Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan

masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari

segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan

dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-

negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan

negara itu dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang

kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial dan ekonomi pada masyarakat

(DEPKES RI, 2006).

Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization) telah

mengeluarkan strategi global untuk terus berupaya menurunkan beban

penyakit kusta dalam: ”Enhanced global strategy for futher reducing the

disease burden due to leprosy 2011-2015”; dimana target yang ditentukan

adalah penurunan sebesar 35% kusta pada akhir tahun 2015 berdasarkan data

tahun 2010.

Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, saat ini masih

ada 14 propinsi yang mempunyai beban kusta yang tinggi dengan angka

penemuan kasus baru lebih dari 10 per 100 ribu atau penemuan kasus barunya

melebihi seribu kasus per tahun. Daerah yang memiliki beban kusta tinggi

antara lain DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat,

Jawa Timur, seluruh Sulawesi, seluruh Papua dan Maluku (Prawoto, 2008).

1
2

Indonesia menempati urutan ke 3 (tiga) setelah India dan Brazilia dalam

menyumbang jumlah penderita. Sejak tahun 2000 status Indonesia sudah

Eliminasi Kusta (EKT) yaitu prevalence Rate < 1/10.000 penduduk.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mengetahui jumlah kasus baru penyakit kusta di wilayah kerja
Puskesmas Parigi.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui jumlah kasus baru penyakit kusta berdasarkan usia di
wilayah kerja Puskesmas Parigi Kab Parigi Moutong periode
Januari-Desember 2014.
b. Mengetahui jumlah kasus baru penyakit kusta berdasarkan jenis
kelamin di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kab Parigi Moutong
periode Januari-Desember 2014.
c. Mengetahui jumlah kasus baru penyakit kusta berdasarkan tipe
penyakit di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kab Parigi Moutong
periode Januari-Desember 2014.

C. Manfaat

1. Bagi Puskesmas :
a. Memberi gambaran prevalensi penyakit kusta di wilayah Parigi
b. Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap
memberikan penatalaksanaan kepada pasien kusta dilakukan secara
holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga
dalam kesembuhan.
3

2. Bagi Masyarakat :
a. Membantu meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap
penyakit kusta
b. Keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan
yang ada dalam lingkungan keluarga.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang sulit menular yang

disebabkan oleh Mycobacterium Leprae, yang menyerang kulit, saraf tepi dan

organ lain kecuali susunan saraf pusat, dapat menyebabkan kecacatan bila

ditemukan terlambat, sedangkan kecacatan dapat dicegah dengan

pemeriksaan fungsi saraf secara rutin setiap bulan pada saat penderita

mengambil obat.

B. Cara Penularan dan Masa Inkubasi

Penularan terjadi apabila Mycobacterium Leprae yang masih hidup

(solid) keluar dari tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang lain.

Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta, secara

teoritis penularan dapat terjadi dengan cara kontak erat dan lama dengan

penderita. Luka dikulit dan mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber

dari kuman dan terbukti bahwa saluran nafas bagian atas penderita tipe

Lepromatous merupakan sumber kuman yang terpenting di lingkungan. Kusta

mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun, dapat juga beberapa bulan sampai

beberapa tahun.
5

Hampir semua organ tubuh diserang terutama saraf tepi dan kulit serta

organ tubuh lainnya, seperti mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem

retikulo endothelial, mata, otot, tulang dan testis. Pada kebanyakan orang

yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun pada sebagian kecil

memperlihatkan gejalagejala dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi

cacat, khususnya pada tangan dan kaki.

C. Diagnosa dan Klasifikasi

Menurut Buku Pedoman Surveilans Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Tengah tahun 2006, menyatakan bahwa untuk menetapkan diagnose

penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau cardinal sign, yaitu:

1. Lesi keputihan atau kemerahan yang mati rasa/kurang rasa.

2. Penebalan saraf tepi disertai dengan gangguan fungsi (fungsi sensoris,

motoris maupun otonom). Gangguan fungsi saraf tersebut adalah akibat

dari peradangan kronis saraf tepi, Saraf tepi yang dapat diserang antara

lain: saraf fasialis, saraf auriculomagnus, saraf radialis, saraf ulnaris,

saraf medianus, saraf perineus komunis dan saraf tibialis posterior.

3. Ditemukannya kuman tahan asam di kerokan jaringan kulit (BTA positif)

Seseorang dinyatakan menderita kusta apabila ditemukan salah satu dari

tanda-tanda tersebut di atas. Apabila hanya ditemukan cardinal sign yang

kedua (penebalan saraf disertai gangguan fungsi) dan petugas ragu, maka

perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta dan apabila masih ragu maka

orang tersebut dianggap sebagai kasus yang dicurigai/tersangka (suspek) dan


6

perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan. Berikut tanda-tanda

tersangka kusta (suspek):

1. Tanda-tanda pada kulit

a. Lesi yang putih atau merah yang tidak gatal dibagian tubuh

b. Kulit mengkilap

c. Adanya bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut

d. Lepuh tidak nyeri

2. Tanda-tanda pada saraf

a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau

muka.

b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka

c. Adanya cacat (deformitas) baik pada mata, tangan atau kaki.

Setelah seseorang dinyatakan penderita kusta, maka dilakukan klasifikasi

(PB/MB) untuk menentukan jenis Multi Drug Therapy (MDT) yang akan

diberikan.

1. Penderita dinyatakan tipe Pauci Basiler (PB) bila:

a. Jumlah lesi yang mati rasa < 5 (lima)

b. Jumlah penebalan saraf disertai gangguan fungsi 1 (satu)

c. BTA (negatif)

2. Penderita dinyatakan tipe Multi Basiler (MB) bila:

a. Jumlah lesi yang mati rasa > 5 (lima)

b. Jumlah penebalan saraf disertai gangguan fungsi > 1 (satu)

c. BTA (positif)
7

D. Faktor Resiko Penyakit Kusta

1. Distribusi menurut faktor manusia

a. Etnik atau suku

Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan

distribusi dapat dilihat karena faktor geografi. Namun jika diamati

dalam satu Negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya

ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor etnik.

Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi

pada etnik Burma dibandingkan dengan etnik India. Situasi di

Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, kejadian kusta

lepromatosa lebih banyak pada etnik China dibandingkan etnik

Melayu atau India.

Demikian pula kejadian di Indonesia etnik Madura dan Bugis

lebih banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa atau Melayu.

