BIOFARMASETIKA
OLEH :
KELAS :B
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
KENDARI
2021
1. Salah satu metode uji absorbsi obat secara in vitro adalah uji permeasi
menggunakan sel caco2. Jelaskan keunggulan metode Caco2 dibandingkan
metode uji absorbsi secara in vitro yang lain.
2. Berikut ini adalah data farmakokinetika tablet A di dalam darah setelah
diberikan secara per oral dengan dosis obat per tablet 100 mg.
Waktu (Jam) Cp (μg/ml)
0 0
0,25 1,8
0,5 3
0,75 4
1 4,2
1,5 4,5
3 3,6
6 1,8
12 0,5
18 0,15
24 0,05
Tentukan estimasi nilai Kel dan Kabs menggunakan metode residual dan metode
wagner nelson.
3. Jelaskan mengenai uji disolusi yang dilakukan untuk obat-obatan yang termasuk
dalam Biopharmaceutical Classification System Kelas 2.
Jawab :
1. Caco2 monolayer adalah selapis sel yang diperoleh dari usus besar manusia yang
dikarakterisasi dengan baik yang digunakan untuk melihat permeabilitas obat
dalam program penemuan obat. Keuntungan Caco2 dibandingkan uji in vitro
yang lain adalah :
Mempunyai karakteristik yang menyerupai sel absorbtif pada epitel usus
sehingga merupakan metode uji permeasi in vitro yang paling ideal
Dewasa ini menjadi bagian penting proses skrining terhadap potensi obat
untuk penghantaran secara oral
Proses transpor/difusi melalui Caco-2 sel dianggap lebih relevan dengan
transport/difusi in vivo
Parameter permeabilitas dapat ditentukan berdasarkan persamaan Hukum
Fick.
2. Metode Residual
Chart Title
0
10 12 14 16 18 20 22 24 26
-0.5
-1 f(x) = − 0.19 x + 1.59
-1.5 R² = 1
-2
-2.5
-3
-3.5
Kel = -0,19188
Kabs = 4,854602
Metode Wagner Nelson
Chart Title
5
4
3
2
1
0
0 5 10 15 20 25 30
Kel = -0,191882
Kabs = 2,993315
3. Biopharmaceutical Classification System kelas 2 memiliki permeabilitas yang
tinggi tetapi kelarutan yang rendah. Adapun obat – obat yang termasuk dalam
BCS kelas II (high permeability tetapi low solubility) adalah naproksen,
karbamazepin, dan sebagian besar obat lainnya, rate limiting step ditentukan
oleh proses disolusi. Biasanya masalah yang timbul dalam obat - obat BCS Kelas
II ini dapat diatasi dengan pemberian kosolven dalam formulasinya untuk
mempercepat proses disolusi. Sistem yang dikembangkan untuk obat kelas II
didasarkan pada mikronisasi, liofilisasi, penambahan surfaktan, formulasi
sebagai emulsi dan sistem mikroemulsi, penggunaan agen kompleks seperti
siklodekstrin.
Uji disolusi yang digunakan yaitu :
SGFsp ditambah surfaktan (untuk mensimulasikan kondisi berpuasa di perut)
Media ini cocok untuk basa lemah, seperti ketoconazole dan dipyridamole.
Volume terendah praktis dari 300-500 ml harus digunakan dengan metode I
USP atau II untuk mendapatkan hasil yang fisiologis.
Susu 3,5% lemak (untuk mensimulasikan kondisi makan di perut)
Media ini digunakan selama pengembangan obat untuk kondisi perkiraan
dalam perut postprandial. Media ini memiliki pH tinggi dan cocok untuk
asam lemah. Kesulitan dalam menyaring dan memisahkan obat dari media
membuat media ini tidak cocok untuk pengujian jaminan kualitas rutin.
FaSSIF dan FeSSIF
Kedua media telah dikembangkan untuk mensimulasikan kondisi di media
pusat. Dalam keadaan berpuasa dan makan dimaksudkan untuk digunakan
pada tingkat pengembangan dan bukan untuk pembubaran kontrol kualitas
perilaku rutin.
Penggunaan surfaktan sintetis pada media disolusi
Akan jauh lebih praktis untuk menggunakan sistem surfaktan sintetis yang
bisa cocok dengan menurunkan tegangan permukaan dan sifat solubilisasi
dari komponen empedu. Tapi, tidak pasti bahwa surfaktan yang biasa, seperti
SLS, Remaja, atau orang lain, melarutkan obat yang sama dengan komponen
empedu. Tidak hanya jenis, tetapi juga konsentrasi surfaktan dapat
memainkan peran.