Anda di halaman 1dari 36

Jurnal Keperawatan

Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

PENGALAMAN REMAJA SEBAGAI PENDIDIK SEBAYA DALAM PENCEGAHAN


PERILAKU SEKS BEBAS DI WILAYAH KELURAHAN TUGU KECAMATAN
CIMANGGIS KOTA DEPOK

Diah Ratnawati1*, Astuti Yuni Nursasi2, Henny Permatasari2


1
. FIKES, Universitas Pembangunan Nasional, Veteran, Jakarta, Indonesia
2
. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
*Email: ratnawatidiah@yahoo.co.id, ratnawatidiah@gmail.com

ABSTRAK
Kegiatan pendidik sebaya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya perilaku seks bebas pada
remaja. Penelitian ini bertujuan menggali pengalaman remaja sebagai pendidik sebaya dalam
pencegahan perilaku seks bebas di sekolah dan masyarakat. Penelitian menggunakan wawancara
mendalam kepada sepuluh partisipan di SMU “R”, Kelurahan Tugu, Cimanggis, Depok pada
Desember 2012-Januari 2013. Penelitian menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi deskriptif. Analisis data menggunakan metode Colaizzi. Remaja menyatakan senang
menjadi pendidik sebaya karena bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan. Pengalaman remaja
diperoleh saat menjalani proses awal menjadi pendidik sebaya dan dalam pelaksanaan kegiatan
pendidik sebaya. Hambatan dari diri sendiri dan lingkungan serta dukungan lingkungan dialami
remaja selama pelaksanaan kegiatan. Remaja berharap agar kegiatan pendidik sebaya terus
berlanjut. Perawat komunitas perlu berperan aktif mengembangkan program pendidik sebaya bagi
remaja sebagai salah satu tindakan utama asuhan keperawatan komunitas tingkat prevensi,
khususnya dalam pencegahan perilaku seks bebas.
Kata kunci: Pengalaman remaja, pendidik sebaya, pencegahan perilaku seks bebas

Fenomena perilaku seks bebas secara Penanggulangan HIV/ AIDS” yang digelar atas
internasional pada remaja terjadi variasi waktu kerjasama Kementerian Kesehatan,
permulaan hubungan heteroseksual. Permulaan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
hubungan seksual biasanya terjadi lebih awal Pendidikan Nasional dan KPA Jabar di
di Amerika Serikat, rata-rata remaja Bandung dalam Liputan 6 SCTV (2011) bahwa
perempuan melakukan hubungan seksual di Jawa Barat tingkat penderita HIV/ AIDS
pertama kali pada usia 17 tahun dan remaja yang diakibatkan jarum suntik 43 persen,
laki-laki di usia 16 tahun (Singh, Wulf, Samara sedangkan penularan yang diakibatkan
dan Cuca, 2000; Sieving, Oliphant dan Blum, perilaku seks bebas sebesar 47 persen. Sebagai
2002; Papalia, Olds dan Feldman, 2008). tambahan, dikatakan Ketua Umum Komisi
Penelitian yang dilakukan oleh Planned Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Arist
Parenthood of Indiana (2006) di negara bagian Merdeka Sirait di Porsea dalam Harian Analisa
Amerika Serikat yaitu Indiana terhadap 1000 (2012), dari sejumlah 423 anak remaja SMP
remaja berumur 15-17 tahun melaporkan dan SMA yang diteliti pertengahan tahun
bahwa siswa SMA yang pernah melakukan 2011, sebanyak 68,7 persen responden
hubungan seksual adalah 44,5%. mengaku pernah melakukan kontak seksual
dengan teman sebaya, pacar dan orang dewasa
Fenomena tersebut dapat juga dilihat di yang tidak bertanggungjawab.
Indonesia dari bertambahnya jumlah penderita
HIV/AIDS yang diakibatkan oleh perilaku seks Hasil survei terbaru Komisi Perlindungan
bebas di Jawa Barat. Seperti yang dikatakan Anak Indonesia (KPAI) menggambarkan
Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) sebanyak 32% remaja usia 14 hingga 18 tahun
Jawa Barat Panca Widi dalam “Lokakarya di Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah

74
74
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

berhubungan seks; data tersebut juga mengarah pada perilaku berisiko tinggi. Selain
menyatakan 21,2% remaja putri di Indonesia itu, lingkungan juga telah banyak mengubah
pernah melakukan aborsi dan separuh remaja perilaku para remaja sehingga lebih banyak
responden survei mengaku pernah bercumbu menjurus ke perilaku risiko tinggi (risktaking
ataupun melakukan oral seks (Metronews, behaviour) dengan segala dampak negatif dari
2012). Dewi (2012) dari penelitiannya juga perilaku tersebut (Willis, 2010).
mendapatkan indikasi aktifitas seksual
dianggap wajar oleh remaja dalam berpacaran, Bagi remaja, teman sebaya sangat
hasil analisis data bahwa lebih dari separuh mempengaruhi kegiatan mereka, baik hal yang
remaja (56,8%) berperilaku seks berisiko dari positif maupun yang negatif. Kelompok teman
280 remaja di Kelurahan Pasir Gunung sebaya adalah lingkungan atau orang ke dua
Selatan. Padahal masyarakat Indonesia setelah orang tua yang berperan saling timbal
menganggap seks sebagai suatu yang sakral balik hubungannya bagi remaja. Penelitian
dan ditabukan tetapi seks justru menimbulkan Cynthia (2011) tentang konformitas kelompok
daya tarik bagi remaja. Karakteristik remaja dan perilaku seks bebas dari hasil analisis
yang labil dan emosional menjadi rentan terbukti bahwa ada hubungan positif yang
terjebak dalam perilaku seks bebas dan sangat signifikan antara konformitas kelompok
perilaku berisiko lain. dengan perilaku seks bebas (free sex), dimana
subyek yang mempunyai konformitas
Karakteristik kehidupan remaja digambarkan kelompok tinggi cenderung sering dalam
sebagai fase pencarian identitas diri dan melakukan perilaku seks bebas (free sex) dan
lingkungan terkait dengan perubahan secara sebaliknya subjek yang mempunyai
fisik, emosi dan sosial remaja (Erikson, 1996; konformitas kelompok yang rendah cenderung
dalam McMurray, 2003). Remaja sebagai jarang dalam melakukan perilaku seks bebas
manusia, menurut Santrock (2007) menjalani (free sex). Konformitas kelompok yang
masa transisi, dimana remaja akan mengalami dimaksud adalah kondisi dimana seseorang
banyak perubahan fisik, psikologis dan sosial mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain
yang sangat cepat. Perubahan tersebut pada dalam kelompoknya karena tekanan dari
remaja akan mempengaruhi perkembangan kenyataan atau kesan yang diberikan
terutama proses pematangan tetapi umumnya kelompoknya tersebut (Santrock, 2007).
pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses
pematangan kejiwaan atau psikososial Apabila lingkungan peer atau kelompok
(Depkes, 2009). Proses pematangan tersebut temansebaya pada remaja mendukung untuk
sering menyebabkan berbagai masalah. dilakukan seks bebas serta konformitas remaja
yang juga tinggi pada kelompok teman
Masalah yang akan timbul adalah di satu sisi sebayanya, maka remaja tersebut sangat
remaja sudah merasa matang secara fisik, ingin berpeluang untuk melakukan seks bebas
bebas dan mandiri. Sementara itu, di sisi lain (Sarwono, 2012). Sementara itu,
mereka tetap membutuhkan bantuan, perkembangan teknologi ternyata bisa
dukungan, serta perlindungan orangtua. berdampak negatif pada remaja karena
Orangtua sering tidak mengetahui atau tidak memberikan kemudahan untuk mengakses hal-
memahami perubahan yang terjadi pada remaja hal yang bermuatan pornografi via internet,
sehingga tidak jarang terjadi konflik di antara seperti film, video, musik, dan gambar porno
keduanya. Konflik disebabkan, remaja yang menjadi pemicu timbulnya perilaku seks
seringkali merasa tidak dimengerti yang bebas (Santrock, 2009; Berk, 2010). Sebuah
diperlihatkan melalui agresifitas yang dapat studi yang dilakukan terhadap 1.762 remaja

75

75
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

berusia antara 12-17 tahun, menemukan bahwa berisiko lainnya. Pendidikan seks melalui
mereka yang lebih banyak menonton pendekatan pada remaja muncul dari teori
pertunjukan TV mengandung adeganadegan social learning dan social cognitive oleh
seksual maka cenderung melakukan hubungan Bandura (1977 dalam Fitriani, 2011; Sartika,
seksual dalam waktu 12 bulan setelah terpapar 2012) yang menjadi dasar penentuan dan
dibandingkan rekan-rekannya yang kurang perubahan perilaku sosial dari interaksi
menonton pertunjukan serupa (Collins dkk, pengalaman individu, proses belajar individu
2004). dengan lingkungan sekitarnya sehingga
Penelitian tentang pengaruh paparan ponografi memperoleh nilai dan keyakinan untuk
mempengaruhi seksualitas juga dilakukan oleh melakukan tindakan pencegahan.
Dewi (2012), hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara Pendekatan pada remaja dilakukan dengan
media internet dengan perilaku seksual remaja mengembangkan Pusat Informasi dan
di Kelurahan Pasir Gunung Selatan Depok. Konseling Remaja (PIK-Remaja), sedangkan
Perilaku seksual remaja secara bebas sebelum pendekatan kepada keluarga yang mempunyai
usia 16 tahun atau remaja awal memiliki risiko remaja dilakukan dengan mengembangkan
untuk mengalami kehamilan dan terkena Kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR).
infeksi yang ditularkan secara seksual (Santelli Pemerintah belum melakukan penilaian
dkk, 2004). Konsekuensi dari terjadinya efektifitas kedua pendekatan tersebut, hanya
kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja menentukan indikator keberhasilan seperti
mengakibatkan timbulnya kasus aborsi, jumlah PIK-Remaja yang harus terbentuk
sebanyak 19% kasus pada tahun 2003, berdasarkan Kontrak Kinerja Provinsi/KKP
persentase naik menjadi 32% kasus pada tahun (2011) secara nasional terdiri dari tiga
2006 dan hampir tetap persentasenya pada klasifikasi, yaitu Tumbuh 10.043 kelompok,
tahun 2008 sebesar 31% kasus pada remaja Tegak 2.013 kelompok, dan Tegar 1.113
perempuan di Amerika Serikat yang berusia kelompok. PIK-Remaja katagori Tumbuh
15-19 tahun (Santrock, 2007; Kost, Henshaw hingga Desember 2011 telah terbentuk
dan Carlin, 2010; Kost, dan Henshaw, 2012). sebanyak 11.089 kelompok (110,45%),
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana katagori Tegak 2.371 kelompok (117,8%) dan
Nasional/BKKBN (2012) sendiri katagori Tegar 1.229 kelompok (110,4%)
mengeluarkan data survei bahwa terdapat (BKKBN, 2012). Kegiatan didalam program
peningkatan kasus aborsi sebanyak 15% setiap PIK-Remaja dilakukan dengan pendekatan
tahun dan diperkirakan di Indonesia mencapai pendidik sebaya (peer educator).
2,4 juta jiwa.
Pendidik sebaya adalah orang yang menjadi
Tingginya risiko yang ditimbulkan dari nara sumber bagi kelompok sebayanya
perilaku seks bebas remaja, mengakibatkan (BKKBN dan YAI, 2002). Hasil penelitian
kekhawatiran pemerintah. Salah satu upaya Sylviani (2008) menunjukkan model
yang dilakukan pemerintah terkait kesehatan pendekatan pendidik sebaya khususnya
remaja adalah dengan membuat program konselor sebaya sangat mempengaruhi
pendidikan seks melalui dua pemahaman remaja terkait kesehatan
pendekatan yaitu remaja itu sendiri dan reproduksi khususnya dalam pencegahan
keluarganya. Pendidikan seks sudah saatnya perilaku seks bebas. Begitu pula dengan
diberikan melalui revitalisasi program yang penelitian eksperimen yang dilakukan Bantarti
sudah ada kepada remaja untuk memberikan (2000) tentang pengaruh pendidikan teman
pemahaman tentang seks maupun perilaku sebaya terhadap 134 siswa (sebagai kelompok

76

76
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

kontrol) dan 134 siswa (sebagai kelompok Data yang didapatkan peneliti dari Laporan
intervensi) yang menunjukkan adanya Kependudukan Kelurahan Tugu Kecamatan
perbedaan pengetahuan dan sikap diantara Cimanggis pada tahun 2011, jumlah remaja
kedua kelompok siswa tersebut, dimana sebanyak 11.666 orang. Jumlah remaja yang
peningkatan pengetahuan dan sikap kelompok cukup besar ini perlu mendapatkan perhatian
intervensi lebih tinggi dari kelompok kontrol. oleh pemerintah Jawa Barat khususnya Kota
Penelitian lain oleh Institute for Community Depok karena remaja merupakan generasi
Behavioral Change/ICBC (2010) yang penerus bangsa. Selama ini program kesehatan
dilakukan di SMA Negeri 1 dan SMK Negeri 1 remaja terkait perilaku seks bebas dan HIV/
Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan, AIDS yang mengaplikasikan program
hasil menunjukkan adanya pengaruh pendidik pemerintah PIK-Remaja yang dilakukan oleh
sebaya terkait pendidikan kesehatan reproduksi Dinas Kesehatan Depok baru sebatas
dengan pengetahuan, sikap dan perilaku penjaringan pada siswa di sekolah terutama
seksualitas remaja. SLTA dalam bentuk Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) melalui pelatihan
Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi petugas, guru, dan beberapa siswa setiap
pencegahan perilaku seks bebas melalui tahunnya yang diambil secara acak dari
pendidik sebaya merupakan strategi beberapa sekolah.
pendidikan kesehatan yang dipandang cukup
efektif. Remaja sebagai pendidik sebaya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) “R”
role model yang merupakan perpanjangan Depok merupakan salah satu sekolah setingkat
tangan dari peran perawat komunitas sebagai SLTA di wilayah Kota Depok tepatnya terletak
educator. Pendidik sebaya dianggap tepat di Kelurahan Tugu. Hasil studi pendahuluan
untuk menyampaikan hal-hal yang sensitif peneliti di sekolah tersebut diketahui bahwa
karena teman sebaya berpengaruh besar terdapatnya 20 siswa yang telah dilatih sebagai
terhadap kegiatan remaja dan juga remaja lebih pendidik sebaya. Kelompok remaja ini telah
nyaman bercerita maupun mencari informasi berperan dalam menunjukkan perilaku remaja
dari teman sebayanya (Sawyer, Pinciaro dan sehat dan membantu teman-teman untuk
Bedwell, 1997 dalam Badura, Millard, Peluso menghindari perilaku yang berisiko. Remaja
dan Ortman, 2000). sebagai pendidik sebaya dengan kata lain
memberikan dan mendapatkan dukungan dari
Pendidik sebaya dapat membantu promosi orangorang yang sebaya dengannya, atau dari
kesehatan pada kelompok remaja dalam rangka orang-orang yang sedang mengalami situasi
meningkatkan kebiasaan sehat, menurunkan yang sama dengan dirinya.
hambatan untuk tetap sehat, menciptakan
perubahan gaya hidup di lingkungan sekolah, Penelitian terkait dengan pengalaman remaja
dan menurunkan perilaku berisiko pada remaja sebagai pendidik sebaya di SMK “R” Depok
(Edelstein dan Gonyer, 1993 dalam Badura, belum pernah dilakukan. Padahal ini perlu
Millard, Peluso dan Ortman, 2000). Depok dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara
merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang utuh dan menyeluruh tentang efektifitas peran
memiliki jumlah penduduk yang berusia 15-44 pendidik sebaya oleh remaja, manfaat, dan
tahun adalah 935.061 orang dan di Kecamatan hambatan yang ditemukan remaja dalam
Cimanggis terdapat 134.827 orang yang menjalankan perannya tersebut, serta
menjadikan kecamatan tersebut sebagai dukungan sosial yang dibutuhkan untuk
kecamatan dengan jumlah populasi usia pembentukankompetensi sebagai pendidik
produktif tertinggi (Profil Kota Depok, 2010).

