Disusun Oleh:
NIM : F420185059
Prodi : S1 Farmasi
Kelas :3B
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO pertama kali menerima pemberitahuan tentang klaster pneumonia dengan
etiologi yang belum diketahui di Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok, pada tanggal 31
Desember 2019. Virus ini pada awalnya diberi nama sementara 2019 novel coronavirus
(2019-nCoV).Setelah itu, International Committee of Taxonomy of Viruses (ICTV)
menamai virus ini SARS-CoV-2. COVID-19 adalah nama penyakit yang disebabkan oleh
SARS-CoV-2.SARS-CoV-2 diklasifikasikan di bawah genus Betacoronavirus (subgenus
Sarbecovirus) dari famili Coronaviridae (ICTV,2020). Virus ini merupakan virus
berselubung (enveloped) dengan asam ribunonukleat untai tunggal sense positif dengan
genom 30 kb. Virus ini memiliki mekanisme proofreading yang menjaga laju mutasinya
relatif rendah. Genom virus ini mengodekan protein-protein nonstruktural (beberapa
protein ini diperlukan untuk membentuk kompleks transkripterase replikase), empat
protein struktural (spike(S), selubung (E), membran (M), nukleokapsid (N)) dan protein
aksesori putatif. Virus ini menempel pada reseptor enzim pengubah angiotensin 2
(ACE2) untuk memasuki sel.SARS-CoV-2 adalah coronavirus ketujuh yang
teridentifikasi dan diketahui menginfeksi manusia (HCoV). Empat virus jenis ini, yaitu
HCoV-229E, HCoV-NL63, HCoV-HKU1, dan HCoV-OC43, bersifat endemik,
musiman, dan cenderung menyebabkan penyakit saluran napas ringan. Dua virus lainnya
adalah coronavirus Middle East Respiratory Syndrom (MERS-CoV) dan coronavirus
Severe Acute Respiratory Syndrome tipe 1 (SARS-CoV-1) yang bersifat zoonotik dan
lebih virulen. SARS-CoV-2 secara genetik paling mirip dengan SARS-CoV-1, dan kedua
virus ini masuk dalam subgenus Sarbecovirus di bawah genus Betacorona virus
(ICTV,2020). Namun, SARS-CoV-1 saat ini tidak diketahui sedang bersirkulasi pada
populasi manusia. Presentasi klinis infeksi SARS-CoV-2 berkisar dari infeksi tanpa
gejala hingga penyakit parah . Angka kematiannya berbeda dari satu negara ke negara
lain (Wyllie, 2020).
Diagnosis laboratorium dini infeksi SARS-CoV-2 dapat membantu tatalaksana
klinis dan pengendalian wabah. Tes diagnostiknya dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi virus itu sendiri (RNA virus atau antigen) atau mendeteksi respons imun
manusia terhadap infeksi (antibodi atau penanda biologis lainnya).
Meskipun pemahaman kita akan SARS-CoV-2 sudah banyak berkembang, masih
ada banyak pertanyaan lain yang perlu dijawab. WHO mendorong agar dilaksanakannya
penelitian dan penyampaian hasil penelitian yang dapat memberikan sumbangsih pada
karakterisasi SARS-CoV-2 yang lebih baik.
Sistem imun merupakan sistem yang sangat komplek dengan berbagai peran
ganda dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh. Seperti halnya sistem indokrin, sistem
imun yang bertugas mengatur keseimbangan, menggunakan komponennya yang beredar
diseluruh tubuh, supaya dapat mencapai sasaran yang jauh dari pusat. Untuk
melaksanakan fungsi imunitas, didalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut dengan
sistem limforetikuler. Sistem ini merupakan jaringan atau kumpulan sel yang letaknya
tersebar diseluruh tubuh, misalnya didalam sumsum tulang, kelenjar limfe, limfa, timus,
sistem saluran napas, saluran cerna dan beberapa organ lainnya. Jaringan ini terdiri atas
bermacam-macam sel yang dapat menunjukkan respons terhadap suatu rangsangan sesuai
dengan sifat dan fungsinya masing-masing (Roitt dkk., 1993; Subowo, 1993; Kresno,
1991).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu antibody ?
2. Apa itu Covid-19 Antibodi serologi test ?
3. Mengapa dilakukan test Covid-19 Antibodi serologi ?
4. Apa kelebihan test Covid-19 Antibodi serologi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian antibody
2. Untuk menentukan keefektivitasan tes antibodi serologi
3. Untuk mengetahui kelebihan tes antibodi serologi
BAB II
PEMBAHASAN
a. Antibodi
Antibodi merupakan protein immunoglobulin yang disekresi oleh sel B yang
terfiksasi oleh antigen. Semua molekul antibodi terdiri dari dua untaian peptida pendek
yang sama yang dikenal dengan light chain, kappa dan lambda yang terdiri dari 230 asam
amino, sedang yang terdiri dari untaian peptida yang panjang disebut heavy chain
(imunoglobulin) yang terdiri dari lima jenis yaitu IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE
(Bratawidjaja, 2004).
Antibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon terhadap
antigen yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut.
Konfigurasi molekul antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul
sebagai respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang ccocok dengan permukaan
antigen itu sekaligus bereaksi dengannya. Sel-sel kunci dalam respon antibodi adalah sel
limfosit. Terdapat dua jenis limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Keduanya
berasal dari sel tiang yang sama dalam sumsum tulang. Pendewasaan limfosit B terjadi di
Bursa Fabricius pada unggas, sedangkan pada mamalia terjadi di hati fetus, tonsil, usus
buntu dan jaringan limfoid dalam dinding usus. Pendewasaan limfosit T terjadi di organ
timus (Bratawidjaja, 2004). Sistim kebal atau imun terdiri dari dua macam, yaitu sistim
kebal humoral dan seluler. Limfosit B bertanggung jawab terhadap sistim kebal humoral.
Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka limfosit B berubah menjadi sel plasma
dan menghasilkan antibodi humoral. Antibodi humoral yang terbentuk di lepas ke darah
ebagai bagian dari fraksi γ- globulin. Antibodi humoral ini memerangi bakteri dan virus
di dalam darah. Sistem humoral merupakan sekelompok protein yang dikenal sebagai
imunoglobulin (Ig) atau antibodi (Ab). Limfosit T bertanggung jawab terhadap kekebalan
seluler. Apabila ada antigen di dalam tubuh, misalnya sel kanker atau jaringan asing,
maka limfosit T akan berubah menjadi limfoblast yang menghasilkan limphokin
(semacam antibodi), namun tidak dilepaskan ke dalam darah melainkan langsung
bereaksi dengan antigen di jaringan. Sistim kekebalan seluler disebut juga “respon yang
diperantarai sel”. (Bratawidjaja, 2004).
b. Covid-19 Antibodi serologi test
Asai serologis yang mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh manusia
sebagai respons terhadap infeksi SARS-CoV-2 dapat dimanfaatkan dalam berbagai
situasi.Sebagai contoh, penelitian serosurveilans dapat digunakan untuk mendukung
investigasi wabah yang sedang terjadi dan untuk mendukung penilaian retrospektif atas
laju serangan atau ukuran suatu wabah. Karena SARS-CoV-2 adalah sebuah patogen
baru, pemahaman kita akan respons antibodi yang ditimbulkannya masih berkembang,
sehingga penggunaan tes deteksi antibodi harus dilakukan dengan hati-hati, bukan untuk
menentukan infeksi akut.
Asai non-kuantitatif (seperti asai alur lateral) tidak dapat mendeteksi peningkatan
titer antibodi, berbeda dengan asai semikuantitatif atau kuantitatif. Asai deteksi antibodi
alur lateral (atau asai non-kuantitatif) saat ini tidak direkomendasikan untuk diagnosis
akut dan tatalaksana klinis, dan peran asai tersebut dalam survei epidemiologis masih
diteliti. Informasi lebih lanjut tentang manfaat tes imunodiagnostik cepat dapat dilihat di
pernyataan keilmuan WHO yang berisi anjuran tentang tes imunodiagnostik di titik
perawatan spesifik SARS-CoV-2. Serologi sebaiknya tidak digunakan sebagai alat
diagnosis tunggal dalam mengidentifikasi kasus-kasus akut dalam perawatan klinis atau
untuk tujuan pelacakan kontak. Interpretasi harus dilakukan oleh seorang ahli dan
mempertimbangkan beberapa faktor seperti waktu penyakit, kesakitan klinis,
epidemiologi dan prevalensi di lingkungan tertentu, jenis tes yang digunakan, metode
validasi, dan keandalan hasilnya. Serokonversi diamati lebih kuat dan lebih cepat terjadi
pada pasien-pasien dengan penyakit parah dibandingkan dengan pasien dengan penyakit
ringan atau infeksi asimtomatik. Antibodi sudah terdeteksi pada akhir minggu pertama
penyakit pada sebagian pasien, tetapi perkembangannya juga dapat memerlukan waktu
berminggu-minggu pada pasien-pasien dengan infeksi subklinis/ ringan. Diagnosis
infeksi COVID-19 berdasarkan respons antibodi pasien seringkali hanya dapat dilakukan
secara meyakinkan pada tahap pemulihan, saat kesempatan intervensi klinis atau
interupsi transmisi penyakit sudah berlalu.
Karena itu, serologi bukanlah pengganti yang sesuai untuk asai virologis untuk
membantu pelacakan kontak atau tatalaksana klinis. Lama masa bertahan antibodi yang
dihasilkan sebagai respons terhadap SARS-CoV-2 masih diteliti. Selain itu, keberadaan
antibodi yang mengikat SARS-CoV-2 tidak menjamin bahwa antibodi tersebut adalah
antibodi yang menetralkan atau memberikan imunitas perlindungan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan dari apa yang telah dibahas, saya menarik kesimpulan dan menjadikannya beberapa
poin sebagai berikut :
Antibodi merupakan protein immunoglobulin yang disekresi oleh sel B yang terfiksasi
oleh antigen.
Imunoglobulin terdiri dari lima jenis yaitu IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE
Tes deteksi antibodi untuk coronavirus dapat bereaksi silang dengan patogen-patogen
seperti coronavirus manusia, atau kondisi-kondisi lain yang sudah ada (seperti kehamilan
dan penyakit autoimun), sehingga memberikan hasil positif palsu.
Tes serologi antibodi mendeteksi antibodi seseorang untuk mengetahui apakah seseorang
terinfeksi oleh SARS-CoV-2.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. G. ,2004, Imunologi Dasar Edisi ke-5 , Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Deeks J, D.J., Takwoingi Y, Davenport C, Spijker R, Taylor-Philips et al. , Antibody tests for
identification of current and past infection with SARS-CoV-2. Cochrane Library, 2020.
International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV). 2020 [27 Juli 2020]; Tersedia di:
https://talk.ictvonline.org/.
Wyllie, A.L., et al., Saliva or Nasopharyngeal Swab Specimens for Detection of SARS-CoV-2.
NEngl J Med, 2020.