Anda di halaman 1dari 105

PP No. 9/2021 & PP No.

49/2021
dari Perspektif Perpajakan
Internasional (Jilid 1 & 2)
Free Webinar | 3 & 10 Mar. 2021 | Pratama-Kreston Tax Research Institute
Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
PP No. 9/2021 dari
Perspektif Perpajakan
Internasional (Jilid 1)
Free Webinar | 3 Maret 2021| Pratama-Kreston Tax Research Institute
Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
3
 Nama lengkap : Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
 Nama panggilan : Prianto atau Prie
 Tempat, tgl lahir : Purwokerto, 8 September 1971
 Keluarga : 1 istri, 6 anak, 2 menantu, 2 cucu
 Pendidikan : D3 STAN (1993) - D4 STAN (1999) - S2 UGM (2012) - S3 FISIP UI (2020)
 Pekerjaan : • Pernah bekerja di Ditjen Pajak - pemeriksa fungsional di Karikpa Jakarta Enam (1994 – 1999)
• Pernah bekerja sebagai auditor/konsultan di KAP Kanaka Puradiredja & Rekan (1999-2004)
• Pendiri/pemilik PT Pratama Indomitra Konsultan dengan 100 pegawai (2010 – skrg)
• Pengajar S1 Fak. Ilmu Administrasi UI (Sep 2014 – skrg)
• Pengajar S2 Fak. Ilmu Administrasi UI (Sep 2020 – skrg)
• Pengajar S2 Magister Administrasi Institut STIAMI (Sep 2020 – skrg)
• Pengajar S2 Magister Akuntansi Univ. Muhammadiyah Jakarta (mulai Mar 2021)
 Organisasi : • Ketua Bidang Kompartemen Akuntan Pajak Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jakarta
• Ketua Bid. Penelitian & Pengembangan IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia) Pusat
• Anggota Komite Perpajakan IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia)

Biodata Narasumber
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
4

‫سأْت ُ ْم فَلَ َها‬


َ َ ‫س ْنت ُ ْم ِلَ ْنُِ ِس ُْ ْم َاِاِ ْن ا‬
َ ‫س ْنت ُ ْم ا َ ْح‬
َ ‫اِ ْن ا َ ْح‬
...Jika kamu berbuat baik, kamu berbuat baik untuk
Spirit Hidup dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, (kerugian
kejahatan) itu untuk dirimu sendiri ... (QS 17:7)

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
5

ِ‫ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﺃَﻧْﻔَﻌُﻬُﻢْ ﻟِﻠﻨﺎﺱ‬


Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang
Spirit Hidup bermanfaat bagi orang lain. (HR. Ahmad,
Thabrani, Daruqutni. Disahihkan Al Albani
dalam As-Silsilah As-Shahihah)

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
6

Spirit Hidup
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda:
”Apabila ‘anak Adam itu mati, terputuslah amalnya, kecuali (amal)
dari tiga ini: sedekah yang berlaku terus menerus, pengetahuan
yang dimanfaatkan, dan anak sholeh yang mendoakan dia.” (HR
Muslim)

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
7

Jilid 1:
1. Latar Belakang
Agenda 2. Konsep Perpajakan Internasional: PPh
Pembahasan 3. Konsep Perpajakan Internasional: PPN
4. Perkembangan UU PPh dan UU PPN
5. Diskusi dan Pembahasan PP No. 9/2021

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi


Saptono, Ak., CA., MBA
8

Latar Belakang
Agenda 1

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
9

 PP No. 9/2021 terbit dan mulai berlaku pada 2 Feb


2021 serta merupakan turunan dari ketentuan Pasal
111 dan Pasal 185 huruf b UU No. 11/2020.
 Ketentuan Pasal 185 UU No. 11/2020:
“Pasal 185
Ringkasan PP Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
No. 9/2021 b. Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-
Undang yang telah diubah oleh Undang-
Undang ini dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini dan wajib disesuaikan
paling lama 3 (tiga) bulan”.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
10

Bab Judul Bab Perihal Uraian


1 Ketentuan umum - -
2 Perlakuan perpajakan untuk Turunan Pasal 26 ayat
Tarif PPh 26 (20%) atas bunga termasuk
mendukung kemudahan berusaha di (1b) UU PPhpremium, diskonto, dan imbalan sehubungan
bidang PPh . dengan jaminan pengembalian utang sesuai
Pasal 26 ayat (1) huruf b UU PPh dapat
diturunkan dengan Peraturan Pemerintah
3 Penyesuaian pengaturan di bidang Mengubah beberapa Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan
PPh untuk kemudahan berusaha ketentuan di PP No. Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun
mengenai penghitungan penghasilan 94/2010 juncto PP No. Berjalan
kena pajak dan pelunasan PPh dalam 45/2019
tahun berjalan

Ringkasan PP No. 9/2021


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
11

Bab
4 Penyesuaian pengaturan di Mengubah beberapa Pelaksanaan UU No. 8/1983 s.t.d.t.d. UU No.
bidang PPN untuk kemudahan ketentuan di dlm PP No. 42/2009
berusaha 1/2012
5 Penyesuaian pengaturan di Mengubah beberapa Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan
bidang KUP untuk kemudahan ketentuan di dalam PP No. Kewajiban Perpajakan
berusaha 74/2011
6 Ketentuan peralihan - -
7 Ketentuan penutup - -

Ringkasan PP No. 9/2021


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
12

 Permasalahan yang perlu dianalisis:


 Bagaimana pengaturan PP No. 9/2021 terhadap
ketentuan PPh dan PPN, sebagaimana
diamanatkan oleh UU No. 11/2020 tentang Cipta
Permasalahan
Kerja?
 Bagaimana isu yang dapat timbul dari
pengaturan PP No. 9/2021?

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
13

Konsep Perpajakan
Internasional: PPh
Agenda 2

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
14

 Konsep perpajakan internasional tidak terlepas dari


dua basis pemajakan yang utama (two leading tax
basis), yaitu:
 Pajak berbasis penghasilan (PPh)
 Pajak berbasis konsumsi (PPN)
 Penerapan sistem PPh menggunakan dua prinsip:
Konsep Dasar  source principles &
 residence principles
 Penerapan sistem PPN juga menggunakan dua
prinsip, yaitu:
 Origin principles; dan
 Destination principles
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
15

No Jenis Prinsip Konsep Pendasar Rezim Sistem


1. Direct • Residence Principle Equality (Ability to pay principle) Worldwide Global Taxation
Tax • Source Principle Equality (Benefit principle) Territorial Schedular Taxation
2. Indirect • Origin Principle Tax incidence -
Tax • Destination Principle Tax incidence -

• Interaksi sistem pajak antar negara sangat ditentukan oleh rezim perpajakan internasional yang
dianut oleh setiap negara yang berinteraksi.
• Besar beban pajak yang akhirnya ditanggung oleh investor akan bergantung pada dua hal, yaitu:
• rezim pajak yang dianut oleh kedua negara yang bersangkutan;
• bagaimana kedua negara tersebut berkoordinasi untuk menyepakati pembagian hak alokasi
pemajakan.