Di Indonesia, penderita kusta terdapat hampir di seluruh daerah

dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan, di Indonesia

bagian timur terdapat angka kesakitan kusta yang lebih tinggi.

Penderta kusta 90 % tinggal diantara keluarga mereka dan hanya

beberapa pasien saja yang tinggal di Rumah Sakit kusta, koloni

penampungan atau perkampungan kusta.

b. Faktor sosial ekonomi


8

Sudah diketahui bahwa faktor social ekonomi berperan penting

dalam kejadian kusta. Hal ini terbukti pada Negara-negara di Eropa.

Dengan adanya peningkatan sosial ekonomi, maka kejadian kusta

sangat cepat menurun bahkan hilang. Kasus kusta impor pada Negara

tersebut ternyata tidak menularkan kepada orang yang sosial

ekonominya tinggi. Kegagalan kasus kusta impor untuk menularkan

pada kasus kedua di Eropa juga disebabkan karena tingkat sosial

ekonomi yang tinggi.

c. Distribusi menurut umur

Kebanyakan penelitian melaporkan distribusi penyakit kusta

menurut umur berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang

berdasarkan insiden karena pada saat timbulnya penyakit sangat sulit

diketahui. Dengan kata lain kejadian penyakit sering terkait pada

umur pada saat diketemukan dari pada saat timbulnya penyakit. Pada

penyakit kronik seperti kusta, informasi berdasarkan data prevalensi

dan data umur pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak

menggambarkan resiko spesifik umur. Kusta diketahui terjadi pada

semua umur berkisar antara bayi sampai umur tua (3 minggu sampai

lebih dari 70 tahun). Namun yang terbanyak adalah pada umur muda

dan produktif.

d. Distribusi menurut jenis kelamin

Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Menurut catatan

sebagian besar Negara di dunia kecuali dibeberapa Negara di Afrika


9

menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang daripada

wanita.

Relatif rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan

karena faktor lingkungan atau faktor biologi. Seperti kebanyakan

penyakit menular lainnya laki-laki lebih banyak terpapar dengan

faktor resiko sebagai akibat gaya hidupnya.

2. Faktor-faktor yang menentukan terjadinya sakit kusta

a. Penyebab

Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae dimana

untuk pertama kali ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen pada tahun

1873. Mycobacterium leprae hidup intraseluler dan mempunyai

afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell) dan sel dari system

retikuloendotelial. Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu.

Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari secret

nasal dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo

kuman kusta pada tikus adalah pada suhu 27-30OC.

b. Sumber Penularan

Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap

sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada

armadillo, simpanse dan pada telapak kaki tikus yang tidak

mempunyai kelenjar thymus (Athymic nude mouse).

c. Cara Keluar dari Pejamu (Host)


10

Sumber penularan penyakit ini adalah Penderita Kusta Multi

basiler (MB) atau Kusta Basah. Mukosa hidung telah lama dikenal

sebagai sumber dari kuman. Suatu kerokan hidung dari penderita tipe

Lepromatous yang tidak diobati menunjukkan jumlah kuman sebesar

1010 dan telah terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari penderita

tipe Lepromatous merupakan sumber kuman yang terpenting di

dalam lingkungan. Penularan bisa melalui udara ketika kontak erat

dan lama dengan pasien kusta. Ibu penderita kusta sangat mungkin

menularkan penyakit kepada anak dan keluarganya.

d. Cara Penularan

Kuman kusta mempunyai masa inkubasi selama 2-5 tahun, akan

tetapi dapat juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila

Mycobacterium leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh penderita

dan masuk kedalam tubuh orang lain. Belum diketahui secara pasti

bagaimana cara penularan penyakit kusta. Secara teoritis penularan

ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita.

Penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak

menjadi sumber penularan kepada orang lain. Masa inkubasi kusta

yang panjang, bisa lebih dari 10 tahun dan tanpa rasa sakit

menyebabkan pengidap kerap tidak menyadari dirinya terkena kusta.

e. Cara Masuk ke dalam Pejamu

Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat

ini belum dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah


11

melalui saluran pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang

tidak utuh.

f. Pejamu (Tuan rumah = Host)

Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak

dengan penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas.

Mycobacterium leprae termasuk kuman obligat intraseluler dan

sistem kekebalan yang efektif adalah sistem kekebalan seluler. Faktor

fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor

infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit

kusta. Dari studi keluarga kembar didapatkan bahwa faktor genetic

mempengaruhi tipe penyakit yang berkembang setelah infeksi.

Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hanya

sebagian kecil yang dapat ditulari (5%). Dari 5% yang tertular

tersebut, sekitar 70% dapat sembuh sendiri dan hanya 30% yang

menjadi sakit.

Contoh: dari 100 orang yang terpapar: 95 orang tidak menjadi

sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit

dimana hal ini belum memperhitungkan pengaruh pengobatan.

Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk dalam salah

satu dari 3 kelompok berikut ini yaitu:


12

1. Pejamu yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi merupakan

kelompok terbesar yang telah atau akan menjadi resisten

terhadap kuman kusta.

2. Pejamu yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman

kusta, bila menderita penyakit kusta biasanya tipe PB.

3. Pejamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta

yang merupakan kelompok terkecil, bila menderita kusta

biasanya tipe MB.

E. Mycobacterium Leprae

1. Klasifikasi Ilmiah Mycobacterium leprae

Kingdom : Bacteria

Filum : Actinobacteria

Ordo : Actinomycetales

Subordo : Corynebacterneae

Genus : Mycobacterium

Spesies : M.leprae

2. Morfologi

Mycobacterium leprae berbentuk basil atau batang dengan ukuran 3-

8 µm x 0,5 µm, merupakan bakteri tahan asam dan alkohol dan

merupakan Gram postif. Bakteri ini tidak terlalu mudah menular dan

memiliki waktu inkubasi yang lama. DNA Plasmid Mycobacterium

leprae dapat menginfeksi sel saraf manusia. Plasmid ini dapat hidup
13

terpisah dari kromosom bakteri dan tubuh bakteri itu sendiri ketika

menginvasi sel tubuh manusia. Kurang dari 5 persen orang yang terinfeksi

Mycobacterium Leprae terkena penyakit kusta. Hal ini disebabkan oleh

faktor imun respon pada masing-masing individu.

Gambar 1. Mycobacterium leprae dari lesi kulit

3. Koloni dan Sifat Pertumbuhan

Mycobacterium leprae adalah bakteri aerob obligat. Energi didapat

dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang

pertumbuhan. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya

lebih lambat dari bakteri lain, waktu pembelahan adalah sekitar 18 jam.

