Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH STABILITAS BAHAN DAN SEDIAAN FARMASI

“STABILITAS SEDIAAN SALEP LUKA BAKAR”

Dosen :Prof.Dr.TetiIndrawati, MS. Apt

DISUSUN OLEH :

Tuti Herawati. N 16334037

Ulfah Istiqomah 16334083

Godwin Pargaulan S 16334085

Rutini Susi Elawati 16334097

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-nya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok matakuliah Stabilitas Bahan
dan Sedian Farmasi yang membahas tentang “Stabilitas Sediaan Luka Bakar”. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada dosen matakuliah Stabilitas Bahan dan Sediaan Farmasi yaitu
Prof. Dr. Teti Indrawati, MS. Apt. yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyusun makalah ini dengan baik.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami mohon kritik serta saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan
baik dari segi lainnya. Untuk itu kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Jakarta, Desember 2020

Kleompok I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................3

1.1. Latar Belakang........................................................................................................3

1.2. Masalah...................................................................................................................4

1.3. Tujuan......................................................................................................................4

BAB II TINJAUNA PUSTAKA..............................................................................................5

2.1. Stabilitas...................................................................................................................5

2.1.1. Teori Stabilitas ..............................................................................................5

2.1.2. Ketidakstabilan...............................................................................................6

2.1.3. Penaggulangan Ketidakstabilan.....................................................................7

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas........................................................10

2.3. Macam-macam Metode Uji Stabilitas Secara Umum............................................14

2.4. . Karakteristik Sediaan Salep Luka Bakar..............................................................16

BAB III PEMBAHASAN...................................................................................................... 17

3.1. Stabilitas Sediaan Salep Luka Bakar......................................................................17

3.2. Farktor-faktor yang mempengaruhi Stabilitas Sediaan Salep Luka Bakar............17

3.3. Cara Menanggulangi Ketidakstabilan Sediaan Salep Luka Bakar.........................23

3.4. Metode Menentukan Stabilitas Sediaan Salep Luka Bakar...................................24

BAB IV PENUTUP................................................................................................................25

4.1. Kesimpulan............................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................26
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan
kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai obat
dalam ataupun obat luar. Ada berbagai bentuk sediaan obat di bidang farmasi, yang dapat
diklasifikasikan menurut wujud zat dan rute pemberian sediaan. Berdasarkan wujud zat, bentuk
sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan bentuk cair (larutan sejati, suspensi,
dan emulsi), bentuk sediaan semipadat (krim, lotion, salep, gel, supositoria), dan bentuk sediaan
solida/padat (tablet, kapsul, pil, granul, dan serbuk). Perkembangan dalam bidang industri
farmasi telah membawa banyak kemajuan khususnya dalam formulasi suatu sediaan, salah
satunya adalah bentuk sediaan solida. Sediaan solida memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan sediaan bentuk cair, antara lain: takaran dosis yang lebih tepat, dapat
menghilangkan atau mengurangi rasa tidak enak dari bahan obat, dan sediaan obat lebih stabil
dalam bentuk padat sehingga waktu kadaluwarsa dapat lebih lama (Hadisoewignyo dan
Fudholi,2013).

Penghantaran obat secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan
dibandingkan beberapa rute penghantaran lainnya. Pemberian oral juga dapat digunakan untuk
pengobatan sistemik dengan berbagai bentuk sediaan farmasi. Sediaan oral merupakan rute
yang paling banyak digunakan karena memberikan kemudahan dalam penggunaannya. Namun,
kelarutan bahan obat dalam saluran cerna merupakan suatu karakteristik fisika kimia yang perlu
diperhatikan dalam memformulasi suatu sediaan dengan rute pemberian secara oral karena akan
mempengaruhi ketersediaan hayati, sehingga untuk mengatasi keterbatasan tersebut dilakukan
beberapa pendekatan untuk meningkatkan waktu tinggal dari penghantaran obat pada bagian
atas saluran pencernaan (Baru et al., 2012).
Sediaan tablet dalam formulanya terdiri atas bahan aktif dan bahan tambahan. Beberapa
bahan tambahan antara lain bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur, bahan pelicin,
dan bahan pelincir. Salah satu tujuan penambahan bahan tambahan dalam formulasi sediaan
tablet adalah untuk melindungi, mendukung, dan meningkatkan stabilitas dan bioavailabilitas

4
bahan aktif (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Kemajuan teknologi dan pengembangan
bentuk sediaan obat dalam bidang farmasi telah banyak mendorong dilakukannya modifikasi
terhadap sediaan tablet, diantaranya adalah penambahan suatu bahan tambahan yang berfungsi
sebagai kontrol pelepasan dalam formulasi sediaan tablet floating.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana stabilitas sediaan Salep Luka Bakar?


2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi stabilitas sedian Salep Luka Bakar?
3. Bagaimana cara menanggulangi masalah stabilitas sediaan Salep Luka Bakar?
4. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk menentukan stabilitas sedian Slaep Luka
Bakar?

1.3. Tujuan

1. Untuk memeahami stabilitas sediaan Salep Luka Bakar


2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi stabilitas sediaan Salep Luka
Bakar
3. Untuk memahami cara menanggulangi masalah stabilitas Salep Luka Bakar
4. Untuk mengetahui metode apa saja yang dapat digunakan untuk stabilitas sediaan Salep
Luka Bakar

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Stabilitas

2.1.1. Stabilitas

Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obatyang
berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam waktu relative lama, obat akan beradadalam
keadaan semula, tidak berubah atau bila berubah masuh dalam batas yangdiperbolehkan oleh
peryaratan tertentu. Batas kadar obat masih bersisa 90% keatas masihbias digunakan, tetapi bila
kadarnya kurang dari 90% tidak dapat digunakan lagi atau disebutsebagai sub standar waktu
diperlukan sehingga obat tinggal 90% disebut umur obat (Anonim: 2005).

Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu obat atau sediaan farmasi biasanya
diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama sampai ketenangan
pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga
dapat membahayakan dan dampak negatif bagi jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat dapat sehingga dapat dipilih suatu
kondisi dimana kestabilan obat optimum.

