Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SEDIMENTASI

SISTEM PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT

OLEH :
KELOMPOK : VI (ENAM)
NAMA : FAHRUN RAZI (1811014210010)
HARIYATI (1711014320001)
REZA ADITYA ADJIE (1811014110009)
SITI BULKIS (1811014320003)
WINDI TRI ANDINI (1811014320001)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S-1 FISIKA
BANJARBARU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul Sistem Pengendapan Batuan
Karbonat ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk


memenuhi tugas Geologi Minyak dan Gas Bumi. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Pengendapan Batuan Karbonat bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh


dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................

1.1 Latar Belakang1


1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Rumusan Masalah 1
1.4 Tujuan 2
1.5 Manfaat 2

BAB II ISI........................................................................................................................

2.1 Pengertian Batuan Karbonat 3


2.2 Komposisi Penyusun Batuan Karbonat 4
2.3 Klasifikasi Batuan Karbonat 5
2.4 Fasies Batuan Karbonat 7
2.5 Prositas Batuan Karbonat 9
2.6 Lingkungan Pengendapan 11

BAB III PENUTUP..........................................................................................................

3.1 Kesimpulan 14
3.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam
kondisi tekanan dan temperature atmosfer berupa fasa cair atau padat,
termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari
proses penambangan, tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan
hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang
tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan


Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas
pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan,
penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan
Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan usaha Migas ini antara lain
adalah Negara/Pemerintah, Perusahaan Migas beserta karyawannya, dan
rakyat yang dalam kegiatan usaha Migas, seharusnya mereka mempunyai
andil dan hak atas adanya kegiatan eksploitasi yang telah dilakukan di
wilayahnya. Sehingga di makalah ini akan dijelaskan mengenai sejarah
perkembangan industri mkinyak dan gas bumi.

1.2 BATASAN MASALAH


Pada makalah ini, pembahasan dibatasi dari industri perkembangan
minyak dan gas bumi dari awal masehi, pertengahan masehi dan era
modern

1.3 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini ialah:
1. Bagaimana sejarah perkembangan industri Minyak dan gas bumi?

1
2. Bagaimana sejarah perkembangan industri Minyak dan gas bumi di
Indonesia?

1.4 TUJUAN
Makalah ini bertujuan memberikan wawasan kepada para pembaca
tentang sejarah perkembangan industri minyak bumi.

1.5 MANFAAT
Makalah ini memberikan manfaat yaitu sebagai referensi bagi para
pembaca khususnya mahasiswa bidang keahlian geofisika, sehingga dapat
dijadikan acuan baik untuk bacaan sehari-hari maupun praktik di lapangan.

2
BAB II
ISI

2.1 PENGERTIAN BATUAN KARBONAT


Batuan karbonat pada dasarnya didefinisikan sebagai semua batuan
yang mengandung garam karbonat (-CO3). Namun, biasanya penamaan
batuan karbonat diperuntukkan bagi batuan yang  50% garam karbonat.
Batuan karbonat adalah batuan dengan kandungan mineral karbonat lebih dari
50% yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersementasikan atau
karbonat kristalin hasil presipitasi langsung. Namun yang dimaksud dengan
Limestone (batugamping) adalah yang mengandung mineral karbonat hingga
90%. Selain limestone, batugamping dalam praktiknya terdiri dari dolostone
(dolomit). Selain itu, mineral-mineral yang biasa ditemukan dalam
batugamping antara lain:
1. Arragonit (CaCO3, orthorhombic) merupakan karbonat dengan bentuk
paling tidak stabil yang pada masa diagnesa akan berubah menjadi kalsit.
Biasanya terbentuk akibat hasil presipitasi langsung air laut dan berbentuk
jarum-jarum.
2. Kalsit (CaCO3, hexagonal) merupakan mineral yang berbentuk prismatik
maupun granular dan lebih stabil dibanding arragonit.
3. Dolomit (CaMg(CO3)2) merupakan mineral penting dalam batuan karbonat
terutama pada konteks batuan reservoir dikarenakan densitas yang lebih
besar dari mineral kalsit.
4. Magnesit (MgCO3) biasanya berasosiasi dengan sedimen jenis evaporit.
5. Siderite (FeCO3)

Syarat-syarat kondisi ideal untuk pembentukan batuan karbonat antara lain:


1. Jernih
Batuan karbonat dihasilkan dari sekresi organisme laut dan prepitasi dari
air laut secara kimiawi. Hal ini mengartikan bahwa pembentukan batuan
karbonat juga tergantung organisme laut yang mana membutuhkan kondisi
laut yang jernih agar sinar matahari dapat masuk tanpa terganggu.
2. Dangkal.