Suhu pertumbuhan optimum 37º C. Koloni cembung, kering dan kuning

gading.
14

4. Struktur Sel

Gambar 2. Mycobacterium lepra dalam sel Schwann saraf

Penelitian dengan mikroskop elektron tampak bahwa

Mycobacterium leprae mempunyai dinding yang terdiri atas 2 lapisan,

yakni lapisan padat terdapat pada bagian dalam yang terdiri atas

peptidoglikan dan lapisan transparan pada bagian luar yang terdiri atas

lipopolisakarida dan kompleks protein-lipopolisakarida. Dinding


15

polisakarida ini adalah suatu arabinogalaktan yang diesterifikasi oleh

asam mikolik dengan ketebalan 20nm.

BAB III

METODE

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk mengetahui

gambaran angka kejadian baru penyakit kusta di Puskesmas Parigi Kab Parigi

Moutong periode Januari-Desember 2014.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten


Parigi Moutong.

C. Subjek Penelitian

a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh warga yang datang berobat di
wilayah kerja Puskesmas Parigi.
b. Sampel
Sampel penelitian ini adalah warga yang datang berobat dan positif
terkena kusta di Puskesmas Parigi.
.

D. Kirteria Inklusi dan Eksklusi


16

a. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua warga wilayah kerja
Puskesmas Parigi yang datang berobat.
b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah masyarakat yang tidak
datang berobat ke Puskesmas Parigi.

E. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala


. Operasional

1. Usia Pengelompoka Wawancara 1. 1-15 Nominal


n usia 2. >15
berdasarkan
usia
2. Jenis Jenis Kelamin Wawancara 1. Pria Nominal
Kelamin 2. Wanita
3. Tipe Kusta Tipe Kusta Diukur 1. PB Nominal
pada subjek dengan 2. MB
melihat
jumlah lesi
kusta

F. Pengambilan Sample

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh.


Yaitu teknik pengambilan sample bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sample. Hal ini dilakukan jika jumlah populasi relative kecil.
17

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri, dan
pengumpulannya oleh peneliti misalnya dari biro statistic, majalah,
keterangan atau publikasi lainnya. Data sekunder penelitian ini
diperoleh dari Puskesmas Parigi, Pelaksanan Program Kusta.

2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan data
b. Pengolahan dan analisis data.
c. Penyusunan hasil laporan penelitian.

H. Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya dimasukkan ke dalam komputer untuk


diolah dan dikelompokkan sesuai kategorinya serta dikode kemudian setelah
itu dilakukan entry data dan perhitungan statistik dengan menggunakan
program SPSS 17.0.

Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan analisis tabel


distribusi frekuensi yang menunjukkan bahwa dalam satu tabel tersebut
hanya memuat informasi satu variabel saja untuk mengetahui sebaran nilai
jenis kelamin, usia, tipe kusta.
18

BAB IV

PROFIL PUSKESMAS

A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografis
Luas wilayah Puskesmas Parigi ± 18,5 km 2 dengan jumlah desa sebanyak
6 desa dan 5 kelurahan. Secara geografis wilayah Puskesmas parigi terdiri dari
dataran sehingga transportasi dan komunikasi relatif mudah dijangkau.

Puskesmas Parigi merupakan salah satu puskesmas yang terdapat di


Kecamatan Parigi kota dan terletak di ibukota kecamatan yang secara
administratif pemerintahan sekarang terdiri dari 6 desa dan 5 kelurahan 46 dusun
dengan batas-batas wilayah kerja Puskesmas Parigi adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Parigi Tengah


 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Parigi Selatan
 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Teluk Tomini
 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Parigi Barat
Berdasarkan elevasi (ketinggian dari permukaan laut) dan bentuk
permukaan tanah maka desa-desa di wilayah kerja Puskesmas parigi terdiri dari
100% dataran.
19

Jika dilihat dari segi jarak antara ibu kota kecamatan dengan tiap desa
yang ada maka jarak terdekat dari ibu kota kecamatan (Puskesmas) berkisar antara
0,5-1 km² dengan waktu tempuh berkisar 5 menit. Sedangkan jarak terjauh
berkisar antara 1 - 8 km² dengan waktu tempuh berkisar antara 15 menit .

Suhu udara di wilayah Puskesmas parigi berkisar 31,1°C – 35,3°C dengan


kelembaban udara rata-rata 72%-82%. Rata-rata curah hujan di wilayah
Puskesamas parigi bervariasi 24–110 mm sedangkan keadaan angin mempunyai
kecepatan rata-rata berkisar antara 5 – 6 knots.

Wilayah kerja Puskesmas Parigi terdiri dari 6 desa dan 5 kelurahan dan
memiliki 3 puskesmas pembantu (Pustu). Pustu yang dimiliki Puskesmas Parigi
adalah Pustu Olaya, Pustu Lebo dan Pustu Bambalemo.

Adapun wilayah kerja Puskesmas Parigi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Wilayah Kerja Puskesmas Parigi

Nama Luas Wilayah Jarak ke Waktu tempuh ke


Desa/Kelurahan (Km2) Puskesmas (Km) Puskesmas (menit)
Kel. Kampal 4,31 3 10
Kel. Bantaya 5,38 2 5
Kel. Loji 2,15 2 5
Kel. Masigi 3,24 4 10
Kel. Maesa 3,25 2,5 10
Desa Mertasari 3,25 4 15
Desa Pombalowo 2,15 5 15
Desa Olaya 5,39 9 20
Desa Bambalemo 6,21 5 10
Desa Ranomaisi 1,4 6 15
Desa Lebo 2,78 9 20
20

2. Demografi
Jumlah penduduk yang berada di dalam wilayah kerja Puskesmas Parigi
berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2014 sebanyak 31.271 jiwa dan 6728
KK, di mana jumlah penduduk wanita sebanyak 15.858 (50.71%) jiwa dan
penduduk laki-laki sebanyak 15.413(49.29%) jiwa. Penduduk terbagi atas
beberapa kelompok, yaitu:

1. Bayi : 768 jiwa


2. Balita : 2.085 jiwa
3. Bumil : 744 jiwa
4. Bulin : 691 jiwa
5. PUS : 5.485 jiwa
Jumlah penduduk terbanyak adalah Desa Bantaya dengan jumlah 6699
jiwa sedangkan yang paling sedikit adalah Desa Ranomaisi yaitu sebesar 795
jiwa.
Adapun distribusi penduduk dan rumahtangga dapat di lihat pada Tabel
4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3Distribusi penduduk dan rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas


Parigi Tahun 2014

Nama Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk Jumlah Rumah


(Orang) Tangga
Kel. Kampal 4397 985
Kel. Bantaya 6699 1364
Kel. Loji 2283 469
Kel. Masigi 4533 971
Kel. Maesa 3740 849
Desa Mertasari 1165 263
Desa Pombalowo 1353 302
21

Desa Olaya 3049 600


Desa Bambalemo 2021 473
Desa Ranomaisi 795 177
Desa Lebo 1236 275

Sedangkan distribusi penduduk menurut usia dan jenis kelamin dapat


dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini

Tabel 4.4 Distribusipenduduk menurut usia dan jenis kelamin di wilayah


kerja Puskesmas Parigi Tahun 2014

Usia (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah


0-4 1830 1695 3515
5-9 1773 1718 3491
10-14 1550 1521 3071
15-19 1402 1452 2854
20-24 1379 1263 2642
25-29 1548 1501 3049
30-34 1486 1391 2877
35-39 1329 1243 2572
40-44 1022 976 1998
45-49 778 799 1577
50-54 669 657 1326
55-59 433 438 871
60-64 301 295 596
65-69 140 190 330
70-74 122 157 279
75+ 96 127 223
Jumlah 15.858 15.413 31.271
22

3. Keadaan Sosial, Ekonomi, dan Budaya


Penduduk yang berada di wilayah kerja Puskesmas Parigi sebagian besar
adalah suku Kaili yang hampir sebagian besra penganut agama Islam. Sedangkan
Bahasa pengantar dalam pergaulan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia.

Secara umum keadaan sosial ekonomi masyarakat dapat dikatakan cukup.


Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani (sawah dan ladang),
nelayan, buruh, pegawai negeri, dan wiraswasta/ pedagang. Masyarakat sudah
mulai memperhatikan derajat kesehatannya yang ditunjang dari pendapatan yang
memadai.

Agama yang dianut penduduk di wilayah kerja Puskesmas Parigi yaitu


Islam, Kristen, Hindu, Katolik, dan Budha yang dapat dilihat dari sarana tempat
ibadah yang tersedia. Kehidupan antar umat beragama cukup baik yang
diwujudkan dengan sifat gotong royong antar sesama.

Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Parigi terdiri dari berbagai suku,


antara lain Kaili, Bugis, Bali, Poso, Toraja, dan Manado.

4. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang dijumpai di wilayah kerja Puskesmas Parigi
antara lain:

PAUD : 15
TK : 15
SD Negeri/Swasta : 20
SMP Negeri/Swasta : 11
SMA Negeri/Swasta : 8

5. Sarana Pelayanan Kesehatan


a. Fasilitas Kesehatan
23

Puskesmas Parigi merupakan salah satu sarana kesehatan yang


disediakan oleh pemerintah yang berada di wilayah kecamatan Parigi
dalam rangka menunjang pelayanan kesehatan disamping adanya Rumah
Sakit Anuntaloko Parigi.
Sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Parigi antara lain berupa Rumah Sakit, Puskesmas Induk, Puskesmas
Pembantu (Pustu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Puskesmas Keliling
dan Posyandu.
Rumah sakit terletak di kelurahan Masigi yang merupakan Rumah
Sakit Umum Anuntaloko Parigi Moutong.
Puskesmas induk terletak di kelurahan Bantaya, kecamatan Parigi
yang melayani 5 kelurahan dan 6 desa yang memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat dan membina peran serta
masyarakat.
Puskesmas pembantu merupakan unit pelayanan sederhana yang
bertugas menunjang dan membantu pelaksanaan kegiatan di puskesmas
induk. Jumlah pustu ada 3, yaitu: Pustu Olaya, Pustu Lebo, dan Pustu
Bambalemo.
Poskesdes merupakan unit pelayanan kesehatan yang berada di desa/
kelurahan. Poskesdes yang berada di wilayah kerja Puskesmas Parigi yaitu
Poskesdes Kampal, Poskesdes Loji, Poskesdes Masigi, Poskesdes Maesa,
Poskesdes Pombalowo, Poskesdes Olaya, Poskesdes Bantaya, Poskesdes
Mertasari dan Poskesdes Ranomaisi.
Puskesmas keliling di wilayah kerja Puskesmas Parigi terdiri dari 1
unit mobil ambulance dan 4 unit sepeda motor yang berfungsi membantu
kegiatan puskesmas di lapangan yang terdiri atas:
 1 unit mobil untukpuskesmas keliling
 1 unit motor untuk program imunisasi
 1 unit motor untuk bidan koordinator
 2 unit motor untuk kegiatan puskesmas
24

Posyandu merupakan perpaduan antara PKK desa, Keluarga


Berencana (KB) dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk
dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis oleh petugas kesehatan.
Adapun jumlah posyandu di wilayah Puskesmas Parigi sebanyak

b. Sumber Daya Manusia/ Tenaga Kesehatan


Untuk upaya peningkatan dan jangkauan pelayanan kesehatan, maka
tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Parigi harus memadai jumlahnya.
Adapun distribusi ketenagaan di Puskesmas Parigi dapat dilihat pada
Tabel 4.5

Tabel 4.5 Distribusi tenaga kesehatan berdasarkan tingkat


pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Parigi tahun 2014

Profesi/Tingkat Pendidikan Jumlah


PNS

Dokter Umum 1
Dokter Gigi 1
Perawat
SPK 6
D3 Perawat 5
S1 Perawat 1
Nurse 1
Bidan
PPB-A (Bidan Profesi) 4
D3 BIdan 11
Perawat Gigi 2
D3 Gizi 1
SPPH 2
25

D3 Farmasi 3
Apoteker -
Analis -
S1 Kesmas 1
SMA 2

Honorer
S1 Farmasi 1
D3 Farmasi 1
D3 Bidan 6
SMA 3
Jumlah 52

c. Sumber Dana Puskesmas


Dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Puskesmas mendapat
bantuan dari berbagai sumber antara lain:
 Sumber dana dari APBN/APBD
 Sumber dana puskesmas yang diperoleh dari retribusi kunjugan
puskesmas
6. Lingkungan Fisik dan Biologis

a.Tempat-tempat Umum dan Tempat Pengolahan Makanan

Tempat-tempat umum (TTU) dan Tempat Umum Pengelolaan


Makanan (TUPM) merupakan sarana yang dikunjungi banyak orang dan
berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit. TUPM meliputi warung
makan, pasar dan lain-lain. Sedangkan TUPM sehat adalah tempat umum
dan tempat pengelolaan makanan dan minuman yang memenuhi syarat
kesehatan, yaitu memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah,
sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai (luas
26

ruangan) yang sesuai dengan banyaknya pengunjung dan memiliki


pencahayaan ruang yang memadai.