77

77
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

sebaya di wilayah Kelurahan Tugu Kota “…senang…ya jadi bertambah kenal sama
Depok. temanteman…,
trus bertambah wawasan…. Melatih diri…
Metode Penelitian dalam berkomunikasi sama orang lain dan
Disain penelitian ini adalah metode kualitatif berhadapan dengan banyak orang… (dan)
dengan pendekatan fenomenologi deskriptif bisa
yang bertujuan untuk menggali pengalaman bermanfaat bagi orang lain” (P3)
yang unik dan berbeda sesuai karakteristik Tema 2: Pendidik Sebaya Memberi
individu yang dipengaruhi komunitas atau Manfaat bagi
lingkungan tempat beradanya remaja sebagai Diri Sendiri dan Orang Lain.
pendidik sebaya. Partisipan berjumlah 10 1. Manfaat bagi Diri Sendiri
orang yang diambil dengan menggunakan Partisipan menyatakan mendapatkan manfaat
teknik purposive sampling. Pengumpulan data dari kegiatan pendidik sebaya. Manfaat
melalui wawancara mendalam (in-depth tersebut adalah mampu berkomunikasi efektif,
interview) dengan menggunakan pedoman memberikan informasi tentang pencegahan dan
wawancara dan catatan lapangan (field note). menambah informasi.
Analisis data hasil wawancara menggunakan
tahapan analisis menurut Colaizzi. “…melatih diri…dalam berkomunikasi sama
orang lain dan berhadapan dengan banyak
Hasil Penelitian orang.” (P3) “...jadi bisa tahu cerita teman-
Karakteristik Partisipan teman tentang itu dan bisa ngasih saran yang
Partisipan dalam penelitian ini adalah sepuluh semampunya gitu.”(P2) “…aku jadi lebih tahu
siswa SMK “R” Depok, Jawa Barat yang aja sih tentang emm tentang materi itu.
terpilih menjadi pendidik sebaya dalam …tadinya aku gak tahu jadi lebih tahu…” (P6)
pencegahan perilaku seks bebas. Sebanyak
tujuh partisipan (70%) berjenis kelamin 2. Manfaat bagi Orang Lain
wanita. Usia partisipan antara 16 s/d 17 tahun; Kegiatan pendidik sebaya bermanfaat dalam
hanya satu orang partisipan berusia 17 tahun peningkatan pengetahuan bagi orang lain,
(10%), lainnya berusia 16 tahun (90%). khususnya bagi anggota kelompok kegiatan
Partisipan yang berusia 17 tahun tersebut pendidik sebaya.
merupakan kakak kelas yang telah bersekolah
di SMK selama 2.5tahun, partisipan lainnya “Bisa memberi tahu teman apa yang benar
baru bersekolah selama 1.5 tahun. Seluruh apa yang salahnya dalam remaja, apalagi
partisipan (100%) telah menjadi pendidik dalam pacaran gitu. Seneng sih bisa memberi
sebaya di sekolah selama 6 bulan. pengetahuan ke temen juga biar tahu gitu.”
(P5)

Tema 3: Mengikuti Seleksi/ Rekrutmen


Analisis Tema Seluruh partisipan menyatakan bahwa
Tema 1: Perasaan Senang sebagai Pendidik perekrutan mereka untuk menjadi pendidik
Sebaya sebaya dilakukan melalui pemilihan atau
Seluruh partisipan menyatakan senang menjadi penunjukan langsung oleh pihak sekolah,
pendidik sebaya. Perasaan senang tersebut dalam hal ini guru, kepada beberapa anggota
dikarenakan kegiatan pendidik sebaya OSIS, khususnya siswa kelas X.
bermanfaat “…terpilihnya…dari pihak sekolah, dari
bagi pendidik sebaya. seluruh anggota OSIS yang dipilih tertentu

78

78
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

aja, gak semuanya.” (P3) “….dipilih awalnya 2. Memilih Metode yang Tepat: membuat
sama Pak M…” (P6) “Dipilih dari anggota target pelaksanaan kegiatan, diskusi kelompok
OSIS trus dipilih yang kelas Xnya aja yang kecil, pertemuan langsung, dan diskusi
banyak….” (P9) kelompok besar.

Tema 4: Mendapatkan Pengetahuan melalui “kan kita dapet buku targetnya, terus dikasih
Pelatihan jadwal kita harus kasih tema ini..” (P1)
1. Lama Pelatihan “…hanya ngobrol-ngobrol biasa aja berusaha
“…ada pelatihan 2 hari tentang peer hari agar tidak formal dan kaku khan sama
Rabu sama Kamis tapi lupa tanggalnya…” teman…” (P3)b“…gak pakai media…langsung
(P1) “Lama training itu ada 2 hari dan dibagi bicara danbdigambarin dari bukunya… (atau)
4 sesi.” (P4) buku pegangan yang ada gambar itu dikasih
lihat sama mereka.” (P1) “…gak pakai media
2. Materi Pelatihan cuma kayak fotokopian aja, kadang cuma lihat
“Materi yang dikasih pas pelatihan tentang buku bareng-bareng…” (P5) “...sampaikan
penyakit menular seksual, terus tentang dulu materinya… habis itu diskusi…” (P6)
perilaku remaja dalam menghadapi seks “Tanya-tanya seputar materi yang mereka
bebas, terus yang narkoba narkotika, tentang belum paham dan curhat sich…” (P1) “…yang
rokok juga… Kayaknya ada deh bu tentang mau ikut pendidikan sebaya, yang mau
percaya diri, terus…ya menghindari cerita… silahkan aja… yang nanya-nanya
itulah…juga sempat kayak games…itu cara dikasih tahu dan dikasih saran semampunya
kita menghadapi, kayak misalkan diajak aja. Bicara aja langsung, langsung ngobrol
melakukan seks bebas tuh cara mencegahnya aja terus kalau ada yang nanya silahkan.”
gimana. Materi yang dikasih cara agar (P2) “….di luar sekolah aku juga suka kasih
komunikatif, mendengar aktif sama tahu teman-teman sekolah SD dan SMP
keterampilan sosialisasi atau berhadapan dulu…, bilang ke adik aku sedikit aja…
sama teman-teman.” (P6) saudara-saudara aku aja aku ceritain sedikit.”
(P6) “Iya dengan ketemu langsung ya…” (P9)
Tema 5: Melaksanakan tugas sebagai Kalau pakai slide itu pas kegiatan bersama-
Pendidik Sebaya sama teman-teman peer educator lain juga.”
1. Mempersiapkan Diri: baca buku, searching (P3) “…waktu itu pakai slide tapi digabung
internet, menyiapkan materi dan pre-post teset, semua anak-anak. Jadi kita, pendidik sebaya
serta latihan komunikasi. yang satu kelas… bikin rame-rame slide itu
terus kita tampilin dikelas trus kita nerangin
“…baca-baca buku pegangan disitu khan ada gantigantian.” (P10)
target, materi yang harus disampaikan
dirangkum…” (P2) “searching internet…cari 3. Evaluasi bagi Anggota kelompok Kegiatan
di Google…” (P2) “…mencari info tentang Pendidik Sebaya: cara melakukan evaluasi, dan
kesehatan…, terus saya juga bertanya sama penghargaan.
kakak ibunya ibu yang jadi dokter.” (P7) “Aku
tuh biasanya nyiapin materinya terus ada pre- “..sebelum dikasih materi (pre) test dulu, trus
test post-test siapin soal-soal gitu terus sama post test…” (P7) “Tidak (ada pre dan post test)
belajarlah materinya buat disampaikan.” (P6) paling kuis aja…” (P3) “Jadi aku kasih
“...cara berkomunikasi, di rumah latihan dulu, makanan…Uangnya buat beli ya pakai uang
…” (P10) sendiri… tidak ada uang kas... terkadang

79

79
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

kalau ada uang lebih aku kasih hadiah kecil-


kecilan kayak pulpen.” (P1) 7. Materi Pelaksanaan Kegiatan Pendidik
Sebaya
4. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Pendidik Materi yang diberikan oleh kegiatan pendidik
Sebaya: hari pelaksanaan, waktu pelaksanaan. sebaya merupakan materi yang mereka terima
pada saat pelatihan dan juga materi yang ada di
“Selasa sama Jumat.” (P1) “…setiap minggu, buku pegangan, dan diberikan berdasarkan
satu minggu sekali, Selasa kayaknya deh…” target pada buku panduan.
(P6) “Jadwalnya seminggu sekali, kalau
misalnya lagi sekolah kadang hari Rabu, hari “…materi PMS, terus narkoba, terus sama
Rabu gak bisa terus sekarang ngambil hari berhubungan seks diluar nikah, sama kayak
libur hari Sabtu gitu.” (P7) “…pulang kehamilan gitu…” (P5) “…materi yang
sekolah…, kadang-kadang kalau ada jam dikasih kayak pacaran yang sehat, mencegah
kosong mereka mau ya udah gak apa-apa.” PMS, mencegah atau menolak ajakan
(P1) “Waktu… gak pasti sich bu pas mereka melakukan seks bebas gitu.” (P6) “(Materi)
butuh aja biasanya atau pas waktu kegiatan tergantung buku panduannya, jadi ngikutin
bareng-bareng kayak pas eskul atau pas lagi alur di buku panduannya…ada target
jam istirahat ngobrol-ngobrol bareng.” (P2) mingguannya.” (P7)
“Aku kadang pas pulang sekolah, jam kosong,
atau gak hari sabtu gitu hari bebas kadang 8. Pengorganisasian Pendidik Sebaya
kalau lagi ada kegiatan di sekolah mungkin Seluruh partisipan menyatakan adanya struktur
mengisi waktu kosong.” (P6) organisasi kegiatan pendidik sebaya. Struktur
yang terbentuk merupakan usulan kegiatan
5. Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Pendidik pendidik sebaya sebagai salah satu kegiatan
Sebaya: di dalam dan luar sekolah. ekstrakurikuler. Susunan struktur kegiatan
“…kelas kosong…beda-beda sih, tergantung pendidik sebaya terdiri dari guru pembina,
kadang depan kelas, kadang suka di ketua, sekretaris dan bendahara.
halaman…”(P5) “…tempatnya gak pasti sich
bu… pas eskul bu khan suka pakai tempat gak “…ya kayak …saya (A) jadi ketua juga …juga
cuma di sekolah aja.” (P2) ada sekretaris…. bendahara…” (P3)
“Dulu masanya dipimpin sama Kak A
6. Kelompok untuk Kegiatan Pendidik Sebaya: sekarang…sama S… Tapi pembinanya setelah
jumlah dan karakteristik anggota. Pak T… Pak M dan Pak B…” (P4)

“…aku megang 3 orang…” (P1) “Bareng 9. Situasi atau Kondisi Kegiatan Pendidik
sama S khan sama-sama peer juga ya jadi ber- Sebaya
8 orang, soalnya saya gak enak kalo sendirian Saat Ini
megang 4 orang...” (P2) “..apalagi Situasi atau kondisi kegiatan pendidik sebaya
karakteristiknya ya itu ada yang diem saat ini adalah tidak terlaksananya kegiatan
aja, ada yang nanya-nanya, banyakan sih yang pendidik sebaya. Hal tersebut disampaikan
diem yang malu gitu.” (P2) “…karakternya oleh seluruh partisipan, dimana salah satu
beda-beda sih ada yang nanggepin ada yang pernyataan partisipan adalah sebagai berikut:
masa bodoh juga, ada yang cuma melihat.”
(P5) “…dibagi kelompok-kelompoknya gitu… “…ternyata pas kesini-kesini gak jalan….
Kelompoknya dari temen sebaya sama temen akhirnya berhenti, terakhir itu bulan
sekelas...” (P7) Februari.” (P8)

80

80
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

Seorang partisipan juga menyatakan bahwa “Kalau dari diri sendiri mungkin dari yaa
dirinya dan beberapa siswa lain berhenti cara berkomunikasi saya dengan yang lain,
sebagai pendidik. cara bersikap saya dengan yang lain. Pernah
pengalaman organisasi juga…. Jadi ketua,
“…banyak yang keberatan langsung ditunjuk kalau di sekolah sih jadi ketua OSIS
sebagai pendidik sebaya…jadi ada beberapa sekarang.” (P3)
teman yang keluar ….karena kesibukan dan
sudah kelas III seperti saya memilih berhenti Tema 7: Mendapatkan Hambatan saat
dulu.” (P3) Melakukan Kegiatan Pendidik Sebaya
1. Permasalahan dari dalam Diri Pendidik
Sebaya Permasalahan yang dihadapi dari
Tema 6: Memiliki self efficacy sebagai dalam diri partisipan adalah belum optimalnya
Pendidik manajemen diri dan rasa percaya diri. Lima
Sebaya partisipan menyatakan bahwa mereka
Self efficacy dilihat dari performance kerja mengalami kesulitan dalam mengatur waktu
partisipan sebagai pendidik sebaya. Adapun antara pelaksanaan kegiatan sebaya dengan
performance kerja dapat dinilai dari kegiatan sehari-hari lainnya. Dua partisipan
kepercayaan atau keyakinan diri dan mengungkapkan adanya beban melaksanakan
kemampuan diri partisipan. kegiatan pendidik sekolah karena jadwal yang
1. Kepercayaan atau Keyakinan Diri padat dan beratnya beban tugas sekolah.
Sebagian besar partisipan menyatakan percaya
diri dalam melakukan pendidik sebaya. “Kadang-kadang pas pulang sekolah… pas
Kepercayaan diri tersebut semakin meningkat jadwalnya (pelajaran) padet gitu, terus PR nya
karena seringnya melakukan kegiatan pendidik banyak, …harus ngajarin Peer juga,
sebaya, serta tambahan pengetahuan yang …ngerasancapeek, karena sekolahnya kan
dimiliki dari pendidikan, pengarahan maupun padet banget… (P1)
pelatihan. Seorang partisipan menyatakan
kepercayaan dirinya sebagai berikut: Rasa percaya diri dirasakan kurang oleh
partisipan. Hal ini dikarenakan partisipan
“Mampu sich… sudah percaya diri tapi merasa cemas dan takut akan respon anggota
berusaha (lebih) percaya diri lagi, dilatih kelompok kegiatan pendidik sebaya, merasa
dengan ketemu teman dan bicara di depan kurang pengtahuan dan kemampuan dalam
teman-teman… Kalau kitanya yakin insya melaksanakan kegiatan pendidik sebaya, dan
allah nanti penyampaiannya jadi enak…” (P6) memang tidak merasa percaya diri untuk
menjadi pendidik sebaya. Hal ini diungkapkan
2. Kemampuan Diri salah satu partisipan dalam pernyataan berikut:
Sebagian besar partisipan menyatakan
memiliki kemampuan diri untuk menjadi “Kalau hambatan dari diri sendiri
pendidik sebaya yang baik. Beberapa sich…Emmm paling terbata-bata karena
kemampuan diri itu seperti kemampuan kadang kurang percaya diri terus kadang
berkomunikasi, menjaga rahasia, bergaul. mereka nanya aku gak ngerti jadi suka ngdown
Pengetahuan yang dimiliki, motivasi danjuga ditambah lagi tugas sama ekskul.” (P4)
pengalaman berorganisasi juga menjadi
sumber kemampuan diri remaja dalam 2. Kurangnya Dukungan dari Lingkungan
menjalani perannya sebagai pendidik sebaya. Keberadaan lingkungan yang dapat

