Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
ABSTRAK
Kegiatan pendidik sebaya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya perilaku seks bebas pada
remaja. Penelitian ini bertujuan menggali pengalaman remaja sebagai pendidik sebaya dalam
pencegahan perilaku seks bebas di sekolah dan masyarakat. Penelitian menggunakan wawancara
mendalam kepada sepuluh partisipan di SMU “R”, Kelurahan Tugu, Cimanggis, Depok pada
Desember 2012-Januari 2013. Penelitian menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi deskriptif. Analisis data menggunakan metode Colaizzi. Remaja menyatakan senang
menjadi pendidik sebaya karena bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan. Pengalaman remaja
diperoleh saat menjalani proses awal menjadi pendidik sebaya dan dalam pelaksanaan kegiatan
pendidik sebaya. Hambatan dari diri sendiri dan lingkungan serta dukungan lingkungan dialami
remaja selama pelaksanaan kegiatan. Remaja berharap agar kegiatan pendidik sebaya terus
berlanjut. Perawat komunitas perlu berperan aktif mengembangkan program pendidik sebaya bagi
remaja sebagai salah satu tindakan utama asuhan keperawatan komunitas tingkat prevensi,
khususnya dalam pencegahan perilaku seks bebas.
Kata kunci: Pengalaman remaja, pendidik sebaya, pencegahan perilaku seks bebas
Fenomena perilaku seks bebas secara Penanggulangan HIV/ AIDS” yang digelar atas
internasional pada remaja terjadi variasi waktu kerjasama Kementerian Kesehatan,
permulaan hubungan heteroseksual. Permulaan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
hubungan seksual biasanya terjadi lebih awal Pendidikan Nasional dan KPA Jabar di
di Amerika Serikat, rata-rata remaja Bandung dalam Liputan 6 SCTV (2011) bahwa
perempuan melakukan hubungan seksual di Jawa Barat tingkat penderita HIV/ AIDS
pertama kali pada usia 17 tahun dan remaja yang diakibatkan jarum suntik 43 persen,
laki-laki di usia 16 tahun (Singh, Wulf, Samara sedangkan penularan yang diakibatkan
dan Cuca, 2000; Sieving, Oliphant dan Blum, perilaku seks bebas sebesar 47 persen. Sebagai
2002; Papalia, Olds dan Feldman, 2008). tambahan, dikatakan Ketua Umum Komisi
Penelitian yang dilakukan oleh Planned Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Arist
Parenthood of Indiana (2006) di negara bagian Merdeka Sirait di Porsea dalam Harian Analisa
Amerika Serikat yaitu Indiana terhadap 1000 (2012), dari sejumlah 423 anak remaja SMP
remaja berumur 15-17 tahun melaporkan dan SMA yang diteliti pertengahan tahun
bahwa siswa SMA yang pernah melakukan 2011, sebanyak 68,7 persen responden
hubungan seksual adalah 44,5%. mengaku pernah melakukan kontak seksual
dengan teman sebaya, pacar dan orang dewasa
Fenomena tersebut dapat juga dilihat di yang tidak bertanggungjawab.
Indonesia dari bertambahnya jumlah penderita
HIV/AIDS yang diakibatkan oleh perilaku seks Hasil survei terbaru Komisi Perlindungan
bebas di Jawa Barat. Seperti yang dikatakan Anak Indonesia (KPAI) menggambarkan
Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) sebanyak 32% remaja usia 14 hingga 18 tahun
Jawa Barat Panca Widi dalam “Lokakarya di Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah
74
74
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
berhubungan seks; data tersebut juga mengarah pada perilaku berisiko tinggi. Selain
menyatakan 21,2% remaja putri di Indonesia itu, lingkungan juga telah banyak mengubah
pernah melakukan aborsi dan separuh remaja perilaku para remaja sehingga lebih banyak
responden survei mengaku pernah bercumbu menjurus ke perilaku risiko tinggi (risktaking
ataupun melakukan oral seks (Metronews, behaviour) dengan segala dampak negatif dari
2012). Dewi (2012) dari penelitiannya juga perilaku tersebut (Willis, 2010).
mendapatkan indikasi aktifitas seksual
dianggap wajar oleh remaja dalam berpacaran, Bagi remaja, teman sebaya sangat
hasil analisis data bahwa lebih dari separuh mempengaruhi kegiatan mereka, baik hal yang
remaja (56,8%) berperilaku seks berisiko dari positif maupun yang negatif. Kelompok teman
280 remaja di Kelurahan Pasir Gunung sebaya adalah lingkungan atau orang ke dua
Selatan. Padahal masyarakat Indonesia setelah orang tua yang berperan saling timbal
menganggap seks sebagai suatu yang sakral balik hubungannya bagi remaja. Penelitian
dan ditabukan tetapi seks justru menimbulkan Cynthia (2011) tentang konformitas kelompok
daya tarik bagi remaja. Karakteristik remaja dan perilaku seks bebas dari hasil analisis
yang labil dan emosional menjadi rentan terbukti bahwa ada hubungan positif yang
terjebak dalam perilaku seks bebas dan sangat signifikan antara konformitas kelompok
perilaku berisiko lain. dengan perilaku seks bebas (free sex), dimana
subyek yang mempunyai konformitas
Karakteristik kehidupan remaja digambarkan kelompok tinggi cenderung sering dalam
sebagai fase pencarian identitas diri dan melakukan perilaku seks bebas (free sex) dan
lingkungan terkait dengan perubahan secara sebaliknya subjek yang mempunyai
fisik, emosi dan sosial remaja (Erikson, 1996; konformitas kelompok yang rendah cenderung
dalam McMurray, 2003). Remaja sebagai jarang dalam melakukan perilaku seks bebas
manusia, menurut Santrock (2007) menjalani (free sex). Konformitas kelompok yang
masa transisi, dimana remaja akan mengalami dimaksud adalah kondisi dimana seseorang
banyak perubahan fisik, psikologis dan sosial mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain
yang sangat cepat. Perubahan tersebut pada dalam kelompoknya karena tekanan dari
remaja akan mempengaruhi perkembangan kenyataan atau kesan yang diberikan
terutama proses pematangan tetapi umumnya kelompoknya tersebut (Santrock, 2007).
pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses
pematangan kejiwaan atau psikososial Apabila lingkungan peer atau kelompok
(Depkes, 2009). Proses pematangan tersebut temansebaya pada remaja mendukung untuk
sering menyebabkan berbagai masalah. dilakukan seks bebas serta konformitas remaja
yang juga tinggi pada kelompok teman
Masalah yang akan timbul adalah di satu sisi sebayanya, maka remaja tersebut sangat
remaja sudah merasa matang secara fisik, ingin berpeluang untuk melakukan seks bebas
bebas dan mandiri. Sementara itu, di sisi lain (Sarwono, 2012). Sementara itu,
mereka tetap membutuhkan bantuan, perkembangan teknologi ternyata bisa
dukungan, serta perlindungan orangtua. berdampak negatif pada remaja karena
Orangtua sering tidak mengetahui atau tidak memberikan kemudahan untuk mengakses hal-
memahami perubahan yang terjadi pada remaja hal yang bermuatan pornografi via internet,
sehingga tidak jarang terjadi konflik di antara seperti film, video, musik, dan gambar porno
keduanya. Konflik disebabkan, remaja yang menjadi pemicu timbulnya perilaku seks
seringkali merasa tidak dimengerti yang bebas (Santrock, 2009; Berk, 2010). Sebuah
diperlihatkan melalui agresifitas yang dapat studi yang dilakukan terhadap 1.762 remaja
75
75
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
berusia antara 12-17 tahun, menemukan bahwa berisiko lainnya. Pendidikan seks melalui
mereka yang lebih banyak menonton pendekatan pada remaja muncul dari teori
pertunjukan TV mengandung adeganadegan social learning dan social cognitive oleh
seksual maka cenderung melakukan hubungan Bandura (1977 dalam Fitriani, 2011; Sartika,
seksual dalam waktu 12 bulan setelah terpapar 2012) yang menjadi dasar penentuan dan
dibandingkan rekan-rekannya yang kurang perubahan perilaku sosial dari interaksi
menonton pertunjukan serupa (Collins dkk, pengalaman individu, proses belajar individu
2004). dengan lingkungan sekitarnya sehingga
Penelitian tentang pengaruh paparan ponografi memperoleh nilai dan keyakinan untuk
mempengaruhi seksualitas juga dilakukan oleh melakukan tindakan pencegahan.
Dewi (2012), hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara Pendekatan pada remaja dilakukan dengan
media internet dengan perilaku seksual remaja mengembangkan Pusat Informasi dan
di Kelurahan Pasir Gunung Selatan Depok. Konseling Remaja (PIK-Remaja), sedangkan
Perilaku seksual remaja secara bebas sebelum pendekatan kepada keluarga yang mempunyai
usia 16 tahun atau remaja awal memiliki risiko remaja dilakukan dengan mengembangkan
untuk mengalami kehamilan dan terkena Kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR).
infeksi yang ditularkan secara seksual (Santelli Pemerintah belum melakukan penilaian
dkk, 2004). Konsekuensi dari terjadinya efektifitas kedua pendekatan tersebut, hanya
kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja menentukan indikator keberhasilan seperti
mengakibatkan timbulnya kasus aborsi, jumlah PIK-Remaja yang harus terbentuk
sebanyak 19% kasus pada tahun 2003, berdasarkan Kontrak Kinerja Provinsi/KKP
persentase naik menjadi 32% kasus pada tahun (2011) secara nasional terdiri dari tiga
2006 dan hampir tetap persentasenya pada klasifikasi, yaitu Tumbuh 10.043 kelompok,
tahun 2008 sebesar 31% kasus pada remaja Tegak 2.013 kelompok, dan Tegar 1.113
perempuan di Amerika Serikat yang berusia kelompok. PIK-Remaja katagori Tumbuh
15-19 tahun (Santrock, 2007; Kost, Henshaw hingga Desember 2011 telah terbentuk
dan Carlin, 2010; Kost, dan Henshaw, 2012). sebanyak 11.089 kelompok (110,45%),
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana katagori Tegak 2.371 kelompok (117,8%) dan
Nasional/BKKBN (2012) sendiri katagori Tegar 1.229 kelompok (110,4%)
mengeluarkan data survei bahwa terdapat (BKKBN, 2012). Kegiatan didalam program
peningkatan kasus aborsi sebanyak 15% setiap PIK-Remaja dilakukan dengan pendekatan
tahun dan diperkirakan di Indonesia mencapai pendidik sebaya (peer educator).