Pada tahun 2014, dari data yang terkumpul menunjukkan bahwa TTU
yang diperiksa sebanyak 49 buah yang terdiri dari sekolah (SD,SLTP,
SMA), sarana kesehatan (puskesmas, rumah sakit), dan hotel; 81.63% dari
TTU yang diperiksa memenuhi syarat kesehatan. Tempat-tempat umum
yang memenuhi syarat kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Parigi dapat
di lihat pada Tabel 4.6 (lampiran)

Sementara TPM yang diperiksa selama tahun 2014 sebanyak 94 buah


yang terdiri dari rumah makan/restoran, depot air minum dan makanan
jajanan. Ditemukan 46.8 % TPM yang tidak memenuhi syarat higiene
sanitasi. TPM yang tidak memnuhi syarat higiene sanitasi paling banyak
ditemukan di kelurahan Masigi. Tabel distribusi TPM menurut status
higiene sanitasi dapat dilihat pada Tabel 4.7 (Lampiran).

b.Akses Terhadap Air Minum

Sumber air minum yang digunakan rumah tangga oleh penduduk yang
ada di wilayah kerja Puskesmas Parigi pada tahun 2014 dibedakan menjadi
sumur gali terlindung, sumur bor dengan pompa dan perpipaan. Sebanyak
27% penduduk menggunakan perpipaan sebagai sumber air minum.

c. Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar

Kepemilikan sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga


meliputi persediaan air bersih (PAB), jamban, tempat sampah dan
pengelolaan air limbah (PAL). Masing-masing indikator tersebut
semestinya diperiksa dalam waktu yang sama sehingga jumlah KK
diperiksa sama untuk masing masing indikator.

Jenis jamban sehat yang digunakan rumah tangga oleh penduduk yang
ada di wilayah kerja Puskesmas Parigi pada tahun 2014 berupa jamban
27

komunal dan jamban leher angsa. Sebanyak 68% penduduk menggunakan


jamban leher angsa yang telah memenuhi syarat.

7. Keadaan Prilaku Masyarakat

a. ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) diyakini dan bahkan terbukti memberi manfaat
bagi bayi dari sisi aspek gizi (kolostrum yang mengandung Imunoglubulin
A/IgA, Whei-Casein,Decohexanoic/DHA dan arachidonic/AA dengan
komposisi sesuai), aspek Imunologik (selain IgA, terdapat Laktoferin,
Lysosim dan jenis leucosit yaitu Brochus-AssociatedLymphocyte/BALT,
Gut Associated Lymphocite Tissue/ GALT, Mammary Associate
LymphociteTissue/MALT serta faktor bifidus), aspek psikologik (interaksi
dan kasih sayang antara anak dan ibu), aspek kecerdasan, aspek neurologik
(aktifitas menyerap ASI bermanfaat pada koordinasi syaraf bayi), aspek
ekonomi serta aspek penundaan kehamilan (metode amenorea
laktasi/MAL) selain aspek–aspek tersebut, dengan ASI juga dapat
melindungi bayi dari sindrom kematian bayi secara mendadak (Sudden
Infant Death Syndrome/SIDS).

Berdasarkan data yang terkumpul pada tahun 2014, 59.67% bayi (145
orang) diberi ASI Eksklusif.

b. Posyandu

Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada


masyarakat berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan
sumber daya yang ada di masyarakat. Posyandu merupakan salah satu
bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang
paling dikenal oleh masyarakat. Posyandu menyelenggarakan minimal 5
program prioritas. Posyandu dikelompokkan menjadi 4 strata. Posyandu
28

Purnama yaitu posyandu dengan cakupan 5 program atau lebih dengan


melaksanakan kegiatan 8 kali atau lebih pertahun.

Target Posyandu Purnama & Mandiri Nasional sebesar 20 %.


Jumlah posyandu di Puskesmas parigi tahun 2014yaitu 18 pos yang
tersebar pada 6 desa dan 5 kelurahan, dimana rata-rata setiap desa
mempunyai 2 posyandu dengan frekwensi penimbangan sekali dalam
sebulan dan ratio kader aktif per posyandu yaitu 4 orang.

Berdasarkan strata posyandu, maka terdapat 10 (55,5 %) Posyandu


pratama, dan 8 pasyandu madya untuk posyandu Mandiri belum ada.

B. Derajat Kesehatan

1. Angka Kematian

Salah satu indikator penting untuk mengukur derajat kesehatan


masyarakat adalah angka kematian. Indikator ini dapat mencerminkan
tingkat kesehatan, mutu pelayanan kesehatan, serta kondisi sosial ekonomi
masyarakat.

a. Angka Kematian Bayi (AKB)


Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Parigi tahun 2014,
terdapat kematian bayi sebanyak 2 orang dari517kelahiran hidup. Hal ini
menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.Angka
Kematian Bayi Puskesmas parigi (IMR)tahun 2013 sebanyak 4 kasus dari
663 kelahiran hidup menurun dari tahun 2012dimana terdapat 7 bayi.dari
424 kelahiran hidup dan tahun 2011 terdapat 10 kematian bayi dari 380
kelahiran hidup.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat AKB. Tersedianya


berbagai fasilitas kesehatan, kemudahan masyarakat dalam mengakses
sarana kesehatan, pelayanan kesehatan dari tenaga medis yang terampil
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat AKB.
29

Menurunnya angka AKB memberi gambaran adanya peningkatan dalam


kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat.

b. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)


Angka Kematian Maternal berguna untuk menggambarkan tingkat
kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi
kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu
hamil, waktu melahirkan dan masa nifas. Angka Kematian Ibu Maternal
adalah Jumlah kematian ibu hamil + jumlah kematian ibu melahirkan +
Jumlah kematian ibu nifas per 100.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan data yang ada di Puskesmas Parigi selama tahun 2014,


tidak dijumpai kematian ibu. Pada tahun 2013 juga tidak dijumpai kasus
kematian ibu hamil. Hal ini menujukan bahwa tingkat kesadaran
masyarakat untuk bersalin ditenaga kesehatan sudah menujukan
peningkatan, dan kesadaran akan keselamatan dalam bersalin.