Konsep Dasar
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
16

Direct Tax: Benturan Kepentingan Pajak & P3B


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
17

Bab Pasal-pasal OECD Model Pasal-pasal UN Model Penjelasan umum & ringkas
1.Scope of the 1. Persons Covered 1. Persons covered Ruang lingkup P3B meliputi subjek pajak, yaitu
Convention orang pribadi & badan
2. Taxes covered 2. Taxes covered Ruang lingkup objek pajak meliputi
penghasilan dan modal
2.Definitions 3. General definitions 3. General definitions Pengertian umum & istilah
4. Resident 4. Resident Pengertian penduduk
5. Permanent 5. Permanent establishment Bentuk Usaha Tetap (BUT)
establishment
3.Taxation of 6. Income from 6. Income from immovable Penghasilan dari harta tak gerak dipajaki di
income immovable property property negara sumber tempat properti tersebut
berkeduduan.
7. Business profits 7. Business profits Penghasilan laba usaha dipajaki di negara
domisili, kecuali ada BUT di negara sumber

Perbandingan P3B (OECD Model vs. UN Model)


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
18

Bab Pasal-pasal OECD Model Pasal-pasal UN Model Penjelasan umum & ringkas
3.Taxation of 8. Shipping, inland 8. Shipping, inland Penghasilan dari pengoperasian pesawat dan
income waterways transport waterways transport and kapal dalam jalur internasional dipajaki di
and air transport air transport (alternatives negara domisili. Khusus kawasan ASEAN,
A and B) pemajakannya di negara sumber dengan tarif
khusus
9. Associated enterprises 9. Associated enterprises Hubungan istimewa
10. Dividends 10. Dividends Passive income biasanya dikenakan pajak di
11. Interest 11. Interest negara domisili dan negara sumber sehingga
12. Royalties 12. Royalties ada tarif tertentu yang disepakati di P3B.
13. Capital gains 13. Capital gains Hak pemajakan dapat di negara sumber atau
negara domisili
14. Independent Personal 14, Independent personal Penghasilan pekerjaan bebas dikenai pajak di
Service [Deleted] services negara domisili, kecuali ada BUT di Indonesia

Perbandingan P3B (OECD Model vs. UN Model)


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
19
Bab Pasal-pasal OECD Model Pasal-pasal UN Model Penjelasan umum & ringkas
3.Taxation 15. Income from employment 15. Dependent personal services Hak pemajakannya secara umum ada di
of 16. Directors' fees 16. Directors’ fees and negara sumber
income remuneration of top-level
managerial officials
17. Artistes and sportsmen 17. Artistes and sportspersons
18. Pensions 18. Pensions and social security
payments (alternatives A & B)
19. Government Service 19. Government service
20. Students 20 Students Hak pemajakan biasanya ada di negara
domisili untuk sampai jumlah tertentu.
21. Other income 21. Other income Hak pemajakan dapat di negara sumber
atau domisili atau bahkan pasal ini
ditiadakan sehingga pemajakannya
mengacu pada negara masing-masing

Perbandingan P3B (OECD Model vs. UN Model)


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
20

Bab Pasal-pasal OECD Model Pasal-pasal UN Model Penjelasan umum & ringkas
4.Taxation of 22. Capital 22. Capital Sebagian P3B Indonesia dengan negara
capital lain tidak memasukkan klausul ini
5.Methods for 23. Exemption method & 23A. Exemption method Metode penghapusan pajak berganda
elimination of Credit Method 23B. Credit method bisa berupa pembebasan pajak atau
double kredit pajak
taxation
6.Special 24. Non-discrimination 24. Non-discrimination Klausul ini mengeliminasi diskriminasi
provisions pajak
25. Mutual agreement 25. Mutual agreement Jika terdapat perbedaan penafsiran atau
procedure procedure (alternatives A penerapan yang bertentangan dengan
and B) P3B antara kedua negara, diperlukan
adanya mutual agreement procedure

Perbandingan P3B (OECD Model vs. UN Model)


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
21

Bab Pasal-pasal OECD Model Pasal-pasal UN Model Penjelasan umum & ringkas
6.Special 26. Exchange of information 26. Exchange of Pertukaran informasi terkait dengan hal-hal yang
provisions information berkaitan dengan masalah perpajakan sebagai
pelaksanaan P3B, TIEA (Tax Information Exchange
Agreement) atau Perjanjian Multilateral, untuk
a.mencegah penghindaran pajak (tax avoidance),
b.pengelakan pajak (tax evasion), dan/atau
c.penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak
berhak
27. Assistance in the 27. Assistance in the Klausul ini berisi bantuan untuk memungut pajak
collection of taxes collection of taxes
28. Members of diplomatic 28. Members of Tujual klausul ini untuk menjamin bahwa anggota
missions and consular diplomatic misi diplomatik dan konsulat memperoleh perlakuan
posts missions and yang sama berdasarkan hukum internasional
consular posts

Perbandingan P3B (OECD Model vs. UN Model)


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
22

Bab Pasal-pasal OECD Model Pasal-pasal UN Model Penjelasan umum & ringkas
6.Special 29. Territorial extension -- Beberapa P3B mengatur cakupan wilayah yang di
provisions dalamnya berlaku P3B
7.Final 30. Entry into force 29. Entry into force Pengaturan saat kapan P3B mulai berlaku
provisions 31. Termination 30. Termination Pengaturan saat kapan P3B berakhir

Perbandingan P3B (OECD Model vs. UN Model)


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
23

Tax Exemption/ Full Tax Ordinary Tax


No Uraian
Deduction Credit Credit (Indonesia)
A Perhitungan PPh di Luar negeri
1. Penghasilan neto 100 100 100
2. PPh dibayar di LN (30%) 30 30 30
3. Laba setelah PPh [1-2] 70 70 70
B. Perhitungan PPh di Dalam Negeri
1. Penghasilan neto dalam negeri 0 0 0
2. Penghasilan neto luar negeri 70 100 100
3. Total Ph neto [1+2] 70 100 100
4. PPh terutang di dalam negeri (40%) 28 40 40
5. Perhitungan kredit pajak luar negeri

Metode Eliminasi Pajak Berganda


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
24

Tax Exemption/ Full Tax Ordinary Tax


No Uraian
Deduction Credit Credit (Indonesia)
B. Perhitungan PPh di Dalam Negeri
5. Perhitungan kredit pajak luar negeri
a. PPh dibayar di LN [A.2] - - 30
b. PPh Badan x Ph neto LN / total Ph neto [4 x 2 / 3 = 40 x 100 / 100] - - 40
c. Kredit pajak luar negeri (khusus ordinary tax credit, pilih a atau b; 0 30 30
mana yang lebih rendah)
6. PPh harus dibayar di dalam negeri [4 – 5c] 28 10 10
7. Laba setelah PPh [3-4] 42 60 60