2,4 juta jiwa.
Pendidik sebaya adalah orang yang menjadi
Tingginya risiko yang ditimbulkan dari nara sumber bagi kelompok sebayanya
perilaku seks bebas remaja, mengakibatkan (BKKBN dan YAI, 2002). Hasil penelitian
kekhawatiran pemerintah. Salah satu upaya Sylviani (2008) menunjukkan model
yang dilakukan pemerintah terkait kesehatan pendekatan pendidik sebaya khususnya
remaja adalah dengan membuat program konselor sebaya sangat mempengaruhi
pendidikan seks melalui dua pemahaman remaja terkait kesehatan
pendekatan yaitu remaja itu sendiri dan reproduksi khususnya dalam pencegahan
keluarganya. Pendidikan seks sudah saatnya perilaku seks bebas. Begitu pula dengan
diberikan melalui revitalisasi program yang penelitian eksperimen yang dilakukan Bantarti
sudah ada kepada remaja untuk memberikan (2000) tentang pengaruh pendidikan teman
pemahaman tentang seks maupun perilaku sebaya terhadap 134 siswa (sebagai kelompok
76
76
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
kontrol) dan 134 siswa (sebagai kelompok Data yang didapatkan peneliti dari Laporan
intervensi) yang menunjukkan adanya Kependudukan Kelurahan Tugu Kecamatan
perbedaan pengetahuan dan sikap diantara Cimanggis pada tahun 2011, jumlah remaja
kedua kelompok siswa tersebut, dimana sebanyak 11.666 orang. Jumlah remaja yang
peningkatan pengetahuan dan sikap kelompok cukup besar ini perlu mendapatkan perhatian
intervensi lebih tinggi dari kelompok kontrol. oleh pemerintah Jawa Barat khususnya Kota
Penelitian lain oleh Institute for Community Depok karena remaja merupakan generasi
Behavioral Change/ICBC (2010) yang penerus bangsa. Selama ini program kesehatan
dilakukan di SMA Negeri 1 dan SMK Negeri 1 remaja terkait perilaku seks bebas dan HIV/
Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan, AIDS yang mengaplikasikan program
hasil menunjukkan adanya pengaruh pendidik pemerintah PIK-Remaja yang dilakukan oleh
sebaya terkait pendidikan kesehatan reproduksi Dinas Kesehatan Depok baru sebatas
dengan pengetahuan, sikap dan perilaku penjaringan pada siswa di sekolah terutama
seksualitas remaja. SLTA dalam bentuk Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) melalui pelatihan
Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi petugas, guru, dan beberapa siswa setiap
pencegahan perilaku seks bebas melalui tahunnya yang diambil secara acak dari
pendidik sebaya merupakan strategi beberapa sekolah.
pendidikan kesehatan yang dipandang cukup
efektif. Remaja sebagai pendidik sebaya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) “R”
role model yang merupakan perpanjangan Depok merupakan salah satu sekolah setingkat
tangan dari peran perawat komunitas sebagai SLTA di wilayah Kota Depok tepatnya terletak
educator. Pendidik sebaya dianggap tepat di Kelurahan Tugu. Hasil studi pendahuluan
untuk menyampaikan hal-hal yang sensitif peneliti di sekolah tersebut diketahui bahwa
karena teman sebaya berpengaruh besar terdapatnya 20 siswa yang telah dilatih sebagai
terhadap kegiatan remaja dan juga remaja lebih pendidik sebaya. Kelompok remaja ini telah
nyaman bercerita maupun mencari informasi berperan dalam menunjukkan perilaku remaja
dari teman sebayanya (Sawyer, Pinciaro dan sehat dan membantu teman-teman untuk
Bedwell, 1997 dalam Badura, Millard, Peluso menghindari perilaku yang berisiko. Remaja
dan Ortman, 2000). sebagai pendidik sebaya dengan kata lain
memberikan dan mendapatkan dukungan dari
Pendidik sebaya dapat membantu promosi orangorang yang sebaya dengannya, atau dari
kesehatan pada kelompok remaja dalam rangka orang-orang yang sedang mengalami situasi
meningkatkan kebiasaan sehat, menurunkan yang sama dengan dirinya.
hambatan untuk tetap sehat, menciptakan
perubahan gaya hidup di lingkungan sekolah, Penelitian terkait dengan pengalaman remaja
dan menurunkan perilaku berisiko pada remaja sebagai pendidik sebaya di SMK “R” Depok
(Edelstein dan Gonyer, 1993 dalam Badura, belum pernah dilakukan. Padahal ini perlu
Millard, Peluso dan Ortman, 2000). Depok dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara
merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang utuh dan menyeluruh tentang efektifitas peran
memiliki jumlah penduduk yang berusia 15-44 pendidik sebaya oleh remaja, manfaat, dan
tahun adalah 935.061 orang dan di Kecamatan hambatan yang ditemukan remaja dalam
Cimanggis terdapat 134.827 orang yang menjalankan perannya tersebut, serta
menjadikan kecamatan tersebut sebagai dukungan sosial yang dibutuhkan untuk
kecamatan dengan jumlah populasi usia pembentukankompetensi sebagai pendidik
produktif tertinggi (Profil Kota Depok, 2010).
77
77
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
sebaya di wilayah Kelurahan Tugu Kota “…senang…ya jadi bertambah kenal sama
Depok. temanteman…,
trus bertambah wawasan…. Melatih diri…
Metode Penelitian dalam berkomunikasi sama orang lain dan
Disain penelitian ini adalah metode kualitatif berhadapan dengan banyak orang… (dan)
dengan pendekatan fenomenologi deskriptif bisa
yang bertujuan untuk menggali pengalaman bermanfaat bagi orang lain” (P3)
yang unik dan berbeda sesuai karakteristik Tema 2: Pendidik Sebaya Memberi
individu yang dipengaruhi komunitas atau Manfaat bagi
lingkungan tempat beradanya remaja sebagai Diri Sendiri dan Orang Lain.
pendidik sebaya. Partisipan berjumlah 10 1. Manfaat bagi Diri Sendiri
orang yang diambil dengan menggunakan Partisipan menyatakan mendapatkan manfaat
teknik purposive sampling. Pengumpulan data dari kegiatan pendidik sebaya. Manfaat
melalui wawancara mendalam (in-depth tersebut adalah mampu berkomunikasi efektif,
interview) dengan menggunakan pedoman memberikan informasi tentang pencegahan dan
wawancara dan catatan lapangan (field note). menambah informasi.
Analisis data hasil wawancara menggunakan
tahapan analisis menurut Colaizzi. “…melatih diri…dalam berkomunikasi sama
orang lain dan berhadapan dengan banyak
Hasil Penelitian orang.” (P3) “...jadi bisa tahu cerita teman-
Karakteristik Partisipan teman tentang itu dan bisa ngasih saran yang
Partisipan dalam penelitian ini adalah sepuluh semampunya gitu.”(P2) “…aku jadi lebih tahu
siswa SMK “R” Depok, Jawa Barat yang aja sih tentang emm tentang materi itu.
terpilih menjadi pendidik sebaya dalam …tadinya aku gak tahu jadi lebih tahu…” (P6)
pencegahan perilaku seks bebas. Sebanyak
tujuh partisipan (70%) berjenis kelamin 2. Manfaat bagi Orang Lain
wanita. Usia partisipan antara 16 s/d 17 tahun; Kegiatan pendidik sebaya bermanfaat dalam
hanya satu orang partisipan berusia 17 tahun peningkatan pengetahuan bagi orang lain,
(10%), lainnya berusia 16 tahun (90%). khususnya bagi anggota kelompok kegiatan
Partisipan yang berusia 17 tahun tersebut pendidik sebaya.
merupakan kakak kelas yang telah bersekolah
di SMK selama 2.5tahun, partisipan lainnya “Bisa memberi tahu teman apa yang benar
baru bersekolah selama 1.5 tahun. Seluruh apa yang salahnya dalam remaja, apalagi
partisipan (100%) telah menjadi pendidik dalam pacaran gitu. Seneng sih bisa memberi
sebaya di sekolah selama 6 bulan. pengetahuan ke temen juga biar tahu gitu.”
(P5)
78
78
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
aja, gak semuanya.” (P3) “….dipilih awalnya 2. Memilih Metode yang Tepat: membuat
sama Pak M…” (P6) “Dipilih dari anggota target pelaksanaan kegiatan, diskusi kelompok
OSIS trus dipilih yang kelas Xnya aja yang kecil, pertemuan langsung, dan diskusi
banyak….” (P9) kelompok besar.