2.Angka Kesakitan

Angka kesakitan penduduk didapat dari data yang berasal dari


masyarakat (community based data) yang dapat diperoleh dengan melalui
studi morbiditas dan hasil pengumpulan data dari Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP).

a. Penyakit Menular
Penyakit menular yang disajikan dalam profil kesehatan Kabupaten
Sampang antara lain penyakit Malaria, TB Paru, HIV/AIDS, Infeksi
Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ).
1. Malaria
Penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia. Perkembangan penyakit Malaria dipantau melalui
Annual Parasite Incidence (API). Di wilayah Puskesmas Parigi
masih relatif aman terhadap penyakit malaria, 5 tahun terakhir belum
ditemukan penyakit Malaria di wilayah Puskesmas Parigi. Walaupun
30

wilayah Puskesmas Parigi masih merupakan daerah berpotensi karena


masyarakatnya mempunyai mobilitas tinggi ke daerah Malaria.
2. TB Paru
Ada 4 indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasiln
Program TBC yaitu : (1) Penemuan Penderita (Case Detection Rate),
diharapkan mencapai 70% dari perkiraan kasus BTA (+); (2).
Konversi Rate > 80%; (3). Angka Kesembuhan (Cure Rate) > 85%;
(4). Angka Kesalahan Laboratorium (Error Rate) < 5%.

Pemeriksaan Suspek pada tahun 2013 sebanyak 48 dengan


penemuaan penderita BTA (+) sebanyak 6 orang.Pada tahun 2012
pemeriksaan Suspek berjumlah 99dan penemuan Penderita BTA
positif 11 orang.Berdasarkan data kompilasi dari Puskesmas Parigi,
pada tahun 2014 ditemukan 25 kasus baru dengan jumlah BTA (+)
sebanyak 2 orang

3. HIV/AIDS
Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan
peningkatan, meskipun berbagaiupaya pencegahan dan
penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas
pendudukantar wilayah, menyebarnya sentra–sentra pembangunan
ekonomi di Indonesia, meningkatnyaperilaku seksual yang tidak
aman dan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan
secara simultan telah memperbesar tingkat resiko penyebaran
HIV/AIDS. Saat ini Indonesiatelah digolongkan sebagai negara
dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi, yaitu adanya prevalensi
lebih dari 5 % pada sub populasi tertentu, misal pada kelompok
pekerja seksual komersial dan penyalah guna NAPZA. Tingkat
epidemi ini menunjukkan tingkat perilaku berisiko yang cukup aktif
menularkan ini dalam suatu sub populasi tertentu.
Jumlah penderita HIV AIDS dapat digambarkan sebagai
fenomena gunung es, yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh
31

lebih kecil dari jumlah yang sebenarnya. Hal ini berarti bahwa
jumlah Penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum
diketahui dengan pasti.
Di wilayah Puskesmas Parigi pada tahun 2014 dilaporkan tidak
terdapat penderita HIV/AIDS.

4. Infeksi Saluran Pernapasan Akut

Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan Manajemen Terpadu


Balita Sakit di Puskesmas parigi cakupan penemuan kasus
pneumonia pada tahun 2013 sebanyak 157 menurun dari penemuan
penderita tahun 2012 dimana pada tahun tersebut sebanyak 353
kasus, dan 1 Kasus Pneumoni Berat yang dirujuk ke Rumah
Sakit, .Sedangkan Pneumonia pada tahun 2013 sebanyak 184 Kasus.
Pada tahun 2014 ditemukan 106 kasus pneumonia.

5. Kusta

Meskipun Indonesia sudah mencapai eleminasi kusta pada


pertemuan kusta tahun 2000, sampai saat ini penyakit kusta masih
menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti
dari masih tingginya jumlah penderita kusta di Indonesia dan
Indonesia merupakan negara dengan urutan ke–3 penderita terbanyak
di dunia. Penyakit kusta dapat mengakibatkan kecacatan pada
penderita. Masalah ini diperberat masih tingginya stigma dikalangan
masyarakat dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian
dari penderita dan mantan penderita dikucilkan sehingga tidak
mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta pekerjaan yang
berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan.

Pada tahun 2012 tidak ditemukan penderita kusta di


Puskesmas parigi tetapi pada tahun 2013 ditemukan dua (2) kasus
kusta dengan tipe MB .
32

Daftar 10 penyakit terbanyak dalam kunjungan puskesmas di tahun


2014 dapat dilihat padatabel di bawah ini

Tabel 4.8 Sepuluh penyakit terbanyak dalam kunjungan tahun 2014

Nama Penyakit Jumlah


ISPA 4709
Penyakit Pulpa dan Jaringan 1317
Periapikal
Penyakit kulit alergi 657
Gastritis 815
Hipertensi 578
Gangguan gigi dan jaringan 358
penyangga lain
Diare 628
Penyakit sistem otot dan jaringan 520
perekat
Penyakit kulit infeksi 431
Gingivitis dan jaringan periodontal 234

b. Penyakit Menular yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I)


PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ditekan
dengan pelaksanaanrogram imunisasi, pada profil kesehatan ini akan
dibahas penyakit Tetanus Neunatorum, Campak, Difteri, Pertusis dan
Hepatitis B.
1. Tetanus Neonatorum
Kasus Tetanus Neonatorum sangat erat kaitannya dengan
proses terjadinya persalinan bagi ibu, kebersihan pada waktu
pertolongan sangatlah penting untuk dilakukan selain imunisasi TT
33

pada ibu hamil. Pada tahun 2014 dilaporkan tidak terjadi kasus
Tetanus Neonatorum di wilayah Puskesmas Parigi.
2. Campak
Campak merupakan penyakit menular yang sering
menyebabkan kejadian luar biasa. Selama tahun 2014 tidak
ditemukan kasus campak di Puskesmas Parigi.
3. Difteri
Seperti penyakit campak, pada tahun 2014 tidak ditemukan
kasus difteri yang dilaporkan.
4. Pertusis
Seperti penyakit campak dan difteri, pada tahun 2014 tidak
ditemukan kasus pertussis yang dilaporkan.
5. Hepatitis B
Tidak ada kasus Hepatitis B yang dilaporkan selama tahun
2014 Namun kasusHepatitis B digambarkan sebagai fenomena
gunung es, dimana sulit sekali menemukan kasusnya.

c. Penyakit Potensi KLB/Wabah

1. Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar


luas keseluruh wilayah propinsi. Penyakit ini sering muncul sebagai
KLB dengan angka kesakitan dan kematian relative tinggi. Angka
insiden DBD secara nasional bergerak fluktuasi dari tahun ke tahun.
Pada awalnya pola epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun
dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan
dengan periode antara 2-5 tahun sedangkan angka kematian
cenderung menurun

Upaya pemberantasan DBD dititik beratkan pada


penggerakan potensi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam
pemberantasan sarang nyamuk (gerakan 3 M), pemantauan angka
34

bebas jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD dan


penanganannya di rumah tangga. Selama tahun 2014 ditemukan 16
kasus DBD, 12 kasus diantaranya ditemukan di Kelurahan Maesa.