81

81
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

mempengaruhi pendidik sebaya dalam dan menghambat proses berjalannya kegiatan


melaksanakan kegiatan pendidik sebaya. pendidik sebaya.
Partisipan merasakan hambatan dari orang tua
saat melakukan kegiatan pendidik sebaya “Mood-moodan itu hambatan dari kelompok
tentang perilaku seks bebas. Pandangan orang teman sebaya… Jadi kalau misalnya ditunda
tua terhadap seks menyebabkan tidak adanya mereka ketinggalan materi,.., tapi kalau
pendidikan seks dari orang tua. Hal itu dipaksain merekanya gak ngedengerin jadi
dinyatakan oleh seorang partisipan sebagai bingung juga harus gimana.” (P1) “…ada lagi
berikut: hambatannya kalau misalnya dia (teman)
jarang datang gitu, gak dengerin.” (P7)
“…tabu ya… kalau nanya ke orang tua malu “Mungkin hambatannya yaa mereka
kalau soal seks gitu, takutnya mereka mengabaikanlah, gak percaya atau hanya
berfikiran yang tidak-tidak, kayaknya terkesan tahayul gitu… termasuk mood dari teman-
kita mau melakukannya… (jadi) enggak teman,.. Ngatur waktunya juga kali yah,
pernah dibahasbahas.” (P1) “…pandangan soalnya ada temen juga beberapa yang gak
orangtua memiliki suatu hal yang negatif dari bisa…” (P9)
memberikan pendidikan seks jadi istilahnya itu
belum cukup waktunya padahal mereka sudah Kegiatan pendidik sebaya tidak dapat
remaja…” (P3) dilaksanakan secara optimal oleh partisipan
karena tidak adanya dukungan pihak sekolah
Sebagian besar partisipan menyatakan bahwa dalam proses kegiatan. Kurangnya dukungan
bahwa pelaksanaan kegiatan pendidik sebaya itu dirasakan dari kurangnya dukungan
terhambat karena kurangnya dukungan dari saranaprasarana, termasuk anggaran. Hal ini
guru. Hal ini disampaikan oleh dua orang disampaikan oleh partisipan berikut ini:
partisipan sebagai berikut: “Kurang sekali bu (dukungan sekolah),
terutama gak ada dana, tempat khusus,
“Terlalu… cuek juga siih…, jadi kayak kita organisasi juga gak jelas mau jadi eskul…”
punya kegiatan gimana kita mau ngajak (P5) “Gak ada yang gerakin juga, gak ada
tementemennya kalau gurunya gak yang pembinanya juga. Ada ketua cuma
mendukung.” (P1) “…tidak ada penghargaan, selama acara berlangsung habis itu gak ada
sama ya kurang diperhatikan banget (sama lagi, nggak ada guru yang mengarahkan.
guru-gurunya)…”(P5) …pelatihannya… kurang cukup. Modul juga
gak dibahas semua, baru sedikit, (jadi) kalau
Teman sebaya sebagai anggota kelompok ditanya kita gak ngerti dan bingung
kegiatan pendidik sebaya juga menjadi jawabnya...” (P7) “kurang media juga di
penghambat pelaksanaan kegiatan. Tanggapan kelas…, ...kalau dikelas suka sudah kotor jadi
teman mempengaruhi pelaksanaan kegiatan sudah gak enak tempatnya…” (P8)
pendidik sebaya. Banyak partisipan
menyatakan bahwa respon teman untuk Penerimaan masyarakat terhadap kegiatan
mengikuti kegiatan pendidik sebaya dan pendidik sebaya menghambat pelaksanaan
selama mengikuti kegiatan pendidik sebaya kegiatan pendidik sebaya tentang perilaku seks
mempengaruhi efektivitas jalannya bebas. Pandangan negatif masyarakat
pelaksanaan kegiatan pendidik sebaya. Respon Indonesia tentang seks, termasuk men-tabu-
negatif teman sebaya dapat membuat pendidik kan pembicaraan terkait seks menyebabkan
sebaya terpengaruh menjadi bersikap negatif partisipantidak melakukan kegiatan pendidik

82

82
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

sebaya dalam pencegahan seks bebas di menjalankan fungsinyasebagai pendidik


masyarakat. sebaya. Dukungan ini, termasuk dukungan dari
sesama pendidik sebaya, dapat meningkatkan
“kayak pendidikan seks gitu, selama ini khan motivasi pelaksanaan kegiatan pendidik
anggapan orang belum boleh dikasihkan sebaya. “…temen-temen deket rata-rata
samakita yang masih remaja soalnya belum mendukung, karena kan temen-temen deketnya
waktu umurnya, ya tabu…” (P1) “Tabu ya itu rata-rata jadi peer-nya juga jadi enak, jadi
belum waktunya aja dibicarain buat umur kita kan saling curhat… (persiapan pelaksanaan
segini tapi itu khan pendapat masyarakat. kegiatan pendidik sebayanya bisa ) bareng-
…Dorongan moril keinginan atau panggilan bareng (jadi) enak.” (P1) “Karena dorongan
dari dalam diri untuk bicara diluar kayaknya juga support dari temen, terus karena
enggak… lingkungan masyarakatnyaitu yang temennya juga nanya kan itu jadi lebih enak
gak ngedukung jadi kepercayaan dirinyajadi gitu.” (P4)
turun lagi.” (P2)
3. Dapat Dukungan dari Guru
Tema 8: Memperoleh Dukungan yang Partisipan menyatakan bahwa ada guru yang
Optimal sebagai Pendidik Sebaya ditunjuk oleh pihak sekolah untuk menjadi
pembina atau penanggung jawab dan
1. Dapat Dukungan dari Orang Tua Enam mengarahkan kegiatan pendidik sebaya dalam
partisipan menyatakan orang tuanya pencegahan perilaku seks bebas.
mendukung aktivitas partisipan dalam hal ini
adalah kegiatan pendidik sebaya karena “Gurunya itu yang mendukung Pak M sama
kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang Pak B” (P1) “…ada beberapa guru yang
positif. memang masuk dalam penanggung jawab
pendidik sebaya. Seperti Pak M… sama P B.”
“…keluarga dukung-dukung aja kalau sifatnya (P3)
baik sih, …orangtua tahu juga… (dan) bilang
‘tingkatin lagi besok,’, tingkatin kemampuan 4. Dukungan Materi Pembelajaran yang
interaksi sama orang lain. Kalo ortu khan tahu Diperoleh dari Pelatihan
saya suka rada malu. (P2) Pelatihan membantu partisipan menyiapkan
diri untuk menjadi pendidik sebaya. Karena
Orang tua juga berperan dalam dengan pelatihan, partisipan mendapatkan
meningkatkankepercayaan dan kemampuan materi sebagai tambahan pengetahuan.
diri partisipan sebagai pendidik remaja. Partisipan juga menyatakan mendapat modul
Seorang partisipanberpendapat bahwa sifat dan sebagai acuan kegiatan pendidik sebaya.
sikap orang tuanya menjadi role model baginya
dalam peningkatan kepercayaan dirinya seperti “Percaya diri karena pendidikan aku lebih
yang dinyatakan sebagai berikut: adagitu daripada mereka. Karena ada modul
gitu jadi dibaca-baca lalu kan diterangin juga
“….(yang) bikin PD itu… melihat contoh dari oleh Pak T” (P8)
Bapak saya yang percaya diri juga aktif dalam
organisasi…” (P9) Tema 9: Bervariasinya Metode Pelaksanaan
Kegiatan Pendidik Sebaya
2. Dapat Dukungan dari Teman/Peer Partisipan berharap adanya variasi metode
Teman sebaya memberikan dukungan dalam pelaksanaan kegiatan pendidik sebaya.
emosional kepada partisipan untuk 1. Pemanfaatan Jejaring Sosial

83

83
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

Sebagian besar partisipan menyatakan agar “Bagusnya sih lebih baik diskusi interaktif ya,
kegiatan pendidik sebaya dapat menggunakan kita memberikan informasi terus mereka
jejaring sosial untuk mempermudah memberi informasi balik jadi kita saling
pelaksanaan dan memperluas akses kegiatan mengerti. Kalau sama anak R bisanya face to
karena jejaring sosial dapat diakses melalui face, tapi kalau misalnya temen SMP bisa
telepon seluler. Selain itu, penggunaan jejaring sms..” (P4) “Meningkatnya lagi kayak bentuk
sosial meningkatkan kenyamanan partisipan kayak konseling gitu..” (P5)
karena memungkinkan seseorang berkonsultasi
tanpa menggunakan nama asli. Jejaring sosial Partisipan juga berharap lebih banyak games di
yang dapat digunakan sebagai media kegiatan dalam pemberian materi kegiatan pendidik
pendidik sebaya antara lain Facebook dan sebaya.
Twitter.
“Materinya dibikin lebih seru aja biar nanti
“Bentuk yang ideal sekarang sudah ideal kita kalau misalkan mau menyampaikan materi
dengan face to face, tapi… mungkin bisa juga itu bisa pakai cara games” (P1) “…sudah
pakai sosial media yang mudah diakses (lewat ideal dengan face to face tapi lebih ideal lagi
HP) seperti lewat FB… juga twitter…. Mereka kalau lebih dibanyakin games yang menarik
jadi gak takut tanya-tanya soalnya bisa pakai perhatian teman-teman.” (P6)
nama samaran.” (P6)
Seorang partisipan menyatakan perlunya
2. Pemanfaatan IT update informasi dan juga pengembangan
Kemajuan teknologi IT dapat digunakan media bergambar.
sebagai media penyebaran dalam pelaksanaan
kegiatan pendidik sebaya. Seorang partisipan “Kalau materinya udah bagus sih, cuma kalau
menyatakan salah satu bentuk pemanfaatan IT misalkan ada hal-hal baru kenapa enggak buat
tersebut adalah dengan pembuatan blog. diperbaharui… Mungkin media perbanyak
gambar, soalnya kan setiap buku yang kita
“…kalau misalkan lewat Blog… mungkin baca mereka kan pasti pingin tahu kayak
mereka bisa lebih terbuka lagi, karena kan gimana… (materi tentang) yang seks itu kan
mereka bisa akun palsu atau gak ketahuan kan hampir gambar semua jadi lebih asyik
namanya disamarin.” (P1) dilihatnya, gak tulisan semua.” (P8)

3.Penggunaan Metode Pembelajaran Bervariasi Tema 10: Keberlanjutan Program Pendidik


Partisipan menyatakan berbagai variasi metode Sebaya
pembelajaran dapat digunakan dalam 1. Mengharapkan Dukungan dari Guru
kegiatanpendidik sebaya. Tujuan dari variasi Partisipan menyatakan harapannya agar guru
metode adalah untuk membuat kegiatan iekolah mereka lebih aktif berpartisi pasi
pendidik sebaya lebih menarik dan dapat memberikan dukungan moril dalam kegiatan
menarik minat remaja terlibat dalam kegiatan pendidik sebaya dengan membimbing dan
pendidik sebaya. Beberapa jenis metode mengarahkan siswa, serta memberikan
pembelajaran tersebut adalah diskusi interaktif, pendidikan seks.
konseling, konsultasi melalui short message
system (sms), dan pertemuan langsung yang “Guru-guru semoga juga memberi
lebih rahasia. pengetahuan tentang seks bebas juga terhadap
anak muridnya jadi lebih ngerti lah terus
enggak melakukannya.” (P4) “Aku sih

84

84
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

kepinginnya dari sekolah juga ngedukung sendiri….yaa agar...lebih ditekankan lagi


terus… dipeduliin gitu, jangan awalawalnya kepada remaja-remaja.” (P3)
aja.” (P6)
4. Menginginkan Bimbingan Lebih Lanjut dari
2. Tersedia Tempat Khusus Perawat Spesialis Komunitas
Tiga partisipan menyatakan harapannya agar Partisipan merasakan perlunya bimbingan dari
pihak sekolah memberikan tempat khusus bagi perawat spesialis komunitas dalam proses
kegiatan pendidik sebaya. Tempat khusus penyelenggaraan kegiatan pendidik sebaya.
tersebut dibutuhkan agar kegiatan berjalan Hal ini dikarenakan latar belakang pendidikan
lebih baik dan privasi anggota kelompok partisipan bukan dari kesehatan.
pendidik sebaya lebih terjaga. Hal tersebut
diungkapkan seorang partisipan sebagai “...pas pelatihan, yang ngarahin dari
berikut. pembinanya kayak Pak T ...langsung aja biar
fix...” (P7)
“Sebaiknya sih ada tempat khusus kalau ada
teman curhat jadikan privacy nya enggak 5. Mengharapkan Dukungan dari Teman
kebuka sama sekali.” (P5) Sebaya
Dukungan dari teman sebaya dan juga sesama
3. Kontinuitas Kegiatan Pendidik Sebaya pendidik sebaya dalam bentuk partisipasi aktif
Penunjukan langsung siswa sebagai pendidik dan kepedulian dibutuhkan agar kegiatan
sebaya dirasakan kurang menjamin kontinuitas pendidik sebaya terus berlanjut. Hal ini
kegiatan pendidik sebaya. Oleh karena itu, disampaikan oleh partisipan sebagai berikut:
seorang partisipan menyatakan agar diadakan
pengumuman untuk meminta kesediaan siswa “…lebih aktif ya para pendidik sebayanya…”
berpartisipasi di dalam kegiatan pendidik (P4) “...kalau teman-teman harapannya yaa
sebaya sehingga siswa yang menja di pendidik yang masih kurang peduli jadi lebih peduli,...”
sebaya adalah siswa yang berkomitmen penuh (P6)
menjalankan kegiatan pendidik sebaya
termasuk mencari penerus kegiatan. Seorang partisipan menyatakan bahwa
kegiatan pendidik sebaya juga perlu dilakukan
“Diumumkan aja kali yaa biar pada enggak di masyarakat sekitar agar mereka menjadi
kaget jadi pendidik pendidik sebaya kayak dulu tahu dan peduli akan dampak dari perilaku
langsung ditunjuk.” (P9) seks bebas sehingga berpartisipasi dalam
pencegahan terjadinya perilaku seks bebas.
Kontinuitas juga dapat terjadi jika kegiatan
pendidik sebaya menjadi kewajiban bagi para “Sebenarnya pengen nyampein ke
siswa untuk mengikutinya. Hal itu dapat terjadi tetangga…biar mereka jadi tahu dan
apabila kegiatan pendidik sebaya menjadi mencegah perilaku seks bebas.” (P1) Untuk
ekstrakurikuler wajib di sekolah atau menjadi membentengi diri dari kehidupan perilaku seks
salah satu bidang di OSIS. bebas, remaja diharapkan dapat meningkatkan
“Ya mungkin …. lebih menganjurkan keimanan dan ketakwaannya. Iman dan takwa
organisasi ini dimasukan ke dalam lingkup dipercaya dapat mencegah terjadinya perilaku
bidang organisasi yang ada di OSIS…ada seks bebas.
dibawahnya organisasi OSIS…yang mengatur
OSIS

85

85
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

“harapan sama teman sebaya…harus


ditingkatkan …keimanan…ya rajin Persepsi remaja sebagai pendidik sebaya dalam
beribadah.” (P9) pencegahan perilaku seks bebas dinyatakan
oleh perasaan senang sebagai pendidik sebaya.
Perasaan tersebut merupakan emosi dari
remaja sebagai perasaan atau afek yang terjadi
6. Menginginkan Perhatian Orang Tua ketika seseorang berada dalam kondisi atau
Sebagian besar partisipan menyatakan suatu interaksi yang penting baginya,
harapannya agar orang tua juga turut khususnya bagi kesejahteraannya (Campos,
berpartisipasi dalam pendidikan seks bagi 2004; Campos, Frankel dan Camras, 2004
remaja melalui pemberian perhatian dan dalam Santrock, 2007). Interaksi yang
pengetahuan kepada anaknya. dilakukan sebagai pendidik sebaya sudah bisa
diterima remaja karena sudah dirasakan
“Penting si (pendidikan seks) walaupun cuma manfaatnya bagi diri sendiri dan orang lain
pengetahuan misalnya “nanti kamu mens, sehingga cenderung yang tereksplorasi adalah
sebelum mens tuh nanti kayak gini-gini” perasaan senang akan apa yang dialaminya.
soalnya kan kalau kita kan gak tau, kok ini kok
tumbuh.. harus pakai miniset, BH gitu kan kita Hasil penelitian Haviland (1994, dalam
juga bingung kan pertama-tamanya.” (P1) Santrock, 2007) berpendapat bahwa emosi
seperti “lem” yang mengaitkan peristiwa-
Perhatian orang tua bukan dalam pola asuh peristiwa dalam kehidupan kita. Emosi remaja
yang otoriter yang penuh kekangan, melainkan berkaitan dengan hormon dan pengalaman
menekankan pada pentingnya pengawasan dan mereka. Berbagai peristiwa yang sering
penjagaan terhadap remaja. Hal ini memunculkan emosi adalah pengalaman
dikemukakan oleh seorang partisipan di bawah seksual, pacaran dan hubungan romantis,
ini: hubungan sosial, pengaruh menjalankan peran
yang berkonstibusi bagi perkembangan
“Perhatian perlu tapi jangan terlalu identitas remaja (Roseblum dan Lewis, 2003
dikekang… orangtua lainnya semoga menjaga dalam Santrock, 2007).
anaknya lah…” (P4)
Pengalaman dari lingkungan untuk menjadi
Orang tua juga diharapkan bisa berperan tidak pendidik sebaya memberikan konstribusi besar
hanya sebagai orang tua yang posisinya diatas terhadap perasaan senang partisipan. Emosi
anak tetapi bisa sejajar layaknya seorang tersebut diungkapkan dalam sebuah studi yang
teman. menjelaskan hubungan sosial, pengalaman
terlibat dalam lingkungan lebih besar
“...para orangtua lebih bisa perhatiin berkonstribusi menimbulkan emosi
anakanaknya dan lebih dekat seperti teman.” dibandingkan perubahan hormonal (Brooks
(P8) Guns dan Warren, 1989 dalam Santrock,
2007).Meningkatnya kemampuan kognitif
Pembahasan berupa bertambah ilmu dan informasi bahkan
Interprestasi dan hasil penelitian dibahas memberikan kesadaran terhadap manfaat
berdasarkan tema penelitian yaitu: peran remaja sebagai pendidik sebaya.