Tema 4: Mendapatkan Pengetahuan melalui “kan kita dapet buku targetnya, terus dikasih
Pelatihan jadwal kita harus kasih tema ini..” (P1)
1. Lama Pelatihan “…hanya ngobrol-ngobrol biasa aja berusaha
“…ada pelatihan 2 hari tentang peer hari agar tidak formal dan kaku khan sama
Rabu sama Kamis tapi lupa tanggalnya…” teman…” (P3)b“…gak pakai media…langsung
(P1) “Lama training itu ada 2 hari dan dibagi bicara danbdigambarin dari bukunya… (atau)
4 sesi.” (P4) buku pegangan yang ada gambar itu dikasih
lihat sama mereka.” (P1) “…gak pakai media
2. Materi Pelatihan cuma kayak fotokopian aja, kadang cuma lihat
“Materi yang dikasih pas pelatihan tentang buku bareng-bareng…” (P5) “...sampaikan
penyakit menular seksual, terus tentang dulu materinya… habis itu diskusi…” (P6)
perilaku remaja dalam menghadapi seks “Tanya-tanya seputar materi yang mereka
bebas, terus yang narkoba narkotika, tentang belum paham dan curhat sich…” (P1) “…yang
rokok juga… Kayaknya ada deh bu tentang mau ikut pendidikan sebaya, yang mau
percaya diri, terus…ya menghindari cerita… silahkan aja… yang nanya-nanya
itulah…juga sempat kayak games…itu cara dikasih tahu dan dikasih saran semampunya
kita menghadapi, kayak misalkan diajak aja. Bicara aja langsung, langsung ngobrol
melakukan seks bebas tuh cara mencegahnya aja terus kalau ada yang nanya silahkan.”
gimana. Materi yang dikasih cara agar (P2) “….di luar sekolah aku juga suka kasih
komunikatif, mendengar aktif sama tahu teman-teman sekolah SD dan SMP
keterampilan sosialisasi atau berhadapan dulu…, bilang ke adik aku sedikit aja…
sama teman-teman.” (P6) saudara-saudara aku aja aku ceritain sedikit.”
(P6) “Iya dengan ketemu langsung ya…” (P9)
Tema 5: Melaksanakan tugas sebagai Kalau pakai slide itu pas kegiatan bersama-
Pendidik Sebaya sama teman-teman peer educator lain juga.”
1. Mempersiapkan Diri: baca buku, searching (P3) “…waktu itu pakai slide tapi digabung
internet, menyiapkan materi dan pre-post teset, semua anak-anak. Jadi kita, pendidik sebaya
serta latihan komunikasi. yang satu kelas… bikin rame-rame slide itu
terus kita tampilin dikelas trus kita nerangin
“…baca-baca buku pegangan disitu khan ada gantigantian.” (P10)
target, materi yang harus disampaikan
dirangkum…” (P2) “searching internet…cari 3. Evaluasi bagi Anggota kelompok Kegiatan
di Google…” (P2) “…mencari info tentang Pendidik Sebaya: cara melakukan evaluasi, dan
kesehatan…, terus saya juga bertanya sama penghargaan.
kakak ibunya ibu yang jadi dokter.” (P7) “Aku
tuh biasanya nyiapin materinya terus ada pre- “..sebelum dikasih materi (pre) test dulu, trus
test post-test siapin soal-soal gitu terus sama post test…” (P7) “Tidak (ada pre dan post test)
belajarlah materinya buat disampaikan.” (P6) paling kuis aja…” (P3) “Jadi aku kasih
“...cara berkomunikasi, di rumah latihan dulu, makanan…Uangnya buat beli ya pakai uang
…” (P10) sendiri… tidak ada uang kas... terkadang
79
79
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
“…aku megang 3 orang…” (P1) “Bareng 9. Situasi atau Kondisi Kegiatan Pendidik
sama S khan sama-sama peer juga ya jadi ber- Sebaya
8 orang, soalnya saya gak enak kalo sendirian Saat Ini
megang 4 orang...” (P2) “..apalagi Situasi atau kondisi kegiatan pendidik sebaya
karakteristiknya ya itu ada yang diem saat ini adalah tidak terlaksananya kegiatan
aja, ada yang nanya-nanya, banyakan sih yang pendidik sebaya. Hal tersebut disampaikan
diem yang malu gitu.” (P2) “…karakternya oleh seluruh partisipan, dimana salah satu
beda-beda sih ada yang nanggepin ada yang pernyataan partisipan adalah sebagai berikut:
masa bodoh juga, ada yang cuma melihat.”
(P5) “…dibagi kelompok-kelompoknya gitu… “…ternyata pas kesini-kesini gak jalan….
Kelompoknya dari temen sebaya sama temen akhirnya berhenti, terakhir itu bulan
sekelas...” (P7) Februari.” (P8)
80
80
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Seorang partisipan juga menyatakan bahwa “Kalau dari diri sendiri mungkin dari yaa
dirinya dan beberapa siswa lain berhenti cara berkomunikasi saya dengan yang lain,
sebagai pendidik. cara bersikap saya dengan yang lain. Pernah
pengalaman organisasi juga…. Jadi ketua,
“…banyak yang keberatan langsung ditunjuk kalau di sekolah sih jadi ketua OSIS
sebagai pendidik sebaya…jadi ada beberapa sekarang.” (P3)
teman yang keluar ….karena kesibukan dan
sudah kelas III seperti saya memilih berhenti Tema 7: Mendapatkan Hambatan saat
dulu.” (P3) Melakukan Kegiatan Pendidik Sebaya
1. Permasalahan dari dalam Diri Pendidik
Sebaya Permasalahan yang dihadapi dari
Tema 6: Memiliki self efficacy sebagai dalam diri partisipan adalah belum optimalnya
Pendidik manajemen diri dan rasa percaya diri. Lima
Sebaya partisipan menyatakan bahwa mereka
Self efficacy dilihat dari performance kerja mengalami kesulitan dalam mengatur waktu
partisipan sebagai pendidik sebaya. Adapun antara pelaksanaan kegiatan sebaya dengan
performance kerja dapat dinilai dari kegiatan sehari-hari lainnya. Dua partisipan
kepercayaan atau keyakinan diri dan mengungkapkan adanya beban melaksanakan
kemampuan diri partisipan. kegiatan pendidik sekolah karena jadwal yang
1. Kepercayaan atau Keyakinan Diri padat dan beratnya beban tugas sekolah.
Sebagian besar partisipan menyatakan percaya
diri dalam melakukan pendidik sebaya. “Kadang-kadang pas pulang sekolah… pas
Kepercayaan diri tersebut semakin meningkat jadwalnya (pelajaran) padet gitu, terus PR nya
karena seringnya melakukan kegiatan pendidik banyak, …harus ngajarin Peer juga,
sebaya, serta tambahan pengetahuan yang …ngerasancapeek, karena sekolahnya kan
dimiliki dari pendidikan, pengarahan maupun padet banget… (P1)
pelatihan. Seorang partisipan menyatakan
kepercayaan dirinya sebagai berikut: Rasa percaya diri dirasakan kurang oleh
partisipan. Hal ini dikarenakan partisipan
“Mampu sich… sudah percaya diri tapi merasa cemas dan takut akan respon anggota
berusaha (lebih) percaya diri lagi, dilatih kelompok kegiatan pendidik sebaya, merasa
dengan ketemu teman dan bicara di depan kurang pengtahuan dan kemampuan dalam
teman-teman… Kalau kitanya yakin insya melaksanakan kegiatan pendidik sebaya, dan
allah nanti penyampaiannya jadi enak…” (P6) memang tidak merasa percaya diri untuk
menjadi pendidik sebaya. Hal ini diungkapkan
2. Kemampuan Diri salah satu partisipan dalam pernyataan berikut:
Sebagian besar partisipan menyatakan
memiliki kemampuan diri untuk menjadi “Kalau hambatan dari diri sendiri
pendidik sebaya yang baik. Beberapa sich…Emmm paling terbata-bata karena
kemampuan diri itu seperti kemampuan kadang kurang percaya diri terus kadang
berkomunikasi, menjaga rahasia, bergaul. mereka nanya aku gak ngerti jadi suka ngdown
Pengetahuan yang dimiliki, motivasi danjuga ditambah lagi tugas sama ekskul.” (P4)
pengalaman berorganisasi juga menjadi
sumber kemampuan diri remaja dalam 2. Kurangnya Dukungan dari Lingkungan
menjalani perannya sebagai pendidik sebaya. Keberadaan lingkungan yang dapat
81
81
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
82
82
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
83
83
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Sebagian besar partisipan menyatakan agar “Bagusnya sih lebih baik diskusi interaktif ya,
kegiatan pendidik sebaya dapat menggunakan kita memberikan informasi terus mereka
jejaring sosial untuk mempermudah memberi informasi balik jadi kita saling
pelaksanaan dan memperluas akses kegiatan mengerti. Kalau sama anak R bisanya face to
karena jejaring sosial dapat diakses melalui face, tapi kalau misalnya temen SMP bisa
telepon seluler. Selain itu, penggunaan jejaring sms..” (P4) “Meningkatnya lagi kayak bentuk
sosial meningkatkan kenyamanan partisipan kayak konseling gitu..” (P5)
karena memungkinkan seseorang berkonsultasi
tanpa menggunakan nama asli. Jejaring sosial Partisipan juga berharap lebih banyak games di
yang dapat digunakan sebagai media kegiatan dalam pemberian materi kegiatan pendidik
pendidik sebaya antara lain Facebook dan sebaya.
Twitter.