2. Diare

Penyakit diare merupakan penyakit yang berpotensi terjadinya


kejadian luar biasa atau wabah. Kasus diare di wilayahPuskesmas
Parigi selama tahun 2014 ditemukan sebanyak 639 kasus diare.

3. Filariasis
Penyakit filariasis merupakan penyakit yang disebarkan oleh
vektor yaitu nyamuk, tidak ada kasus filariasis yang dilaporkan di
wilayah Puskesmas Parigi pada tahun 2014.

3.Status Gizi

Status gizi masyarakat dapat diukur melalui beberapa indikator,


antara lain bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status gizi
balita, status gizi wanita usia subur Kurang Energi Kronis (KEK).

a. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram)
merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap
kematian Perinatal dan Neonatal. BBLR dibedakan dalam 2
kategori yaitu BBLR karena Premature atau BBLR karena
Intrauterine Growth Reterdation (IUGR), yaitu bayi yang lahir
cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara
berkembang banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus
Gizi Buruk, Anemia, Malaria dan menderita penyakit Menular
Seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat kehamilan.
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di wilayah
Puskesmas Parigi dari tahun ke tahun mengalami penurunan,
35

pada tahun 2014 dilaporkan ada 12 kelahiran (2.3%) bayi


dengan BBLR.
b. Status Gizi Balita
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang
menggambarkan tingkatkesejahteraan masyarakat. Salah satu
cara penilaian status gizi balita adalah pengukuran secara
anthropometri dengan menggunakan Indeks Berat Badan
menurut Umur (BB/U). Jumlah balita gizi buruk di wilayah
Puskesmas Parigi selama tahun 2014 dilaporkan ada 4 kasus
balita gizi buruk, tapi seluruh balita gizi buruk dan hanya 1
yang ditangani.

C. Upaya Kesehatan

1. Pelayanan Kesehatan Dasar

Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang


sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat,
diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat
diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :

a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi


1. Pelayanan Antenatal
Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan K1 dan
K4. Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil
merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan
kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat
pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah gambaran besaran Ibu
hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali
kunjungan, dengan distribusi sekali pada trimester pertama, sekali
36

pada trimester dua dan dua kali pada trimester ketiga. Target
pencapaian K4 menurut Indonesia Sehat 2015 adalah 95
Pelayanan ANC di Puskesmas parigi berguna untuk
memberikan gambaran tingkat kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pemeriksaan kehamilan secara berkala, persiapan
persalinan dan deteksi dini risti pada ibu hamil. Cakupan pelayanan
K1 dan K4 tahun 2013 sebesar 558(90,1%)dan 651 (105%) dari 619
sasaran bumil menurun dari pencapian tahun sebelumnya yaitu
Kunjungan K1 tahun 2012 sebesar 489 (116,4) dan kunjungan K4 di
Puskesmas parigi tahun 2011 mencapai 430 kunjungan (102.4%)
tahun 2010 pencapaian K4 sebesar 97,1 % . Pada tahun 2014,
cakupan pelayanan K1 dan K4 sebesar 625 kunjungan (84%) dan
542 kunjungan (72.8%), menurun dibandingkan tahun-tahun
seblumnya.

2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan


Kompetensi Kebidanan

Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir


sebagian besar terjadi pada masa persalinan, hal ini disebabkan
pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi kebidanan (profesional). Persalinan oleh tenaga
kesehatan tahun 2012 sebesar 340 (84,8%) menurun dari tahun 2011
dengan cakupan persalinan 437 (106.2%) dari 424 kelahiran hidup.
Pencapaian tahun 2010, terjadi peningkatan persentase pencapaian
Persalinan oleh Tenaga Kesehatan tahun 2010 pencapaiannya
sebesar 93,3 % tahun 2009 pencapaian sebesar (88.3%).

Pada tahun 2014, persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar


497 persalinan (71.9%)
37

3. Kunjungan Neonatus

Bayi hingga usia kurang dari satu bulan merupakan golongan


umur yang paling rentan atau memiliki resiko gangguan kesehatan
paling tinggi. Upaya Kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi
resiko tersebut antara lain dengan melakukan pertongan persalinan
oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28
hari). Dalam pelaksanaan pelayanan neonatus, petugas kesehatan
disampaing melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan
konseling perawatan bayi kepada ibu.
Jumlah sasaran bayi Puskesmas Parigi tahun 2013 sebesar663
dengan 538 jumlah kelahiran hidup. Cakupan kunjungan neonatus
KN 1 sebesar71.7 % dan Cakupan KN2 sebesar 68,0%. Pada tahun
2014, cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani sebanyak
7 neonatus (1.3%) dari 530 neonatus. Cakupan kunjungan bayi 397
bayi (96.1%) dari 413 target sasaran bayi.

b. Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah, Usia Sekolah, dan


Remaja

Pada tahun 2014, Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan


setingkat oleh tenga kesehatan sebanyak 601 anak SD (90.1%) dari
666 anak target sasaran

c. Pelayanan Keluarga Berencana

d. Pelayanan Imunisasi

Program imunisasi merupakan salah satu program prioritas dari


Departemen Kesehatan yang dinilai sangat efektif dalam
menurunkanangka kesakitan dan kematian bayi akibat penyakit –
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) . Cakupan
imunisasi DPT HB Combo 1 tahun 2014 sebesar 524 (106%),
meningkat dari tahun 2013 sebesar 545(101,1 % ) dari 663sasaran
38

bayi, meningkat dari pencapaian tahun 2012yaitu 95,2%. Pencapian


DPT HBCOMBO 3 tahun 2014 sebesar 483 (97.8%) , meningkat
dibanding tahun 2012 sebesar 712 atau 95,3 % dari jumlah sasaran
bayi. Demikian juga cakupan imunisasi campak tahun 2014 sebesar
501 (101.4%)meningkat dibanding tahun 2013 sebesar 545 (101,1%)
Tahun 2014 terdapat 10 desa UCI sementara tahun 2013 desa UCI
sebanyak.6 desa.