Tema 1: Perasaan senang sebagai pendidik Tema 2: Pendidik sebaya memberi manfaat
sebaya bagi diri sendiri dan orang lain

86

86
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

dianggap maladaptif oleh orang dewasa


Pendidikan kesehatan sebagai suatu proses (Kupersmidt dan DeRosier, 2004 dalam
agar masyarakat dapat meningkatkan Santrock, 2007).
kesejahteraan dalam bidang kesehatan. Oleh karena itu, kelompok teman sebaya
Berbagai bentuk pendidikan kesehatan telah dalam kegiatan pendidik sebaya dapat
dilakukan selama ini baik dilakukan secara memberikan manfaat untuk perkembangan
tidak langsung antara lain melalui berbagai kognitif tentang pencegahan perilaku seks
media baik elektronik maupun cetak, juga bebas dan mengendalikan remaja dari masalah
dilakukan secara langsung baik melalui PMS sampai dengan HIV/AIDS.
ceramah maupun metode diskusi. Pendidikan
kesehatan dengan kegiatan pendidik sebaya Tema 3: Mengikuti seleksi/rekrutment
sangat efektif dalam mengumpulkan teman sebagai pendidik sebaya
sebaya, komunikasi lebih lancar dan terjadi
perubahan sikap di kalangan remaja untuk Anggapan masyarakat yang tabu tentang
pencegahan perilaku seks bebas. pendidikan seks menyebabkan dibutuhkan
promosi kesehatan dengan metode
Peran pendidik sebaya dalam melakukan pembelajaran pendidik sebaya yang tepat dan
promosi kesehatan meningkatkan pengetahuan efektif serta secara simultan untuk remaja dan
tentang pentingnya pencegahan perilaku seks perlunya informasi tentang reproduksi sehat
bebas bagi teman sebaya. Hal tersebut dan Penyakit Menular Seksual (PMS) dalam
dilakukan dengan komunikasi efektif materi kesehatan yang diberikan dengan
berdasarkan tambahan informasi yang diterima terintegrasi dalam program pencegahan
sehingga partisipan mampubmemberikan perilaku seks bebas. Pelaksanaan pendidikan
informasi dengan tepat. Salah satu fungsi sebaya dalam pencegahan perilaku seks bebas
terpenting dari kelompok teman sebaya adalah merupakan berbagai kegiatan yang ditujukan
sebagai sumber informasi mengenai dunia di untuk pengembangan pengetahuan, sikap dan
luar keluarga (Santrock, 2007). Pengaruh tindakan seseorang atau kelompok orang yang
teman sebaya bisa positif maupun negatif berkaitan dengan pencegahan perilaku seks
(Bergenson dan Schneider, 2005; Brown, 2004 bebas. Pendidikan sebaya dilaksanakan antar
dalam Santrock, 2007). Kegiatan pendidik kelompok sebaya tersebut dengan dipandu oleh
sebaya bermanfaat dalam pemberian informasi fasilitator yang juga berasal dari kelompok itu
termasuk informasi kesehatan yang efektif sendiri.
dalam mempengaruhi peningkatan
pengetahuan, sikap, dan perilaku pada Komponen utama dalam pendidikan sebaya
tingkatan individu atau kelompok sebaya yaitu tenaga kesehatan dalam hal ini adalah
secara efektif (Fitriani, 2011). remaja sebagai pendidik sebaya. Perawat
spesialis komunitas hanya berperan sebagai
Sullivan (1953, dalam Santrock, 2007) pembina yang mengkoordinir kegiatan
berpendapat bahwa terjalinnya interaksi antara pendidikan sebaya. Proses awal kegiatan
teman sebaya yang terpilih dalam kedekatan pendidik sebaya setelah mendapatkan
hubungan berguna dalam pembelajaran remaja fenomena terkait masalah kesehatan kemudian
untuk menjadi mitra yang lebih terampil dan dilakukan dengan pemilihan siswa sebagai
peka. Mitra yang terampil dan peka berguna pendidik sebaya secara langsung di tunjuk dari
dalam pembentukan interaksi selanjutnya yang siswa yang ikut serta dalam Organisasi Siswa
berkaitan dengan masalah kesehatan mental Intra Sekolah (OSIS). Pemilihan pendidik
serta bentuk-bentuk lain dari perilaku yang sebaya merupakan bagian ke dua dari tahap

87

87
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

perencanaan pembentukan kegiatan pendidik pelatihan yang singkat dan waktu pelatihan
sebaya dan komponen penting yang harus sampai larut malam memberatkan remaja.
dilakukan untuk kesuksesan pelaksanaan
edukasi sebaya (Ford dan Collier, 2006; Peserta pendidik sebaya dibekali pengetahuan
Fitriani, 2011). dan ketrampilan seputar permasalahan
kesehatan remaja (Setyoadi, 2012). Lama
Hasil penelitian ini sependapat dengan pelatihan juga hanya 2 hari yang dikatakan
penelitian yang dilakukan Astiti (2011) tentang remaja sebagai pendidik sebaya. Menurut
hubungan faktor pelatihan kesehatan Setyoadi (2012), pelatihan yang melibatkan
reproduksi dengan implementasi pasca residen, guru, dan petugas puskesmas
pelatihan pada konselor sebaya kesehatan yangdiselenggarakan selama dua hari yaitu
reproduksi remaja di Provinsi Bali, didapatkan tanggal 30 November dan 1 Desember 2011 di
hasil bahwa pemilihan calon peserta pelatihan ruang rapat guru SMK “R” mulai jam 07.00
sebagian besar ditunjuk langsung tanpa seleksi WIB sampai dengan jam 13.00 WIB yang
oleh kepala sekolah/guru. Pertimbangan diikuti 22 remaja dari kelas IX dan X SMK
pemilihan untuk menjadi pendidik sebaya yang “R”.
sama merupakan langkah awal yang akan
menentukan keberhasilan program selanjutnya Hal diatas sesuai dengan lama pelatihan
(Astiti, 2011). Pemilihan pendidik sebaya digunakan oleh Bintarti (2009) yaitu selama 3
dengan penunjukkan secara langsung hari untuk melatih edukator tentang
dilakukan oleh guru karena guru yang paling HIV/AIDS. Begitupun menurut Hayati (2009),
sering berinteraksi dengan siswa dan paling pelatihan edukasi sebaya dilaksanakan selama
mengetahui karakteristik siswa (Fathiyah dan 30-40 menit secara berkala dengan
Harahap, 2008). Sesuai persyaratan untuk menggunakan metode yang tepat/sesuai untuk
menjadi pendidik sebaya yaitu seseorang yang memotivasi kelompok dalam setiap sesi yang
berasal dari kelompok sebaya, memiliki diberikan. Pelaksanaan pelatihan edukasi
karakteristik yang sama dengan kelompoknya, sebaya dengan berbagai metode yang
terpercaya dan memiliki pengaruh, dan telah bervariasi dan sesuai dengan kontek yang ingin
mengikuti pelatihan (training) edukator sebaya diajarkan (Fitriani, 2011).
(McDonald, dkk., 2003 dalam Fitriani, 2007).
Namun, menurut partisipan sudah diajarkan
Tema 4: Mendapatkan pengetahuan melalui berbagai materi tentang keterampilan menjadi
Pelatihan pendidik sebaya
seperti komunikasi efektif dengan
Pada penelitian ini, menurut partisipan bahwa mempengaruhi pendidik sebaya dan
dilakukan pelatihan untuk menjadi pendidik mendengar aktif serta berbicara maupun tampil
sebaya. Pelatihan tersebut dikatakan partisipan dihadapan teman sebaya. Materi kesehatan dan
bahwa ada pembekalan materi berupa materi materi keterampilan menjadi pendidik sebaya
kesehatan remaja dan materi untuk menjadi yang disampaikan pembina, dirasakan
pendidik sebaya. Sejalan dengan penelitian partisipan cukup membantu dalam
Astiti (2011), materi yang cukup banyak dan penyampaian materi ketika pendidikan sebaya
lengkap diberikan tetapi terlihat media yang dalam pencegahan perilaku seks bebas,
digunakan untuk penyampaian materi kurang membuka wawasan tentang pendidikan
menarik sehingga pelatihan terasa kesehatan lebih dari sebelumnya. Hasil
membosankan, materi dan ketrampilan penelitian yang sama dari Cripps (1997, dalam
konseling belum maksimal serta lama hari

88

88
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

Fitriani, 2011) menyatakan bahwa pelatihan kecil, pertemuan langsung dan diskusi
pendidik sebaya dirancang untuk memberikan kelompok besar serta partisipan sebelumnya
pengetahuan yang dibutuhkan oleh pendidik membuat target pelaksanaan kegiatan yang
sebaya, termasuk keterampilan dalam dapat dilihat dari buku pegangan yang telah
melaksanakan dan memfasilitasi diskusi, diberikan. Pendidik sebaya akan memberikan
menyajikan informasi dan mengatasi teman informasi yang diperoleh dari pelatihan kepada
dalam kelompok yang sulit diatur. kelompok sebayanya (McDonald, dkk., 2003
dalam Fitriani, 2011).
Tema 5: Melaksanakan tugas sebagai
pendidik sebaya Pada tahap perencanaan kegiatan pendidik
sebaya, seorang tenaga professional (perawat
Proses pelaksanaan pendidikan sebaya dalam komunitas) hendaknya membuat rencana
pencegahan perilaku seks bebas yang edukasi sebaya yang dituangkan dalam
dilakukan selama kurang lebih 3-6 bulan pedoman pelatihan, pelaksanaan dan strategi
berjalan dengan pendampingan pembina yang evaluasi (Fitriani, 2011). Jadwal pelaksanaan
dikatakan oleh partisipan. Sesuai dengan pendidik sebaya, kegiatan dilakukan dengan
perencanaan pelaksanaan kegiatan pendidikan strategi pada waktu saat eskul, jam sekolah
sebaya yang akan dilakukan secara reguler yang kosong, jam pulang sekolah maupun
selama kurang lebih 4 bulan dari bulan mendekati teman sebaya ketika kegiatan yang
Februari sampai Mei 2012 (Setyoadi, 2012). dilakukan bersama kemudian diakhiri dengan
Penelitian Bantarti (2000, dalam Fitriani, ngobrol-ngobrol seputar pencegahan perilaku
2011) menunjukkan bahwa pendidikan sebaya seks bebas. Sejalan yang dikatakan Fitriani
tentang HIV/AIDS yang dilakukan selama 3 (2011), waktu yang ditentukan harus dapat
bulan, dapat memberikan dampak terhadap memenuhi kebutuhan untuk penyampaian isi
peningkatan pengetahuan dan sikap siswa materi melalui interaksi, diskusi, dan praktik,
tentang HIV/AIDS. yaitu berkisar 2 s/d 3 hari (sesi panjang) atau
10 s/d 20 jam dalam seminggu (sesi pendek).
Remaja melaksanakan tugas sebagai pendidik Partisipan menceritakan bahwa masalah yang
sebaya mempersiapkan diri berupa materi dan sering dibicarakan oleh teman sebaya adalah
mempersiapkan hal lainnya seperti cara aktivitas seksual yang belum boleh dilakukan
berkomunikasi maupun membuat soal pre-test ataupun bersikap serta berperilaku selama
dan post test. Sesuai Edelstain, dkk., (1993, pacaran yang tidak melanggar norma. Proses
dalam Fitriani, 2011) menyatakan bahwa kelompok sebaya tersebut diidentifikasi
kesuksesan program kegiatan pendidik sebaya sebagai difusi budaya berupa penyebaran
sangat dipengaruhi oleh kemampuan pendidik pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui
sebaya dalam penyampaian informasi edukasi, jaringan sosial (Fitriani, 2011).
berkredibilitas, dan mampu melaksanakan
supervisi. Partisipan dalam melaksanakan Pemilihan sekolah sebagai tempat pelaksanaan
tugasnya memilih metode kegiatan dengan edukasi sebaya dinilai efektif untuk anak usia
pendidikan dan konseling yang berupa curhat sekolah dikarenakan secara legal anak akan
atau ngobrol-ngobrol teman sebaya dengan hadir di sekolah serta mudah dalam
remaja sebagai pendidik sebaya. mengevaluasi proses dan dampak pelaksanaan
edukasi sebaya (McDonald dkk., 2003 dalam
Berdasarkan hal diatas, transfer pengetahuan Fitriani, 2011). Kegiatan pendidik sebaya
terjadi dengan diberikannya informasi melalui diperkirakan tidak diperhitungkan lokasi
metode yang tepat baik diskusi kelompok pelaksanaannya dalam penelitian ini,

89

89
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

dikarenakan tempat pendidikan sebaya pada memberikan solusi pemecahan masalah


ruang kelas yang kosong, kantin saat jam kesehatan lainnya. Manfaat itu didapatkan dari
istirahat dan dimana saja tempat yang bisa pemberian materi kesehatan dan materi
dipakai baik belakang masjid tetapi meskipun lainnya.
begitu dirasakan nyaman bagi teman
sebayanya. Partisipan menyatakan tidak ada Pengorganisasian pendidik sebaya dituangkan
tempat khusus untuk kegiatan pendidikan dalam struktur organisasi yang dikatakan
sebaya dalam pencegahan perilaku seks bebas partisipan terdiri dari ketua, sekretaris dan
tapi sentral kegiatan di sekolah. bendahara serta mempunyaipembina. Struktur
organisasi terdiri dari sumber daya manusia
Sesuai dengan pernyataan Blekeer (2001, yang tepat sehingga mampu
dalam Fitriani, 2011) menyatakan bahwa menjalankanprogram untuk mencapai tujuan
institusi pendidikan atau sekolah adalah pilihan organisasi (Setyoadi, 2012). Pentingnya
tempat yang paling sesuai untuk dilakukannya struktur organisasi diperkuat oleh Harrison,
edukasi sebaya pada anak usia sekolah, dkk. (2010) dalam hasil penelitiannya bahwa
dikarenakan dapat menjangkau sejumlah besar orang-orang yang dilibatkan dalam organisasi
target kelompok sebaya,di samping itu harus memahami budaya dan nilai organisasi
keterpaparan anak sangat erat dengan khususnya tanggung jawab yang diterima,
lingkungan sekolah yang secara legal memiliki karena akan sangat membantu dalam proses
kekuatan dan kemudahan dalam mengorganisir pengambilan keputusan yang sebaiknya
atau operasional. Pada umumnya kegiatan dilakukan untuk membantu kelancaran
pendidik sebaya dilakukan dengan proses organisasi.
kelompok sebaya yang terdiri dari 3 orang
sampai dengan 5 orang menurut partisipan agar Namun pada kenyataannya, situasi atau kondisi
penyampaian informasi lebih efektif. Proses pendidikan sebaya ketika tidak ada pembina
kelompok merupakan suatu upaya untuk tidak dapat berlanjut atau vakum seperti
menghimpun individu-individu yang memiliki diungkapkan partisipan. Partisipan juga
kesamaan dengan cara mengorganisir mereka mengatakan guru-guru tidak perhatian lagi
dalam sebuah kelompok (peer) atau dukungan terhadap kegiatan ini dan rencana tindak lanjut
sosial (sosial support) berdasarkan kondisi dan yang seharusnya tidak dapat dilaksanakan.
kebutuhan masyarakat (Stanhope & Lancaster, Rencana tindak lanjut berupa supervisi dan
2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). pembinaan kegiatan pendidik sebaya akan
dilanjutkan oleh petugas UKS Puskesmas
Pendidikan sebaya dengan strategi pelaksanaan Tugu dan Guru pembina kesiswaan dan
berkelompok bermanfaat dalam pencegahan kelembagaan kegiatan pendidik sebaya berada
perilaku seks bebas seperti yang dikemukakan dalam kegiatan ekstrakurikuler sampai
partisipan bahwa teman sebaya akan terbentuknya UKS di SMK “R” (Setyoadi,
mengetahui apa itu perilaku seks bebas dan 2012). Pada kenyataannya Bapak M dan Bapak
dampaknya. Partisipan juga menyatakan teman B yang seharusnya menjadi pembina dan
sebaya sering berdiskusi tentang masalah melanjutkan kegiatan sesuai rencana sibuk
pribadi dengan pacar baik yang sedang dengan kegiatannya sebagai Wakil Kepala
berantem maupun bagaimana cara menolak Sekolah. Selainitu, Ibu D dan Ibu E yang
pacar jika mengajak untuk berperilaku seks seharusnya menjadi guru pendamping
bebas. Pendidikan sebaya sebenarnya tidak dikatakan partisipan sudah tidak mengajar lagi
hanya untuk teman sebaya manfaatnya tetapi di SMK “R”.
juga masyarakat, pendidik sebaya bisa