“Materinya dibikin lebih seru aja biar nanti
“Bentuk yang ideal sekarang sudah ideal kita kalau misalkan mau menyampaikan materi
dengan face to face, tapi… mungkin bisa juga itu bisa pakai cara games” (P1) “…sudah
pakai sosial media yang mudah diakses (lewat ideal dengan face to face tapi lebih ideal lagi
HP) seperti lewat FB… juga twitter…. Mereka kalau lebih dibanyakin games yang menarik
jadi gak takut tanya-tanya soalnya bisa pakai perhatian teman-teman.” (P6)
nama samaran.” (P6)
Seorang partisipan menyatakan perlunya
2. Pemanfaatan IT update informasi dan juga pengembangan
Kemajuan teknologi IT dapat digunakan media bergambar.
sebagai media penyebaran dalam pelaksanaan
kegiatan pendidik sebaya. Seorang partisipan “Kalau materinya udah bagus sih, cuma kalau
menyatakan salah satu bentuk pemanfaatan IT misalkan ada hal-hal baru kenapa enggak buat
tersebut adalah dengan pembuatan blog. diperbaharui… Mungkin media perbanyak
gambar, soalnya kan setiap buku yang kita
“…kalau misalkan lewat Blog… mungkin baca mereka kan pasti pingin tahu kayak
mereka bisa lebih terbuka lagi, karena kan gimana… (materi tentang) yang seks itu kan
mereka bisa akun palsu atau gak ketahuan kan hampir gambar semua jadi lebih asyik
namanya disamarin.” (P1) dilihatnya, gak tulisan semua.” (P8)
84
84
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
85
85
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Tema 1: Perasaan senang sebagai pendidik Tema 2: Pendidik sebaya memberi manfaat
sebaya bagi diri sendiri dan orang lain
86
86
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
87
87
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
perencanaan pembentukan kegiatan pendidik pelatihan yang singkat dan waktu pelatihan
sebaya dan komponen penting yang harus sampai larut malam memberatkan remaja.
dilakukan untuk kesuksesan pelaksanaan
edukasi sebaya (Ford dan Collier, 2006; Peserta pendidik sebaya dibekali pengetahuan
Fitriani, 2011). dan ketrampilan seputar permasalahan
kesehatan remaja (Setyoadi, 2012). Lama
Hasil penelitian ini sependapat dengan pelatihan juga hanya 2 hari yang dikatakan
penelitian yang dilakukan Astiti (2011) tentang remaja sebagai pendidik sebaya. Menurut
hubungan faktor pelatihan kesehatan Setyoadi (2012), pelatihan yang melibatkan
reproduksi dengan implementasi pasca residen, guru, dan petugas puskesmas
pelatihan pada konselor sebaya kesehatan yangdiselenggarakan selama dua hari yaitu
reproduksi remaja di Provinsi Bali, didapatkan tanggal 30 November dan 1 Desember 2011 di
hasil bahwa pemilihan calon peserta pelatihan ruang rapat guru SMK “R” mulai jam 07.00
sebagian besar ditunjuk langsung tanpa seleksi WIB sampai dengan jam 13.00 WIB yang
oleh kepala sekolah/guru. Pertimbangan diikuti 22 remaja dari kelas IX dan X SMK
pemilihan untuk menjadi pendidik sebaya yang “R”.
sama merupakan langkah awal yang akan
menentukan keberhasilan program selanjutnya Hal diatas sesuai dengan lama pelatihan
(Astiti, 2011). Pemilihan pendidik sebaya digunakan oleh Bintarti (2009) yaitu selama 3
dengan penunjukkan secara langsung hari untuk melatih edukator tentang
dilakukan oleh guru karena guru yang paling HIV/AIDS. Begitupun menurut Hayati (2009),
sering berinteraksi dengan siswa dan paling pelatihan edukasi sebaya dilaksanakan selama
mengetahui karakteristik siswa (Fathiyah dan 30-40 menit secara berkala dengan
Harahap, 2008). Sesuai persyaratan untuk menggunakan metode yang tepat/sesuai untuk
menjadi pendidik sebaya yaitu seseorang yang memotivasi kelompok dalam setiap sesi yang
berasal dari kelompok sebaya, memiliki diberikan. Pelaksanaan pelatihan edukasi
karakteristik yang sama dengan kelompoknya, sebaya dengan berbagai metode yang
terpercaya dan memiliki pengaruh, dan telah bervariasi dan sesuai dengan kontek yang ingin
mengikuti pelatihan (training) edukator sebaya diajarkan (Fitriani, 2011).
(McDonald, dkk., 2003 dalam Fitriani, 2007).
Namun, menurut partisipan sudah diajarkan
Tema 4: Mendapatkan pengetahuan melalui berbagai materi tentang keterampilan menjadi
Pelatihan pendidik sebaya
seperti komunikasi efektif dengan
Pada penelitian ini, menurut partisipan bahwa mempengaruhi pendidik sebaya dan
dilakukan pelatihan untuk menjadi pendidik mendengar aktif serta berbicara maupun tampil
sebaya. Pelatihan tersebut dikatakan partisipan dihadapan teman sebaya. Materi kesehatan dan
bahwa ada pembekalan materi berupa materi materi keterampilan menjadi pendidik sebaya
kesehatan remaja dan materi untuk menjadi yang disampaikan pembina, dirasakan
pendidik sebaya. Sejalan dengan penelitian partisipan cukup membantu dalam
Astiti (2011), materi yang cukup banyak dan penyampaian materi ketika pendidikan sebaya
lengkap diberikan tetapi terlihat media yang dalam pencegahan perilaku seks bebas,
digunakan untuk penyampaian materi kurang membuka wawasan tentang pendidikan
menarik sehingga pelatihan terasa kesehatan lebih dari sebelumnya. Hasil
membosankan, materi dan ketrampilan penelitian yang sama dari Cripps (1997, dalam
konseling belum maksimal serta lama hari
88
88
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Fitriani, 2011) menyatakan bahwa pelatihan kecil, pertemuan langsung dan diskusi
pendidik sebaya dirancang untuk memberikan kelompok besar serta partisipan sebelumnya
pengetahuan yang dibutuhkan oleh pendidik membuat target pelaksanaan kegiatan yang
sebaya, termasuk keterampilan dalam dapat dilihat dari buku pegangan yang telah
melaksanakan dan memfasilitasi diskusi, diberikan. Pendidik sebaya akan memberikan
menyajikan informasi dan mengatasi teman informasi yang diperoleh dari pelatihan kepada
dalam kelompok yang sulit diatur. kelompok sebayanya (McDonald, dkk., 2003
dalam Fitriani, 2011).
Tema 5: Melaksanakan tugas sebagai
pendidik sebaya Pada tahap perencanaan kegiatan pendidik
sebaya, seorang tenaga professional (perawat
Proses pelaksanaan pendidikan sebaya dalam komunitas) hendaknya membuat rencana
pencegahan perilaku seks bebas yang edukasi sebaya yang dituangkan dalam
dilakukan selama kurang lebih 3-6 bulan pedoman pelatihan, pelaksanaan dan strategi
berjalan dengan pendampingan pembina yang evaluasi (Fitriani, 2011). Jadwal pelaksanaan
dikatakan oleh partisipan. Sesuai dengan pendidik sebaya, kegiatan dilakukan dengan
perencanaan pelaksanaan kegiatan pendidikan strategi pada waktu saat eskul, jam sekolah
sebaya yang akan dilakukan secara reguler yang kosong, jam pulang sekolah maupun
selama kurang lebih 4 bulan dari bulan mendekati teman sebaya ketika kegiatan yang
Februari sampai Mei 2012 (Setyoadi, 2012). dilakukan bersama kemudian diakhiri dengan
Penelitian Bantarti (2000, dalam Fitriani, ngobrol-ngobrol seputar pencegahan perilaku
2011) menunjukkan bahwa pendidikan sebaya seks bebas. Sejalan yang dikatakan Fitriani
tentang HIV/AIDS yang dilakukan selama 3 (2011), waktu yang ditentukan harus dapat
bulan, dapat memberikan dampak terhadap memenuhi kebutuhan untuk penyampaian isi
peningkatan pengetahuan dan sikap siswa materi melalui interaksi, diskusi, dan praktik,
tentang HIV/AIDS. yaitu berkisar 2 s/d 3 hari (sesi panjang) atau
10 s/d 20 jam dalam seminggu (sesi pendek).
Remaja melaksanakan tugas sebagai pendidik Partisipan menceritakan bahwa masalah yang
sebaya mempersiapkan diri berupa materi dan sering dibicarakan oleh teman sebaya adalah
mempersiapkan hal lainnya seperti cara aktivitas seksual yang belum boleh dilakukan
berkomunikasi maupun membuat soal pre-test ataupun bersikap serta berperilaku selama
dan post test. Sesuai Edelstain, dkk., (1993, pacaran yang tidak melanggar norma. Proses
dalam Fitriani, 2011) menyatakan bahwa kelompok sebaya tersebut diidentifikasi
kesuksesan program kegiatan pendidik sebaya sebagai difusi budaya berupa penyebaran
sangat dipengaruhi oleh kemampuan pendidik pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui
sebaya dalam penyampaian informasi edukasi, jaringan sosial (Fitriani, 2011).
berkredibilitas, dan mampu melaksanakan
supervisi. Partisipan dalam melaksanakan Pemilihan sekolah sebagai tempat pelaksanaan
tugasnya memilih metode kegiatan dengan edukasi sebaya dinilai efektif untuk anak usia
pendidikan dan konseling yang berupa curhat sekolah dikarenakan secara legal anak akan
atau ngobrol-ngobrol teman sebaya dengan hadir di sekolah serta mudah dalam
remaja sebagai pendidik sebaya. mengevaluasi proses dan dampak pelaksanaan
edukasi sebaya (McDonald dkk., 2003 dalam
Berdasarkan hal diatas, transfer pengetahuan Fitriani, 2011). Kegiatan pendidik sebaya
terjadi dengan diberikannya informasi melalui diperkirakan tidak diperhitungkan lokasi
metode yang tepat baik diskusi kelompok pelaksanaannya dalam penelitian ini,
89
89
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
90
90
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Sementara itu, evaluasi bagi peserta kegiatan terjadi perubahan dalam rentang usia 13 tahun,
pendidik sebaya yang dikemukakan partisipan remaja mengalami pubertas. Pubertas (puberty)
adalah dengan kuis dan pre test maupun post ialah suatu periode di mana kematangan
test. Setelah proses evaluasi peserta didik yang seksual terjadi secara pesat terutama pada awal
mampu menjawab dengan baik kuis dan soal masa remaja gejala pubertas ini dapat ditandai
dari tes yang diadakan diberikan penghargaan dengan “menarche” atau haid pertama pada
berupa hadiah kecil berupa makanan dan anak perempuan dan “pollutio atau mimpi
minuman. Evaluasi bagi pendidik sebaya basah” pada anak laki-laki (Wijayanti, 2009).
diperlukan untuk perbaikan terhadap deviasi Perubahan pubertas ini lebih mengarah pada
dan modifikasi terhadap rencana untuk perubahan fisik remaja, perubahan ini yang
mencapai tujuan dan standar pengawasan yang sering menimbulkan masalah pada remaja dan
telah ditetapkan (Setyoadi, 2012). Kegiatan mempengaruhi keadaan psikologis remaja.