3
Dangkal ini diartikan sebagai batas sinar matahari dapat masuk ke laut
atau yang sering disebut dengan zona fotik. Batas kedalaman yang harus
diperhatikan adalah Carbonate Compensation Depth (CCD) yaitu batas
kedalaman untuk mineral karbonat terendapkan.
3. Hangat
Organisme karbonat biasanya hidup pada temperatur  36C.
4. Salinitas
Batuan karbonat memiliki kisaran salinitas antara 22%-40% namun
terbentuk pada kisaran 25%-35%. Oleh karena itu, lingkungan laut
merupakan kondisi dengan salinitas yang relatif tinggi.

Gambar 2.1 Ilustrasi kondisi ideal pembentukan batuan karbonat

2.2 KOMPOSISI PENYUSUN BATUAN KARBONAT


Batuan karbonat memiliki dua komponen penyusun utama yaitu:
1. Material yang diendapkan (in situ) langsung dari larutan dan berfungsi
sebagai semen (sparit).
2. Material yang ditransport ke tempat pengendapan dalam keadaan padat (ex
situ). Material ini dibagi menjadi dua berdasarkan ukurannya yaitu
material yang berukuran lempung atau lanau disebut sebagai lumpur

4
karbonat serta material yang berukuran pasir atau lebih besar disebut butir
atau partikel.

2.3 KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT


Dunham (1962) membuat klasifikasi batuan karbonat berdasarkan
tekstur deposisi dari batuan tersebut karena menurutnya dalam sayatan tipis,
tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Dasar yang dipakai oleh
Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Dunham
berpendapat bahwa batuan fabrik grain supported terbentuk pada energi
gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang mengendap. Kelas
besar klasifikasi Dunham yaitu:
1. Butiran didukung sendiri (self-supported grains)
Dengan sedikit lumpur karbonat disebut packeston.
Tanpa ada lumpur karbonat disebut grainstone.
2. Butiran didukung lumpur (mud-supported grain)
Lumpur karbonat lebih dari 90% disebut mudstone.
Lumpur karbonat kurang dari 90% disebut wackestone.
3. Butiran terikat bersama pada saat pengendapan disebut boundstone.

Gambar 2.2 Klasifikasi Batuan Karbonat menurut Dunham (1962)

5
Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham
dengan membagi batugamping menjadi dua kelompok besar yaitu
autochtonous limestone dan allochtonous limestone berupa batugamping yang
komponen-komponen penyusunnya tidak terikat secara organik selama proses
deposisi. Embry dan Klovan membagi boundstone menjadi tida kelompok
yaitu framestone, bindstone dan bafflestone, berdasarkan atas komponen utama
terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu ditambahkan
juga nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih
besar 2 cm dan > 10% seperti rudstone untuk component supported dan
floatstone untuk matrix supported. Klasifikasinya dapat kita lihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar 2.3 Klasifikasi Batuan Karbonat menurut Embry dan Klovan

a. Floastone : karakteristik butiran terdiri dari fragmen kerangka


organik <10 % yang tertanam dalam matriks karbonat
b. Rudstone : batugamping klastik yang butirnya paling kasar karena
mengalami transportasi dan berasosiasi dengan terumbu
c. Bafflestone : butiran terdiri kerangka organik seperti koral yang
berperan sebagai baffle atau yang menjebak lumpur karbonat.
d. Bindstone : butiran terdiri dari kerangka yang telah mengalami
pengikatan oleh kerak-kerak lapisan batugamping yang
dikeluarkan oleh ganggang merah.

6
e. Framestone : kerangka ini biasanya terisi oleh sparry calcite.