Masing-masing bahan tambahan baik yang memiliki efek terapetik atau nonterapetik
dapat mempengaruhi stabilitas senyawa aktif dan sediaan. Faktor kondisi lingkungan yang utama
yang dapat mengurangi stabilitas termasuk di dalamnya Paparan temperatur yang ekstrim,
cahaya, kelembaban dan CO2. Faktor utama dari bentuk sediaan yang dapat mempengaruhi
stabilitas obat, termasuk ukuran partikel, pH, komposisi sistem pelarutan, kompatibilitas anion
dan kation, kekuatan larutan ionik, kemasan primer, bahan tambahan kimia yang spesifik dan
ikatan kimia dan difusi dari obat dan bahan tambahan.

6
2.1.2. Ketidakstabilan

Suatu produk obat dianggap tidak stabil bila bahan obat (aktif bahan) kehilangan potensi
yang cukup untuk mempengaruhi keamanan secara merugikan atau kemanjuran obat atau berada
di luar spesifikasi berlabel seperti yang ditunjukkan olehmetode penunjuk stabilitas. Untuk
mengevaluasi stabilitas produk obat dengan benar, itu pentingtentukan kondisi penyimpanan di
mana kekuatan obat bisadipelihara untuk menyediakan produk obat yang aman dan berkhasiat
(FDA, 1997)

Efek-efek yang tidak diinginkan dari ketidakstabilan bahan farmasi adalah (Joshita,
2008):
a) Hilangnya zat aktif
b) Naiknya konsentrasi zat aktif
c) Bioavaibilitas berubah
d) Hilangnya keseragaman kandungan
e) Menurunnya status mikrobiologi
f) Hilangnya elegansi produk dan “Patient Acceptability”
g) Pembentukan hasil urai yang toksik
h) Hilangnya kekedapan kemasan
i) Menurunnya kualitas label
j) Modifikasi faktor hubungan fungsional

Ketidakstabilan fisik buruk dapat mempengaruhi produk obat. Beberapa jalan melalui
mana kestabilan fisik dapat terjadi antara lain :

1) Polimorf
Zat yang dapat mengkristal dalam bentuk yang berbeda dari senyawa kimia yang sama.
Bentuk mereka mengkristal berbeda dalam energi yang mungkin menunjukkan variasi
dalam sifat seperti kelarutan, kompresibilitas dan titik leleh.
2) Kristalisasi
Partikel dalam suspense dapat mengunah distribusi ukuran partikel fluktuasi suhu sering
menimbulkan kristalisasi tersebut terjadi, karena peningkatan hasil suhu kelarutan yang
lebih besar ( yang berarti bahwa partikel yang lebih kecil dapat membubarkan lebih

7
cepat) dan penurunan hasil suhu di beberapa kristalisasi obat pada partikel yang sudah
ada.. siklus fluktuasi tersebut akan menyebabkan penurunan proporsi kristal yang lebih
besar hadir.
3) Penguapan
Meningkat pada suhu tinggi dan akan mengakibatkan hilangnya pelarut. Ketika pelarut
atau cairan hilang konsentrasi produk meningkat. Hal ini dapat menyebabkan overdosis
bila produk ini dikelola. Hilangnya pelarut juga bisa menyebabkan pengendapan obat
juka kelarutan obat dalam keadaan yang tersisa terlampaui.
4) Adsorbsi obat atau eksipien
Adalah kejadian umum dan dapat mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk
pengobatan. Obat dapat menyerap ke filter, wadah, tabung, jarum suntik, atau bahan
lainnya. Hal ini sangat mengganggu dalam khasus obat dosis rendah. Penyerapan sering
dapat diminimalkan dengan persiapan alat dan wadah dengan silicon. Dalam beberapa
khasus menambahkan albumin atau bahan yang mirip dengan pembawa sebelum
menambahkan obat dapat memiliki hasil yang sama.

2.1.3. Penanggulangan Ketidakstabilan

Kestabilan dari suatu zat merupakan dari suatu zat merupakan faktor yang harus
diperhatikan dalam formulai suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya
biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memerlukan waktu yang lama sampai ke
tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga
dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi pembuatan sediaan yang
tepat sehingga kestabilan obat terjaga (Anonim, 2010).

Untuk obat tertentu, satu bentuk kristal atau polimorf mungkin lebih stabil daripada
lainnya, hal ini penting supaya obat dipastikan murni sebelum diprakarsai oleh  percobaan uji
stabilitasnya dan suatu ketidakmurnian mungkin merupakan katalisator pada kerusakan obat atau
mungkin menjadikan dirinya tidak akan stabil mengubah kestabilan fisik bahan obat dan suatu
kestabilan obat yang sempurna (Martin, 1983).

8
Interkonveksi bentuk hidrat dan anhidrat dari Ampicilin dapat memiliki efek yang
berkaitan pada laju pelarutan dari formulasi berarti berkaitan juga dengan ketersediaan hayati.
Bentuk dari anhidrat lebih larut dibandingkan dengan berat murni kelarutannya pada suhu 37o C
telah ditentukan bagian fungsi dari pil untuk ke suatu bentuk kristal (Martin, 1983).

Dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu sediaan farmasi dilakukan pengamatan pada
kondisi dimana obat tersebut disimpan. Misalnya pada temperatur kamar. Ternyata metode ini
memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis. Sekarang waktu mempercepat analisis dapat
dilakukan test stabilitas dipercepat yaitu dengan mengamati perubahan konsentrasi pada suhu
tinggi. Dengan membandingkan dua harga K pada temperatur yng berbeda dapat dihitung energi
aktivasinya sehingga K pada suhu kamarpun dapat dihitung. Harga K pada suhu kamar dapat
juga dihitung dari grafik antara log 1 dengan 1/T. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu
sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat (Martin, 1983).

Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang efektif karena mengalami
degradasi. Dekomposisi obat juga dapat menghasilkan racun oleh produk-produk yang
berbahaya bagi pasien.. Ketidakstabilan mikrobiologis produk obat yang steril juga bisa
berbahaya.

Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah stabilitas dari
bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia
fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya,
kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan.
Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan
aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis,
toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan
untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara
internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari kandungan sebenarnya (Voight,
1994).

Dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu sediaan Farmasi dilakukan pengamatan


pada kondisi dimana obat tersebut disimpan. Misalnya pada temperature kamar. Ternyata metode
ini memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis. Sekarang waktu mempercepat analisis

9
dapat dilakukan test stabilitas dipercepat yaitu dengan mengamati perubahan konsentrasi pada
suhu tinggi. Dengan membandingkan dua harga K pada temperature yang berbeda dapat dihitung
energi aktivasinya sehingga K pada suhu kamarpun dapat dihitung. Harga K pada suhu kamar
dapat juga dihitung dari grafik antara log 1 dengan 1/T. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu
sediaan Farmasi dapat diketahui dengan tepat (Ansel, 1989).

Pada masa lalu juga banyak perusahaan Farmasi mengadakan evaluasi mengenai
kestabilan sediaan Farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih sesuai dengan waktu
normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam penggunaan. Metode seperti itu
memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian yang dipercepat pada temperature tinggi juga
banyak dilakukan oleh banyak perusahaan, tetapi kriterianya sering merupakan criteria buatan
yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip dasar kinetic. Contohnya, beberapa perusahaan
menggunakan aturan bahwa penyimpanan cairan pada 37o mempercepat penguraian 2 kali
lajunya poada temperature normal, sementara perusahaan lain mengandaikan bahwa kondisi
tersebut mepercepat penguraian dengan 20 kali laju normal, Telah dibuktikan bahwa koefisien
temperatur buatan dan kestabilan tidak dapat diterapkan pada sediaan-sediaan cair dan sediaan
Farmasi yang lain. Perkiraan waktu penyimpanan harus diikuti dengan analisis yang dirancang
secara hati-hati untuk bermacam-macam bahan dalam tiap produk jika hasilnya cukup berarti
(Martin, 1993).

Integritas kimia dijaga sampai senyawa tersebut disampaikan ke tempat absorpsi atau
pemakaian yang dimaksudkan. Jelaslah bahwa ketidakstabilan kimia dalam bentuk sediaan atau
ketidakstabilan sebelum terbawa melewati pembatas biologis awal, tanpa kecuali mempengaruhi
bioavaibilitas (Martin, 1993).

Apabila bentuk sediaan dari suatu obat diubah, misalnya dengan dilarutkan dalam suatu
cairan, diserbuk ataupun ditambahkan bahan-bahan penolong lain, atau juga dilakukan
modifikasi terhadap kondisi lingkungan dari obat itu sendiri, yaitu misalnya dengan mengubah-
ubah kondisi penyimpanan dan lain sebagainya, maka dengan demikian stabilitas obat yang
bersangkutan mungkin juga akan terpengaruh (Connors, 1992).

10
Ketidakstabilan produk obat dapat mengakibatkan terjadinya penurunan sampai dengan
hilangnya khasiat obat, obat dapat berubah menjadi toksik atau terjadinya perubahan penampilan
sediaan (warna, bau, rasa, konsistensi).

Ketidakstabilan suatu sediaan farmasi dapat dideteksi melalui perubahan sifat fisika dan kimia. Stabilitas
obat dapat diketahui dari ada atau tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan (Ansel, 1989;
Lachman dkk,1986).

Faktor lingkungan seperti temperatur, radiasi cahaya dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida
dan uap air) juga mempengaruhi stabilitas. Demikian pula faktor formulasi seperti ukuran partikel, pH,
sifat dari air dan sifat pelarutnya dapat mempengaruhi stabilitas (Osol dkk., 1980).

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas

Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas produk farmasi termasuk stabilitas intrinsik
bahan aktif, interaksi potensial antara bahan aktif dan tidak aktif, proses manufaktur, bentuk
dosis, sistem penutupan dan kondisi lingkungan yang ditemui selama pengiriman, penyimpanan
dan penanganan dan lamanya waktu antara pembuatan dan penggunaan. Faktor fisik seperti
panas, cahaya, dan kelembaban dapat memulai atau mempercepat reaksi kimia (Felton, 2012)

Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalammembuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatusediaan biasanya diproduksi dalam jumlah
besar dan memerlukan waktuyang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan.
Obat yangdisimpan dalam jangka waktu lama dapat mengalami penguraian danmengakibatkan
dosis yang diterima pasien berkurang. Adanya hasil uraianzat tersebut bersifat toksik sehingga
dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui factor-faktor yang
mempengaruhi kestabilansutau zat sehingga dapat dipilih pembuatan sediaan yang tepat sehingga
kestabilan obat terjaga (Anonim, 2015 : 13).

Faktor-faktor yang mempengaruhu stabilitas obat antara lain (Gokani, H. Rina D, N.


Kinjal, 2012). :

1. Oksigen

11
Oksigen merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam reaksi oksidasi.
Reaksi oksidasi ini dapat mempengaruhi kestabilan obat karena dapat mendegradasi obat
tersebut.
2. Suhu
Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi semua reaksi kimia. Kenaikan suhu akan
mempercepat reaksi kimia suatu obat. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan
stabilitas obat menjadi berkurang dan akhirnya menyebabkan penurunan kadar dari obat
tersebut.
3. pH
pH dapat mempengaruhi tingkat dekomposisi obat,. Obat biasanya stabil pada pH 4
sampai 8. Dengan adanya penambahan asam ataupun basa dapat menyebabkan
penguraian larutan obat menjadi dipercepat dan menyebabkan obat menjadi tidak stabil.

Reaksi kimia yang paling sering ditemui, yaitudapat terjadi dalam produk farmasi sebagai
berikut (Felton, 2012) :

1. Oksidasi
Oksidasi adalah penyebab utama ketidakstabilan produk, dan seringkali, tetapi tidak
selalu, penambahan oksigen atau penghilangan hydrogen terlibat. Ketika oksigen
molekuler terlibat, reaksinya dikenal sebagai oksidasi otomatis karena terjadi secara
spontan, meskipun perlahan, pada suhu kamar. Oksidasi, atau hilangnya elektron dari
atom, sering terjadi melibatkan radikal bebas dan reaksi berantai selanjutnya. Hanya
oksigen dalam jumlah yang sangat kecil diperlukan untuk memulai reaksi berantai.
Dalam praktiknya, mudah untuk menghilangkan sebagian besar oksigen sebuah wadah,
tetapi sangat sulit untuk mengeluarkan semuanya. Karenanya, nitrogen dan karbon
dioksida sering digunakan untuk menggantikan udara ruang kepala dalam wadah farmasi
untuk membantu meminimalkan kerusakan akibat oksidasi.
2. Hidrolisis
Obat yang mengandung ester (misalnya kokain, physostigmine, aspirin,tetrakain,
prokain, dan metildopa), amida (misalnya, dibukain), imida (misalnya, amobarbital),
imina (misalnya diazepam), dankelompok fungsional laktam (misalnya penisilin,
sefalosporin) adalahdi antara mereka yang rentan terhadap hidrolisis.