90

90
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

Sementara itu, evaluasi bagi peserta kegiatan terjadi perubahan dalam rentang usia 13 tahun,
pendidik sebaya yang dikemukakan partisipan remaja mengalami pubertas. Pubertas (puberty)
adalah dengan kuis dan pre test maupun post ialah suatu periode di mana kematangan
test. Setelah proses evaluasi peserta didik yang seksual terjadi secara pesat terutama pada awal
mampu menjawab dengan baik kuis dan soal masa remaja gejala pubertas ini dapat ditandai
dari tes yang diadakan diberikan penghargaan dengan “menarche” atau haid pertama pada
berupa hadiah kecil berupa makanan dan anak perempuan dan “pollutio atau mimpi
minuman. Evaluasi bagi pendidik sebaya basah” pada anak laki-laki (Wijayanti, 2009).
diperlukan untuk perbaikan terhadap deviasi Perubahan pubertas ini lebih mengarah pada
dan modifikasi terhadap rencana untuk perubahan fisik remaja, perubahan ini yang
mencapai tujuan dan standar pengawasan yang sering menimbulkan masalah pada remaja dan
telah ditetapkan (Setyoadi, 2012). Kegiatan mempengaruhi keadaan psikologis remaja.
pendidik sebaya dikontrol agar efektif
sehingga dapat dilakukannya pengembangan Perubahan fisik yang terkadang belum
dan modifikasi program untuk memenuhi mencapai taraf proporsional menyebabkan
kebutuhan masyarakat yang terus berkembang mereka kurang percaya diri terhadap
(Ervin, 2002). penampilannya. Penampilan yang dimaksud
bukan hanya cara berpakaian, berdandan,
Tema utama 6: Memiliki self efficacy proporsional postur tubuh tapi juga
sebagai pendidik sebaya komunikasi. Komunikasi yang efektif dalam
hubungan interpersonal khususnya antara
Remaja sebagai pendidik sebaya dalam orang tua dan anak berhubungan dengan
pencegahan perilaku seks bebas memiliki self kepercayaan diri pada anak remaja (Wijayanti,
efficacy yang dilihat dari performance kerja 2009). Kepercayaan/keyakinan diri yang
berupa kepercayaan/keyakinan diri dan ditampilkan oleh partisipan terdiri atas terbiasa
kemampuan diri. Hasil penelitian ini didukung berkomunikasi di depan kelas, merasa yakin
penelitian dari Fathiyah dan Harahap (2008), dan percaya diri memberikan pendidikan
secara kuantitatif menunjukkan adanya sebaya, merasa mampu memberikan informasi
kecenderungan peningkatan efikasi diri siswa melalui pendidikan sebaya dan menguasai
yang diberi konseling sebaya sebesar 26,08 % materi yang akan disampaikan dalam
dan pada konselor sebaya peningkatan skor pendidikan sebaya untuk mencegah perilaku
efikasi diri sebesar 14,3 %, secara kualitatif seks bebas. Pendidikan sebaya memerlukan
hasil penelitian menunjukkan peningkatan kepercayaan diri dari remaja sebagai pendidik
efikasi diri subjek penelitian ditinjau dari sebaya yang merupakan sumber informasi
kognitif, motivasi, afektif, dan kecenderungan yang paling utama.
perilakunya. Efikasi diri merupakan evaluasi
individu terhadap kemampuan atau Kepercayaan/keyakinan diri yang dilihat dari
kompetensinya untuk menyelesaikan suatu manusia sebagai individu digambarkan sebagai
tugas, mencapai tujuan, atau menghadapi suatu self efficacy dengan dimensi magnitude.
tantangan (Bandura, 1997, dalam Fathiyah dan Magnitude merupakan dimensi self efficacy
Harahap, 2008). yang mengacu pada tingkat kesulitan tugas
yang diyakini seseorang dapat diselesaikannya.
Kepercayaan/keyakinan remaja dipengaruhi Individu dengan magnitude self efficacy yang
perubahan fisik yang dialami remaja. Sering tinggi, akan mampu menyelesaikan tugas yang
kali perubahan pada masa remaja akan sulit (Sartika, 2012). Sedangkan individu
mempengaruhi sikap dan perilakunya. Banyak dengan magnitude self efficacy yang rendah

91

91
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

akan menilai dirinya hanya mampu Remaja sebagai pendidik sebaya mendapatkan
melaksanakan perilaku yang mudah dan hambatan saat melakukan kegiatan pendidik
sederhana (Lenz dan Bagget, 2002; Pajares, sebaya dalam pencegahan perilaku seks bebas
2002; Pajares dan Urdan, 2006 dalam Sartika, karena manajemen diri yang belum optimal
2012). dan percaya diri yang belum optimal sehingga
masih ada partisipan yang tidak pro aktif.
Remaja sebagai pendidik sebaya masih tidak
Pandangan Bandura (dalam Santrock, 2007) bisa dalam manajemen diri khususnya waktu
bahwa kemampuan akan mempengaruhi hasil pelaksanaan kegiatan. Hasil penelitian di SMU
yang diinginkan. Sesuai Hakim (2002) bahwa GAMA sesuai dengan penelitian ini
siswa mempunyai kepercayaan diri untuk pelaksanaan kegiatan kurang optimal karena
melakukan sesuatu yang diperolehnya dari keterbatasan waktu dan biaya (Fathiyah dan
lingkungan keluarga, pendidikan formal dan Harahap, 2008).
pendidikan non formal. Hal tersebut
mendukung ungkapan beberapa partisipan Penguatan hal tersebut bahwa manajemen diri
pada penelitian ini, dapat meningkat pendidik sebaya diperlukan untuk efektifitas
kepercayaan/keyakinan dan kemampuan diri pendidikan sebaya. Kurang dukungan dari
dengan interaksi timbal balik di lingkungan lingkungan pada pendidik sebaya terkait dari
keluarga dengan melihat dari figur orang anggota yang pasif. Hal-hal yang dilakukan
tuanya, pendidikan formal pada saat proses dalam menghadapi hambatan tersebut menjadi
pembelajaran oleh guru di sekolah tanggung jawab sebagai pendidik sebaya
dan pendidikan non formal dengan melihat dengan membujuk/merayu anggota pendidikan
figur teman sebaya ketika berorganisasi dalam sebaya, memberikan makanan sebagai hadiah
OSIS. dan menyampaikan kembali manfaat
pendidikan sebaya, membiarkan saja dan
Hal tersebut sesuai juga dengan faktor-faktor melakukan kegiatan lain, serta membuat ulang
yang mempengaruhi yang janji untuk melakukan pendidikan sebaya.
kepercayaan/keyakinan diri dan kemampuan
remaja didapatnya dari pembelajaran Kurang dukungan dari teman sebaya terkait
observasional dengan mengadopsi perilaku- sikap dari teman sebaya ketika mengkuti
perilaku orang lain (Schunk, 2012; Santrock, kegiatan pendidik sebaya yang umumnya
2007). Remaja sebagai pendidik sebaya dalam kurang memperhatikan saat penyampaian
penelitian ini juga merasa yakin dan percaya materi, tidak peduli terhadap kegiatan dan
diri dalam melakukan pendidikan sebaya, tidak mau ikut secara aktif pelaksanaan
merasa mampu melakukan pendidikan sebaya kegiatan. Hal ini menyebabkan partisipan
dalam pencegahan perilaku seks bebas, serta kecewa sehingga menjalankan kegiatan dengan
menguasai materi-materi yang diberikan untuk kejar target saja. Sesuai Kozier, Berman dan
mencegah perilaku seks bebas. Sejalan dengan Synder (2005) yang menyatakan bahwa remaja
penelitian Angelice (2003) bahwa faktor-faktor cenderung mengikuti opini, pendapat, nilai,
yang mempengaruhi yang kepercayaan/ kebiasaan dan kegemaran teman sebayanya.
keyakinan diri dan kemampuan remaja yaitu Hasil penelitian Sumiati (2009, dalam Dewi,
kemampuan pribadi dan tekad diri. 2012) juga memperkuat dengan menyatakan
remaja mempunyai kecenderungan untuk
Tema 7: Mendapatkan hambatan saat mengikuti apa yang dilakukan oleh teman
melakukan kegiatan pendidik sebaya sebayanya.

92

92
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

Kurang dukungan dari guru yang dirasakan partisipan bahwa kurang mendapatkan
partisipan juga bahwa guru cenderung kurang kepercayaan masyarakat untuk memberikan
mengikuti kegiatan. Padahal peran guru sangat pendidikan seks yaitu tabunya pendidikan seks,
penting dalam pencegahan perilaku seks bebas. orangtua dan masyarakat. Masyarakat
Guru merupakan orang tua kedua karena berpandangan belum boleh remaja membahas
remaja banyak berinteraksi dengan guru di tentang seks serta masih ada ketakutan
sekolah (Dewi, 2012). Guru sebagai role model masyarakat dengan kurang pahamnya remaja
selama di sekolah dalam membawa pengaruh tentang seks kemudian disampaikannya
baik positif maupun negatif bagi remaja pendidikan seks akan membuat remaja
(Stanhope dan Lancaster, 2004 dalam Dewi, terjerumus dalam seks bebas.
2012).

Kurang dukungan orang tua juga dirasakan Tema 8: Memperoleh dukungan yang
remaja sebagai pendidik sebaya dalam hal optimal sebagai pendidik sebaya
pemberian pendidikan seks yang tidak
dilakukan secara mendalam karena kesibukan Fenomena kurang percaya diri banyak terjadi
memenuhi kebutuhan hidup dengan bekerja. pada remaja sekarang ini. Penelitian ini
Orang tua masih ada yang cenderung mengidentifikasi bahwa faktor internal adalah
berpandangan negatif terhadap pendidikan seks kepercayaan/keyakinan dan kemampuan diri
sehingga tidak mau berdiskusi secara terbuka. remaja sebagai pendidik sebaya. Faktor
Hal tersebut tidak mendukung dalam eksternal adalah dukungan berasal dari
penanaman nilai dan keyakinan pada remaja keluarga, teman sebaya, guru, sekolah dan
agar menghindari perilaku seks bebas. Sesuai masyarakat.
dengan penelitian Hall, Moreau dan Trussel
(2012, dalam Dewi, 2012) bahwa sikap orang .Kepercayaan/keyakinan diri seseorang
tua yang penuh empati, terbuka dan banyak dipengaruhi karakteristik partisipan,
diskusi tentang masalah agama mendukung kemampuan, kepribadian dan pembelajaran
terbentuknya keyakinan yang kuat pada remaja (Sartika, 2012). Menurut Bandura (dalam
terhadap kepercayaan dan perilaku keagamaan. Santrock, 2007), faktor-faktor internal dan
Peran remaja dan norma-norma baru dalam eksternal dapat berinteraksi timbal balik,
keluarga harus dibentuk oleh orang tua dengan perilaku seseorang dapat mempengaruhi
selalu bermusyawarah mufakat dan sikap seseorang dan sebaliknya. Maka dapat
menghargai satu sama lain (Friedman, Bowden disimpulkan bahwa faktorfaktor yang
dan Jones, 2003) mempengaruhi kepercayaan/keyakinan remaja
sebagai pendidik sebaya yaitu dukungan sosial.
Pernyataan partisipan tentang kurang Dukungan sosial disebut sebagai
dukungan untuk proses kegiatan pendidik faktoreksternal yang mempengaruhi remaja
sebaya terkait biaya pelaksanaan kegiatan sebagai pendidik sebaya adalah keluarga,
pendidikan sebaya yang tidak ada teman sebaya, guru, sekolah dan masyarakat.
anggarannya, tidak ada struktur organisasi
yang jelas dan fasilitas seperti ruangan yang Menurut House (1981 dalam Glanz, Rimer
kurang mendukung. Dampak hambatan dan Viswanath, 2008), dukungan sosial
terhadap pendidikan sebaya yaitu target materi merupakan konten fungsional pada hubungan
tidak tercapai dan tidak tertransfernya yang bisa dikategorikan dalam jenis tipe
informasi kepada anggota pendidikan sebaya. berdasarkan tingkat laku dan perbuatan, salah
Selain hal tersebut, juga tergambar dari satunya adalah dukungan emosional yang

93

93
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

melibatkan empati, cinta, kepercayaan dan perilaku tak terkecuali perilaku seks remaja
kepedulian. Bentuk dukungan keluarga yang dan sistem yang berlaku disekolah
teridentifikasi dalam penelitian ini berbentuk mempengaruhi pola pikir dan tindakan
dukungan emosional dan sedikit sekali tentang seseorangm(Dewi, 2012). Konstribusi yang
dukungan informasional. Pada penelitian ini, dilakukan pihak sekolah dari pernyataan
orang tua dari hampir semua partisipan tidak partisipan adalah membantu proses perekrutan
pernah memberikan informasi kesehatan untuk calon pendidik sebaya. Partisipanmengatakan
mencegah perilaku seks bebas. Hanya ada sudah mulai ada sejak di bangku kelas XI
pemberian nasehat yang dilakukan orang tua kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi
kepada remaja dirasakan oleh partisipan (kespro) yang berkaitan juga dengan
memberikan kedamaian secara emosional, pertumbuhan dan perkembangan remaja.
sehingga dikelompokkan ke dalam bentuk
dukungan emosional. Dukungan teman sebaya
yang dimaksud adalah kebutuhan yang kuat Tema 9: Bervariasinya metode pelaksanaan
untuk disukai dan diterima teman sebaya. kegiatan pendidik sebaya

Partisipan dalam penelitian ini, merasa senang Keberlanjutan program pendidik sebaya dalam
jika didengarkan ketika melakukan pendidikan pencegahan perilaku seks bebas terkait dengan
sebaya dan jika ada teman sebaya yang curhat fasilitas seperti tempat khusus dan bentuk
atau mengajak mengobrol tentang kegiatan sebaiknya agar lebih menarik dengan
permasalahan pribadinya. Remaja sebagai adanya,permainan. Hal tersebut memerlukan
pendidik sebaya memperoleh umpan balik dari dana untuk kegiatan sehingga memerlukan
kelompok sebaya mengenai kemampuannya struktur organisasi yang jelas wadahnya. Green
saat menjadi sumber informasi dalam kegiatan dan Kreuter (2005) menyatakan bahwa
pendidikan sebaya dalam pencegahan perilaku ketersediaan fasilitas dan dana termasuk dalam
seks bebas. Umpan balik yang diberikan faktor pemungkin (enabling factors). Faktor
kepada partisipan dalam penelitian ini berupa tersebut merupakan salah satu faktor yang
tanggapan bahwa apa yang mereka lakukan itu mempengaruhi perilaku kesehatan individu.
baik atau kurang baik dan juga mungkin di Penerapan pendidikan sebaya dalam
dukung atau tidak didukung, dibandingkan pencegahan perilaku seks bebas dapat sesuai
dengan remaja seusianya. Tanggapan dari harapan jika faktor tersebut terpenuhi.
kelompok sebaya menyebabkan remaja
memperoleh pengalaman yang berpengaruh Fasilitas berupa bervariasinya metode
bagi perkembangan remaja secara bervariasi pelaksanaan kegiatan pendidik sebaya
tergantung dari pengukuran, perumusan hasil diharapkan oleh partisipan. Hal tersebut bisa
yang diperoleh serta lintasan perkembangan memanfaatkan jejaring sosial melalui
yang diikuti (Hartup,1999 dalam Santrock, Facebook atau Twitter maupun pemanfaatan IT
2007). melalui blog di internet. Wallmyr dan Welin
(2006, dalam Dewi, 2012) mengemukakan
Dukungan guru dari sekolah yang diberikan remaja lebih mudah terpengaruh media dalam
kepada pendidik sebaya diberikan ketika hal berperilaku seksual berisiko.
proses awal saja menjadi pendidik sebaya
sehingga kurangnmemotivasi remaja sebagai Berdasarkan hal tersebut, remaja yang
pendidik sebaya dalam pencegahan perilaku mendapatkan informasi dari internet akan
seks bebas. Pihak sekolah konstribusinya mengalami perubahan perilaku sesuai
sebenarnya secara tidak langsung membentuk pengaruh media yang didapatkannya. Maka