Metode Eliminasi Pajak Berganda


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
25

No Pro Kontra
A. Rezim Worldwide
1. Penerimaan negara yang stabil Sistem pajak yang kompleks
2. Melindungi bisnis domestik skala kecil dan menengah Terjadi akumulasi modal
3. Mendorong kerja sama pertukaran informasi keuangan Tambahan beban pajak bagi Wajib Pajak atas
antar negara penghasilan dari luar negeri
4. Kewajiban warga negara terhadap negara Tambahan administrasi pengawasan bagi otoritas pajak.
B. Rezim Territorial
1. Mencegah company inversion Kurang relevan dengan era keterbukaan informasi
2. Repatriasi yang cepat atas penghasilan dari luar negeri, Penerimaan pajak yang lebih sedikit untuk pemerintah
atau mengatasi akumulasi Modal
3. Mendorong transparansi Wajib Pajak Insentif bagi wajib pajak untuk memindahkan
penghasilan ke lower tax countries.
4. Mendorong Wajib Pajak dalam negeri melakukan Risiko untuk bisnis domestik dari entitas asing besar
ekspansi keluar negeri

Perbandingan Rezim Worldwide vs. Territorial


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
26

 Clausing (Beyond Territorial and Worldwide Systems of


International Taxation, 2015) menyatakan bahwa banyak
negara tidak menerapkan sistem pajak worldwide ataupun
territorial secara murni, namun memodifikasi dua sistem
tersebut.
 Faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan sistem pajak
Perbandingan yaitu:
Rezim Worldwide 1. berapa banyak penghasilan dari luar negeri dikenakan
pajak;
vs. Territorial
2. beban pajak efektif atas penghasilan dari luar negeri;
3. implikasi pajak atas repatriasi; dan
4. insentif pajak (atau disinsentif) untuk mendapatkan
penghasilan di negara dengan pajak rendah (atau pajak
tinggi)

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
27

No Uraian Penghasilan Domestik Penghasilan LN


A. Worldwide
1. SPDN Pajak dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak Pajak dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak
dalam negeri yang berasal dari dalam negeri (tD) dalam negeri yang berasal dari luar negeri (tf)
2. SPLN Pajak dikenakan atas Wajib Pajak luar negeri yang Tidak dikenai pajak
berasal dari dalam negeri (tN)
B. Territorial
1. SPDN Pajak dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak Tidak dikenai pajak
dalam negeri yang berasal dari dalam negeri (tD)
2. SPLN Pajak dikenakan atas Wajib Pajak luar negeri yang Tidak dikenai pajak
berasal dari dalam negeri (tN)

Perbandingan Rezim Worldwide vs. Territorial


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
28

Sistem Pajak di Negara yang


No Sistem Pajak di Negara Residen Beban Pajak Ditanggung Investor
Negara Sumber Memajaki
1. Territorial Worldwide tanpa pengecualian Kedua negara tN + tf
2. Territorial Worldwide dengan sistem tax deduction Kedua negara tN + tf – tax deduction
3. Territorial Worldwide dengan sistem tax credit Kedua negara • tN jika tN > tf
• tf jika tf > tN
4. Territorial Territorial Negara sumber tN
5. Worldwide Worldwide tanpa pengecualian Negara residen tN + tf
6. Worldwide Worldwide dengan sistem tax deduction Negara residen tN + tf – tax deduction
7. Worldwide Worldwide dengan sistem tax credit Negara residen • tN jika tN > tf
• tf jika tf > tN
8. Worldwide Territorial Negara sumber tN

Perbandingan Beban Pajak Investor Global


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
29

Konsep Perpajakan
Internasional: PPN
Agenda 3

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
30

 Menurut Alain A. Tait (1988, hal. 4-6) di dalam bukunya


“Value-added Tax: International Practice and Problems”
yang diterbitkan oleh IMF di antaranya menyatakan
menulis tentang konsep dasar PPN di bawah ini.
 Value added is the value that a producer (whether a
manufacturer, distributor, advertising agent,
Indirect Tax: hairdresser, farmer, race horse trainer, or circus
Konsep Nilai owner) adds to his raw materials or purchases (other
than labor) before selling the new or improved
Tambah product or service.
 The inputs (the raw materials, transport, rent,
advertising, and so on) are bought, people are paid
wages to work on these inputs and, when the final
good or service is sold, some profit is left.

PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
31

 So, value added can be looked at:


 from the additive side (wages plus profits) or
 from the subtractive side (output minus inputs).
 Value added = wages + profits = output - input.
Indirect Tax:  Tait (1988, hal. 9) menyatakan bahwa PPN menggantikan
Konsep Nilai pajak penjualan (sales tax) karena pajak penjualan tidak
Tambah lagi memadai sebagai akibat dari faktor “cascade tax”.
 Cascade tax terjadi karena pajak penjualan dikenakan
atas transaksi penjualan di setiap tahapan distribusi dari
pabrikan – pedagang besar – pedagang eceran.

PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
32

 Jika dimisalkan t = tax = pajak, VAT = t(Value Added)


dapat dirumuskan sbb.:
1. VAT = t(output – input)
2. VAT = t(output) – t(input)
3. VAT = t(wages + profit)
Indirect Tax: 4. VAT = t(wages) + t(profit)
Konsep Nilai  Berdasarkan empat formula di atas, UU PPN
Tambah menerapkan formula 2 sehingga muncul istilah Pajak
Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM). Berdasarkan
rumus tersebut, semua output terutang PPN dan semua
input terutang PPN. Selanjutnya, VAT dihitung
berdasarkan rumus PK – PM = t(output) – t(input).

PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
33

Keterangan: P = Primary Producer; M = Manufacturer; W = Wholesaler; R = Retailer; T = Tax Sumber: Modernizing VATs in Africa (Cnossen, 2019)

Indirect Tax: Konsep Nilai Tambah


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
34

= t(Output) – t(Input)

Keterangan: P = Primary Producer; M = Manufacturer; W = Wholesaler; R = Retailer; T = Tax Sumber: Modernizing VATs in Africa (Cnossen, 2019)

Indirect Tax: Konsep Nilai Tambah


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
35

= t(O – I)

= t(Wages + Profit)

Keterangan: P = Primary Producer; M = Manufacturer; W = Wholesaler; R = Retailer; T = Tax Sumber: Modernizing VATs in Africa (Cnossen, 2019)

Indirect Tax: Konsep Nilai Tambah


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
36

Keterangan: P = Primary Producer; M = Manufacturer; W = Wholesaler; R = Retailer; T = Tax Sumber: Modernizing VATs in Africa (Cnossen, 2019)

Indirect Tax: Konsep Nilai Tambah


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
37

 Tait (1988, hal. 365) menyatakan sbb.:


“A clear way to think about liability to VAT is to
recognize that though VAT is charged on the supply of
goods and services, these are supplied by "taxable
persons" who must register for VAT and be accountable
Siapa to the authorities for the tax they have collected”.
Membayar  Di Indonesia, taxable persons ini diistilahkan dengan
PPN? Pengusaha Kena Pajak sesuai Pasal 1 UU No. 42/2009.
 Persons tersebut sebagai subjek hukum tidak hanya
terdiri dari orang perseorangan, tapi juga mencakup
fictitious persons atau legal persons berupa badan
hukum.
PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
38

 Lebih lanjut, Tait (1988, hal. 366) menyatakan sbb.:


 Though it is a person who is liable for VAT, not all
persons are liable; they are liable only if they carry on
a business. If a private person sells something, say,
furniture or clothing, generally he would not be liable
Siapa to VAT.
 A taxable person is liable to VAT if he supplies goods
Membayar or services in the course of carrying on a business.
PPN? Therefore the next question usually is, what is a
business for the purposes of VAT?
 Di Indonesia, pemahaman di atas tercakup di dalam
pengertian Pengusaha sesuai Pasal 1 UU No. 42/2009
yang dibahas pada agenda pembahasan berikutnya.

PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
39

Siapa
Menanggung
PPN?

Origin Destination
(mis. Penjual) (mis. Pembeli)

PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
40

 Analisis penanggung beban PPN (Tax Incidence):


 Origin Principle:
 Definisi: tax is imposed in the country where
goods are produced and services are
rendered – where the value is added to
Siapa those goods and services.
Menanggung  Ekspor merupakan objek PPN karena
PPN? beban PPN ada pada produsen (origin)
 Impor bukan merupakan objek PPN karena
produsen yang harus menanggung PPN
ada di luar negeri yang di negara tersebut
tidak berlaku UU PPN Indonesia.
PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
41

 Analisis penanggung beban PPN (Tax Incidence):


 Destination Principle:
 Definisi: the tax is imposed in the country of
consumption – generally where the goods
and services are delivered for personal
Siapa consumption.
Menanggung  Ekspor bukan merupakan objek PPN karena
PPN? beban PPN ada pada konsumen yang
berada di luar negeri (destination)
 Impor merupakan objek PPN karena
konsumen sesuai destination principle
berada di Indonesia
PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
42

Siapa
Menanggung
PPN?

PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
43

 Schenk & Oldman (Value Added Tax: A Comparative


Approach, 2007) di antaranya menyatakan tentang
PPN dan perdagangan internasional sbb.:
 Except for taxes levied on a global basis, tax
Siapa legislation must define the extent to which a tax
is imposed on cross-border transactions or
Menanggung
activities. The same applies to the VAT.
PPN?  In a shrinking world marked by cross-border
activities, it becomes critical to decide whether
the VAT should exempt exports and tax imports,
or tax exports and exempt imports.

PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
44

 Terkait dengan penerapan pilihan origin principle


atau destination principle untuk PPN, Cnossen
Siapa (1987), seperti dikutip oleh Tait (1988, hal. 20)
Menanggung menyatakan sbb.: “Indeed, the application of the
PPN? origin principle with a VAT could be an administrative
nightmare”.

PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
45

 Tait (1988, hal. 371) menyatakan sbb.:


 To be liable to VAT, the supply of goods or
services must be made within the country.
 That may seem simple, but first "country" has to
be defined to include the continental shelf and
territorial sea (important in these days of
Place of Supply supplying oil rigs, or covering a complex
archipelago), and to exclude free ports or free
zones.
 Di Indonesia, konsep di atas tercakup di dalam
pengertian Daerah Pabean di Pasal 4 UU No.
42/2009.
PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
46

 Tait (1988, hal. 373) menyatakan sbb.:


 The important point about time of supply is that the
VAT is liable at the rate applicable at a particular
time.
 In general, the clearest way to express the options on
this issue is as follows. The time of supply is the
earlier of:
Time of Supply  When the invoice is issued. This is the best, and
clearest, dated documentary evidence.
 When the goods are made available to the
customer or the services rendered.
 When payment is made.
 Konsep di atas tertuang di dalam Pasal 13 ayat 1a UU
No. 42/2009 dan Pasal 17 PP No. 1/2012.
PPL IKPI | Dr. Prianto. Budi Saptono, Ak., CA, MBA | 2 Maret 2021
47

Perkembangan
UU PPh dan UU PPN
Agenda 4

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
48

No Nomor UU PPh Tgl diundangkan Masa Berlaku Perubahan


1 UU No. 7 Tahun 1983 31 Desember 1983 1 Januari 1984 – sekarang -
2 UU No. 7 Tahun 1991 30 Desember 1991 1 Januari 1992 – sekarang I
3 UU No. 10 Tahun 1994 9 November 1994 1 Januari 1995 – sekarang II
4 UU No. 17 Tahun 2000 2 Agustus 2000 1 Januari 2001 – sekarang III
5 UU No. 36 Tahun 2008 23 September 2008 1 Januari 2009 – sekarang IV
6 UU No. 2/2020 18 Mei 2020 18 Mei 2020 – sekarang V
7 UU No. 11/2020 2 November 2020 2 November 2020 – sekarang VI

Perkembangan UU PPh 1983-2020


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
49

Bab Pasal Perihal Penjelasan


1 1 Ketentuan Umum Bab ini mengatur bahwa PPh dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak
2 2-3 Subjek Pajak Bab ini mengatur ketentuan lebih detil tentang pembagian subjek PPh, kewajiban
subjektif, dan non-subjek PPh
3 4-15 Objek Pajak Bab ini mengatur ketentuan lebih detil tentang pembagian penghasilan sebagai
objek PPh (termasuk objek PPh final) dan non-objek PPh, pengurang penghasilan
bruto, PTKP, penentuan harga perolehan, penyusutan dan amortisasi, pencatatan
dan norma penghitungan penghasilan neto, norma penghitungan khusus
4 16-19 Cara Menghitung Bab ini mengatur ketentuan lebih detil tentang cara menghitung pajak secara
Pajak normal dan khusus, tarif PPh, penentuan transaksi hubungan istimewa dan anti-
avoidance rule, dan revaluasi aktiva tetap.

Sistematika Pembahasan UU PPh 1983 – 2008


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
50

Bab Pasal Perihal Penjelasan


5 20-27 Pelunasan Pajak Bab ini mengatur ketentuan lebih detil tentang pelunasan pajak dalam tahun
dalam Tahun berjalan yang dapat berupa pemotongan/pemungutan PPh oleh pihak lain (di dalam
Berjalan negeri maupun di luar negeri), dan pembayaran sendiri.
6 28-31 Perhitungan Pajak Bab ini mengatur ketentuan lebih detil tentang mekanisme penghitungan pajak
pada Akhir Tahun berdasarkan sistem self-assessment.
7 31A- Ketentuan Lain-lain Bab ini mengatur masalah-masalah sbb.:
32B a.Fasilitas PPh,
b.Pembagian penerimaan PPh antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
c.Pengaturan PPh atas usaha pertambangan dan bisnis syariah melalui Peraturan
Pemerintah,
d.Tarif khusus PPh Badan untuk usaha kecil dan menengah,
e.Penegasan bahwa tata cara pengenaan pajak dan sanksi-sanksi PPh diatur
dalam UU KUP,

Sistematika Pembahasan UU PPh 1983 – 2008


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
51

Bab Pasal Perihal Penjelasan


7 31A- Ketentuan Lain-lain f. Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B),
32B g.PPh atas bunga/diskonto obligasi negara yang diperdagangkan di negara lain
berdasarkan perjanjian perlakuan timbal balik dengan negara lain tersebut diatur
dengan Peraturan Pemerintah; dan
h.Masa transisi periode pembukuan, fasilitas perpajakan menurut ketentuan lama,
dan dasar perpajakan khusus untuk perusahaan pertambangan.
8 33-34 Ketentuan Bab ini mengatur masalah masa transisi tahun buku
Peralihan
9 35 Ketentuan Penutup Bab ini mengatur bahwa hal-hal yang belum cukup diatur dalam rangka
pelaksanaan UU PPh diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