2.4 FASIES BATUAN KARBONAT


Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khusus yang dilihat dari litologi, struktur sedimen dan
struktur biologi dimana hal tersebut memperlihatkan aspek fasies yang
berbeda dari tubuh batuan yang ada dibawah, atas dan sekelilingnya.
Pembagian fasies berdasarkan atas beberapa aspek yaitu:
1. Produk batuan
2. Genesa atau proses terbentuknya batuan
3. Lingkungan dimana batuan terbentuk
4. Aspek tektonik

Batuan karbonat secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan
posisinya yaitu:
1. Fasies terumbu inti
Fasies ini tersusun oleh batugamping yang masif dan tidak berlapis. Fasies
ini terbagi menjadi empat sub fasies berdasarkan biota dan litologi
penyusunnya yaitu:
a. Reef crest : puncak terumbu, litologinya berupa framstone dan
bindstone, merupakan daerah dengan energi yang sangat tinggi.
b. Reef flat : daratan terumbu, litologinya berupa rudstone, grainstone
dan nodul dari ganggang, merupakan daerah yang memiliki energi
rendah sehingga dapat menjadi tempat terakumulasinya rombakan
terumbu.
c. Reef front : terumbu depan, litologinya berupa bafflestone dan
floatstone, merupakan daerah dengan energi sedang sampai lemah.
d. Back reef : terumbu belakang, litologinya berupa bafflestone dan
floatstone dengan energi lemah
2. Fasies depan terumbu (fore reef facies)
Litologi penyusunnya berupa grainstone dan rudstone, diendapkan pada
lingkungan laut dangkal dengan kedalaman lebih dari 30 m dengan slope

7
45-60. Semakin jauh dari inti terumbu fasiesnya akan berubah menjadi
packstone, wackstone dan mudstone.
3. Fasies belakang terumbu (back reef facies)
Biasanya disebut sebagai fasies lagoon yang meliputi zona laut dangkal.
Litologinya berupa packstone, wackstone dan mudstone serta banyak
dijumpai adanya struktur sedimen berupa trail.
Fasies batuan karbonat selain berpengaruh pada porositas primer pada
awal pembentukan batuan, juga mempengaruhi proses dolomitisasi yang pada
akhirnya berpengaruh pada pembentukan porositas diagenesa.

Gambar 2.4 Fasies Batuan Karbonat (Walker dan James, 1992)

2.5 POROSITAS BATUAN KARBONAT


Pada batuan porositas adalah perbandingan antara volume dari
rongga-rongga pada suatu batuan dengan volume batuan secara keseluruhan.
Porositas menggambarkan kemampuan suatu batuan dalam menyimpan
fluida. Semakin banyak pori yang saling berhubungan akan membentuk
permeabilitas yang baik. Porositas pada batuan reservoir terbagi menjadi dua
jenis diantaranya:
1. Porositas primer, yaitu porositas antar butir. Porositas ini sangat
bergantung pada bentuk dan ukuran zat padat dan sortasinya serta
terbentuk bersamaan dengan pengendapan batuan.

8
2. Posoritas sekunder, yaitu porositas yang terbentuk bukan dari proses
sedimentasi akan tetapi terbentuk dari proses disolousi yang membentuk
gerowong dan rekahan.
Beberapa ahli geologi mencoba memberikan klasifikasi mengenai
tipe-tipe porositas batuan karbonat, salah satunya adalah klasifikasi Corquette
dan Pray (1970) yang mencoba untuk mneghubungkan ukuran pori dan
bentuk dengan kemas dari batuan karbonat tersebut.
1. Porositas pada batuan karbonat sepenuhnya dikontrol oleh kemas batuan
yang disebut sebagai fabric selective dan dibagi menjadi beberapa
diantaranya:
a. Interparticle, termasuk porositas primer dan pori-pori terdapat diantara
partikel yang biasanya tidak mengalami sedimentasi dan dipengaruhi
oleh sortasi, kemas dan ukuran butiran.

Gambar 2.5 Interpartikel


b. Intraparticle merupakan pori-pori yang terdapat didalam butiran yang
terbentuk sebagai porositas primer atau pada awal diagenesis sebagai
porositas sekunder.