94

94
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

dari itu penggunaan media pembelajaran yang keluarga baik dari dukungan emosional
bervariasi untuk kegiatan pendidik sebaya maupun dukungan informasional. Dukungan
dapat berefek positif terhadap perilaku remaja. emosional berupa perhatian, kasih sayang,
Selain itu, metode pembelajaran yang kepercayaan dan sikap kepedulian dari seluruh
bervariasi tidak hanyadengan tatap muka saja anggota keluarga. Dukungan informasional
tetapi dengan diskusi interaktif, media berupa nasehat, saran dan informasi yang dapat
bergambar menarik serta curhat melalui digunakan remaja sebagai pendidik sebaya
message di hand phone juga diharapkan dapat dalam mengatasi masalah. Seperti dikatakan
dilakukan. Hitchcook (1999), sumber dukungan dasar
untuk anak sekolah adalah orang tua di rumah.
Tema 10: Keberlanjutan program pendidik
Sebaya
Hal tersebut sesuai dengan yang penyataan
Remaja sebagai pendidik sebaya Friedman (2002) bahwa keluarga
mengharapkan dukungan dari pihak-pihak melaksanakan fungsi afektif dan koping
terkait yang merupakan gambaran keinginan dengan memberikan kenyamanan emosional
yang dimiliki oleh pendidik sebaya. Harapan anggota, membantu anggota dalam bentuk
remaja sebagai pendidik sebaya dalam identitas dan mempertahankan saat terjadi
penelitian ini berkaitan dengan sikap stress pada keluarga. Pencapaian fungsi
danperhatian dari keluarga yaitu orang tua, keluarga itu dilakukan oleh orang tua yang
teman sebaya, guru dan menginginkan mengkomunikasikan permasalahan yang
bimbingan lebih lanjut dari perawat spesialis berkaitan dengan seksualitas dan kesehatan
komunitas serta kontinuitas kegiatan pendidik reproduksi secara transparan. Komunikasi
sebaya. antara orang tua dan anak yang terus menerus
akan mampu membantu orang tua dan remaja,
Remaja pendidik sebaya menginginkan dalam menghadapi masalah.
perhatian dari orang tua sebagai bagian dari
keluarga inti yang paling dekat dengan remaja. Permasalahan yang muncul pada diri remaja
Harapan keluarga dalam penelitian ini adalah dipengaruhi oleh kurangnya komunikasi
berkaitan dengan fungsi, sumber, ukuran, dan dengan orang tua dikarenakan kurang adanya
bentuk dukungan informasional dan sosial. keterbukaan antara orang tua dengan remaja
Keluarga hendaknya dapat berperan dalam dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki
memberikan dukungan selama tahap tumbuh orang tua atau terhambat oleh sopan santun
kembang remaja. Hal ini karena keluarga atau rasa malu pada diri remaja (Wijayanti,
merupakan sebuah lingkungan yang paling 2009). Permasalahan yang sering kali muncul
awal untuk membantu remaja mendapat rasa pada remaja biasanya disebabkan karena krisis
aman, diterima sehingga akan berdampak identitas tanpa adanya faktor pendukung dan
positif dalam perkembangan jiwa remaja. ketidaktahuan para orang tua tentang berbagai
tuntutan biologis dan psikologis sehingga
Keluarga merupakan tempat atau lingkungan perilaku mereka seringkali tidak mampu
yang primer yang paling dekat dengan mengarahkan remaja menuju pemahaman
kehidupan remaja, sehingga remaja mampu tumbuh kembang remaja tersebut (BKKBN,
berupaya untuk terbuka dalam menghadapi 2009; Dewi, 2012).
masalah (Sarwono, 2011). Remaja sebagai
pendidik sebaya dalam penelitian ini Permasalahan yang kesehatan timbul pada
mengharapkan adanya dukungan dari anggota remaja sehingga mengancam kesejahteraan

95

95
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

remaja adalah perilaku seksual berisiko memperoleh hasil bahwa ada hubungan
(Stanhope dan Lancaster, 2004). Sejalan pola,komunikasi dan kekuatan keluarga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nitya dengan perilaku seksual berisiko di Desa
(2009, dalam Kencana dan Hastutik, 2011), Tridaya Sakti. Kekuatan keluarga yang
perilaku seksual pra-nikah merupakan hasil dimaksud yaitu pola asuh dan kemampuan
interaksi antara kepribadian dengan lingkungan pengambilan keputusan dalam keluarga.
sekitarnya terutama adanya pengaruh orang Peneliti memperoleh hasil penelitian
tua, baik karena ketidaktahuan maupun karena berdasarkan analisa dari wawancara mendalam
sikapnya yang masih mentabukan pembicaran bahwa remaja sebagai pendidik sebaya
mengenai seks dengan anak tidak terbuka mempunyai harapan agar keluarga khususnya
terhadap anak. Orang tua cenderung membuat orang tua dapat berkomunikasi efektif yang
jarak dalam anak dalam masalah perilaku seks. bersifat terbuka dan bersikap penuh perhatian
Keluarga seharusnya mampu mengantarkan serta kepedulian untuk membantu remaja
remaja menyelesaikan tugas tahap tumbuh dalam pencegahan perilaku seks bebas tidak
kembangnya. hanya pada dirinya tetapi juga pada teman
sebayanya.
Lingkungan keluarga yang mampu
mengantarkan remaja menyelesaikan tugas Remaja sebagai pendidik sebaya juga
tahap tumbuh kembangnya adalah keluarga mengharapkan dukungan dari teman sebaya
yang mendukung pertumbuhan dan yang merupakan keinginan yang ditujukan
perkembangan remaja yang normal adalah untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi
keluarga yang mampu melaksanakan kelompok remaja sebagai generasi sebaya
tugastugas perkembangan keluarga, termasuk selanjutnya terhadap kesehatan reproduksi dan
menerapkan cara pengasuhan yang tepat hak seksual mereka. Remaja sebagai pendidik
(Wamomeo, 2009). Tugas perkembangan sebaya mengharapkan terbentuknya kelompok
tersebut menurut Friedman, Bowden dan Jones sebaya tidak hanya di SMK “R” untuk
(2003) adalah a) menyeimbangkan kebebasan mempromosikan kesehatan reproduksi dan
dengan tanggung jawab remaja dan seksual remaja berarti juga memastikan
menjadikan otonomi remaja semakin kesejahteraan fisik dan emosinya dan
bertambah, b) membina komunikasi yang melindungi mereka dari kehamilan yang tidak
terbuka antara orang tua dengan anak, c) diinginkan atau tidak direncanakan,
memfokuskan kembali hubungan perkawinan melindungi mereka dari praktek aborsi,
yang harmonis, d) mempertahankan standar- HIV/AIDS dan infeksi sistem reproduksi,
standar etik dan moral keluarga. Di samping kematian ibu, infertilitas serta segala bentuk
melaksanakan tugas-tugas perkembangan kekerasan dan eksploitasi seksual. Dalam
secara optimal, keluarga juga dituntut untuk konteks kelompok sebaya, pendidikan
mampu menerapkan cara pengasuhan atau pola kesehatan dilakukan melalui pendidik sebaya
asuh yang tepat pada remaja. (peer educator). Pendidik sebaya adalah orang
yang menjadi narasumber bagi kelompok
Wahyuning (2003, dalam Wamomeo, 2009) sebayanya (BKKBN dan YAI, 2002).
menjelaskan, pola asuh adalah seluruh cara
perlakuan keluarga yang ditetapkan pada anak Beberapa partisipan mengharapkan kontinuitas
dalam proses interaksi orang tua anak, yang kegiatan pendidik sebaya dalam pencegahan
merupakan bagian penting dan mendasar perilaku seks bebas terus berlanjut di SMK
menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat “R” bahkan di masyarakat sekitar lingkungan
yang baik. Penelitian Nurhayati (2011) pendidik sebaya berada dan ada peralihan dari

96

96
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

siswa-siswa kelas XI ke kelas X. Hal tersebut


terkait keinginan yang berkaitan dengan sifat Kerjasama puskesmas dengan perawat
manusia sebagai makhluk sosial. Remaja komunitas yang masuk ke sekolah dapat
sebagai pendidik sebaya merupakan bagian berperan dalam pencegahan perilaku seks
dari sistem kehidupan komunitas. Namun, bebas pada remaja di keluarga, sekolah dan
sumber dukungan di sekolah seperti guru dan masyarakat dengan melakukan pelayanan
kepala sekolah juga harus ikut berperan. kesehatan yang mengutamakan pencegahan
Apalagi sekolah merupakan komunitas primer, sekunder, dan tersier. Peran perawat
pembelajaran siswa sehingga pencegahan komunitas sebagai salah satu tenagaprofesional
perilaku seks bebas terstruktur disampaikan dibidang kesehatan, mempunyai peran dalam
remaja sebagai pendidik sebaya. Selain itu, upaya pencegahan perilaku seks bebas. Hasil
sekolah juga bisa menggalang sikap yang penelitian ini menemukan belum optimalnya
kepedulian dari masyarakat dan sikap proaktif strategi intervensi keperawatan komunitas
dari masyarakat dalam pencegahan perilaku melalui tiga level pencegahan yaitu primer
seks bebas di wilayah mereka. Penerimaan sekunder dan tersier.
masyarakat tersebut diperlukan remaja sebagai
pendidik sebaya dalam kelancaran kegiatan Pencegahan primer yang dapat dilakukan oleh
pendidikan sebaya yang dilakukan agar tepat perawat komunitas berupa program
pada kelompok sasaran. pencegahan perilaku seks bebas dengan
memberikan pendidikan sebaya sebagai bentuk
Harapan tersebut berupa sikap pro aktif pemberian informasi dengan penyuluhan
masyarakat dengan membantu kepada anak-anak yang belum dan sudah
menginformasikan denganberbagai cara memiliki pacar melalui tatap muka yang
tentang pencegahan perilaku seks bebas. terintegrasi dalam ceramah, diskusi, seminar
Adapun harapan tersebut juga berupa ke dalam kegiatan masyarakat seperti arisan,
dukungan sikap dan perhatian dari masyarakat pengajian, dan pertemuan rutin tokoh
ataupun tokoh masyarakat berupa sikap tegas masyarakat di dalam lingkungan sekolah SD,
dan proaktif. Beberapa partisipan SMP, dan SMA, pendidikan kepada orang tua
mengharapkan agar masyarakat tidak tentang mengasuh anak yang baik dengan
mentabukan pendidikan seks bahkan meningkatkan komunikasi keluarga, kekuatan
memberikan promosi kesehatan dengan keluarga, meningkatkan nilai-nilai yang kuat,
mensosialisasikan pada masyarakat luas serta meningkatkan harga diri melalui kegiatan
sehingga perilaku seks bebas dapat dicegah. yang positif seperti olahraga, kesenian dan
keagamaan.
Remaja sebagai pendidik sebaya dalam
penelitian ini juga menginginkan bimbingan Pencegahan sekunder ditujukan terutama
lebih lanjut dari perawat spesialis komunitas kepada orang tua yang memiliki anak remaja
dengan bekerjasama dengan pihak puskesmas yang berpacaran melampaui batas dilihat dari
untuk selalu tanggap dan proaktif terhadap sikap dan perilakunya di sekolah atau di luar
segala permasalahan yang dialami remaja sekolah, serta sektor masyarakat yang dapat
terkait masalah yang terjadi pada tahap tumbuh membantu remaja berperilaku seks bebas
kembangnya. Pendapat Swanson dan Nies sebelum terlambat. Kegiatan pencegahan
(1999, dalam Ritanti, 2011), puskesmas dapat sekunder yang dapat dilakukan oleh perawat
memberikan pelayanan pada masyarakat komunitas berupa deteksi secara dini terhadap
dengan menekankan pada program prevensi anak remaja yang mengarah pacarannya ke
primer, sekunder, dan tersier. perilaku seks bebas, konseling perorangan, dan

97

97
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

keluarga dengan anak remaja yang berpacaran pencegahan perilaku seks bebas pada remaja.
melalui kunjungan rumah. Informasi lain yang diperoleh dalam penelitian
ini adalah adanya unsur pemberdayaan,
Pencegahan tersier yang dapat dilakukan oleh kekuatan, dukungan dan harapan pihak-pihak
perawat komunitas mempunyai tujuan untuk terkait yang sangat dibutuhkan untuk
membantu remaja yang terlanjur melakukan meningkatkan kepercayaan diri dan
perilaku seks bebas dan akhirnya sampai kemampuan pendidik sebaya dalam mengatasi
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan masalah perilaku seks bebas serta masalah lain
maupun aborsi dalam pengobatan dan yang mal adaptif. Hasil penelitian ini juga
pemulihan kondisi fisik, mental, moral dan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan
sosial sehingga remaja tersebut dapat kembali intervensi pemberdayaan remaja, keluarga dan
kepada masyarakat dalam keadaan sehat dan masyarakat melalui pendidikan sebaya dalam
dapat menjalankan fungsi sosialnya. Kegiatan pencegahan perilaku seks bebas sebagai bentuk
pencegahan tersier dilaksanakan dalam bentuk promosi kesehatan yang dapat diberikan oleh
bimbingan sosial dan konseling terhadap perawat spesialis komunitas.
remaja dan keluarga yang dilakukan dengan
perpanjangan tangan pendidik sebaya, 2. Perkembangan Ilmu Keperawatan
menciptakan lingkungan sosial dan Komunitas
pengawasan sosial sehingga remaja sebagai Penelitian mengungkap berbagai pengalaman
pendidik sebaya dapat memberikan motivasi remaja yang bersifat psikososial untuk dapat
kepada remaja tersebut agar memiliki mempengaruhi kesehatan teman sebayanya.
keinginan untuk sembuh serta pembinaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat
orang tua, keluarga dan teman sebaya yang memperkaya referensi pencegahan perilaku
tinggal di seitar lingkungannya agar siap seks bebas dalam konteks keperawatan. Selain
menerima remaja itu dan keluarganya dengan itu, hasil penelitian ini dapat memperkuat
baik, memperlakukan dengan wajar dan ikut konsep dan teori keperawatan komunitas
membina dan mengawasi agar tidak kembali khususnya pendekatan integrasi model
berperilaku seks bebas. Kegiatan yang lain manajemen pelayanan kesehatan komunitas
yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas dan model asuhan keperawatan komunitas
adalah dengan membentuk social support yang terdiri dari model family center nursing
group yang merupakan bagian masyarakat dan comprehensive school model dalam
yang di bentuk untuk memberikan dukungan, penyelesaian masalah pencegahan perilaku
perhatian, materi pada populasi remaja yang seks bebas dan risiko penularan HIV pada
berisiko berperilaku seks bebas. remaja SMK berbasis sekolah melalui suatu
penyusunan suatu program promosi kesehatan
Implikasi Keperawatan remaja dengan penguatan kesehatan keluarga.
1. Pelayanan Keperawatan Komunitas
Penelitian ini menghasilkan informasi yang 3. Pendidikan Keperawatan
sangat penting tentang pengalaman yang Hasil penelitian ini menjadi informasi dasar
dialami remaja sebagai pendidik sebaya dalam dalam menyusun kurikulum pembelajaran
pencegahan perilaku seks bebas yang spesialis keperawatan komunitas, sehingga
melakukan kegiatan pendidikan kesehatan mahasiswa dapat mengembangkan rancangan
secara terus menerus sehingga terjadi intervensi inovatif terkait kesehatan reproduksi
perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku remaja kepada keluarga, remaja, masyarakat
teman sebayanya. Hasil penelitian ini dan sekolah.
diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan

98

98
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

4. Remaja dan Keluarga siswa, guru dan mahasiswa residen dari FIK-
Proses penelitian melibatkan remaja terpilih UI. Lama pelatihan untuk menjadi pendidik
untuk mengikuti serangkaian pelatihan sebaya yaitu dalam waktu 2 hari dan 4 sesi
komunikasi efektif yang secara langsung pertemuan serta materi yang diberikan antara
diharapkan dapat diterapkan pada peer dan lain berupa materi kesehatan dan materi
keluarga. menjadi pendidik sebaya.