Sistematika Pembahasan UU PPh 1983 – 2008


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
52

No Nomor UU PPN Tgl diundangkan Masa Berlaku Perubahan


1 UU No. 8 Tahun 1983 31 Desember 1983 1 Juli 1984 / 1 Januari 1986 – sekarang -
2 UU No. 8 Tahun 1984 27 Oktober 1984 27 Oktober 1984 – sekarang -
3 UU No. 11 Tahun 1994 9 November 1994 1 Januari 1995 – sekarang I
4 UU No. 18 Tahun 2000 2 Agustus 2000 1 Januari 2001 – sekarang II
5 UU No. 42 Tahun 2009 15 Oktober 2009 1 April 2010 – sekarang III
6 UU No. 2/2020 18 Mei 2020 18 Mei 2020 – sekarang IV
7 UU No. 11/2020 2 November 2020 2 November 2020 – sekarang V

Perkembangan UU PPN 1983 – 2020


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
53

Bab Judul Bab UU PPN Pasal


1. Ketentuan umum 1, 1A, 2
2. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 3 [dihapus & dipindah ke UU KUP]
2A Kewajiban Melaporkan Usaha dan Kewajiban Memungut, Menyetor 3A
dan Melaporkan Pajak yang Terutang
3. Objek Pajak dan Kewajiban Pencatatan 4, 4A, 5, 5A, 6
4. Tarif Pajak dan Cara Menghitung Pajak 7, 8, 8A, 9, 10
5. Saat dan Tempat Pajak Terhutang dan Laporan Penghitungan Pajak 11, 12, 13, 14, 15, 15A,
16 [dihapus]
5A. Ketentuan Khusus 16A, 16B, 16C, 16D, 16E, 16F, 17
6. Ketentuan Peralihan 18
7. Ketentuan Penutup 19, 20, 21

Sistematika Pembahasan UU PPN 1983 – 2009


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
54

Diskusi & Pembahasan


PP No. 9/2021
Agenda 5

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
55

Pasal 3 PP No. 9/2021


(1) Atas penghasilan bunga termasuk premium, diskonto, dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap dikenai pemotongan Pajak Penghasilan
sebesar 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
#1 PPh 26 atas (2) Tarif pemotongan sebesar 20% (dua puluh persen)
Imbalan Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diturunkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1b) Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
(3) Tarif pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diturunkan menjadi sebesar 10% (sepuluh persen) atau
sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran
pajak berganda.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
56

Pasal 3 PP No. 9/2021


(4) Penghasilan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
diberikan penurunan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan penghasilan Bunga Obligasi yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
(5) Bunga Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk:
#1 PPh 26 atas a. bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar jumlah bruto
bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
Imbalan Bunga b. diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar selisih lebih
harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan
Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan; dan
c. diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar selisih lebih
harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan
Obligasi.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
57

Pasal 3 PP No. 9/2021


(6) Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan oleh:
a. penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang
ditunjuk, atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang
Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan
diskonto yang diterima pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat
jatuh tempo Obligasi; dan/atau
#1 PPh 26 atas b. perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara
Imbalan Bunga dan/atau pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual
Obligasi pada saat transaksi.
(7) Ketentuan mengenai Bunga Obligasi atas Obligasi yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah berlaku mutatis mutandis terhadap
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(8) Tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mulai berlaku setelah 6 (enam)
bulan terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
58

Pasal 7 PP No. 9/2020:


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan Bunga
Obligasi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (4) sampai dengan 6 (enam) bulan
#1 PPh 26 atas sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, mengikuti
ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Imbalan Bunga Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Berupa Bunga Obligasi sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
59

 Wajib Pajak luar negeri yang memperoleh penghasilan


dari Indonesia akan dipotong pajak berdasarkan asas
sumber (source principle).
 Secara umum, pemotongan PPh Pasal 26 berdasarkan
#1 PPh 26 atas source principle mengacu pada konsep keadilan berupa
benefit principle.
Imbalan Bunga:
 Artinya, Wajib Pajak luar negeri telah mendapatkan
Analisis manfaat dari Indonesia karena memperoleh penghasilan.
 Khusus untuk passive income (bunga, dividen, dan
royalti), tidak diperlukan nexus rules yang mengaitkan
subjek, objek, dan tempat penghasilan diperoleh.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
60

 Hal ini berbeda dari penghasilan yang berasal dari


usaha (business income).
 Penerapan tarif PPh Pasal 26 (10%) secara umum
sebanding dengan tarif yang berlaku sesuai P3B
#1 PPh 26 atas antara Indonesia dengan treaty partners
Imbalan Bunga:  Akan tetapi, administrasinya lebih sederhana karena
Analisis tidak diperlukan SKD (Surat Keterangan Domisili)
berupa Form DGT-1 yang harus divalidasi oleh
competent authority di negara tempat beneficial
owner dari imbalan bunga tersebut berkedudukan.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
61

Pasal 2A PP No. 94/2010 s.t.d.t.d PP No. 9/2020


(1) Pengecualian penghasilan berupa dividen atau penghasilan lain
dari objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-Undang Pajak Penghasilan
berlaku untuk dividen atau penghasilan lain yang diterima atau
diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dan badan dalam negeri
sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
#2 Dividen tentang Cipta Kerja.
Sebagai Non- (2) Dividen yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dividen yang
Objek PPh dibagikan berdasarkan rapat umum pemegang saham atau
dividen interim sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Rapat umum pemegang saham atau dividen interim
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk rapat sejenis dan
mekanisme pembagian dividen sejenis.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
62

Pasal 2A PP No. 94/2010 s.t.d.t.d PP No. 9/2020


(4) Penghasilan lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan penghasilan setelah pajak dari
suatu bentuk usaha tetap di luar negeri dan
penghasilan aktif dari luar negeri tidak melalui
#2 Dividen bentuk usaha tetap.
Sebagai Non- (5) Dividen yang berasal dari dalam negeri yang
Objek PPh diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri atau Wajib Pajak badan dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf f angka 1 Undang-Undang Pajak
Penghasilan, tidak dipotong Pajak Penghasilan.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
63

Pasal 2A PP No. 94/2010 s.t.d.t.d PP No. 9/2020


(6) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak
memenuhi ketentuan investasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf f angka 1 butir a) Undang-Undang
Pajak Penghasilan, atas dividen yang berasal dari dalam
negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
#2 Dividen dalam negeri terutang Pajak Penghasilan pada saat dividen
Sebagai Non- diterima atau diperoleh.
(7) Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud
Objek PPh pada ayat (6) wajib disetor sendiri oleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran sendiri
oleh Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
64

 Penetapan dividen sebagai non-objek PPh berkaitan


dengan upaya pemerintah untuk mendorong ketersediaan
dana untuk investasi di dalam negeri sehingga tercipa
kemudahan berusaha.