Gambar 2.6 Intrapartikel


c. Intercrystaline merupakan pori-pori yang terdapat diantara kristal-
kristal yang relatif sama ukurannya dan tumbuh karena adanya proses
rekristalisasi atau dolimititasi.

9
Gambar 2.7 Interkristalin
d. Mouldic merupakan suatu rongga yang terbentuk karena proses
pelarutan fragmen dalam batuan. Porositas ini terbentuk karena
perbedaan tingkat kelarutan antara butiran dan struktur yang ada.

Gambar 2.8 Moldik


e. Fenestral merupakan variasi dari interparticle porosity yang terbentuk
pada lingkungan khusus seperti supratidal lavee akibat hilangnya
beberapa butiran penyusun batuan sehingga terbentuk rongga yang
besar.

Gambar 2.9 Fenestral


f. Shelter, pada porositas ini terdapat butiran yang terbentuk lempeng
menjadi semacam payung bagi area di bawahnya untuk melindungi
dari pengisian sedimen yang mengendap.

10
Gambar 2.10 Shelter
g. Growth framework merupakan porositas yang terbentuk hasil dari
pertumbuhan kerangka seperti kerangka koral yang mengakibatkan
rongga yang diisi oleh koral menjadi terbuka
2. Porositas batuan karbonat tidak dipengaruhi oleh kemas batuan disebut not
fabric selective yaitu:
a. Fracture merupakan rongga yang berbetuk rekahan yang terbentuk
akibat adanya tekanan luar setelah terjadi pengendapan. Berasosiasi
dengan proses pelipatan, pesesaran dan kubah garam.

Gambar 2.11 Fraktur


b. Vug merupakan porositas yang berbetuk lubang-lubang kecil akibat
proses pelarutan seperti gerowong.

Gambar 2.12 Vug


c. Channel merupakan saluran antara rongga yang terbentuk akihat
pelarutan, biasanya terbentuk dari open gabungan beberapa porositas
tipe gerowong.

11
Gambar 2.13 Channel
d. Cavern merupakan porositas yang terbentuk sebagai hasil dari
pelarutan lubang yang membesar hingga dapat dimasuki oleh manusia.
3. Porositas batuan karbonat yang dapat bersifat sebagai kedua-duanya
disebut sebagai fabric selective or no. Tipe porositas ini diantaranya:
a. Breccia merupakan porositas yang terbentuk karena proses retakan
yang menyebabkan batuan hancur menjadi bongkahan kecil dan
terbentuklah pori-pori yang berada diantaranya.
b. Boring merupakan porositas yang terbentuk karena adanya aktivitas
pemboran oleh organisme.

Gambar 2.14 Boring


c. Burrow merupakan porositas yang terbentuk karena adanya aktivitas
organisme seperti penggalian.
d. Shrinkagem terbentuk hasil penciutan dimana sedimen yang
terendapkan menjadi kecil dan menciut sehingga terjadi rekahan-
rekahan yang dapat menimbulkan pori.

2.6 LINGKUNGAN PENGENDAPAN


Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material
sedimen beserta kondisi fisik, kimia dan biologi yag mencirikan terjadinya
mekanisme pengendapan tertentu. Interpretasi lingkungan pengendapan dapat
ditentukan dari struktur sedimen yang digunakan secara meluas dalam