12
Ketika hidrolisis terjadi, konsentrasi bahan aktif menurun sedangkan konsentrasi
produk dekomposisi meningkat. Pengaruh perubahan ini pada tariff reaksi tergantung
pada urutan reaksi. Denganreaksi orde-nol laju dekomposisi tidak bergantungkonsentrasi
bahan. Meskipun solusi yang lemah terurai pada tingkat absolut yang sama dengan solusi
yang lebih kuat, yang lebih lemahsolusinya, semakin besar proporsi bahan aktif yang
dihancurkan dalam waktu tertentu; yaitu, persentase dekomposisi adalahlebih besar
dalam solusi yang lebih lemah. Meningkatkan konsentrasi sebuahbahan aktif yang
dihidrolisis oleh kinetika orde-nol akanmemperlambat dekomposisi persentase
3. Kompatibilitas interionik (Ion N+ –Ion N-)
Kompatibilitas atau kelarutan ion yang bermuatan berlawanan bergantung terutama
pada jumlah muatan per ion dan ukuran molekul ion. Secara umum, ion polivalen
kebalikannyabiaya lebih cenderung tidak kompatibel. Jadi, ketidakcocokan mungkin
terjadi pada penambahan ion besar dengan muatan berlawanan dengan obat.
4. Dekarboksilasi
Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini salisilic acid
dapat kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk urainya memiliki
potensi farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dpt terjadi pada beberapa
antibiotik yg memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari asam karboksilat atau anion
karboksilat.Dekarboksilasi seperti ituakan terjadi dalam antibiotik berikut: natrium
karbenisilin, asam bebas karbenisilin, natrium ticarcillin, dan asam bebas ticarcillin.
5. Resemisasi
Rasemisasi, atau tindakan atau proses perubahan dari filesenyawa aktif secara optik
menjadi senyawa rasemat atau senyawacampuran optik tidak aktif dari R (rektus) dan S
yang sesuaibentuk (sinister), merupakan pertimbangan utama dalam farmasistabilitas.
Aktivitas optik suatu senyawa dapat dipantau olehpolarimetri dan dilaporkan dalam rotasi
tertentu. Kiralkromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) telahdigunakan selain polarimetri
untuk mengkonfirmasi enansiomerkemurnian sampel.
6. Epimerisasi
Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi dengan
cepat ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3, mengakibatkan terjadinya

13
perubahan sterik pd gugus dimetilamin. Bentuk epimer dari tetrasiklin seperti
epitetrasiklin tidak memiliki aktifitas anti bakteri.
7. Kekuatan Ion
Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis dipengaruhi
oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta kecepatan hidrolisis
berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya dengan muatan ion, sebagai
contoh obat-obat kation yang diformulasikan dengan bahan tambahan anion.
8. Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau
diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH nya.
Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi adalah faktor
yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan, akibat dari reaksi
hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat stabil dalam beberapa hari,
beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan
dengan larutan lain yg dapat mempengaruhi nilai pH nya, senyawa aktif dapat
terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan garamnya
biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk mempertahankan pHnya
pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum. Pengaruh pH pada kestabilan
fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting, sebagai contoh kestabilan emulsi
intravena lemak dirusak oleh pH asam.
9. Dekomposisi fotokimia
Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis pada
ikatan kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak stabil
terhadap foto oksidasi.
10. Kestabilan bentuk padat
Reaksi pada kondisi padat relatif bersifat lambat, kecepatan degradasinya
dikarakterisasi sesuai dengan kecepatan kinetik orde 1 atau sesuai dengan kurva signoid.
Sehingga obat-obat berbentuk padat dengan titik leleh yang rendah tidak boleh
dikombinasikan dengan bahan kimia lain yang dapat membentuk campuran uetectic.

14
Pada kondisi kelembaban yang tinggi, kecepatan dekomposisinya berubah sesuai dengan
kecepatan kinetik orde nol, karena  kecepatan dekomposisinya diatur secara relatif oleh
fraksi kecil dari obat yang muncul pada larutan jenuh yang letaknya pada permukaan atau
atau di dalamnya.
11. Temperatur
Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap
kenaikan 10 derajat suhu. Faktor nyata yg mengakibatkan kenaikan kecepatan reaksi
kimia ini adalah karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pd suhu ruang biasanya akan
berkurang ¼ atau 1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator. Temperatur dingin juga
dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Sebagai contoh refrigerator dapat mengkibatkan
kenaikan viskositas pada sediaan cair dan menyebabkan supersaturasi pada kasus lain,
dingin atau beku dapat merubah ukuran droplet pd emulsi, dapat mendenaturasi protein
atau pada kasus tertentu dapat menyebabkan kelarutan beberapa polimerik obat dapat
berkurang.

Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiaporang yang berkaitan
dengan bidang kefarmasian, mulai dari pengusahaobat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus
dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat atau sediaan yang dihasilkannya cukup stabil
sehinggadapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dimana obat tidak  berubah
menjadi zat tidak berkhasiat atau racun. Ahli farmasi harusmengetahui ketidakstabilan potensial
obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang digunakannya
akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai
efek  pengobatan yang diinginkan (Martin, 1993 : 724)

Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimaksudkan dalamrantai peristiwa ini
(Martin, 1993 : 724) :

1. Kestabilan dan tak tercakup proses laju umumnya adalah suatu yangmenyebabkan
ketidak aktifan obat melalui penguraian obat, atau melaluihilangnya khasiat obat karena
perubahan bentuk fisik dan kimia yangkurang diinginkan dari obat tersebut.
2. Disolusi, disini yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya obat dalam bentuk
sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.

15
3. Proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi beberapa proses berkaitandengan laju absorbsi
obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju pengeluaran obat setelah
proses distribusi dengan berbagaifaktor, seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ
tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur penglepasan.
4. kerja obat pada tingkat molekular obat dapat dibuat dalam bentuk yangtepat dengan
menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu proses laju.