#2 Dividen  Konsep yang mendasari dividen sebagai non-objek


Sebagai Non- pemotongan PPh mengacu pada Corporate Shareholder
Taxation, seperti terlihat di slide di halamant berikut.
Objek PPh:
Analisis  Sebelum UU Cipta Kerja diberlakuan, Indonesia
menerapkan Classical System yang memandang
perseroan sebagai entitas yang terpisah dari pemiliknya
sehingga penghasilan perseroan dikenakan pajak
tersendiri dan terpisah dari pemegang sahamnya

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
65

#2 Dividen Sebagai Non-Objek PPh: Analisis


Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
66

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(1) Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
terjadi pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean;
#3 Saat b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean;
Penyerahan d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
(Time of Supply) e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau
h. ekspor Jasa Kena Pajak.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
67

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(3) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a untuk:
a. penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud yang menurut sifat
atau hukumnya berupa barang bergerak selain penyerahan
oleh pemilik barang atau yang disebut consignor kepada
#3 Saat penerima barang atau yang disebut consignee secara
konsinyasi, terjadi pada saat:
Penyerahan 1. Barang Kena Pajak Berwujud tersebut diserahkan secara
(Time of Supply) langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan
atas nama pembeli;
2. Barang Kena Pajak Berwujud tersebut diserahkan secara
langsung kepada penerima barang untuk pemberian
cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari
pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan
antarcabang;

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
68

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(3) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a untuk:
a. penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud yang menurut
sifat atau hukumnya berupa barang bergerak selain
penyerahan oleh pemilik barang atau yang disebut
#3 Saat consignor kepada penerima barang atau yang disebut
consignee secara konsinyasi, terjadi pada saat:
Penyerahan 3. Barang Kena Pajak Berwujud tersebut diserahkan
(Time of Supply) kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
4. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud
diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada
saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha
Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
69

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(3) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:
b. penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud yang
#3 Saat
menurut sifat atau hukumnya berupa barang
Penyerahan tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan
(Time of Supply) hak untuk menggunakan atau menguasai
Barang Kena Pajak Berwujud tersebut, secara
hukum atau secara nyata, kepada pihak
pembeli;

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
70

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(3) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a untuk:
c. penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, terjadi
pada saat:
1. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak Tidak
#3 Saat Berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan,
atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh
Penyerahan Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip
(Time of Supply) akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara
konsisten; atau
2. kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat
mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk
dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya,
dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada angka 1
tidak diketahui;.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
71

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(3) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a untuk:
d. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi,
#3 Saat yaitu pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
1. ditandatanganinya akta pembubaran oleh notaris;
Penyerahan 2. berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang
(Time of Supply) ditetapkan dalam anggaran dasar;
3. tanggal penetapan pengadilan yang menyatakan
perusahaan dibubarkan; atau
4. diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata
sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah
dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau
berdasarkan data atau dokumen yang ada; dan.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
72

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(3) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a untuk:
e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan
usaha, serta pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan
#3 Saat setoran modal pengganti saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5A, yang tidak memenuhi ketentuan Pasal IA ayat (2)
Penyerahan huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau
perubahan bentuk usaha, terjadi pada saat:
(Time of Supply) 1. disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
perubahan bentuk usaha sesuai dengan hasil rapat umum
pemegang saham yang tertuang dalam perjanjian
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha;

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
73

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(3) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:
e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
#3 Saat dan pengambilalihan usaha, serta pengalihan
Penyerahan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal
(Time of Supply) pengganti saham ..., terjadi pada saat:
2. ditandatanganinya akta mengenai
penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau
perubahan bentuk usaha oleh notaris;

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
74

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(3) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:
e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
#3 Saat dan pengambilalihan usaha, serta pengalihan
Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal
Penyerahan pengganti saham ..., terjadi pada saat:
(Time of Supply) 3. disepakati atau ditetapkannya pengalihan Barang
Kena Pajak untuk tujuan setoran modal
pengganti saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5A yang tertuang dalam perjanjian
pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan
setoran modal; atau
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
75

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(3) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:
e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
#3 Saat dan pengambilalihan usaha, serta pengalihan
Penyerahan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal
(Time of Supply) pengganti saham ..., terjadi pada saat:
4. ditandatanganinya akta mengenai pengalihan
Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal
pengganti saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5A oleh notaris..

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
76

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(4) Impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terjadi pada saat Barang Kena Pajak
tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
(5) Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud
#3 Saat pada ayat (1) huruf c terjadi pada saat:
a. harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui
Penyerahan sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat
(Time of Supply) diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena
Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum dan diterapkan secara konsisten;
b. kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal
saat sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak
diketahui; atau

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
77

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(5) Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terjadi pada saat:
c. mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai
secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal
pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena
#3 Saat Pajak.
Penyerahan (6) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
(Time of Supply) Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan
huruf e, terjadi pada saat yang lebih dahulu terjadi di antara
saat:
a. harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai
utang oleh pihak yang memanfaatkannya;

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
78

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(6) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d dan huruf e, terjadi pada saat yang lebih
#3 Saat dahulu terjadi di antara saat:
b. Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak
Penyerahan Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut ditagih
(Time of Supply) oleh pihak yang menyerahkannya; atau
c. harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik
sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang
memanfaatkannya

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
79

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(7) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean terjadi pada tanggal
ditandatanganinya kontrak atau perjanjian, dalam hal
#3 Saat saat terjadinya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Penyerahan Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
(Time of Supply) Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) tidak diketahui.
(8) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f terjadi pada saat Barang
Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
80

Pasal 17 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(9) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
terjadi pada saat Penggantian atas Barang Kena
#3 Saat Pajak Tidak Berwujud yang diekspor tersebut
dicatat atau diakui sebagai piutang atau
Penyerahan
penghasilan.
(Time of Supply)
(10)Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf h terjadi pada saat Penggantian
atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui
sebagai piutang atau penghasilan.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
81

Pasal 17A PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(1) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a untuk
penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud yang
menurut sifat atau hukumnya berupa barang
#3 Saat bergerak yang dilakukan secara konsinyasi, bagi
Penyerahan consignor, terjadi pada saat harga atas penyerahan
(Time of Supply) Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau
penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur
penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak consignor,
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum dan diterapkan secara konsisten

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
82

Pasal 17A PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(1) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a untuk
penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud yang
menurut sifat atau hukumnya berupa barang
#3 Saat bergerak yang dilakukan secara konsinyasi, bagi
Penyerahan consignor, terjadi pada saat harga atas penyerahan
(Time of Supply) Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau
penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur
penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak consignor,
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum dan diterapkan secara konsisten

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
83

Pasal 17A PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(2) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a untuk penyerahan Barang
Kena Pajak Berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
berupa barang bergerak yang dilakukan secara konsinyasi,
bagi consignee, terjadi pada saat:
#3 Saat a. Barang Kena Pajak Berwujud tersebut diserahkan secara
Penyerahan langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan
atas nama pembeli;
(Time of Supply) b. Barang Kena Pajak Berwujud tersebut diserahkan secara
langsung kepada penerima barang untuk pemberian
cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari
pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan
antarcabang;