pendidik sebaya dikontrol agar efektif
sehingga dapat dilakukannya pengembangan Perubahan fisik yang terkadang belum
dan modifikasi program untuk memenuhi mencapai taraf proporsional menyebabkan
kebutuhan masyarakat yang terus berkembang mereka kurang percaya diri terhadap
(Ervin, 2002). penampilannya. Penampilan yang dimaksud
bukan hanya cara berpakaian, berdandan,
Tema utama 6: Memiliki self efficacy proporsional postur tubuh tapi juga
sebagai pendidik sebaya komunikasi. Komunikasi yang efektif dalam
hubungan interpersonal khususnya antara
Remaja sebagai pendidik sebaya dalam orang tua dan anak berhubungan dengan
pencegahan perilaku seks bebas memiliki self kepercayaan diri pada anak remaja (Wijayanti,
efficacy yang dilihat dari performance kerja 2009). Kepercayaan/keyakinan diri yang
berupa kepercayaan/keyakinan diri dan ditampilkan oleh partisipan terdiri atas terbiasa
kemampuan diri. Hasil penelitian ini didukung berkomunikasi di depan kelas, merasa yakin
penelitian dari Fathiyah dan Harahap (2008), dan percaya diri memberikan pendidikan
secara kuantitatif menunjukkan adanya sebaya, merasa mampu memberikan informasi
kecenderungan peningkatan efikasi diri siswa melalui pendidikan sebaya dan menguasai
yang diberi konseling sebaya sebesar 26,08 % materi yang akan disampaikan dalam
dan pada konselor sebaya peningkatan skor pendidikan sebaya untuk mencegah perilaku
efikasi diri sebesar 14,3 %, secara kualitatif seks bebas. Pendidikan sebaya memerlukan
hasil penelitian menunjukkan peningkatan kepercayaan diri dari remaja sebagai pendidik
efikasi diri subjek penelitian ditinjau dari sebaya yang merupakan sumber informasi
kognitif, motivasi, afektif, dan kecenderungan yang paling utama.
perilakunya. Efikasi diri merupakan evaluasi
individu terhadap kemampuan atau Kepercayaan/keyakinan diri yang dilihat dari
kompetensinya untuk menyelesaikan suatu manusia sebagai individu digambarkan sebagai
tugas, mencapai tujuan, atau menghadapi suatu self efficacy dengan dimensi magnitude.
tantangan (Bandura, 1997, dalam Fathiyah dan Magnitude merupakan dimensi self efficacy
Harahap, 2008). yang mengacu pada tingkat kesulitan tugas
yang diyakini seseorang dapat diselesaikannya.
Kepercayaan/keyakinan remaja dipengaruhi Individu dengan magnitude self efficacy yang
perubahan fisik yang dialami remaja. Sering tinggi, akan mampu menyelesaikan tugas yang
kali perubahan pada masa remaja akan sulit (Sartika, 2012). Sedangkan individu
mempengaruhi sikap dan perilakunya. Banyak dengan magnitude self efficacy yang rendah
91
91
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
akan menilai dirinya hanya mampu Remaja sebagai pendidik sebaya mendapatkan
melaksanakan perilaku yang mudah dan hambatan saat melakukan kegiatan pendidik
sederhana (Lenz dan Bagget, 2002; Pajares, sebaya dalam pencegahan perilaku seks bebas
2002; Pajares dan Urdan, 2006 dalam Sartika, karena manajemen diri yang belum optimal
2012). dan percaya diri yang belum optimal sehingga
masih ada partisipan yang tidak pro aktif.
Remaja sebagai pendidik sebaya masih tidak
Pandangan Bandura (dalam Santrock, 2007) bisa dalam manajemen diri khususnya waktu
bahwa kemampuan akan mempengaruhi hasil pelaksanaan kegiatan. Hasil penelitian di SMU
yang diinginkan. Sesuai Hakim (2002) bahwa GAMA sesuai dengan penelitian ini
siswa mempunyai kepercayaan diri untuk pelaksanaan kegiatan kurang optimal karena
melakukan sesuatu yang diperolehnya dari keterbatasan waktu dan biaya (Fathiyah dan
lingkungan keluarga, pendidikan formal dan Harahap, 2008).
pendidikan non formal. Hal tersebut
mendukung ungkapan beberapa partisipan Penguatan hal tersebut bahwa manajemen diri
pada penelitian ini, dapat meningkat pendidik sebaya diperlukan untuk efektifitas
kepercayaan/keyakinan dan kemampuan diri pendidikan sebaya. Kurang dukungan dari
dengan interaksi timbal balik di lingkungan lingkungan pada pendidik sebaya terkait dari
keluarga dengan melihat dari figur orang anggota yang pasif. Hal-hal yang dilakukan
tuanya, pendidikan formal pada saat proses dalam menghadapi hambatan tersebut menjadi
pembelajaran oleh guru di sekolah tanggung jawab sebagai pendidik sebaya
dan pendidikan non formal dengan melihat dengan membujuk/merayu anggota pendidikan
figur teman sebaya ketika berorganisasi dalam sebaya, memberikan makanan sebagai hadiah
OSIS. dan menyampaikan kembali manfaat
pendidikan sebaya, membiarkan saja dan
Hal tersebut sesuai juga dengan faktor-faktor melakukan kegiatan lain, serta membuat ulang
yang mempengaruhi yang janji untuk melakukan pendidikan sebaya.
kepercayaan/keyakinan diri dan kemampuan
remaja didapatnya dari pembelajaran Kurang dukungan dari teman sebaya terkait
observasional dengan mengadopsi perilaku- sikap dari teman sebaya ketika mengkuti
perilaku orang lain (Schunk, 2012; Santrock, kegiatan pendidik sebaya yang umumnya
2007). Remaja sebagai pendidik sebaya dalam kurang memperhatikan saat penyampaian
penelitian ini juga merasa yakin dan percaya materi, tidak peduli terhadap kegiatan dan
diri dalam melakukan pendidikan sebaya, tidak mau ikut secara aktif pelaksanaan
merasa mampu melakukan pendidikan sebaya kegiatan. Hal ini menyebabkan partisipan
dalam pencegahan perilaku seks bebas, serta kecewa sehingga menjalankan kegiatan dengan
menguasai materi-materi yang diberikan untuk kejar target saja. Sesuai Kozier, Berman dan
mencegah perilaku seks bebas. Sejalan dengan Synder (2005) yang menyatakan bahwa remaja
penelitian Angelice (2003) bahwa faktor-faktor cenderung mengikuti opini, pendapat, nilai,
yang mempengaruhi yang kepercayaan/ kebiasaan dan kegemaran teman sebayanya.
keyakinan diri dan kemampuan remaja yaitu Hasil penelitian Sumiati (2009, dalam Dewi,
kemampuan pribadi dan tekad diri. 2012) juga memperkuat dengan menyatakan
remaja mempunyai kecenderungan untuk
Tema 7: Mendapatkan hambatan saat mengikuti apa yang dilakukan oleh teman
melakukan kegiatan pendidik sebaya sebayanya.
92
92
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Kurang dukungan dari guru yang dirasakan partisipan bahwa kurang mendapatkan
partisipan juga bahwa guru cenderung kurang kepercayaan masyarakat untuk memberikan
mengikuti kegiatan. Padahal peran guru sangat pendidikan seks yaitu tabunya pendidikan seks,
penting dalam pencegahan perilaku seks bebas. orangtua dan masyarakat. Masyarakat
Guru merupakan orang tua kedua karena berpandangan belum boleh remaja membahas
remaja banyak berinteraksi dengan guru di tentang seks serta masih ada ketakutan
sekolah (Dewi, 2012). Guru sebagai role model masyarakat dengan kurang pahamnya remaja
selama di sekolah dalam membawa pengaruh tentang seks kemudian disampaikannya
baik positif maupun negatif bagi remaja pendidikan seks akan membuat remaja
(Stanhope dan Lancaster, 2004 dalam Dewi, terjerumus dalam seks bebas.
2012).
Kurang dukungan orang tua juga dirasakan Tema 8: Memperoleh dukungan yang
remaja sebagai pendidik sebaya dalam hal optimal sebagai pendidik sebaya
pemberian pendidikan seks yang tidak
dilakukan secara mendalam karena kesibukan Fenomena kurang percaya diri banyak terjadi
memenuhi kebutuhan hidup dengan bekerja. pada remaja sekarang ini. Penelitian ini
Orang tua masih ada yang cenderung mengidentifikasi bahwa faktor internal adalah
berpandangan negatif terhadap pendidikan seks kepercayaan/keyakinan dan kemampuan diri
sehingga tidak mau berdiskusi secara terbuka. remaja sebagai pendidik sebaya. Faktor
Hal tersebut tidak mendukung dalam eksternal adalah dukungan berasal dari
penanaman nilai dan keyakinan pada remaja keluarga, teman sebaya, guru, sekolah dan
agar menghindari perilaku seks bebas. Sesuai masyarakat.
dengan penelitian Hall, Moreau dan Trussel
(2012, dalam Dewi, 2012) bahwa sikap orang .Kepercayaan/keyakinan diri seseorang
tua yang penuh empati, terbuka dan banyak dipengaruhi karakteristik partisipan,
diskusi tentang masalah agama mendukung kemampuan, kepribadian dan pembelajaran
terbentuknya keyakinan yang kuat pada remaja (Sartika, 2012). Menurut Bandura (dalam
terhadap kepercayaan dan perilaku keagamaan. Santrock, 2007), faktor-faktor internal dan
Peran remaja dan norma-norma baru dalam eksternal dapat berinteraksi timbal balik,
keluarga harus dibentuk oleh orang tua dengan perilaku seseorang dapat mempengaruhi
selalu bermusyawarah mufakat dan sikap seseorang dan sebaliknya. Maka dapat
menghargai satu sama lain (Friedman, Bowden disimpulkan bahwa faktorfaktor yang
dan Jones, 2003) mempengaruhi kepercayaan/keyakinan remaja
sebagai pendidik sebaya yaitu dukungan sosial.
