Anda di halaman 1dari 2

Pertanyaan dan jawaban aksyar (musyarakah)

1. Bagaimana caranya agar menghindari persengketaan antara 2 pihak dalam musyarakah?


Untuk menghindari persengketaan di kemudian hari, sebaiknya akad kerja sama dibuat
secara tertulis dan dihadiri oleh para saksi. Akad atau perjanjian tersebut harus mencakup
berbagai aspek antara lain terkait dengan besaran modal dan penggunaannya (tujuan
usaha musyarakah), pembagian kerja di antara mitra, nisbah yang digunakan sebagai
dasar pembagian laba dan periode pembagiannya dan lain sebagainya. Apabila terjadi hal
yang tidak diinginkan, atau terjadi persengketaan, para pihak dapat merujuk kepada
kontrak yang telah disepakati bersama.
Apabila terjadi sengketa dan tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa
maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang,
misalnya badan arbitrase syariah.

2. Manakah yang lebih baik antara musyarakah dan koperasi?


Tim Masyarakat Ekonomi Syariah, dalam websitenya ekonomisyariah.org menjelaskan
sebuah koperasi bisa disebut syariah jika memenuhi salah satu dari lima jenis syirkah
yang dikenali. Jika sudah ada Koperasi Simpan Pinjam yang beroperasi, maka sudah bisa
disebut sebangai bentuk koperasi yang sesuai syariah, atau bisa disebut sebagai Koperasi
Jasa Keuangan Syariah. Sementara itu, jika bentuk koperasi di luar koperasi simpan
pinjam, tinggal disesuaikan saja akad pemodal dengan aturan syirkah yang ada.
Kesimpulannya : koperasi bisa menjadi bagian dari syirkah (musyarakah) jika memenuhi
salah satu dari lima jenis syirkah yang dikenali.

3. Apa kelemahan sistem audit musyarakah di Indonesia?


- Kerangka kerja
Kebanyakan, IFI menggunakan kerangka audit konvensional karena
ketidaktersediaan kerangka audit syariah meskipun mayoritas responden
dirasakan bahwa ada kebutuhan untuk audit syariah menjadi berbeda dari
kerangka konvensional.
- Ruang lingkup
Dengan menunjukkan keinginan untuk memperluas ruang lingkup audit syariah,
kurangnya keahlian, spesifikasi, dan definisi pada ruang lingkup praktek audit
syariah menyangkut tulisan ini. Hal ini tampaknya menjadi alasan adanya
kesenjangan. Dengan mentalistik yang masih kapitalistik dan kurangnya
kesadaran tentang audit social adalah beberapa alasan untuk tidak mendukung
untuk memperluas ruang lingkup. Jadi timbullah kesenjangan dalam hal ini.

Audit syariah dalam hal musyarakah untuk saat ini masih mengalami berbagai kendala.
Diantaranya, standar audit syariah masih mengacu kepada standar akuntansi
konvensional.

Anda mungkin juga menyukai