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
84

Pasal 17A PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(2) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a untuk penyerahan Barang
Kena Pajak Berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
berupa barang bergerak yang dilakukan secara konsinyasi,
#3 Saat bagi consignee, terjadi pada saat:
c. Barang Kena Pajak Berwujud tersebut diserahkan kepada
Penyerahan juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
(Time of Supply) d. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud
diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat
diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak
consignee, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum dan diterapkan secara konsisten.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
85

Pasal 20 PP No. 1/2012 s.t.d.d. PP No. 9/2020:


(1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli
Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak
dengan karakteristik konsumen akhir, termasuk yang
dilakukan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik,
#3 Saat merupakan Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan,
Penyerahan penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
(Time of Supply) Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli
Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak
dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melalui pihak ketiga dan penunjukan pihak
ketiga sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai, diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
86

 Penentuan saat penyerahan menjadi faktor penting untuk


menentukan kapan faktur pajak harus dibuat sebagai
bukti pemungutan PPN.
 Penentuan saat penyerahan mengacu pada prinsip ease
of administration sehingga PKP tidak terbebani dengan
#3 Saat aspek administratif yang berlebihan.

Penyerahan:  Selain pengaturan di PP No. 1/2012 s.t.d.d PP No.


9/2021, Dirjen Pajak sebelumnya telah menerbitkan surat
Analisis edaran No. SE-50/PJ/2011 yang memberikan rincian saat
penyerahan pajak dan ilustrasi penerapannya.
 Rincian saat penyerahan menurut SE-50/PJ/2011
tersebut selanjutnya dibakukan ke dalam Pasal 17 PP
1/2012.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
Perpajakan Internasional &
PP No. 49/2021 (Jilid 2)
Free Webinar | 10 Maret 2021| Pratama-Kreston Tax Research Institute
Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
88

Fakta Seputar Lembaga


Pengelola Investasi (LPI)
Agenda 6

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
89

 Dikutip dari Investopedia (https://www.investopedia.com),


sovereign wealth fund (SWF) merupakan “...a state-
owned investment fund comprised of money generated by
the government, often derived from a country's surplus
reserves”.
 SWF adalah adalah kolam dana (pooled fund) milik
Sovereign pemerintah yang digunakan untuk berbagai kepentingan
Wealth Fund negara.

(SWF)  Sumber dananya bermacam-macam dan tergantung


karakteristik negara yang bersangkutan.
 Indonesia juga kini sudah memiliki SWF yang disebut
sebagai Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau
Indonesian Investment Authority (INA) atau Indonesian
Sovereign Wealth Fund (Pasal 165 ayat (1) UU CK).
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
90

 Menurut Tamadhika (Mengawal SWF Indonesia, 2021)


yang dikutip dari laman https://ekonomi.bisnis.com,
permasalahan modal yang terbatas membuat berbagai
upaya dilakukan pemerintah untuk mencari sumber
pendanaan baru yang lebih masif.
 Salah satu ikhtiar pemerintah adalah membentuk
Sovereign lembaga khusus Lembaga Pengelola Investasi (LPI),
Wealth Fund yang diharapkan mampu menjadi kendaraan finansial
untuk memacu pembangunan.
(SWF)
 Pembentukan LPI atau sovereign wealth fund (SWF) di
Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No.
74/2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang
merupakan tindak lanjut dari Bab X UU No. 11/2020 (“UU
CK”) (lihat slide halaman berikut).

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
91

Isi Bab UU No. 11/2020: 8. Pengadaan Tanah


1. Ketentuan Umum 9. Kawasan Ekonomi
2. Asas, Tujuan, dan Ruang 10. Investasi Pemerintah Pusat
Lingkup dan Kemudahan Proyek
3. Peningkatan Ekosistem Strategis Nasional
Investasi dan Kegiatan 11. Pelaksanaan Administrasi
Berusaha Pemerintahan untuk
LPI di UU CK 4. Ketenagakerjaan Mendukung Cipta Kerja
5. Kemudahan, Pelindungan, 12. Pengawasan dan
serta Pemberdayaan Pembinaan
Koperasi dan UMK-M 13. Ketentuan Lain-lain
6. Kemudahan Berusaha 14. Ketentuan Peralihan
7. Dukungan Riset dan Inovasi 15. Ketentuan Penutup

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
92

 Di dalam Bab X Investasi Pemerintah Pusat Dan


Kemudahan Proyek Strategis Nasional UU No. 11/2020
(“UU CK”), terdapat dua bagian, yaitu:
1. Investasi Pemerintah Pusat
a. Umum (par. 1 Pasal 154 - 164)
b. Lembaga Pengelola Investasi (par. 2 Pasal 165
LPI di UU CK - 172)
2. Kemudahan Proyek Strategis Nasional (Pasal 173)
 Pembentukan LPI sesuai Pasal 165 ayat (1) UU CK
dilatarbelakangi oleh kebijakan pokok untuk menciptakan
lapangan kerja (Naskah Akademik UU CK, 2020)

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
93

 Indonesia bukan merupakan negara pertama yang


memanfaatkan SWF sebagai sarana permodalan. Sudah ada
negara lain yang telah memanfaatkan SWF ini.
 Di Singapura, ada Temasek yang dijadikan sebagai alat
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
 Malaysia punya 1MDB (One Malaysia Development
Berhad) yang memunculkan skandal money laundering.
SWF di Negara  India dan Bangladesh mengelola SWF untuk pembiayaan
pembangunan infrastruktur.
Lain  Norwegia memiliki Norway Government Pension Fund
Global.
 Di China, ada China Investment Corporation.
 Uni Emirat Arab mendirikan Abu Dhabi Investment
Authority.
 Di Kuwait ada Kuwait Investment Authority.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
94

 Masih menurut Tamadhika (2021), sejak menjadi net


importir di 2003, Indonesia sudah tidak lagi bisa
bergantung pada minyak. Selain itu, cadangan devisa per
Desember 2020 (US$135,9 miliar) hanya cukup untuk
membiayai impor selama 10 bulan.
 Meski standar internasional cadangan devisa itu adalah
untuk pembiayaan 3 bulan impor, masalah neraca
Fungsi LPI dagang yang sering kali defisit membuat rentan cadangan
devisa Indonesia.
 Kebijakan fiskal untuk memenuhi pembiayaan guna
menggerakkan pembangunan masih jauh dari cukup.
 LPI diharapkan dapat menjadi sumber pendanaan baru
yang selama ini sangat bergantung pada APBN dan
BUMN.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
95

 LPI didirikan untuk menarik modal dari luar guna


membiayai proyek di dalam negeri, khususnya
proyek-proyek infrastruktur, seperti jalan tol dan
pelabuhan.
 Sampai saat ini, sudah ada beberapa negara yang
tertarik dan berkomitmen untuk berinvestasi di SWF
Fungsi LPI Indonesia. Negara tersebut antara lain:
 Uni Emirat Arab berjanji menamkan modal US$
22,8 miliar;
 Amerika Serikat siap menaruh US$ 2 miliar; dan
 Jepang siap berinvestasi dana US$ 4 miliar
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
96