Pernyataan partisipan tentang kurang Dukungan sosial disebut sebagai
dukungan untuk proses kegiatan pendidik faktoreksternal yang mempengaruhi remaja
sebaya terkait biaya pelaksanaan kegiatan sebagai pendidik sebaya adalah keluarga,
pendidikan sebaya yang tidak ada teman sebaya, guru, sekolah dan masyarakat.
anggarannya, tidak ada struktur organisasi
yang jelas dan fasilitas seperti ruangan yang Menurut House (1981 dalam Glanz, Rimer
kurang mendukung. Dampak hambatan dan Viswanath, 2008), dukungan sosial
terhadap pendidikan sebaya yaitu target materi merupakan konten fungsional pada hubungan
tidak tercapai dan tidak tertransfernya yang bisa dikategorikan dalam jenis tipe
informasi kepada anggota pendidikan sebaya. berdasarkan tingkat laku dan perbuatan, salah
Selain hal tersebut, juga tergambar dari satunya adalah dukungan emosional yang
93
93
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
melibatkan empati, cinta, kepercayaan dan perilaku tak terkecuali perilaku seks remaja
kepedulian. Bentuk dukungan keluarga yang dan sistem yang berlaku disekolah
teridentifikasi dalam penelitian ini berbentuk mempengaruhi pola pikir dan tindakan
dukungan emosional dan sedikit sekali tentang seseorangm(Dewi, 2012). Konstribusi yang
dukungan informasional. Pada penelitian ini, dilakukan pihak sekolah dari pernyataan
orang tua dari hampir semua partisipan tidak partisipan adalah membantu proses perekrutan
pernah memberikan informasi kesehatan untuk calon pendidik sebaya. Partisipanmengatakan
mencegah perilaku seks bebas. Hanya ada sudah mulai ada sejak di bangku kelas XI
pemberian nasehat yang dilakukan orang tua kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi
kepada remaja dirasakan oleh partisipan (kespro) yang berkaitan juga dengan
memberikan kedamaian secara emosional, pertumbuhan dan perkembangan remaja.
sehingga dikelompokkan ke dalam bentuk
dukungan emosional. Dukungan teman sebaya
yang dimaksud adalah kebutuhan yang kuat Tema 9: Bervariasinya metode pelaksanaan
untuk disukai dan diterima teman sebaya. kegiatan pendidik sebaya
Partisipan dalam penelitian ini, merasa senang Keberlanjutan program pendidik sebaya dalam
jika didengarkan ketika melakukan pendidikan pencegahan perilaku seks bebas terkait dengan
sebaya dan jika ada teman sebaya yang curhat fasilitas seperti tempat khusus dan bentuk
atau mengajak mengobrol tentang kegiatan sebaiknya agar lebih menarik dengan
permasalahan pribadinya. Remaja sebagai adanya,permainan. Hal tersebut memerlukan
pendidik sebaya memperoleh umpan balik dari dana untuk kegiatan sehingga memerlukan
kelompok sebaya mengenai kemampuannya struktur organisasi yang jelas wadahnya. Green
saat menjadi sumber informasi dalam kegiatan dan Kreuter (2005) menyatakan bahwa
pendidikan sebaya dalam pencegahan perilaku ketersediaan fasilitas dan dana termasuk dalam
seks bebas. Umpan balik yang diberikan faktor pemungkin (enabling factors). Faktor
kepada partisipan dalam penelitian ini berupa tersebut merupakan salah satu faktor yang
tanggapan bahwa apa yang mereka lakukan itu mempengaruhi perilaku kesehatan individu.
baik atau kurang baik dan juga mungkin di Penerapan pendidikan sebaya dalam
dukung atau tidak didukung, dibandingkan pencegahan perilaku seks bebas dapat sesuai
dengan remaja seusianya. Tanggapan dari harapan jika faktor tersebut terpenuhi.
kelompok sebaya menyebabkan remaja
memperoleh pengalaman yang berpengaruh Fasilitas berupa bervariasinya metode
bagi perkembangan remaja secara bervariasi pelaksanaan kegiatan pendidik sebaya
tergantung dari pengukuran, perumusan hasil diharapkan oleh partisipan. Hal tersebut bisa
yang diperoleh serta lintasan perkembangan memanfaatkan jejaring sosial melalui
yang diikuti (Hartup,1999 dalam Santrock, Facebook atau Twitter maupun pemanfaatan IT
2007). melalui blog di internet. Wallmyr dan Welin
(2006, dalam Dewi, 2012) mengemukakan
Dukungan guru dari sekolah yang diberikan remaja lebih mudah terpengaruh media dalam
kepada pendidik sebaya diberikan ketika hal berperilaku seksual berisiko.
proses awal saja menjadi pendidik sebaya
sehingga kurangnmemotivasi remaja sebagai Berdasarkan hal tersebut, remaja yang
pendidik sebaya dalam pencegahan perilaku mendapatkan informasi dari internet akan
seks bebas. Pihak sekolah konstribusinya mengalami perubahan perilaku sesuai
sebenarnya secara tidak langsung membentuk pengaruh media yang didapatkannya. Maka
94
94
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
dari itu penggunaan media pembelajaran yang keluarga baik dari dukungan emosional
bervariasi untuk kegiatan pendidik sebaya maupun dukungan informasional. Dukungan
dapat berefek positif terhadap perilaku remaja. emosional berupa perhatian, kasih sayang,
Selain itu, metode pembelajaran yang kepercayaan dan sikap kepedulian dari seluruh
bervariasi tidak hanyadengan tatap muka saja anggota keluarga. Dukungan informasional
tetapi dengan diskusi interaktif, media berupa nasehat, saran dan informasi yang dapat
bergambar menarik serta curhat melalui digunakan remaja sebagai pendidik sebaya
message di hand phone juga diharapkan dapat dalam mengatasi masalah. Seperti dikatakan
dilakukan. Hitchcook (1999), sumber dukungan dasar
untuk anak sekolah adalah orang tua di rumah.
Tema 10: Keberlanjutan program pendidik
Sebaya
Hal tersebut sesuai dengan yang penyataan
Remaja sebagai pendidik sebaya Friedman (2002) bahwa keluarga
mengharapkan dukungan dari pihak-pihak melaksanakan fungsi afektif dan koping
terkait yang merupakan gambaran keinginan dengan memberikan kenyamanan emosional
yang dimiliki oleh pendidik sebaya. Harapan anggota, membantu anggota dalam bentuk
remaja sebagai pendidik sebaya dalam identitas dan mempertahankan saat terjadi
penelitian ini berkaitan dengan sikap stress pada keluarga. Pencapaian fungsi
danperhatian dari keluarga yaitu orang tua, keluarga itu dilakukan oleh orang tua yang
teman sebaya, guru dan menginginkan mengkomunikasikan permasalahan yang
bimbingan lebih lanjut dari perawat spesialis berkaitan dengan seksualitas dan kesehatan
komunitas serta kontinuitas kegiatan pendidik reproduksi secara transparan. Komunikasi
sebaya. antara orang tua dan anak yang terus menerus
akan mampu membantu orang tua dan remaja,
Remaja pendidik sebaya menginginkan dalam menghadapi masalah.
perhatian dari orang tua sebagai bagian dari
keluarga inti yang paling dekat dengan remaja. Permasalahan yang muncul pada diri remaja
Harapan keluarga dalam penelitian ini adalah dipengaruhi oleh kurangnya komunikasi
berkaitan dengan fungsi, sumber, ukuran, dan dengan orang tua dikarenakan kurang adanya
bentuk dukungan informasional dan sosial. keterbukaan antara orang tua dengan remaja
Keluarga hendaknya dapat berperan dalam dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki
memberikan dukungan selama tahap tumbuh orang tua atau terhambat oleh sopan santun
kembang remaja. Hal ini karena keluarga atau rasa malu pada diri remaja (Wijayanti,
merupakan sebuah lingkungan yang paling 2009). Permasalahan yang sering kali muncul
awal untuk membantu remaja mendapat rasa pada remaja biasanya disebabkan karena krisis
aman, diterima sehingga akan berdampak identitas tanpa adanya faktor pendukung dan
positif dalam perkembangan jiwa remaja. ketidaktahuan para orang tua tentang berbagai
tuntutan biologis dan psikologis sehingga
Keluarga merupakan tempat atau lingkungan perilaku mereka seringkali tidak mampu
yang primer yang paling dekat dengan mengarahkan remaja menuju pemahaman
kehidupan remaja, sehingga remaja mampu tumbuh kembang remaja tersebut (BKKBN,
berupaya untuk terbuka dalam menghadapi 2009; Dewi, 2012).
masalah (Sarwono, 2011). Remaja sebagai
pendidik sebaya dalam penelitian ini Permasalahan yang kesehatan timbul pada
mengharapkan adanya dukungan dari anggota remaja sehingga mengancam kesejahteraan
95
95
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
remaja adalah perilaku seksual berisiko memperoleh hasil bahwa ada hubungan
(Stanhope dan Lancaster, 2004). Sejalan pola,komunikasi dan kekuatan keluarga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nitya dengan perilaku seksual berisiko di Desa
(2009, dalam Kencana dan Hastutik, 2011), Tridaya Sakti. Kekuatan keluarga yang
perilaku seksual pra-nikah merupakan hasil dimaksud yaitu pola asuh dan kemampuan
interaksi antara kepribadian dengan lingkungan pengambilan keputusan dalam keluarga.
sekitarnya terutama adanya pengaruh orang Peneliti memperoleh hasil penelitian
tua, baik karena ketidaktahuan maupun karena berdasarkan analisa dari wawancara mendalam
sikapnya yang masih mentabukan pembicaran bahwa remaja sebagai pendidik sebaya
mengenai seks dengan anak tidak terbuka mempunyai harapan agar keluarga khususnya
terhadap anak. Orang tua cenderung membuat orang tua dapat berkomunikasi efektif yang
jarak dalam anak dalam masalah perilaku seks. bersifat terbuka dan bersikap penuh perhatian
Keluarga seharusnya mampu mengantarkan serta kepedulian untuk membantu remaja
remaja menyelesaikan tugas tahap tumbuh dalam pencegahan perilaku seks bebas tidak
kembangnya. hanya pada dirinya tetapi juga pada teman
sebayanya.