Penutup 4. Remaja sebagai pendidik sebaya


1. Penelitian ini menghasilkan sepuluh tema melaksanakan tugasnya dengan
utama yaitu perasaan senang sebagai pendidik mempersiapkan diri dengan materi. Remaja
sebaya, pendidik sebaya memberi manfaat bagi sebagai pendidik sebaya juga memilih metode
diri sendiri dan orang lain, mengikuti yang tepat dengan membuat target, dikusi
seleksi/rekrutment sebagai pendidik sebaya, kelompok besar maupun kecil serta pertemuan
mendapatkan pengetahuan melalui pelatihan, langsung dalam kegiatan pendidik sebaya
melaksanakan tugas sebagai pendidik sebaya, dalam pencegahan perilaku seks bebas.
memiliki self efficacy sebagai pendidik sebaya, Evaluasi bagi peserta kegiatan pendidik sebaya
mendapatkan hambatan saat melakukan dilakukan juga dengan memberikan pre test
kegiatan pendidik sebaya, memperoleh dan post test kemudian diberikan penghargaan
dukungan yang optimal sebagai pendidik untuk peserta kegiatan pendidik sebaya.
sebaya, bervariasinya metode pelaksanaan
kegiatan pendidik sebaya dan keberlanjutan 5. Kegiatan pendidik sebaya mempunyai
program pendidik sebaya. Pada penelitian ini jadwal, lokasi, kelompok kegiatan pendidik
juga terdapat tiga tema tambahan yaitu remaja sebaya, materi pelaksanaan kegiatan pendidik
sebagai pendidik sebaya memahami seks sebaya, struktur organisasi kegiatan pendidik
dengan baik, nilai dan keyakinan yang dianut sebaya dan situasi atau kondisi saat ini. Proses
mengenai perilaku seks bebas serta motivasi pelaksanaan kegiatan pendidik sebaya dalam
remaja sebagai pendidik sebaya. pencegahan perilaku seks bebas dilakukan
pada tempat yang tidak khusus, kelompok
2. Remaja sebagai pendidik sebaya merasakan terdiri dari 3 orang sampai 5 orang, dengan
senang untuk melaksanakan pencegahan materi seputar kesehatan reproduksi, perilaku
perilaku seks bebas. Perasaan senang sebagai seks bebas, cara pencegahan perilaku seks
pendidik sebaya merupakan perasaan yang bebas, PMS dan HIV/AIDS. Remaja sebagai
timbul karena dirasakannya manfaat dari pendidik yang awalnya tidak percaya diri
kegiatan pendidik sebaya bagi diri sendiri dan makin berlatih makin percaya diri dan makin
orang lain. mampu hingga memiliki self efficacy karena
proses pembelajaran dari pelatihan dan
3. Pengalaman remaja sebagai pendidik sebaya pengalaman sebelumnya ketika berhadapan
dalam pencegahan perilaku seks bebas dengan orang lain.
menunjukkan remaja mengikuti seleksi/
rekrutment sebagai pendidik sebaya, 6. Masalah atau hambatan yang dialami remaja
mendapatkan pengetahuan melalui pelatihan, sebagai pendidik sebaya dalam pencegahan
melaksanakan tugas sebagai pendidik sebaya perilaku seks bebas diakibatkan manajemen
dan memiliki self efficacy sebagai pendidik diri yang kurang optimal sehingga kurang pro
sebaya. Pemilihan untuk menjadi pendidik aktif ditunjang faktor kegiatan sekolah yang
sebaya dari anggota OSIS, langsung ditunjuk sudah padat sehingga tidak bisa memanajemen
guru dan diumumkan dalam pertemuan antara waktu.

99

99
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

cenderung banyak terjadi dikarenakan rasa


7. Remaja sebagai pendidik sebaya ingin tahu, pengaruh lingkungan, remaja
memperoleh dukungan yang optimal, berada dalam tahap transisi, pornografi,
dukungan terhadap remaja sebagai pendidik keinginan mendapatkan pengakuan teman
sebaya dalam pencegahan perilaku seks bebas sebaya, lingkungan keluarga serta pengaruh
bersumber dari orang tua yang mendukung konsumsi alkohol dan NAPZA. Dampak
kegiatan positif pada anak remaja dan orangtua perilaku seks bebas menurut remaja sebagai
sebagai model. Dukungan dari teman pendidik sebaya dibedakan menadi dampak
sekelas/peer juga didapatkan baik dari teman fisiologis dan dampak sosio-fisiologis.
sebaya yang tertarik dalam mempelajari Pencegahan perilaku seks bebas berdasarkan
kegiatan pendidik sebaya maupun teman remaja sebagai pendidik sebaya sebaiknya
sebaya yang meminta solusi untuk masalah dilakukan antara lain dengan pemberian: 1)
pribadinya. Dukungan guru juga ada meskipun pendidikan seks dari orang tua, teman sebaya,
hanya sekitar 2 sampai dengan 4 orang yang sekolah dan masyarakat, 2) ada perhatian dan
merekrut siswanya menjadi pendidik sebaya kasih sayang dari orang tua, 3) pola asuh orang
kemudian diadakannya pelatihan. Dukungan tua, 4) kegiatan positif, 5) tidak menyimpang
materi pembelajaran juga diperoleh remaja dari nilai dan keyakinan, dan 6) pacaran yang
sebagai pendidik sebaya dari pelatihan. tidak melanggar norma.

8. Remaja sebagai pendidik sebaya Referensi


mengharapkan bervariasinya metode Abma, J.C., Martinez, G.M., Mosher, W.D., &
pelaksanaan kegiatan pendidik sebaya dan Dawson, B.S. (2004). Teenagers in the United
keberlanjutan program pendidik sebaya. States: Sexual activity, contraceptive use, and
Bervariasinya metode pelaksanaan kegiatan childbearing, 2002. National Center for Health
pendidik sebaya terakait perlunya pemanfaatan Statistics. Vital Health Stat. 23(24).
jejaring sosial, pemanfaatan IT dan
penggunaan metode pembelajaran bervariasi. Agneessens, F., Waege, H. & Lievens, J.
(2006).Diversity in Social Support by Rol
9. Keberlanjutan program pendidik sebaya Relations:
dapat tercapai dengan dukungan dari pihak- A Typology. Social Network, 28, 427-441.
pihak terkait yaitu mengharapkan dukungan AMPL. (2009). MDGs Millenium
guru, tersedianya tempat khusus, kontinuitas DevelopmentsGoals (Tujuan Pembangunan
kegiatan pendidik sebaya, menginginkan Milenium):Mutlak Dicapai, 2015!. Jakarta: RI,
bimbingan lebih lanjut dari perawat spesialis CIDA danUNICEF.
komunitas, mengharapkan dukungan dari
teman sebaya dan menginginkan perhatian Anderson dan Mc.Farlane (2004). Community
orang tua. Orang tua hendaknya penuh AsPartner: Theory And Practice In Nursing. 4
perhatian kepada remaja, menjaga anak rd ed. Philadelphia : Lippincot
remajanya dan bisa bersikap sebagai teman Allan Guttmacher Institute. (2006). U.S.
yang mendengarkan remaja. Guruagar dapat teenagepregnancy statistic: National and state
memperhatikan kegiatan siswa dengan lebih trends by race and ethnicity. New York:
banyak bertanya dan hadir dalam kegiatan Author. Diakses dari
siswa. www.guttmacher.org/pubs/2006/09/12/UST
Pstats.pdf pada tanggal 20 September 2012.
10. Perilaku seks bebas di kalangan remaja

100

100
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

Allender, J.A. & Spradley, B.W. (2005). College Student Development; Sep/Oct 2000,
Community Health Nursing: Promoting and 41, 5.
Protecting The Public’s Health. 6th edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Bantarti, W. (2000). Pengaruh pendidikan
Allender, J.A., Rector, S. & Warner, B.W. kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan
(2010). Community Health Nursing: sikap tentang HIV/AIDS pada siswa siswi SMU
Promoting and Protecting The Public’s di Kotamadya Depok. Tesis. Program Studi
Health. 7th edition Philadelphia: Lippincott Ilmu Kesehatan Masyarakat UI. Tidak
Williams & Wilkins. Dipublikasikan.
Berk, L.E. (2010). Development Through The
Ali, M. & Asrosi, M. (2011). Psikologi Life Span. 5th edition. Boston: Pearsons
Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Education Inc.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Biro Pusat Statistik. (Agustus 2010). Hasil
Alisjahbana, A., Sidharta, M. & Browner, sensus penduduk 2010: Data berdasarkan
MAW. (1984). Menuju Kesejahteraan Jiwa. provinsi di Indonesia. Jakarta: Biro Pusat
Jakarta: Gramedia. Statistik.

APA (American Psychological Assosiations). BKKBN dan YAI. (2002). Pedoman


(2002). Developing Adolescents: A References Pemberdayaan Pendidik dan Konselor Sebaya
For Professionals. APA Washington, DC. Dalam Program Kesehatan Reproduksi
Diakses dari www.apa.org/pi/pii/develop.pdf Remaja: Teknik Fasilitasi dan Konseling.
Archilbald, A.B., Graber,J.A. & Brooks-Gunn, Jakarta: BKKBN dan YAI.
J.
BKKBN. (2008). Kurikulum dan Modul
(2006). Pubertal processes and pshysiological Pelatihan Pemberian Informasi Kesehatan
growth in adolescence. Dalam G.R. Adams & Reproduksi Remaja Oleh Pendidik Sebaya.
M.D. Berzonsky (Eds.), Blackwell handbook of Jakarta: Direktorat Remaja dan Prlindungan
adolescence (hlm. 24-48). Malden, MA: Hak-hak Reproduksi BKKBN.
Blackwell.
-----------. (2008). Panduan Pengelolaan Pusat
Badan Penelitian dan Pengembangan Informasi dan Konseling Kesehatan
Kesehatan. (2010). Riset Kesehatan Dasar Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Jakarta:
2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Direktorat Remaja dan Prlindungan Hak-hak
Reproduksi BKKBN.
Badan Pusat Statistik. Jawa Barat dalam
angka: Jawa Barat in figures 2008. Diakses ----------. (2008). Makin Banyak Remaja
dari ttp://www.jabarprov.go.id/root/dalamangk Lakukan Seks Pra Nikah. Diakses dari
a/dda2008.pdf pada tanggal 20 September ceria.bkkbn.go.id/ceria/referensi/artikel/detail/
2012. 562 pada tanggal 20 September 2012.

Badura, AS, Millard M, Peluso EA, Ortman N. ----------. (2009). Panduan Pengelolaan Pusat
(2000). Effects of peer education training on Informasi dan Konseling Remaja (PIK
peer educators: Leadership, self-esteem, health Remaja). Jakarta: Direktorat Remaja dan
knowledge and health behavior. Journal of Perlindungan Hak-hak Reproduksi BKKBN.

101

101
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

----------. (2010). Tanda-tanda Anak Mulai Research Design. California : Sage


Puber. Diakses dari ceria.bkkbn.go.id pada Publication.Inc. Crockett, L.J.,
tanggal 10 September 2012. Raffaelli, M., & Shen, Y.L. (2006). Linking
self-regulation and risk proneness to risky
-----------. (2012). Program PKBR Antisipasi sexual behavior: Pathway through peer
Seks Bebas Pada Remaja. Diakses dari pressure and early substance use. Journal of
http://www.bkkbn.go.id/Lists/Berita/DispForm Research on Adolescent, 16, 503-525.
.aspx?ID=383 pada tanggal 20 September
2012. Colley, R.L., Moris, J.E. & Hernandez, D.
(2004). Out-of-school care and problem
-------------. (2012). Tiap Tahun kasus Aborsi behavior trajectories among low-income
meningkat 15 persen. Diakses dari adolescent: Individual, familly, and
http://www.jurnas.com/news/71467/BKKBN: neighborhood characteristic as added risk.
_Tiap_Tahun,_Kasus_Aborsi_Meningkat_15_ Child Development, 75, 948-965.
Persen_/1/Sosial_Budaya/Kesehatan pada
tanggal 10 September 2012. Collins, R.L., Elliott, M.N., Berry, S.H.,
Kanouse, D.E., Kunkel, D., Hunter, S.B. &
Burns, N. & Grove, S.K. (2009). The Practice Miu, A. (2004). Watching sex on television
of Nursing Research: Appraisal, Synthesis, and predicts adolescent initiation of sexual
Generation of Evidence. 6th edition. St. behavior. Pediatrics; Sep. 2004, 114(3):e280-
Louis: Saunders Elsevier. 9.

Bogin, B. (2001). The growth of humanity. Comaria, N. (2008). Aku Sudah Gede:
New York: Wiley-Liss. Carskadon, M.A., Ngobrolin Pubertas Buat Remaja Islam.
Harvey, K., Duke, P., Anders, T.F., Sukoharjo: Samudra.

Litt, I.F. & Dement, W.C. (2002). Pubertal Conrad. (2000). Press Briefing Kitt III:
changes in daytime sleepiness. Sleep, 25, 525- kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta:
560. Population Council.

Casey, B.J., Getz, S. && Galvan, A. (2008). Dadang, H. (2009). Dampak Seks Bebas Bagi
The adolescent brain. Developmental Review, Ksehatan Jiwa. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
28, 62-77.
Dahl, R.E. & Lewin, D.S. (2002). Pathway to
Chythia, T. (2007). Konformitas kelompok adolescent healthy sleep regulation and
Dan Perilaku Seks Bebas Pada Remaja. Jurnal behavior. Journal of Adolescent Health,
Psikologi Volume 1, No.1, Desember, 2007, 31,175-184.
75-81.
Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan
Clemen-Stone, S., McGuire, S.L., & Eigsti, remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
D.G. (2002). Comprehensive Community
Health Nursing: Family, Aggregate, & Darroch, J.E., Frost, J.J. & Singh, S. (2001).
Community Practice, 6th edition. St. Louis: Teenage sexual and reproductive behavior in
Mosby, Inc. develop countries: Can more progress be
made? New York: Allan Guttmacher Institute.
Creswell, J.W. (2007). Qualitative Inquiry and

102

102
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

Dawi, A.H. (2007). Pendidikan Seks: suatu


perspektif sosial. Malaysia: Universiti ----------. (2009). HIV/AIDS. Diakses dari
Pendidikan Sultan Idris. http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/HI
V-AIDS.pdf. pada tanggal 10 September 2012.
Depkes. (2004). Pelayanan Kesehatan Peduli
remaja (PKPR): Materi Pelatihan Bagi ----------. (2010). Pedoman Untuk Tenaga
Petugas kesehatan. Jakarta: Depkes RI. Kesehatan.Usaha Kesehatan Sekolah di
Tingkat Sekolah Lanjutan. Jakarta: Depkes.
-----------. (2005). Pedoman Perencanaan
Program Kesehatan Remaja. Jakarta: Dirjen Dewi, A.P. (2012). Hubungan Karakteistik
Bina Kesehatan Masyarakat. Remaja, Peran Teman Sebaya Dan Paparan
Ponografi Dengan Perilaku Seksual Remaja
-----------. (2005). Strategi Nasional Kesehatan Di Kelurahan Pasir Gunung Selatan Depok.
Remaja. Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Tesis. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu
Masyarakat. Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak
-----------. (2005). Pedoman Pelayanan Dipublikasikan.
Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas.
Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. Dianawati, A. (2003). Pendidikan Seks Untuk
Remaja. Jakarta: Kawan Pustaka.
-----------. (2007). Dalam : “Opportunistic
Infection” . Diakses dari: DiMatteo, M. (2004). Social Support and
http://www.aids.org/factSheets/500- Patient Adherence to medical Treatment: A
Opportunistic-Infections.html pada tanggal 10 Meta- Analysis. Health Pschychology, 23, 207-
September 2012 pukul 20.00 WIB. 218.

-----------. (2007). Pedoman Etik Penelitian Dinas Kesehatan Kota Depok (2008). Laporan
Kesehatan. Diakses dari Tahunan Dinas Kesehatan Kota Depok Tahun
http://www.litbang.depkes.go.id/ethics/knep k/ 2008, Depok
pada tanggal 10 September 2012.
-----------. (2010). Profil Dinas Kesehatan Kota
----------. (2007). Panduan Bagi Pelatih: Depok Tahun 2010, Depok.
Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja. Jakarta: Depkes RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. (2012).
----------. (2008). Panduan Program Pelayanan LaporanSituasi Perkembangan HIV dan AIDS
Kesehatan Peduli Remaja. Jakarta: Depkes RI. di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2012.
----------. (2008). Program Kesehatan Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Reproduksi dan Pelayanan Integratif di
Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta: Dirjen Bina Echols, J.M. & Shadily, H. (1992). Kamus
Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Inggris- Indonesia (An English Dictionary).
Kesehatan Ibu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Edelman, C.L. & Mandle, C.L. (2010). Health
----------. (2009). Laporan statistik kasus Promotion Throughout The Life Span, 7th
HIV/AIDS di Indonesia. Diakses dari edition. Canada: Mosby, Inc.
http://depkes.org.id pada tanggal 10 September
2012.

103

103
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

Edwards & Tsouros. (2008). A Healthy City is Gunawan, A.H. (2010). Sosiologi Pendidikan:
An Active City : a physical activity planning Suatu Analisa Sosiologi tentang Pelbagai
guide, Copenhagen : WHO Regional Office Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
for Europe
Hansen, M., Janssen, L., Schiff, A., Zee, P.C.
Ervin, NF. (2002). Advanced community health & Dubocovich, M.L. (2005). The impact of
nursing: Concept and practice. 5 th ed. school daily schedule on adolescence sleep.
Philadelphia : Lippincot. Pediatric, 115, 1555-1561.