12
mememecahkan beberapa masalah geologi. Struktur ini terbentuk pada tempat
dan waktu pengendapan sehingga struktur ini merupakan kriteria yang sangat
berguna untuk interpretasi lingkungan pengendapan.
Beberapa aspek lingkungan sedimentasi purba yang dapat dievaluasi
dari data struktur sedimen diantaranya adalah mekanisme transportasi
sedimen, arah aliran arus purba, kedalaman air relatif dan kecepatan arus
relatif. Selain itu juga digunakan untuk menentukan atas dan bawah suatu
lapisan. Didalam sedimen umumnya turut terendapkan sisa-sisa organisme
atau tumbuhan yang karena tertimbun, terawetkan dan selama proses
diagenesis tidak rusak dan turut menjadi bagian dari batuan sedimen atau
membentuk lapisan batuan sedimen.
Dari studi lingkungan pengendapan dapat digambarkan atau
direkontruksi geografi purba dimana pengendapan terjadi. Secara umum
dikenal tiga lingkungan pengendapan yaitu lingkungan darat, transisi dan laut.
Beberapa contoh lingkungan darat misalnya endapan sungai dan danau.
Endapan transisi merupakan endapan yanng terdapat didaerah antara darat dan
laut seperti delta, lagoon dan litorial. Sedangkan endapan laut seperti endapan-
endapan neritik, batial dan abisal.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Batuan karbonat adalah batuan dengan kandungan mineral karbonat
lebih dari 50% yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang
tersementasikan atau karbonat kristalin hasil presipitasi langsung.
2. Batuan karbonat memiliki dua komponen penyusun utama yaitu:
 Material yang diendapkan (in situ) langsung dari larutan dan
berfungsi sebagai semen (sparit).
 Material yang ditransport ke tempat pengendapan dalam keadaan
padat (ex situ). Material ini dibagi menjadi dua berdasarkan
ukurannya yaitu material yang berukuran lempung atau lanau disebut
sebagai lumpur karbonat serta material yang berukuran pasir atau
lebih besar disebut butir atau partikel.
3. Klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham; Butiran didukung sendiri
(self-supported grains),Butiran didukung lumpur (mud-supported
grain) dan Butiran terikat bersama pada saat pengendapan disebut
boundstone.Dan untuk Klasifikasi Batuan Karbonat menurut Embry
dan Klovan diantaranya; Floastone,Rudstone,Bafflestone,Bindstone
Framestone
4.Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khusus yang dilihat dari litologi, struktur sedimen
dan struktur biologi dimana hal tersebut memperlihatkan aspek fasies
yang berbeda dari tubuh batuan yang ada dibawah, atas dan
sekelilingnya.
5. Porositas pada batuan reservoir terbagi menjadi dua jenis diantaranya:
Porositas primer, yaitu porositas antar butir. Porositas ini sangat
bergantung pada bentuk dan ukuran zat padat dan sortasinya serta
terbentuk bersamaan dengan pengendapan batuan.

14
Posoritas sekunder, yaitu porositas yang terbentuk bukan dari proses
sedimentasi akan tetapi terbentuk dari proses disolousi yang
membentuk gerowong dan rekahan.
6. Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material
sedimen beserta kondisi fisik, kimia dan biologi yag mencirikan
terjadinya mekanisme pengendapan tertentu. Secara umum dikenal tiga
lingkungan pengendapan yaitu lingkungan darat, transisi dan laut.
Beberapa contoh lingkungan darat misalnya endapan sungai dan danau.
Endapan transisi merupakan endapan yanng terdapat didaerah antara
darat dan laut seperti delta, lagoon dan litorial. Sedangkan endapan laut
seperti endapan-endapan neritik, batial dan abisal.

3.2 SARAN
Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan
dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah
tersebut penulis meminta kritik yang membangun dari para pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Davis.H.G. & Reynold.S.J.,1996,Structural Geology of Rock and Region,


2 nd,John Wiley & Sons. Inc, New York.
D u n h a m , R . J , 1 9 6 2 , Classification of Carbonate Rocks
According to Depositional Texture. In: Ham, W. E.
(ed.),Classification of Carbonate Rocks: American Association of
Petroleum Geologists Memoir, p. 108-121.

Gunawan, R. P. (2017). Analisa Fasies Batugamping Formasi Wonosari Daerah


Beji Dan Sekitarnya, Kecamatan Patuk Kabupaten Gunung Kidul,
Provinsi Di Yogyakarta. Jurnal Online Mahasiswa (Jom) Bidang Teknik
Geologi, 1(1).

Praptisih, P., Siregar, M. S., Kamtono, K., Hendrizan, M., & Putra, P. S. (2012).
Fasies dan lingkungan pengendapan batuan karbonat formasi Parigi di
daerah Palimanan, Cirebon. Riset Geologi dan Pertambangan, 22(1), 33-
43.

Walker, R. G. dan James, N. P. 1992. Facies Models: Response to Sea Level


Change. Canada: Geological Association of Canada Publication.

16

Anda mungkin juga menyukai