2.3. Macam-macam Metode Uji Stabilitas Secara Umum

Kekuatan bukanlah satu-satunya kriteria stabilitas produk obat. Pemeliharaan berbagai


sifat kimia dan fisik untuk menjaga keefektifan dan keamanan obat juga penting. Properti seperti
fisik penampilan, bentuk kristal, ukuran partikel, kelarutan, laju disintegrasi, pH, sterilitas,
viskositas, palatabilitas (rasa dan bau), mungkin stabil terkait dan karenanya memerlukan
pengujian dan pengaturan penyimpanan khusus, kondisi dan batasan. Selain itu, tes mungkin
juga diperlukan untuk menentukan ada atau tidaknya produk degradasi yang berbahaya
(FDA,1997)

USP Pharmacopeia 34/Nasional Formularium 29 (USP 34/NF 29) memberikan definisi


untuk lima jenis umum stabilitas:

1. Stabilitas Kimia
Setiap bahan aktif mempertahankan integritas kimia dan potensi berlabel dalam batas-
batas tertentu.
2. Stabilitas Fisik
Sifat fisik asli, termasuk penampilan, palatabilitas, keseragaman disolusi, dan
suspendability, dipertahankan.
3. Stabilitas mikrobiologi
Resistensi terhadap pertumbuhan mikroba dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan. Agen antimikroba yang hadir mempertahankan efektivitas dalam batas-batas
tertentu. jenis mikroorganisme yang terdapat pada obat
a. Bakteri Gram Positif
 Staphylococcus aureus
 Streptococcus pyogenes

16
 Enterococcus sp.
 Clostridium perfringens
 Clostridium tetani
b. Bakteri Garam Negatif
 Pseudomonas aeruginosa
 Klebsiella
 entrerobacteriae
c. Fungi
 Candida albicans
 Candida parapsilosis
 Malassezia furfur
 Tricophyton sp.
 Trichoderma
 Aspergillus sp.

4. Stabilitas Terapeutik
Zat aktif masih berkhasiat memberikan efek terapi
5. Stabilitas Toksikologi
Tidak ada peningkatan yang signifikan dalam toksisitas. Stabilitas toksikologi adalah
ukuran yang menunjukkan ketahanan senyawa / bahan akan adanya pengaruh kimia,
fisika, mikrobiologi dan farmakologi yang tidak menyebabkan peningkatan toksisitas
secara signifikan. Efek toksik dapat dibedakan menjadi :
a) Efek toksik akut, mempunyai kolerasi langsung dengan absorbsi zat toksik
b) Efek toksik kronis, zat aktif dalam jumlah kecil diabsorbsi pada jangka waktu
lama, terakumulasi, mencapai konsentrasi toksik akhirnya timbul keraunan.

2.4. Karakteristik Sediaan Salep Luka Bakar

Untuk memperoleh salep yang baik, salep harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

17
 Stabil Salep harus stabil selama masih digunakan untuk mengobati. Oleh
karena itu, bebas inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban
yang ada dalam kamar.
 Lunak Salep banyak digunakan untuk kulit teriritasi, inflamasi dan dibua
tsedemikian sehingga semua zat keadaan yang halus dan seluruh produk
harus lunak dan homogeny
 Mudah dipakai Kebanyakan keadaan salep adalah mudah digunakan, kecuali
sediaan salep yang dalam keadaan sangat kaku (keras) atau sangat encer.
Salep tipe emulsi umumnya paling mudah dihilangkan dari kulit
 Dasar salep yang cocok Dasar salep harus dapat campur secara fisika dan
kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau
menghambat aksi terapi dari obatnya pada daerah yang diobati. Selain itu
dasar salep perlu dipilih untuk maksud dapat membentuk lapisan film penutup
atau yang dapat mudah dicuci sesuai yang diperlukan.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Stabilitas Sediaan Salep Luka Bakar


Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk
bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk
tersebut.
Kestabilan suatu zat merupakan suatu yang harus diperhatikan dalam membuat suatu
sediaan farmasi. Hal ini penting karena suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah
yang besar dan memerlukan waktu yang cukup panjang untuk sampai ketangan
konsumen. Oleh karena itu sediaan tersebut juga perlu diuji kestabilannya sesuai prosedur
yang telah ditentukan.
Sediaan salep yang stabil yaitu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat
diterima selama masa periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan
karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Adanya zat aktif
diperkirakan mempengaruhi kestabilan fisik dari setiap formula salep yang dibuat (Dewi
et al, 2014).

B. Faktor-faktor Yang MempengaruhiStabiltasSediaanSalep Luka Bakar

18
Ada lima jenis faktor yang mempengaruhi stabilitas, yaitu :

1.Stabilitas Fisika

Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa
memperdulikan kesempurnaan prosesnya.
a.Perubahan struktur kristal
Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh
perubahan lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi
umumnya menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan
resorpsi bahan obat.
b.Perubahan kondisi distribusi
Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada
sistem cairan banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai
sedimentasi atau pengapungan.
c. Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat
Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan
dapat mengalami pengerasan.
d. Perubahan perbandingan kelarutan
Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi
pemisahan bahan terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan
konsentrasi akibat penguapan bahan pelarut.

e. Perubahan perbandingan hidratasi


Melalui pengambilan atau pelepasan cairan dapat mempengaruhi
perbandingan hidratasi senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.

2. Stabilitas Farmakologi

3. Stabilitas Kimia

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Kimia


Masing-masing bahan tambahan baik yang memiliki efek terapetik atau non
terapetik dapat mempengaruhi stabilitas senyawa aktif dan sediaan. Faktor kondisi
lingkungan yang utama yang dapat mengurangi stabilitas termasuk di dalamnya Paparan
temperatur yang ekstrim, cahaya, kelembaban dan CO2. Faktor utama dari bentuk
sediaan yang dapat mempengaruhi stabilitas obat, termasuk ukuran partikel, pH,
komposisi sistem pelarutan, kompatibilitas anion dan kation, kekuatan larutan ionik,
kemasan primer, bahan tambahan kimia yang spesifik dan ikatan kimia dan difusi dari