Fitriani, D. (2011). Pengaruh Edukasi Hanson , S.M.H., & Boyd, S.T. (1996). Family
SebayaTerhadap Perilaku Hidup Bersih dan Health Care Nursing : Theory, Practice, and
Sehat (PHBS) Pada Agregat Anak Usia Research. Philadelphia: F.A Davis Company.
Sekolah Yang Beresiko Kecacingan Di Desa Harian Analisa. (2012). Ketua Umum KNPA
Baru Kecamatan Manggar Belitung Timur. Arist Merdeka Sirait: 68,7 persen Remaja
Tesis. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Tobasa Pernah Kontak Seksual. Diakses dari
Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak http://www.analisadaily.com/news/read/201
Dipublikasikan. 2/07/28/65535/68_persen_remaja_tobasa_pe
rnah_kontak_seksual/#.UJsO5G8mRe4 pada
Friedman, M.M., Bowden, V.R., Jones, E.G. tanggal 20 September 2012.
(2003). Family Nursing: Research, Theory &
Practice 5th Edition. New Jersey: Pearson Helvie, C.O. (1998). Advanced Practice
Education, Inc. Nursing in The Community, New Delhi: SAGE
Publication. Hills, S.D., Anda, R.F., Dube,
Ge, X., Brody, G.H., Conger, R.D., Simons, S.R., Felitti, V. J.,
R.L., & Murry, V. (2002). Contextual
amplification of the effect of pubertal Marchbanks., P.A. & Marks, J.S. (2004).
transition on African American children’s The association between adverse chilhood
deviant peer affiliation and externalized experiences and adolescent pregnancy,
behavioral problems. Developmental longterm psychosocial, consequences, and fetal
Psychology, 38, 42-54. death. Pediatric, 113, 320-327.
Ghifari, Al Abu. 2003. Gelombang Kejahatan
Seks Remaja Modern. Bandung: Mujahid Hitchcock, J., Schubert, P., Thomas, S. (1999).
Press. Community Health Nursing: Caring in Action.
NewYork: Delmar Publishers. Hockenberry,
Glanz, K., Rimer, B.K., Viswanath, K. (2008).
Health Behaviour And Health Education: M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials
Theory, Research, and Practice. 4rd edition. of pediatric nursing. 8th edition. St. Louis:
USA: John Wiley & Sons, Inc. Mosby, Inc.

Green, L.W dan Kreuter, M.W. (2005). Health Howard, D. F. & Wang, M.Q. (2004). Multiple
Program Planning: An Educational and sexual-partner behavior among sexually
Ecological Approach 4th Edition. New York: activeU.S. adolescent girls. American Journal
The McGraw-Hill Companies, Inc. of Health behavior, 21, 3-12. Huebner, A.J. &
Howell, L.W. Examining the relationship
between adolescent sexual Risk-Taking and
perceptions of monitoring, communication,

104

104
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

and parenting styles. Journal of Adolescent Laporan Kependudukan Kelurahan Tugu


Health, August 2003, Vol. 33, Issue 2, Pages kecamatan Cimanggis Kota Depok. (Agustus
71-78. 2011).

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Larson, R.W., Moneta, G., Richards, M.H.


perkembangan suatu pendekatan sepanjang &.Wilson, S. (2002). Continiuty, stability, and
rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga. change in daily emotional expeience across
adolescence. Child Development, 73, 1151-
ICBC. (2009). Booklet Program Tahunan 1165.
ICBC. Yogyakarta: Institute for Community
Behavioral Change. Kemenkes. (2011). Leith, L.E,. (1999). A Methodologic and
Permasalahan remaja dalam perilaku Evaluate Proposal For Qualitative Research.
reproduki guna pencapaian target MDGs. Disertation. School of Nursing, Indiana
Diakses dari www.depkes.go.id University. Diakses dari
http://www.proquest.com/pqdauto/Nursing nd
King, L.A. (2007). The Science of Psychology: Allied Health Source. Tanggal 20 September
An Appreciative View. New York: McGraw- 2012.
Hill.
Liputan 6 SCTV. (2011). Perilaku Seks Bebas
Kost, K., Henshaw, S. & Carlin, L. (2010). U.S Faktor Risiko AIDS tertinggi. Diakses dari
Teenage Pregnancies, Births and Abortions: http://health.liputan6.com/read/354946/peril
National and State Trends and Trends by Race aku-seks-bebas-faktor-risiko-aids-tertinggi
and Ethnicity, 2010. Diakses dari pada pada tanggal 10 September 2012.
http://www.guttmacher.org/pubs/USTPtrend
s.pdf pada tanggal 10 September 2012. Manlove, J.S., Terry-Humen, E., Ikramullah,
E.N. & Moore, K. (2006) the role of parent
Kost, K. & Henshaw, S. (2012). U.S. Teenage religiosity in teen’s transitions to sex and
Pregnancies, Births and Abortions, 2008: contraception. Journal of Adolescent Health,
National Trends by Age, Race and Ethnicity, 39, 578-587.
2012. Diakses dari
http://www.guttmacher.org/pubs/USTPtrend Manurung, L. (2010). Hubungan pendidikan
s08.pdf pada tanggal 10 September 2012. seks dengan aktivitas seksual pada remaja
SMA Negeri 14 Medan. Skripsi. Program
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S.J. Studi Ilmu Keperawatan Univesritas Sumatera
(2004). Fundamental of Nursing Consepts, Utara. Tidak Dipublikasikan.
Process, and Practice. 7th edition. USA:
Pearson Prentice Hall. McMurray, A. (2003). Community health and
wellness: A sociology approach. 2th edition.
KKP. (2011). Antisipasi Seks Bebas DPR St Louis: Mosby.
Usulkan Program PKBR. Diakses dari
http://www.bkkbn.go.id/Lists/Berita/DispF Metronews. (2012). 32 Persen Remaja
orm.aspx?ID=370 pada tanggal 10 Indonesia Pernah Berhubungan Seks. Diakses
September 2012. dari
http://metrotvnews.com/index.php/metromai
n/newsvideo/2010/05/17/105501/32-Persen-
Remaja-Indonesia-Pernah-Berhubungan-

105

105
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

Seks pada tanggal 20 September 2012. Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku


Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
MoH. Report on the Situation of HIV and Notoatmodjo. (2010). Promosi Kesehatan:
AIDS in Indonesia. (2011). 2nd quarter. Dalam Teori & Aplikasi. Edisi revisi. Jakarta: Rineka
The Response to HIV and AIDS In Indonesia Cipta.
2006 - 2011: Report on 5 Years
Implementation of Presidential Regulation No. Nurhayati. (2011). Hubungan Pola
75/2006 on the National AIDS Commission. Komunikasi dan Kekuatan Keluarga dengan
Jakarta: Indonesian National AIDS Perilaku Seksual Berisiko pada remaja di Desa
Commission, October 2011. Diakses dari Tridaya Sakti Kecamatan Tambun Selatan
http://www.aidsdatahub.org/dmdocuments/ Kabupaten Bekasi. Tesis. Program Pasca
Response_to_HIV_and_AIDS_in_Indonesia Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan
_2006_2011.pdf pada tanggal 20 September Universitas Indonesia. Tidak Dipublikasikan.
2012.
Papalia, DE.,Olds,S.W & Feldman, Ruth.D.
Moleong, LJ,. (2010). Metodologi Penelitian (2008). Human Development. 10th edition.
Kualitatif. Bandung: Rosda Boston : Mc.Graw-Hill. Pender, N.J.,
.
NAC and UNICEF. (2011). Report on Analysis Murdaugh, C.L., & Parsons, M.A. (2002).
of Age-group Disaggregation of Survey and Health promotion in nursing practice. 4th
Research Data (Laporan Analisis Lanjutan edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Data-data Survei & Penelitian Berdasarkan
Kelompok Umur, 2011. Dalam The Peterson, J.S. & Bredow, T. (2004). Middle
Response to HIV and AIDS In Indonesia range theories:application in nursing.
2006 - 2011: Report on 5 Years Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Implementation of Presidential Regulation
No. 75/2006 on the National AIDS PKPR. (2012). Pelaksanaan Pelayanan
Commission. Jakarta: Indonesian National Kesehatan Peduli Remaja . Diakses dari
AIDS Commission, October 2011. Diakses http://pkpr.datainformasi.net/berita-101-
Dari elaksanaan-pelayanan-kesehatan-peduliremaja-
http://www.aidsdatahub.org/dmdocuments/ pkpr.html pada tanggal 20 September 2012
Response_to_HIV_and_AIDS_in_Indonesia .
_2006_2011.pdf pada tanggal 20 September Planned Parenthood of Indiana. (2006).
2012. Adolescent Pregnancy Fact Sheet. Diakses
darihttp://www.ppin.org/education/documents
National Women’s Law Center. (2007). When /adolecent_preg_fact_sheet_06.pdf pada
girls don’t graduate we all fail. Wahington, tanggal 10 September 2012.
D.C: Author. Nies, M. A. & McEwen, M.
(2007). Community/ Public Health Nursing: Potter, P,A dan Perry, A., G. 2009.
Promoting The Health of Populations. 4rd Fundamental of Nursing. 7th edition.
edition. St. Louis: Saunders Elsevier. Singapore: Elsiever Pte Ltd.

Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan & Polit, DF. & Beck, C.T. (2003). Essential of
Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Nursing Research: Appraising Evidence For
Nursing Practice. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.

106

106
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

Rogol, A.D., Roemmich, J.N. & Clarck, P.A.


Polit, DF., Beck, C.T., & Hungler, B.P. (2001). (2002). Growth at puberty. Journal of
Essential of Nursing Research: Methods, Adolescent Health, 31, 192-200.
Appraisal, and Utilization. Philadelphia:
Lippincott. Santelli, J. S., Abma, J., Venture, S.,
Lindberg, L., Morrow, B., Anderson, J. E.,
Polit, D.F. & Hungler, B.P, (2001). Nursing Lyss, S. & Hamilton, B. E. (2004). Can
Research: Principles & Methods. Sixth edition. changes in sexual behaviors among high
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. school students explain the decline in teen
pregnancy rates in the 1990s? Journal of
Ramos, E., Frontera, W.R., Llopart, A. & Adolescent Health, 35, 80-90
Feliciano, D. (1998). Muscle strength and Santrock, J.W. (2007). Adolescence. 11th
hormonal levels adolescents: Gender related edition. USA: The McGraw-Hill Companies.
differences. International Journal of Sports
Medicine, 19, 278-298. Santrock, J.W. (2009). Life-Span Development.
12th edition. New Yok: McGraw-Hill.
Reiss, M. & Harstead, M. J. (2006). Sarafino, E.P. (1997). Health psychology:
Pendidikan Seks Bagi Remaja: Dri Prinsip ke Biopsychological Interactions. 4rd edition.
Praktek. (Terjemahan). Yogyakarta: Alenia New York: John Wiley & Sons, Inc.
Press.
Sartika, D. (2012). Self Efficacy Perawat
Ria, R.T.T.M. (2011). Pengalaman Ibu Dalam Penggunaan Sistem Informasi
Merawat Anak Austistik Dalam Memasuki KeperawatanDi RSIA Bunda Jakarta: Studi
Masa Remaja Di Jakarta. Tesis. Program Fenomenologi. Tesis. Program Pasca Sarjana
Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Universitas Indonesia. Tidak Dipublikasikan. Indonesia. Tidak Dipublikasikan.

Rikesdas. (2007). Riset kesehatan dasar Sarwono, S.W. (2012). Psikologi Remaja.
laporan nasional 2007. Jakarta: Badan Edisi Revisi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Schunk, D.H. (2012). Learning Theories, An
Educational Perspective. 6th edition. San
Ritanti. (2010). Studi Fenomenologi : Francisco: Pearson Education, Inc.
Pengalaman Keluarga Dengan Anggota
Keluarga Penyalahguna Narkoba Dalam Setyoadi. (2012). Pemberdayaan pendidik
Menjalani Kehidupan Bermasyarakat Di sebaya sebagai upaya pencegahan resiko
Kelurahan Palmerah Jakarta Barat. Tesis. penularan HIV/AIDS pada remaja di SMK
Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota
Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak Depok. Karya Imliah Akhir. Program Spesialis
Dipublikasikan. Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak
Robbins, S.P. (2007). Perilaku Organisasi Dipublikasikan.
Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Sienburner, J., Ziemmer-Gemmbeck, M.J. &
egeland, B. (2007). Sexual partners dan
contraceptive use: A 16-years prospective

107

107
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

study predicting abstinence and risk behavior. among urban adolescents. Journal of
Journal of Research on Adolescence, 7, 179- Adolescence, 28, 465-477.
206.
Sylviani, Marina. (2008). Pelayanan Konseling
Sieving, R.E., Oliphant, J.A., & Blum, R.W. Oleh Konselor Sebaya di SMAN # dan MAN 2
(2002). Adolescent sexual behavior and sexual di Kota Bogor Tahun 2008. Tesis. Program
health. Pediatric in Review, 23, 406-416. Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Tidak Dipublikasikan.
Silver, E.J. & Bauman, L.J. (2006). The
association of sexual experience with attitudes, Tohirin. (2011). Metode Penelitian Kualitatif
beliefs, and risk behaviors of innercity Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling.
adolescent. Journal of Research on Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Adolescence, 16, 29- 45.
Triyanto, E. (2010). Pengalaman Remaja
Singh, S., Wulf, D., Samara, R. & Cuca, Y.P. Dalam Mendapatkan Tugas Perkembangan
(2000). Keluarga Selama Mengalami Masa Pubertas
Gender differences in the timing of first di Purwokerto: Studi Fenomenologi. Tesis.
intercouse: Data for 14 countries. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu
International family Plannin Perspective, Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak
Part 1, 26, 21-28. Dipublikasikan.

Soekanto, S. (2009). Sosiologi Keluarga UNAIDS. (2008). Fast Facts about HIV.
Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Anak. Diakses dari
Jakarta: PT Rineka Cipta. http://data.unaids.org/pub/FactSheet/2008/
20080519_fastfacts_hiv_en.pdf pada 20
Speziale, H. J. S & Carpenter, D. R. September 2012.
(2003).Qualitative Research in Nursing:
Advancing the Humanistic Imperative 3rd UNAIDS. (2011). Global HIV/AIDS Response:
Edition.Philadelphia: Lippincott Williams & Epidemic update and health sector progress
Wilkins. towards Universal Access. Progress Report
2011. Diakses dari
Stanhope, M., & Lancaster, J. (2004). http://www.unaids.org/en/media/unaids/co
Community health nursing: promoting health ntentassets/documents/unaidspublication/2
of aggregates, families, and individuals. 5th 011/20111130_UA_Report_en.pdf pada 20
edition. St. Louis: Mosby-Year Book, Inc. September 2012.

Streubert, H.J & Carpenter, D.R. (2003). UNAIDS. (2008). Republic of Indonesia
Qualitative Research in Nursing. Advancing Country report on the Follow up to the
The Humanistic Imperative. Third Edition. Declaration of Commitment on HIV/AIDS
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. (UNGASS): Reporting Period 2006-2007.
Indonesia: National AIDS Commission.
Swenson, R. R., & Prelow, H. M. (2005).
Ethnic identity, self-esteem, and perceived UNESCO. (2007). Peer Approach in
efficacy as mediators of the relation of Adolescent Reproductive Health Education:
supportive parenting to psychosocial outcomes Some Lessons Learned. UNESCO Bangkok.

108

108
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014

Jurnal Keperawatan Dirgantara Vol I /November 2014

U.S. Departement of Health and Human


Services. (2008). Youth Risk Behavior
Surveillance- United States, 2007. Morbidity
and Mortality Weekly Report, 57 (No.SS-4).
Diakses dari www.cdc.gov/HealthyYouth/yrbs
pada tanggal 10 September 2012.

Vardiansyah, D. (2008). Filsafat Ilmu


Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta: Indeks.

Walgito, B. (2003). Pengantar Psikologi


Umum. Diakses dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/ pada tanggal
10 September 2012.

Wamomeo, A. (2009). Hubungan pola asuh


keluarga, perilaku teman sebaya, dan
karakteristik remaja dengan perilaku
kekerasan pada remaja di Kelurahan
Pancoran Mas Kota Depok. Program Magister
Ilmu Keperawatan. Fakultas IlmuKeperawatan
Universitas Indonesia.

WHO/UNAIDS. (2004). Woman and


HIV/AIDS: confronting the crisis. Diakses dari
http://www.unaids.org/en/KnowledgeCentre
/HIVData pada tanggal 10 September 2012.
Wibowo, I., Pelupessy, D.C., Narhetail, E.
(2011). Psikologi Komunitas. Depok: Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi (LPSP3).

Willis. S.S. (2010). Remaja & Masalahnya,


Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan
Remaja Seperti Narkoba, Free Sex Dan
Pemecahannya. Bandung: CV Alfabeta.
Wood, G.L. & Haber, J. (2006). Nursing
Research: Methods and Critical Apraisal for
Evidence- Based Practiced. St. Louis: Mosby.

109

109

Anda mungkin juga menyukai