Lingkungan keluarga yang mampu
mengantarkan remaja menyelesaikan tugas Remaja sebagai pendidik sebaya juga
tahap tumbuh kembangnya adalah keluarga mengharapkan dukungan dari teman sebaya
yang mendukung pertumbuhan dan yang merupakan keinginan yang ditujukan
perkembangan remaja yang normal adalah untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi
keluarga yang mampu melaksanakan kelompok remaja sebagai generasi sebaya
tugastugas perkembangan keluarga, termasuk selanjutnya terhadap kesehatan reproduksi dan
menerapkan cara pengasuhan yang tepat hak seksual mereka. Remaja sebagai pendidik
(Wamomeo, 2009). Tugas perkembangan sebaya mengharapkan terbentuknya kelompok
tersebut menurut Friedman, Bowden dan Jones sebaya tidak hanya di SMK “R” untuk
(2003) adalah a) menyeimbangkan kebebasan mempromosikan kesehatan reproduksi dan
dengan tanggung jawab remaja dan seksual remaja berarti juga memastikan
menjadikan otonomi remaja semakin kesejahteraan fisik dan emosinya dan
bertambah, b) membina komunikasi yang melindungi mereka dari kehamilan yang tidak
terbuka antara orang tua dengan anak, c) diinginkan atau tidak direncanakan,
memfokuskan kembali hubungan perkawinan melindungi mereka dari praktek aborsi,
yang harmonis, d) mempertahankan standar- HIV/AIDS dan infeksi sistem reproduksi,
standar etik dan moral keluarga. Di samping kematian ibu, infertilitas serta segala bentuk
melaksanakan tugas-tugas perkembangan kekerasan dan eksploitasi seksual. Dalam
secara optimal, keluarga juga dituntut untuk konteks kelompok sebaya, pendidikan
mampu menerapkan cara pengasuhan atau pola kesehatan dilakukan melalui pendidik sebaya
asuh yang tepat pada remaja. (peer educator). Pendidik sebaya adalah orang
yang menjadi narasumber bagi kelompok
Wahyuning (2003, dalam Wamomeo, 2009) sebayanya (BKKBN dan YAI, 2002).
menjelaskan, pola asuh adalah seluruh cara
perlakuan keluarga yang ditetapkan pada anak Beberapa partisipan mengharapkan kontinuitas
dalam proses interaksi orang tua anak, yang kegiatan pendidik sebaya dalam pencegahan
merupakan bagian penting dan mendasar perilaku seks bebas terus berlanjut di SMK
menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat “R” bahkan di masyarakat sekitar lingkungan
yang baik. Penelitian Nurhayati (2011) pendidik sebaya berada dan ada peralihan dari
96
96
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
97
97
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
keluarga dengan anak remaja yang berpacaran pencegahan perilaku seks bebas pada remaja.
melalui kunjungan rumah. Informasi lain yang diperoleh dalam penelitian
ini adalah adanya unsur pemberdayaan,
Pencegahan tersier yang dapat dilakukan oleh kekuatan, dukungan dan harapan pihak-pihak
perawat komunitas mempunyai tujuan untuk terkait yang sangat dibutuhkan untuk
membantu remaja yang terlanjur melakukan meningkatkan kepercayaan diri dan
perilaku seks bebas dan akhirnya sampai kemampuan pendidik sebaya dalam mengatasi
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan masalah perilaku seks bebas serta masalah lain
maupun aborsi dalam pengobatan dan yang mal adaptif. Hasil penelitian ini juga
pemulihan kondisi fisik, mental, moral dan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan
sosial sehingga remaja tersebut dapat kembali intervensi pemberdayaan remaja, keluarga dan
kepada masyarakat dalam keadaan sehat dan masyarakat melalui pendidikan sebaya dalam
dapat menjalankan fungsi sosialnya. Kegiatan pencegahan perilaku seks bebas sebagai bentuk
pencegahan tersier dilaksanakan dalam bentuk promosi kesehatan yang dapat diberikan oleh
bimbingan sosial dan konseling terhadap perawat spesialis komunitas.
remaja dan keluarga yang dilakukan dengan
perpanjangan tangan pendidik sebaya, 2. Perkembangan Ilmu Keperawatan
menciptakan lingkungan sosial dan Komunitas
pengawasan sosial sehingga remaja sebagai Penelitian mengungkap berbagai pengalaman
pendidik sebaya dapat memberikan motivasi remaja yang bersifat psikososial untuk dapat
kepada remaja tersebut agar memiliki mempengaruhi kesehatan teman sebayanya.
keinginan untuk sembuh serta pembinaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat
orang tua, keluarga dan teman sebaya yang memperkaya referensi pencegahan perilaku
tinggal di seitar lingkungannya agar siap seks bebas dalam konteks keperawatan. Selain
menerima remaja itu dan keluarganya dengan itu, hasil penelitian ini dapat memperkuat
baik, memperlakukan dengan wajar dan ikut konsep dan teori keperawatan komunitas
membina dan mengawasi agar tidak kembali khususnya pendekatan integrasi model
berperilaku seks bebas. Kegiatan yang lain manajemen pelayanan kesehatan komunitas
yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas dan model asuhan keperawatan komunitas
adalah dengan membentuk social support yang terdiri dari model family center nursing
group yang merupakan bagian masyarakat dan comprehensive school model dalam
yang di bentuk untuk memberikan dukungan, penyelesaian masalah pencegahan perilaku
perhatian, materi pada populasi remaja yang seks bebas dan risiko penularan HIV pada
berisiko berperilaku seks bebas. remaja SMK berbasis sekolah melalui suatu
penyusunan suatu program promosi kesehatan
Implikasi Keperawatan remaja dengan penguatan kesehatan keluarga.
1. Pelayanan Keperawatan Komunitas
Penelitian ini menghasilkan informasi yang 3. Pendidikan Keperawatan
sangat penting tentang pengalaman yang Hasil penelitian ini menjadi informasi dasar
dialami remaja sebagai pendidik sebaya dalam dalam menyusun kurikulum pembelajaran
pencegahan perilaku seks bebas yang spesialis keperawatan komunitas, sehingga
melakukan kegiatan pendidikan kesehatan mahasiswa dapat mengembangkan rancangan
secara terus menerus sehingga terjadi intervensi inovatif terkait kesehatan reproduksi
perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku remaja kepada keluarga, remaja, masyarakat
teman sebayanya. Hasil penelitian ini dan sekolah.
diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan
98
98
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
4. Remaja dan Keluarga siswa, guru dan mahasiswa residen dari FIK-
Proses penelitian melibatkan remaja terpilih UI. Lama pelatihan untuk menjadi pendidik
untuk mengikuti serangkaian pelatihan sebaya yaitu dalam waktu 2 hari dan 4 sesi
komunikasi efektif yang secara langsung pertemuan serta materi yang diberikan antara
diharapkan dapat diterapkan pada peer dan lain berupa materi kesehatan dan materi
keluarga. menjadi pendidik sebaya.
99
99
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
100
100
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Allender, J.A. & Spradley, B.W. (2005). College Student Development; Sep/Oct 2000,
Community Health Nursing: Promoting and 41, 5.
Protecting The Public’s Health. 6th edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Bantarti, W. (2000). Pengaruh pendidikan
Allender, J.A., Rector, S. & Warner, B.W. kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan
(2010). Community Health Nursing: sikap tentang HIV/AIDS pada siswa siswi SMU
Promoting and Protecting The Public’s di Kotamadya Depok. Tesis. Program Studi
Health. 7th edition Philadelphia: Lippincott Ilmu Kesehatan Masyarakat UI. Tidak
Williams & Wilkins. Dipublikasikan.
Berk, L.E. (2010). Development Through The
Ali, M. & Asrosi, M. (2011). Psikologi Life Span. 5th edition. Boston: Pearsons
Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Education Inc.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Biro Pusat Statistik. (Agustus 2010). Hasil
Alisjahbana, A., Sidharta, M. & Browner, sensus penduduk 2010: Data berdasarkan
MAW. (1984). Menuju Kesejahteraan Jiwa. provinsi di Indonesia. Jakarta: Biro Pusat
Jakarta: Gramedia. Statistik.
Badura, AS, Millard M, Peluso EA, Ortman N. ----------. (2009). Panduan Pengelolaan Pusat
(2000). Effects of peer education training on Informasi dan Konseling Remaja (PIK
peer educators: Leadership, self-esteem, health Remaja). Jakarta: Direktorat Remaja dan
knowledge and health behavior. Journal of Perlindungan Hak-hak Reproduksi BKKBN.
101
101
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Bogin, B. (2001). The growth of humanity. Comaria, N. (2008). Aku Sudah Gede:
New York: Wiley-Liss. Carskadon, M.A., Ngobrolin Pubertas Buat Remaja Islam.
Harvey, K., Duke, P., Anders, T.F., Sukoharjo: Samudra.
Litt, I.F. & Dement, W.C. (2002). Pubertal Conrad. (2000). Press Briefing Kitt III:
changes in daytime sleepiness. Sleep, 25, 525- kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta:
560. Population Council.
Casey, B.J., Getz, S. && Galvan, A. (2008). Dadang, H. (2009). Dampak Seks Bebas Bagi
The adolescent brain. Developmental Review, Ksehatan Jiwa. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
28, 62-77.