19
obat dan bahan tambahan. Dalam berbagai bentuk sediaan reaksi-reaksi ini dapat
mengakibatkan rusaknya kandungan zat aktif, antara lain adalah

a.Hidrolisis
Ikatan amida juga dpt terhidrolisa meskipun kecepatan hidrolisanya lebih lambat
disbanding ester. Sebagai contoh prokain akan terhidrolisa apabila di autoklaf, tetapi
senyawa prokainamid tidak terhidrolisa.
Gugus laktam dan azometin (imine) dalam benzodiazepine juga dapat tehidrolisis. Faktor
kimia yang dapat menjadi katalis dalam reaksi hidrolisi adalah pH dan senyawa kimia
tertentu (contohnya dextrose dan tembaga dalam kasus hidrolisa ampisilin) b.Epimerisasi
Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi dengan cepat
ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3, mengakibatkan terjadinya
perubahan sterik pd gugus dimetilamin. Bentuk epimer dari tetrasiklin seperti
epitetrasiklin tidak memiliki aktifitas anti bakteri.
b. Dekarboksilasi
Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini salisilic acid dapat
kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk urainya memiliki
potensi farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dpt terjadi pada beberapa
antibiotik yg memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari asam karboksilat atau anion
karboksilat. Dekarboksilasi akan terjadi pada beberapa antibiotik : Carbenicillin sodium,
Carbenicillin free acid, Ticarcillin sodium, Ticarcillin free acid6
C. Dehidrasi
Dehidrasi yg dikatalisis oleh asam pada gol tetrasiklin menghasilkan senyawa
epianhidrotetrasiklin, senyawa yg tdk memiliki efek anti bakteri dan memiliki efek
toksisitas
D. Oksidasi
Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil yang terikat
langsung pada cincin aromatik (contoh pd katekolamin dan morfin), gugus dien
terkonjugasi (vit A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik aromatik, gugus turunan
nitroso dan nitrit dan aldehid (flavoring). Produk hasil oksidasi biasanya memiliki efek
terapetik lebih rendah. Identifikasi secara visual bisa terlihat pada perubahan warna
contohnya pada kasus efineprin. Oksidasi dapat dikatalisa oleh pH ion logam contohnya
tembaga dan besi, paparan terhadap oksigen, UV.7
f. Dekomposisi fotokimia
Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis pada ikatan
kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak stabil terhadap
foto oksidasi.
g. Kekuatan Ion
Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis dipengaruhi oleh
kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta kecepatan hidrolisis

20
berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya dengan muatan ion, sebagai
contoh obat-obat kation yang diformulasikan dengan bahan tambahan anion.8
h. Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau diperlambat
secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH nya. Nilai pH yang di
luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi adalah faktor yang mudah
mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan, akibat dari reaksi hidrolisis dan
oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat stabil dalam beberapa hari, beberapa
minggu, atau bertahun-tahun pada formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan
larutan lain yg dapat mempengaruhi nilai pH nya, senyawa aktif dapat terdegradasi dalam
hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan garamnya
biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk mempertahankan pHnya
pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum. Pengaruh pH pada kestabilan
fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting, sebagai contoh kestabilan emulsi
intravena lemak dirusak oleh pH asam.
I. Interionik
Kelarutan dari muatan ion yg berlawanan tergantung pada jumlah muatan ionnya dan
ukuran molekulnya. Secara umum ion2 polivalen dengan muatan berlawanan bersifat
inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi dengan penambahan sejumlah
besar ion dengan muatan yang berlawanan.8
J. Kestabilan bentuk padat
Reaksi pada kondisi padat relatif bersifat lambat, kecepatan degradasinya dikarakterisasi
sesuai dengan kecepatan kinetik orde 1 atau sesuai dengan kurva signoid. Sehingga obat-
obat berbentuk padat dengan titik leleh yang rendah tidak boleh dikombinasikan dengan
bahan kimia lain yang dapat membentuk campuran uetectic.
Pada kondisi kelembaban yang tinggi, kecepatan dekomposisinya berubah sesuai dengan
kecepatan kinetik orde nol, karena kecepatan dekomposisinya diatur secara relatif oleh
fraksi kecil dari obat yang muncul pada larutan jenuh yang letaknya pada permukaan atau
atau di dalamnya.1
K. Temperatur
Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap kenaikan 10
derajat suhu. Faktor nyata yg mengakibatkan kenaikan kecepatan reaksi kimia ini adalah
karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pd suhu ruang biasanya akan berkurang ¼ atau
1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator. Temperatur dingin juga dapat
mengakibatkan ketidakstabilan. Sebagai contoh refrigerator dapat mengkibatkan
kenaikan viskositas pada sediaan cair dan menyebabkan supersaturasi pada kasus lain,
dingin atau beku dapat merubah ukuran droplet pd emulsi, dapat mendenaturasi protein
atau pada kasus tertentu dapat menyebabkan kelarutan beberapa polimerik obat dapat
berkurang.

21
4. Stabilitas Mikrobiologi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Mikrobiologi


a.Faktor Sifat Fisika-Kimia Zat aktif dan Zat tambahan
Sifat fisika kimia zat aktif maupun zat tambahan dapat mempengaruhi stabilitas
mikrobiologi sediaan. Zat yang bersifat higroskopik atau hidrofilik rentan terhadap
kontaminasi mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan adanya air yang merupakan
media pertumbuhan bagi mikroorganisme.
Sedangkan untuk zat yang secara alami bersifat sebagai antimikroba, suatu
sediaan yang mengandung bahan tersebut pada keadaan tertentu tidak memerlukan
penambahan zat pengawet. Contohnya adalah alkohol dalam eliksir. Larutan-larutan
dengan kandungan gula yang tinggi, seperti sirup sederhana, resisten terhadap
pertumbuhan mikroorganisme. Sebaliknya, larutan sukrosa encer merupakan media
makanan yang efisien untuk pertumbuhan bakteri dan jamur.
b.Faktor Kontaminasi dari Bahan Baku dan Proses
Bahan baku alami dalam bantuk air yang bebas serbuk atau granula dapat menjadi
tempat tumbuhnya mikroorganisme, virus atau pun toksin mikroba. Analisa terhadap
bahan-bahan ini dapat menunjukkan keberadaan bakteri, spora Clostridium,
Staphylococci, kapang dan khusunya toksin fungi/jamur.
Kemungkinan keberadaan mereka mungkin sudah ada semenjak tahap persiapan
produksi. Bahan alami yang diekstrak, diproduksi maupun disediakan dalam bantuk cair
juga rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme. Cara pengawetan yang tidak tepat
ketiga digunakan utuk menghasilkan produk dalam bentuk larutan, disperse atau pun
emulsi dapat mendukung pertumbuhan mikroorganisme Gram negative seperti
Enterobacter spp., E. coli, Citrobacter spp., Pseudomonas spp dan lainnya.
Bahan baku kosmetik dan obat memrlukan perlindungan dri kontaminasi
mikroorganisme selama transportasi, penyimpanan dan produksi. Bahan baku yang
terkontaminasi akan menginduksi mikroorganisme ke dalam proses sehingga produk
dapat memiliki kandungan mikroorganisme yang berlebihan. Dengan demikian bahan
pengawet yang ditambahkan ke dalam sediaan pun menjadi tidak efektif dan tidak
memadai lagi sebagai antimikroba.