 Selain itu, pembiayaan pembangunan untuk


mendorong efisiensi mobilitas, konektivitas dan
jaringan guna menguatkan digitalisasi juga masih
sangat diperlukan, khususnya untuk daerah di luar
Jawa.
 SWF dikenal juga sebagai dana abadi yang dimiliki
Fungsi LPI
oleh suatu negara dan keberadaan SWF sangat
penting.
 Di seluruh dunia, sejumlah negara besar telah
melakukan metode ini untuk menjaga kestabilan
ekonomi dalam negeri
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
97

 Sesuai Pasal 154 UU CK, LPI selaku lembaga yang


diberikan kewenangan khusus (sui generis) bertugas
melakukan pengelolaan investasi,
 Fungsi (wewenang) LPI adalah untuk:
a. melakukan penempatan dana dalam bentuk
instrumen keuangan;
Fungsi LPI b. melakukan kegiatan pengelolaan aset;
c. melakukan kerja sama dengan pihak lain termasuk
entitas dana perwalian (trust fund);
d. menentukan calon mitra investasi;
e. memberikan dan menerima pinjaman; dan/atau
f. menatausahakan aset yang dimilikinya

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
98

 Sesuai Pasal 158 UU CK, LPI dapat


 melaksanakan investasi, baik secara langsung
maupun tidak langsung,
 melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, atau
 melakukan kerja sama melalui pembentukan entitas
khusus yang berbentuk badan hukum Indonesia atau
Fungsi LPI badan hukum asing.
 Menurut Pasal 159 UU CK, kerja sama LPI dengan pihak
ketiga sesuai Pasal 158 dilaksanakan melalui:
a. kuasa kelola;
b. pembentukan perusahaan patungan; dan/atau
c. bentuk kerja sama lainnya

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
99

 Keuntungan atau kerugian yang dialami LPI di dalam


melaksanakan investasi merupakan keuntungan atau kerugian
LPI.
 Di dalam hal LPI memperoleh keuntungan, sebagian
keuntungan ditetapkan sebagai laba bagian pemerintah pusat
untuk disetorkan ke kas negara, setelah dilakukan
Perlakuan pencadangan untuk menutup atau menanggung risiko kerugian
investasi dan/atau melakukan akumulasi modal.
Perpajakan  Untuk mendukung LPI tumbuh dan mandiri serta menarik minat
untuk LPI investor asing untuk bekerja sama dengan LPI guna
menanamkan modalnya di Indonesia, pada awal pembentukan
LPI, masa kepemilikan dan masa kerja sama berakhir
diperlukan pengaturan mengenai dua hal, yaitu:
 perlakuan perpajakan dan/atau
 insentif perpajakan

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
100

 Pengaturan tentang dua hal di atas berlaku bagi LPI,


mitra investasi dan kuasa kelola dengan tetap
melaksanakan prinsip tata kelola perpajakan yang adil
dan transparan.
 Pengaturan khusus diperlukan karena kegiatan usaha
pengelolaan dana dan/atau aset oleh LPI berbeda dari
Perlakuan kegiatan usaha pada umumnya.
Perpajakan  Pasal 172 ayat (2) UU CK (lihat kutipan pada slide
untuk LPI halaman berikut) memberi kewenangan kepada
Pemerintah untuk membuat pengaturan khusus tentang
perpajakan.
 Untuk itu, telah terbit PP No. 49/2020 tentang Perlakuan
Perpajakan atas Transaksi yang Melibatkan Lembaga
Pengelola Investasi dan/atau Entitas yang Dimilikinya.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
101

Pasal 172 UU CK
(1) Lembaga Pengelola Investasi dapat melakukan
transaksi baik langsung maupun tidak langsung
Perlakuan dengan entitas yang dimilikinya.

Perpajakan (2) Perlakuan perpajakan atas transaksi yang


untuk LPI melibatkan Lembaga Pengelola Investasi dan/atau
entitas yang dimilikinya, termasuk transaksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
102

Isi Bab PP No. 49/2020:


1. Ketentuan umum.
2. Modal, aset, pinjaman, dan pengelolaan aset pada LPI
dan/atau entitas yang dimilikiinya.
3. Perlakuan perpajakan atas transaksi LPI dan/atau
Perlakuan entitas yang dimilikinya termasuk pihak kettga yang
Perpajakan bertransaksi dengan LPI dan/atau entitas yang
untuk LPI diiviilikinya.
4. Perlakuan perpajakan atas pembentukan dana
cadangan, bunga pinjaman, dividen, dan/atau
pengalihan dan/atau perolehan harta.
5. Ketentuan penutup.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
103

 Setiap kebijakan pajak harus dilandasi oleh prinsip-prinsip


perpajakan yang berfungsi sebagai visi atau misi dari sebuah
aturan sebagai hasil dari proses kebijakan pajak.
 Prinsip yang paling dominan digunakan di dalam perumusan
kebijakan pajak adalah prinsip keadilan (equity atau equality)
yang kadangkala disebut juga dengan prinsip netralitas dan
fairness.
Analisis
 Adakalanya satu prinsip dengan prinsip yang lain tidak sejalan
Perpajakan sehingga dapat terjadi permasalahan karena prinsip yang tidak
terpenuhi dari suatu aturan memunculkan isu.
 Pertimbangan prinsip mana yang akan dijadikan sebagai
landasan tergantung pada tiga pendekatan, yaitu: (1) bounded
rationality theory; (2) field theory; dan/atau (3) the second best
theory.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
104

 Sesuai dengan tujuan dari pendirian LPI adalah untuk


menggalang dana dari luar negeri sebagai alternatif sumber
pembiayaan pembangunan selain APBN dan BUMN, interaksi
pajak antar negara berpotensi akan banyak sehingga dapat
terjadi double taxation.
 Di dalam interaksi jurisdiksi perpajakan, pegangan utama
masing-masing negara adalah tax treaty atau P3B.
Analisis  Untuk konteks di Indonesia, pengaturan P3B sudah tertuang di
Perpajakan dalam Pasal 32A UU PPh yang menerapkan prinsip “lex
specialis derogat legi generali” (aturan yang khusus
mengesampingkan aturan yang umum).
 Menurut Prof. Bagir Manan, prinsip di atas dapat diterapkan
jika kedudukan kedua aturan tersebut sejajar dan UU Pajak
dianggap sejajar dengan P3B dan P3B merupakan aturan
khusus sehingga harus diprioritaskan.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
105

Pasal 32A UU No. 36/2008


Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan
pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak
berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
Penjelasan Pasal 32A
Dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan
Analisis perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu
Perpajakan perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang
mengatur hak-hak pemajakan dari masingmasing negara
guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan
pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan
pajak. Adapun bentuk dan materinya mengacu pada
konvensi internasional dan ketentuan lainnya serta
ketentuan perpajakan nasional masing-masing negara.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA

Anda mungkin juga menyukai