e. Pelayanan Kesehatan Pra Usia Lanjut dan Usia Lanjut

2. Pemanfaatan Obat Generik


Seluruh obat yang digunakan di Puskesmas parigi adalah obat

generik. Dari 139 item obat dan bahan habis pakai yang diadakan

semuanya adalah obat generik (100%) dengan jumlah 13425 resep yang

dilayani diapotik Puskesmas Induk. Obat yang diadakan masih kurang jika

dibandingkan dengan kebutuhan Puskesmas parigi.Dengan demikian mutu

pelayanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan dengan ketersediaan obat

yang cukup dan memadai.

3. Perbaikan Gizi Masyarakat

a. Pemberian Kapsul Vitamin A

Pemberian tablet vitamin A pada balita dilaksanakan pada


bulan Februari dan Agustus, diperuntukkan untuk pencegahan
terjadinya gangguan akibat kekurangan Vitamin A seperti Buta
Senja dan lain-lain.

Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi tahun 2013


sebesar 309 (95,7%) bayi ditahun 2011 sebesar 368 dari 438 (84
%). Sedangkan cakupan Pemberian Vit A pada Balita 1191(87,5),
pada tahun 2011 sebesar 1824 dari sasaran 2038 (89,5%) .
39

Cakupan pemberian vitamin A pada tahun 2014 sebanyak


93.1% (1359 balita). Hal ini sudah melewati target cakupan sebesar
90%

b. Pemberian Tablet Besi


Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet pada ibu hamil
bertujuan untuk menanggulangi anemia gizi secara dini. Pada
Tahun 2013 cakupan Pemberian Fe 1 sebesar 503 (81,9%) dan
Fe3 sebanyak 331(78,8%) dari 619 sasaran Bumil.Cakupan tahun
2012 Fe1 sebesar 407(81,9).Sedangkan Cakupan Fe 3 sebesar 619
(100% ).
Cakupan pemberian tablet Fe pada tahun 2014 sebanyak 212
ibu hamil (31.8%), sementara target sasaran yang ditetapkan
sebesar 667 ibu hamil.
40

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kasus Baru Penyakit Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin

Grafik 1. Jumlah Penemuan Kasus Baru Penyakit Kusta berdasarkan Jenis


Kelamin

2.5

1.5

1 LK
PR
0.5

0
i i
ar uar are
t il ei ni li s r r r r
u pr M Ju Ju tu be be be be
n r M A us em kto m m
Ja Feb A g
pt O v e se
Se No De

Berdasarkan Grafik 1, kasus baru penderita hipertensi berjenis kelamin


laki-laki lebih banyak daripada yang berjenis kelamin wanita. Jumlah
penderita laki-laki sebanyak 6 penderita, sedangkan penderita wanita
berjumlah 0 penderita. Penderita tertinggi terdapat pada bulan Februari yaitu
sebanyak 2 kasus baru penderita kusta.
41

B. Kasus Baru Kusta Berdasarkan Tipe Kusta

Grafik 2 . Jumlah Penemuan Kasus Baru Kusta berdasarkan Tipe Kusta

1.2

0.8

0.6
PB
0.4 MB

0.2

0
ri ri et ril ei ni li s er er ber ber
ua rua ar Ap M Ju Ju
ustu mb tob
Ja
n b M
Ag epte em em
Fe Ok ov Des
S N

Berdasarkan grafik 2, penderita kusta tertinggi tergolong pada kusta tipe


MB yaitu sebanyak 5 penderita dan terendah pada tipe PB yaitu sebanyak 1
penderita. Penderita kusta tipe PB tertinggi pada bulan Januari yaitu sebanyak
1 penderita, penderita kusta tipe MB tertinggi pada bulan Februari, Maret,
Juli, September, dan November yaitu sebanyak 1 penderita.
42

C. Kasus Baru Kusta Berdasarkan Usia

Grafik 3. Jumlah Penemuan Kasus Baru Kusta berdasarkan Usia

2.5

1.5

1 1 - 15 THN
>15
0.5

0
ri ri et ril ei ni li s r
Ju stu be obe be be
r r r
nua rua ar Ap M Ju u m t m m
Ja Feb M
Ag epte Ok ove ese
S N D

Berdasarkan Grafik 3, penderita yang menderita kusta paling banyak


adalah pada usia >15 tahun, yaitu sebanyak 6 orang. Sedangkan penderita
pada usia 1-15 tahun sebanyak 0 penderita.
43

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada penelitian ini disimpulkan bahwa jumlah penderita kusta kasus


baru pada bulan Januari – Desember 2014 berjumlah 6 orang dengan rincian
terdapat 0 penderita berjenis kelamin perempuan dan 6 berjenis kelamin laki-
laki. Penderita berusia 1-15 tahun berjumlah 0 penderita, berusia >15 tahun
berjumlah 6 penderita. Berdasarkan tipe, penderita tipe PB berjumlah 1
penderita, penderita tipe MB berjumlah 5 orang.

B. Saran

1. Diharapkan seluruh warga memperhatikan higienitas dan sanitasi


lingkungan sehingga dapat mengurangi factor resiko kusta.
2. Dilakukan penyuluhan kepada petugas puskesmas, kader, serta
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kab Parigi Moutong
tentang kusta untuk meningkatkan pengetahuan dan keesadaran
masyarakat mengenai penyakit kusta.
3. Dilakukan peninjauan ke rumah-rumah warga untuk memantau
perkembangan pengobatan kusta pada penderita serta dilakukan screening
awal pada penemuan penderita baru.
4. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang factor resiko penyakit
kusta dikarenakan masih banyaknya penderita kusta yang ditemukan di
wilayah kerja Puskesmas Parigi Kab Parigi Moutong.
44

DAFTAR PUSTAKA

Puskesmas Parigi. 2014. Profil Pengembangan Puskesmas Parigi di Kabupaten


Parigi Moutong. Kabupaten Parigi Moutong: Puskesmas Parigi.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. 2006. Buku Pedoman Surveilans


Penyakit.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Buku Pedoman Nasional


Pemberantasan Penyakit Kusta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai