini. Fakta akan pentingnya ekosistem mangrove dan

ancaman yang dihadapi hutan mangrove saat ini, membuat kebutuhan akan

restorasi dan rehabilitas menjadi suatu keharusan. Sebenarnya rehabilitasi

mangrove tidak selalu harus dengan penanaman, sebab setiap tahun mangrove

menghasilkan ratusan ribu benih berupa buah atau biji per pohonnya. Dengan

kondisi hidrologi yang layak biji atau buah mangrove ini dapat tumbuh sendiri,
16

seperti halnya di tempat dulu mereka perna tumbuh sehingga kembali membentuk

hidrologi normal, dalam waktu yang cepat (Pramudji, 2001).

2.5. Manfaat Rehabilitasi

Seirama dengan bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan

meningkatnya aktivitas pembangunan dewasa ini, telah menempatkan kawasan

hutan mangrove dieksploitasi menjadi sasaran yang pontensial untuk kegatan

pertambakan, pertanian dan pemungkiman. Pemanfaatan wilayah pesisir yang

semakin meningkat tersebut selain memberikan dampak positif melalui

peningkatan tarif hidup dan lapangan kerja pada masyarakat pantai, namun juga

mempunyai akibat yang negatif terhadap ekositem mangrove, jika

pemanfaatannya tidak ramah lingkungan dan tidak terkendali. Oleh karena itu,

kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang telah kritis kondisinya perlu dilakukan,

untuk memulihkan dan mengembalikan fungsi perlindungan, pelestarian dan

fungsi produksinya (Pramudji, 2001).

2.6. Teknik-teknik Rehabilitasi Mangrove

Upaya untuk merehabilitasi lahan mangrove yang telah kritis adalah dengan

cara melakukan penghijauan dengan memerlukan teknik yang spesifik. Disamping

penguasaan teknik penanaman, perlu juga dipelajari formasi jenis tumbuhan yang

membentuk atau jenis penyusun hutan mangrove pada lokasi yang akan dilakukan

penanaman umumnya utan terdiri dari tumbuhan penyusun utama, antara lain

Avicennia sp., Rhizophora sp., Sonneratia sp., atau Bruguiera sp.. Persemaian dan

media semai, pengangkutan bibit, penanaman dan pemeliharaan (Pramudji, 2001).


17

Pengadaan bibit untuk penghijauan ini sebaiknya diambil dari pohon induk

yang sehat dan sudah berumur lebih 10 tahun ke atas. Pengambilan bibit

diupayakan diambil dekat dengan lokasi yang akan dilakukan penanaman.

Pengambilan bibit harus diseleksi, yaitu memilih bibit yang sehat, ukuran antara

45 - 75 cm, lurus kuat dan jika diambil dari biji yang sudah tumbuh arus memilih

bibit yang memiliki pertumbuan sesuai dengan umurnya (Pramudji, 2001).

Setelah program penanaman bibit mangrove selesai, maka kegiatan

selanjutnya yang sangat penting adalah kegiatan pemeliharaan terhadap tanaman

mangrove diupayakan sampai sekitar 2 tahun. Kemudian penjarangan dilakukan

setelah tegakan berumur 5 – 10 tahun, mengingat waktu tanaman jarak antara

tumbuhan satu dengan lainya 1 x 2 meter atau 2 x 3 meter (Pramudji, 2001).

Langkah-langkah Rehabilitas mangrove menurut (Sudarno et al,. 2012) :

a. Persiapan Lahan

b. Pembersian lahan

c. Pemasangan jalur tanam dan ajir

d. Pembuatan papan pengenalan informasi lokasi penanaman

e. Memilih jenis mangrove yang sesuai

f. Menentukan bibit yang baik

g. Penanaman

h. Sistem penanaman

i. Kriteria kerusakan mangrove

2.7 Jenis Mangrove yang dipilih

Rhizophora mucronata adalah salah satu jenis mangrove yang digunakan

untuk rehabilitasi kawasan mangrove di pantai. Salah satu alasan yang membuat
18

jenis ini banyak dipilih untuk rehabilitasi hutan mangrove karena buahnya yang

mudah diperoleh, mudah disemai serta dapat tumbuh pada daerah genangan

pasang yang tinggi maupun genangan rendah (Supriharyono, 2000).

Nama daerah Rhizophora mucronata adalah bakau, bakau gundul,bakau,

genjah dan bangko. Tanaman ini termasuk dalam famili Rhizophoraceae dan

banyak ditemukan pada daerah berpasir serta daerah pasang surut air laut.

Tanaman bakau dapat tumbuh hingga ketinggian 35 – 40 m. Tanaman bakau

memiliki batang silindris, kulit luar berwarna coklat keabu-abuan sampai hitam,

pada bagian luar kulit terlihat retak-retak. Bentuk akar tanaman ini menyerupai

akar tunjang (akar tongkat). Akar tunjang digunakan sebagai alat pernafasan

karena memiliki lentisel pada permukaannya. Tumbuhan mangrove mempunyai

daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan, adaptasi terhadap kadar-kadar

oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas

(Bengan, 2000).

Klasifikasi (Rhizophora mucronata) menurut Wethland (2006), adalah sebagai

berikut :

Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Mytales

Famili : Rhizophoraceae

Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora mucronata


19

III. METODE PELAKSANAAN MAGANG

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek magang ini dilaksanakan mulai bulan Januari – Februari 2021 yang

bertempatan di Desa Anak Setatah (Kelompok Pelestari Wilayah Pesisir Tegas)

Kecamatan Rangsang Barat Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang akan digunakan pada praktek magang ini mencakup peta lokasi,

peralatan teknis penanaman (ajir, tali rafia, refraktometer, dan ember).

Bahan dari pekerjaan ini adalah bibit mangrove yang terdiri dari berbagai jenis

yang telah ditentukan seperti Rhizophora mucronata.

3.3. Metode Praktek Magang

Metode yang digunakan dalam praktek magang ini adalah metode praktek

partisipatif, yaitu mengikuti seluruh kegiatan di kelompok Tegas yang meliputi

pembibitan, penanaman mangrove, serta senantiasa berdiskusi dengan

pembimbing dan masyarakat di sekitar lokasi kelompok Tegas Anak Setatah.

Maka mahasiswa diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan disiplin, intensitas

kerja serta kultur masyarakat di sekitar lokasi praktek magang serta meliputi

beberapa tahap pekerjaan seperti:

1. Persiapan dan Pra Survei.

2. Pekerjaan Survei.

3. Rehabilitasi

4. Pemeliharaan dan monitoring.


20

3.4. Prosedur Praktek Magang

1. Penentuan Lokasi

Lokasi kegiatan magang ini ada di salah satu Desa Anak Setatah yakni

Kelompok Pelestari Wilayah Pesisir Tegas Kecamatan Rangsang Barat Kabupaten

Kepulauan Meranti. Tegas merupakan suatu kelompok atau organisasi yang

bergerak dalam bidang Pencegahan Abrasi. Kelompok Tegas didirikan pada

Tanggal 23 Februari 2006 di Desa Anak Setatah Kecamatan Rangsang Barat

Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Sejarah berdirinya Kelompok Tegas

tidak terlepas dari abrasi yang terus menerus menghantam pantai yang berada di

Desa Anak Setatah yang kebetulan desa ini pantainya merupakan pantai dari Selat

Melaka yang gelombangnya cukup kuat sehingga sangat berpotensi terjadinya

abrasi.

Luasan ekosistem mangrove di Desa Anak Setatah yaitu 350 Ha yang

tediri dari jenis Rhizophora sp dengan luasan 300 Ha yang penyebarannya di

sepanjang pesisir Desa Anak Setatah. Rata-rata keadaan ekosistem mangrove

tersebut sudah rusak. Berdirinya Kelompok Tegas merupakan suatu cita-cita agar

abrasi yang terjadi di Desa Anak Setatah tidak terjadi lagi.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data ini berupa data primer dan data sekunder.

a. Data primer diperoleh langsung dari hasil responden dengan cara

wawancara terstruktur dengan menggunakan kuisioner sebagai alatnya.

Hasil yang diperoleh dari narasumber atau informasi yang dianggap

berpontesi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya


21

di lapangan. Pengumpulan data ini menggunakan metode wawancara

dan observasi.

 Wawancara yaitu pengumpulan data dengan melakukan

serangkaian wawancarai kepada nelayan, wiraswasta, petani dan

pengelolaan mangrove di Desa Anak Setatah.

 Observasi yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

langsung dilapangan (pengukuran kualitas air, suhu dan salinitas

air laut).

b. Data sekunder adalah sebagian data pendukung data primer dari

literatur dan dokumentasi serta data yang diambil dari suatu organisasi.

 Dokumentasi yaitu pengumpulan data dilakukan dengan mencatat

data yang diperlukan baik dari responden maupun dari instansi

pemerintah terkait.

3.5. Analisis Data

Data disajikan dalam bentuk gambar dan tabel, yang kemudian dijelaskan

secara deskriptif dengan melakukan pengumpulan data berupa literatur-literatur

yang bersumber dari buku dan jurnal.


22

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2009. Hutan Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan


Bogor Indonesia. Jakarta.

Bengen, D.G. 2000. Pedoman Teknis Pengelanan dan Pengelolaan Ekosistem


Mangrove. PKSPLfk-IPB. Bogor.

Bengan, D.G. 2002. Mangrove dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta
Prinsip Pengelolaannya. Sinopsis. PKSPLfk-IPB. Bogor.

Cronquis, . (1991). An Integrated System of Classification of Flowering Plants.


New York : Columbia University Press.

Duke, N.G 2006. Rhizopora apiculata, R. mucronata, R. stylosa, R. annamalai, R.


lamarckii (Indo-West Pacific Stilt Mangrove). Permanent Agriculture
Resources 2 (1).

Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna pada Ekosistem Mangrove, Bogor :


Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Kusmana, C. 1994. Manajemen Hutan Mangrove di Indonesia. Laboratorium


Ekologi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Naamin, N, 1991. Penggunaan Hutan Mangrove untuk Budidaya Tambak


Keuntungan dan Kerugian. Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove.
MAB Indonesia-LPI, Bandar Lampung.

Noor, Y.R., Khazali., M., Suryadiputra, I.N.N,. 2006. Panduan Pengenalan


Mangrove di Indonesia. PHKM/WI-IP, Bogor.

Nybakken, J.W. 1993. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT.
Gramedia. Jakarta. 459 hlm.

Pramudji, 2001. Ekosistem Hutan Mangrove dan Peranannya Sebagai Habitat


Berbagai Fauna Aquantik. Balai Litbang Biologi Laut, Puslit Oseanografi-
LIPI, Jakarta.

Pariyono. 2006. Kajian Potensi Kawasan Mangrove dalam Kaitannya Dengan


Pengelolaan Wilayah Pantai. Tesis. Program Pascasarjana Universitas
Diponogoro. Semarang.

Saru, Amaran. 2013. Mengungkap Potensi Emas Hijau di Wilayah Pesisir.


Masagena Press. Makassar. 238 hlm.
23

Sudarno, Nano. 2013. Teknik Rehabilitas Hutan Bakau. PNPM-Mandiri. Jakarta.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah


Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Tarigan, N. 2011. Kondisi Hutan Mangrove Berdasarkan Struktur Komunitas di


Daerah-daerah Pulau Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti
Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan Universitas
Riau. Pekanbaru. 102 hal.

Tomlinson, P.B. 1994. The Botany of Mangrove. Cambridge University Press,


Cambridge. U.K., 419 hlm

Wethland Internasional Programme, 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di


Indonesia, PKA/WI-IP, Bogor.
24

LAMPIRAN
25

Lampiran 1

ORGANISASI PRAKTEK MAGANG

1. Pelaksana Praktek Magang

Nama : Dandi Asmawi

NIM : 1804111123

Pekerjaan : Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas


Riau

Jurusan : Ilmu Kelautan

Alamat : Jl. Pelabuhan, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten


Kepulauan Meranti

2. Dosen Pembimbing

Nama : Dr. Ir. Nursyirwani , M.Sc.

NIP : 196006151988102001

Pekerjaan : Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

Alamat : Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru Pekanbaru,


Riau
26

Lampiran 2

JADWAL USULAN PRAKTEK MAGANG

Praktek magang ini akan dilaksanakan di Kelompok Pelestari Wilayah

Pesisir Tegas Di Desa Anak Setatah Kabupaten Kepulaun Meranti. Kegiatan ini

akan dimulai pada bulan Januari sampai Februari 2021. Adapun jadwal kegiatan

magang yang dilakukan sebagai berikut :

Desember Januari Februari Maret


No. Kegiatan 2020 2021 2021 2021
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
1.
Proposal
2. Persiapan
3. Pelaksanaan
Penyusunan
4.
Laporan
Ujian
5.
Magang
27

Lampiran 3

Outline Sementara

LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR.

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Tujuan Praktek Magang
1.3. Manfaat Praktek Magang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Mangrove


2.2. Jenis-jenis Mangrove
2.3. Zonasi Mangrove
2.4. Pengertian Rehabilitas
2.5. Manfaat Rehabilitas
2.6. Teknik-teknik Rehabilitasi Mangrove
2.7. Jenis Mangrove yang dipilih

BAB III METODOLOGI PRAKTEK

3.1.Waktudan Tempat
3.2. Bahan dan Alat
3.3. Metode Praktek Magang
3.4. Prosedur Praktek Magang
3.5. Analisis Data

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
28

Lampiran 4

ANGGARAN BIAYA

1. Persiapan Praktek Magang

a. Pembuatan proposal magang : Rp. 50.000,-

b. Perbanyak proposal magang : Rp. 100.000,-

c. Alat Tulis : Rp. 50.000,-

Total : Rp. 200.000,-

2. Pelaksanaan Praktek Magang

a. Trsanportasi : Rp. 300.000,-

b. Biaya tempat tinggal 1 bulan : Rp. 500.000,-

c. Biaya hidup 1 bulan : Rp. 1.000.000,-

Transportasi dalam kota : Rp. 100.000,-

Total : Rp. 1.900.000,-

3. Biaya Tak Terduga : Rp. 190.000,-

4. Total Biaya Keseluruhan : Rp. 1.990.000,-

Terbilang : Satu Juta Sembilan Ratus Sembilan Puluh Ribu Rupiah

Anda mungkin juga menyukai