5. Stabilitas Toksikologi

Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Tosikologi


Zat kimia disebut xenobiotik (xeno = asing), dimana setiap zat kimia baru harus
diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas.3 Adapun
faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas adalah :
 Dosis
Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat kimia, termasuk
air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali atau dosis besar sekali
yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian.
22
 Faktor bahan penyusun
 Stabilitas bahan aktif
 bahan pembantu
a)Dapar
Merupakan suatu campuran asam lemah dengan garamnya atau basa lemah dengan
garamnya. tujuannya adalah untuk mempetahankan ph, meningkatkan stabilitas obat,
meningkatkan kelarutan obat, efek terapetik. Kriteria pemilihan dapar, yaitu :
.dapar mempunyai kapasitas yang memadai dalam kisaran pH yang dinginkan
(untuk mempertahankan stabilitas obat maka daparnya kecil) II.dapar harus aman secara
biologis
dapar tidak mempunyai efek merusak stabilitas produk
memperbaiki rasa dan warna yang dapat diterima
b)Pengawet
Kemungkinan kontaminasi selama pembuatan, penyimpanan dan penggunaan. Sumber
kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan tambahan, lingkungan, alat-alat dan
bahan pengemas. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pengawet:
Koefisien distribusi liphoid-air à yang dipilih pengawet yang larut
Harga pH à karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah pengawet yang
tidak terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang dapat menembus membrane
Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel
Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet
Syarat memilih bahan pengawet, yaitu perlu dipilih bahan yang dapat tersatukan secara
fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang kesemuanya tergantunng dosis,
dapat tercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan termasuk wadah dan tutup,
tidak berbau dan tidak berasa, efektif sebagai bakteriostatik atau bakterisid, fungiostatik
atau fungisid serta cukup larut dalam pembawa hingga mencapai konsentarsi yang
memadai.
c)Antioksidan
Terjadinya oksidasi karena dipengaruhi oleh :
Harga pH à semakin tinggi harga pH semakin rendah potensial redoks sehingga
oksidasinya semakin lancer
Cahaya à sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan atau
mempercepat proses oksidasi, maka molekul-molekul obat semakin reaktif
O2 atau kandungan O2 à akan meningkatkan proses oksidasi
Ion logam berat à berfungsi sebagai katalisator proses oksidasi
Pertimbangan-pertimbangan dalam memilih antioksidan antara lain adalah harus efektif
pada konsentrasi yang menurun, tidak toksik, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan
OTT, larut dalam pembawa dan dapat bercampur dengan bahan lainnya.13 c.Faktor luar.
cara pembuatan
bahan pengemas

23
Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang langsung
bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan bahan pengemas sekunder,
yaitu bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan sediaan. Syarat dalam
pemilihan bahan pengemas antara lain adalah :
melindungi preparat dari keadaan lingkungan
tidak boleh bereaksi dengan produk
tidak boleh memberikan rasa atau bau paa produk
tidak toksik
disetujui oleh lembaga kesehatan dunia
harus memenuhi tuntunan tahan banting yang sesuai
mudah mengeluarkan is
menarik
d.kondisi penyimpanan yang meliputi suhu, tekanan, kelembapan dan cahaya.
Suhu penyimpanan sediaan harus dijelaskan karena menyangkut aspek stabilitas dan
masa kadaluwarsa sediaan. Suhu penyimpanan menurut farmakope indonesia terdiri dari:
Dingin adalah pada suhu tidak lebih dari 8°C.
Sejuk adalah penyimpanan pada suhu antara 8°C dan 15°C.
Suhu Kamar adalah penyimpanan pada suhu ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah
suhu yang diatur antara 15°C dan 30°C.
Hangat adalah penyimpanan pada suhu antara 30°C dan 40°C.
Panas berlebih adalah penyimpanan pada suhu di atas 40°C.
Perlindungan dari pembekuan selain resiko kerusakan kemasan (wadah), pembekuan
suatu sediaan (artikel) dapat menyebabkan kehilangan kekuatan / potensi, atau merusak
dan mengubah sifat sediaan. Pada etiket / label kemasan harus dicantumkan petunjuk
untuk melindungi sediaan / artikel dari pembekuan. Penyimpanan di bawah kondisi tidak
khusus jika tidak ada petunjuk khusus penyimpanan atau pemabatasan dalam monografi,
maka kondisi penyimpanan termasuk perlindungan terhadap kelembapan, pembekuan
dan panas berlebihan.

C. Cara -caraMenanggulangiKetidakstabilanSediaanSalep Luka Bakar

Ketidakstabilansuatusediaansaleplukabakarditandaidengan :
a) Ketidak stabilan fisik
Ketidakstabilanfisikdarisediaanditandaidenganadanyapemucatanwarnaataumunculnyawar
na, timbulbau, perubahanataupemisahanfase, pecahnyasalep, perubahankonsistensi,
pertumbuhan Kristal atau perubahan bentuk kristal ,terbentuknya gas dan perubahan
bentuk fisik lainnya .

b) Ketidakstabilankimia

24
Ketidakstabilankimiaditandaidenganberkurangnyakonsentrasizataktifkarenaterjadireaksia
tauinteraksikimia, rusaknyaeksipienkarenahidrolisis dan reaksisejenis
,sertapembentukansenyawa lain
c) Ketidakstabilanmikrobiologi
Ketidakstabilanmikrobiologiditandaidenganpertumbuhanmikroorganisme yang
tampakmaupuntidaktampak ,sepertiAspergillus niger, Candida albicans, Pseudomonas
aeruginosa , Staphylococusaureus,Escheria coli, yang mencemariproduk pada
waktupembuatan