Dahl, R.E. & Lewin, D.S. (2002). Pathway to
Chythia, T. (2007). Konformitas kelompok adolescent healthy sleep regulation and
Dan Perilaku Seks Bebas Pada Remaja. Jurnal behavior. Journal of Adolescent Health,
Psikologi Volume 1, No.1, Desember, 2007, 31,175-184.
75-81.
Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan
Clemen-Stone, S., McGuire, S.L., & Eigsti, remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
D.G. (2002). Comprehensive Community
Health Nursing: Family, Aggregate, & Darroch, J.E., Frost, J.J. & Singh, S. (2001).
Community Practice, 6th edition. St. Louis: Teenage sexual and reproductive behavior in
Mosby, Inc. develop countries: Can more progress be
made? New York: Allan Guttmacher Institute.
Creswell, J.W. (2007). Qualitative Inquiry and
102
102
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
-----------. (2007). Pedoman Etik Penelitian Dinas Kesehatan Kota Depok (2008). Laporan
Kesehatan. Diakses dari Tahunan Dinas Kesehatan Kota Depok Tahun
http://www.litbang.depkes.go.id/ethics/knep k/ 2008, Depok
pada tanggal 10 September 2012.
-----------. (2010). Profil Dinas Kesehatan Kota
----------. (2007). Panduan Bagi Pelatih: Depok Tahun 2010, Depok.
Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja. Jakarta: Depkes RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. (2012).
----------. (2008). Panduan Program Pelayanan LaporanSituasi Perkembangan HIV dan AIDS
Kesehatan Peduli Remaja. Jakarta: Depkes RI. di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2012.
----------. (2008). Program Kesehatan Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Reproduksi dan Pelayanan Integratif di
Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta: Dirjen Bina Echols, J.M. & Shadily, H. (1992). Kamus
Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Inggris- Indonesia (An English Dictionary).
Kesehatan Ibu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Edelman, C.L. & Mandle, C.L. (2010). Health
----------. (2009). Laporan statistik kasus Promotion Throughout The Life Span, 7th
HIV/AIDS di Indonesia. Diakses dari edition. Canada: Mosby, Inc.
http://depkes.org.id pada tanggal 10 September
2012.
103
103
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Edwards & Tsouros. (2008). A Healthy City is Gunawan, A.H. (2010). Sosiologi Pendidikan:
An Active City : a physical activity planning Suatu Analisa Sosiologi tentang Pelbagai
guide, Copenhagen : WHO Regional Office Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
for Europe
Hansen, M., Janssen, L., Schiff, A., Zee, P.C.
Ervin, NF. (2002). Advanced community health & Dubocovich, M.L. (2005). The impact of
nursing: Concept and practice. 5 th ed. school daily schedule on adolescence sleep.
Philadelphia : Lippincot. Pediatric, 115, 1555-1561.
Fitriani, D. (2011). Pengaruh Edukasi Hanson , S.M.H., & Boyd, S.T. (1996). Family
SebayaTerhadap Perilaku Hidup Bersih dan Health Care Nursing : Theory, Practice, and
Sehat (PHBS) Pada Agregat Anak Usia Research. Philadelphia: F.A Davis Company.
Sekolah Yang Beresiko Kecacingan Di Desa Harian Analisa. (2012). Ketua Umum KNPA
Baru Kecamatan Manggar Belitung Timur. Arist Merdeka Sirait: 68,7 persen Remaja
Tesis. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Tobasa Pernah Kontak Seksual. Diakses dari
Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak http://www.analisadaily.com/news/read/201
Dipublikasikan. 2/07/28/65535/68_persen_remaja_tobasa_pe
rnah_kontak_seksual/#.UJsO5G8mRe4 pada
Friedman, M.M., Bowden, V.R., Jones, E.G. tanggal 20 September 2012.
(2003). Family Nursing: Research, Theory &
Practice 5th Edition. New Jersey: Pearson Helvie, C.O. (1998). Advanced Practice
Education, Inc. Nursing in The Community, New Delhi: SAGE
Publication. Hills, S.D., Anda, R.F., Dube,
Ge, X., Brody, G.H., Conger, R.D., Simons, S.R., Felitti, V. J.,
R.L., & Murry, V. (2002). Contextual
amplification of the effect of pubertal Marchbanks., P.A. & Marks, J.S. (2004).
transition on African American children’s The association between adverse chilhood
deviant peer affiliation and externalized experiences and adolescent pregnancy,
behavioral problems. Developmental longterm psychosocial, consequences, and fetal
Psychology, 38, 42-54. death. Pediatric, 113, 320-327.
Ghifari, Al Abu. 2003. Gelombang Kejahatan
Seks Remaja Modern. Bandung: Mujahid Hitchcock, J., Schubert, P., Thomas, S. (1999).
Press. Community Health Nursing: Caring in Action.
NewYork: Delmar Publishers. Hockenberry,
Glanz, K., Rimer, B.K., Viswanath, K. (2008).
Health Behaviour And Health Education: M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials
Theory, Research, and Practice. 4rd edition. of pediatric nursing. 8th edition. St. Louis:
USA: John Wiley & Sons, Inc. Mosby, Inc.
Green, L.W dan Kreuter, M.W. (2005). Health Howard, D. F. & Wang, M.Q. (2004). Multiple
Program Planning: An Educational and sexual-partner behavior among sexually
Ecological Approach 4th Edition. New York: activeU.S. adolescent girls. American Journal
The McGraw-Hill Companies, Inc. of Health behavior, 21, 3-12. Huebner, A.J. &
Howell, L.W. Examining the relationship
between adolescent sexual Risk-Taking and
perceptions of monitoring, communication,
104
104
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
105
105
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan & Polit, DF. & Beck, C.T. (2003). Essential of
Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Nursing Research: Appraising Evidence For
Nursing Practice. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
106
106
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
Rikesdas. (2007). Riset kesehatan dasar Sarwono, S.W. (2012). Psikologi Remaja.
laporan nasional 2007. Jakarta: Badan Edisi Revisi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Schunk, D.H. (2012). Learning Theories, An
Educational Perspective. 6th edition. San
Ritanti. (2010). Studi Fenomenologi : Francisco: Pearson Education, Inc.
Pengalaman Keluarga Dengan Anggota
Keluarga Penyalahguna Narkoba Dalam Setyoadi. (2012). Pemberdayaan pendidik
Menjalani Kehidupan Bermasyarakat Di sebaya sebagai upaya pencegahan resiko
Kelurahan Palmerah Jakarta Barat. Tesis. penularan HIV/AIDS pada remaja di SMK
Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota
Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak Depok. Karya Imliah Akhir. Program Spesialis
Dipublikasikan. Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak
Robbins, S.P. (2007). Perilaku Organisasi Dipublikasikan.
Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Sienburner, J., Ziemmer-Gemmbeck, M.J. &
egeland, B. (2007). Sexual partners dan
contraceptive use: A 16-years prospective
107
107
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
study predicting abstinence and risk behavior. among urban adolescents. Journal of
Journal of Research on Adolescence, 7, 179- Adolescence, 28, 465-477.
206.
Sylviani, Marina. (2008). Pelayanan Konseling
Sieving, R.E., Oliphant, J.A., & Blum, R.W. Oleh Konselor Sebaya di SMAN # dan MAN 2
(2002). Adolescent sexual behavior and sexual di Kota Bogor Tahun 2008. Tesis. Program
health. Pediatric in Review, 23, 406-416. Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Tidak Dipublikasikan.
Silver, E.J. & Bauman, L.J. (2006). The
association of sexual experience with attitudes, Tohirin. (2011). Metode Penelitian Kualitatif
beliefs, and risk behaviors of innercity Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling.
adolescent. Journal of Research on Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Adolescence, 16, 29- 45.
Triyanto, E. (2010). Pengalaman Remaja
Singh, S., Wulf, D., Samara, R. & Cuca, Y.P. Dalam Mendapatkan Tugas Perkembangan
(2000). Keluarga Selama Mengalami Masa Pubertas
Gender differences in the timing of first di Purwokerto: Studi Fenomenologi. Tesis.
intercouse: Data for 14 countries. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu
International family Plannin Perspective, Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak
Part 1, 26, 21-28. Dipublikasikan.
Soekanto, S. (2009). Sosiologi Keluarga UNAIDS. (2008). Fast Facts about HIV.
Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Anak. Diakses dari
Jakarta: PT Rineka Cipta. http://data.unaids.org/pub/FactSheet/2008/
20080519_fastfacts_hiv_en.pdf pada 20
Speziale, H. J. S & Carpenter, D. R. September 2012.
(2003).Qualitative Research in Nursing:
Advancing the Humanistic Imperative 3rd UNAIDS. (2011). Global HIV/AIDS Response:
Edition.Philadelphia: Lippincott Williams & Epidemic update and health sector progress
Wilkins. towards Universal Access. Progress Report
2011. Diakses dari
Stanhope, M., & Lancaster, J. (2004). http://www.unaids.org/en/media/unaids/co
Community health nursing: promoting health ntentassets/documents/unaidspublication/2
of aggregates, families, and individuals. 5th 011/20111130_UA_Report_en.pdf pada 20
edition. St. Louis: Mosby-Year Book, Inc. September 2012.
Streubert, H.J & Carpenter, D.R. (2003). UNAIDS. (2008). Republic of Indonesia
Qualitative Research in Nursing. Advancing Country report on the Follow up to the
The Humanistic Imperative. Third Edition. Declaration of Commitment on HIV/AIDS
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. (UNGASS): Reporting Period 2006-2007.
Indonesia: National AIDS Commission.
Swenson, R. R., & Prelow, H. M. (2005).
Ethnic identity, self-esteem, and perceived UNESCO. (2007). Peer Approach in
efficacy as mediators of the relation of Adolescent Reproductive Health Education:
supportive parenting to psychosocial outcomes Some Lessons Learned. UNESCO Bangkok.
108
108
Jurnal Keperawatan
Jurnal WidyaWidya
Keperawatan Gantari Vol. 1 No.
Gantari Vol1I/ /November
November 2014
2014
109
109