D. Metode Menentukan Sediaan Salep Luka Bakar

Uji StabilitasSediaanSaleplukabakar
 Uji organoleptik
Uji organoleptic dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan cara melakukan
pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau dari sediaan yang telah dibuat.
 Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah dibuat homogeny
atau tidak. Caranya, salep dioleskan pada kaca transparan dimana sediaan diambil 3
bagian yaitu atas, tengah dan bawah. Homogenitas ditunjukkan dengan tidak adanya
butiran kasar pada sediaan salep.
 Uji pengukuran pH
Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan salep untuk menjamin sediaan
salep tidak menyebabkan iritasi pada kulit. pH sediaan salep diukur dengan menggunakan
stik pH universal atau indicator pH. Stik pH universal dicelupkan kedalam sampel salep
yang telah diencerkan, diamkan beberapa saat dan hasilnya disesuaikan dengan standar
pH universal. pH sediaan yang memenuhi kriteria pH kulit yaitu dalam interval 4,5 – 6,5.
 Uji dayasebar
Uji daya sebar dilakukan untuk menjamin pemerataan salep saat diaplikasikan pada kulit.
Ditimbang sebanyak 0,5gram kemudian diletakkan ditengah kaca bulat berskala. Di atas
salep diletakkan kaca bulat lain atau bahan transparan lain dan pemberat sehingga berat
kaca bulat dan pemberat 150 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter
penyebarannya. Daya sebar salep yang baik antara 5-7 cm.
 Uji aktifitas anti fungi
 Pembiakan bakteri
Diambil jamur yang menyebabkan panu pada kulit manusia menggunakan cotton bud
yang sudah dicelupkan dengan NaCl fisiologis, kemudian disuapkan cotton bud pada
daerah kulit yang terkena panu, lalu cotton bud dimasukkan kedalam botol berwarna
coklat yang sudah diisi dengan NaCl fisologis diinkubasi selama 3 x 24 jam.

25
 Pembuatan suspensi kultur mikroba
uji Jamur yang yang telah diremajakan dalam medium Potato Dekstrosa Agar (PDA)
miring disuspensikan dalam 10 ml larutan NaCl fisiologis kemudian diukur serapannya
75% T untuk jamur pada spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 580 untuk
jamur.
 Uji aktifitas sediaan salep

Ekstrak daun ketepeng cina Diambil sebanyak 20 µl suspense mikroba uji


ditambahkan 10 ml medium PDA. Campuran dibuat dalam botol coklat lalu
dituangkan kedalam cawan petri dengan digoyang-goyangkan agar homogen dan
dibiarkan memadat lalu dibuatkan lubang pada medium dengan menggunakan pipet.
Kemudian sediaan salep ekstrak ketepeng cina dimasukkan kedalam medium yang
dilubangi dan diukur aktifitas anti funginya.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
 Stabilitas Sediaan Salep Luka Bakar
Sediaan salep dikatakan stabil apa bila sediaan tersebut masih berada dalam batas
yang dapat diterima selama masa periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat
dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.

 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Stabiltas Sediaan Salep Luka Bakar


Faktor yang mempengaruhi stabilitas sediaan salep luka bakar
Stabilitas Fisika (perubahan struktural kristal, perubahan kondisi distribusi ,
perubahan konsistensi , perubahan perbandingan kelarutan, perubahan
perbandingan hidratasi ) ,
Stabilitas farmakologi,
Stabilitas Kimia
(Hidrolisis,epimerisasi,dekarboksilasi,dehidarsi,oksidasi,kekuatan ion, Perubahan
nilai pH,temperatur ),
Stabilitas mikrobiologi( Faktor sifat fisika –kimia zat aktif dan zat tambahan
,faktor kontaminasi dan bahan baku dan proses),
Stabilitas Toksikologi .

 Cara –cara Menanggulangi Ketidakstabilan Sediaan Salep Luka Bakar

26
Menanggulangi sediaan salep luka bakar adalah dengan memperhatikan ke stabilan
fisik sediaan ditandai dengan adanya pemucatan warna atau munculnya warna, timbul
bau, perubahan atau pemisahan fase, pecahnya salep, perubahan konsistensi,
pertumbuhan Kristal atau perubahan bentuk kristal ,terbentuknya gas dan perubahan
bentuk fisik lainnya Ke stabilan kimia berkurangnya konsentrasi zat aktif karena terjadi
reaksi atau interaksi kimia, rusaknya eksipien karena hidrolisis dan reaksi sejenis ,serta
pembentukan senyawa lain
Kestabilan mikrobiologi ditandai dengan pertumbuhan mikroorganisme yang tampak
mau pun tidak tampak ,seperti Aspergillus niger, Candida albicans, Pseudomonas
aeruginosa , Staphylococus aureus,Escheria coli, yang mencemari produk pada waktu
pembuatan

 MetodeMenentukan Sediaan Salep Luka Bakar


Macam-macammetode uji untukmenentukanstabilitassediaansaleplukabakaryaitu:
o Uji Organoleptik
o Uji Homogenitas
o Uji Pengukuran pH
o Uji DayaSebar dan Uji Aktifitas Antifungi
Daftar Pustaka

Chemical stability of pharmaceuticals, Connor KA, Amidon GL, Stella VJ, 1986

Physical Pharmacy Marteen , 2006

Gokani., Desai., N. Kinjal., Rina. H. 2012. Stability Study : Regulatory Requirenment.


International Journal of Advances in Pharmaceutical Analysis. Vol 2. No 3 : 62-67

Joshita D.Kestabilanobat. Jakarta: Universitas Indonesia, 2008. Available from


http://www.repository.ui.ac.id. Accessed on January 6th, 2016.

FDA, U. (1997). Guidance for Industry: Dissolution testing of immediate-release solid oral
dosage forms. Food and Drug Administration, Center for Drug Evaluation and Research
(CDER)

U.S. Pharmacopeia. 2018. The United States Pharmacopeia, USP 41/The National Formulary,
NF 36. Rockville, MD: U.S. Parmacopeial Convention, Inc.

Kim Huynh-Ba. 2008. Handbook of Stability Testing in Pharmaceutical Development.


Regulations, Methodologies, and Best Practices, Springer

27
28

Anda mungkin juga menyukai